Anda di halaman 1dari 368

Kelainan Kelenjar Ludah

◦ Sublingual abses
◦ Submandibular abses
◦ Mucocele
◦ Ranula
◦ Infeksi/ Sialadenitis
◦ Sialolithiasis
◦ Keganasan/ Neoplasma
KELAINAN
KELENJAR LUDAH
◦ Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki konsistensi seperti lendir
dan merupakan hasil sekresi kelenjar yang membasahi gigi serta mukosa rongga
mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor serta sejumlah
kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali pada ginggiva
dan palatum.7,13,14,15
◦ Berikut adalah fungsi-fungsi saliva.7,14
◦ Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
◦ Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan dan
mengecap rasa makanan.
◦ Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sisa sel dan bakteri, sehingga
dapat mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.
◦ Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat
menekan naik turunnya derajat keasaman (pH).
2.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva

◦ Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva
mayor serta beberapa kelenjar saliva minor. 7,13,14,15 Kelenjar saliva mayor terdiri dari
kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Kelenjar parotis merupakan
kelenjar saliva terbesar, terletak bilateral di depan telinga antara ramus
mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di
bawah lengkung zigomatik. Kelenjar submandbularis merupakan kelenjar saliva
terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula.
Salurannya bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing
kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa
kelenjar di sekitar frenulum lingualis.15
◦ Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan
glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi,
serta palatum
Histologi
◦ Kelenjar saliva merupakan kelenjar merokrin yang bentuknya berupa tubuloasiner atau tubuloaveoler. Bagian dari
kelenjar saliva yang menghasilkan sekret disebut asini. Berikut adalah sel-sel yang menyusun asini kelenjar saliva. 14
◦ 
◦ Asini serous
◦ 
◦ Asini serous tersusun dari sel-sel berbentuk piramid yang mengelilingi lumen kecil dan berinti bulat. Di basal sel
terdapat sitoplasma basofilik dan di apeks terdapat butir-butir pro-enzim eosinofilik, yang akan disekresikan ke lumen
asini menjadi enzim. Hasil sekresi aini serous berisi enzim ptialin dan bersifat jernih dan encer seperti air.
◦ 
◦ Asini mukous
◦ 
◦ Asini mukous tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid sampai kolumner yang mengelilingi lumen kecil dan memiliki inti
pipih atau oval yang terletak di basal. Sitoplasma asini mukous yang berada di basal sel bersifat basofilik sedangkan
daerah inti dan apeks berisi musin yang bewarna pucat. Hasil sekresi asini mukous berupa musin yang sangat kental.
◦ 
◦ Asini campuran
◦ 
◦ Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian serous yang menempel pada bagian mukous tampak
sebagai bangunan berbentuk
◦ 
◦ bulan sabit.
◦ 
◦ Pada kelenjar saliva juga ditemukan struktur lain yaitu mioepitel. Mioepitel terdapat di antara membran basalis dan sel asinus.
Sel ini berbentuk gepeng, berinti gepeng, memiliki sitoplasma panjang yang mencapai sel-sel sekretoris, dan memiliki miofibril
yang kontraktil di dalam sitoplama sehingga membantu memeras sel sekretoris mengeluarkan hasil sekresi. 14
◦ 
◦ Hasil sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid dan mengelilingi
lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus interkalatus akan bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus atau duktus
intralobularis yang tersusun dari sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal dan tegak lurus dengan membrana
basalis yang berfungsi sebagai transport ion.
◦ Duktus striatus dari masing–masing lobulus akan bermuara pada saluran yang lebih besar yang disebut duktus ekskretorius
atau duktus interlobularis.
◦ Saliva disekresi sekitar 1 sampai 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat
perangsangan. Kecepatan aliran saliva bervariasi dari 0,1-4,0 ml/menit. Pada
kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis dan
kelenjar submandibularis; sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar
saliva minor.18 Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinyu disebabkan oleh
stimulasi konstan saraf parasimpatis dan berfungsi menjaga agar mulut serta
tenggorokan tetap basah setiap waktu.
◦ Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang
berbeda, yaitu:

◦ 
◦ Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi
◦ 
◦ Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor di dalam rongga mulut merespons adanya makanan. Saat diaktifkan,
reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serabut saraf afferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula
spinalis. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan
sekresi saliva. Gerakan gigi juga mendorong sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi
terhadap baroreseptor yang terdapat di mulut.
◦ 
◦ Refleks saliva didapat, atau terkondisi.
◦ 
◦ Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva dihasilkan tanpa rangsangan oral. Hanya dengan berpikir, melihat, membaui,
atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini.
◦ Pusat saliva di medula mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf-saraf
otonom. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis berfungsi meningkatkan
sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda.
Stimulasi parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan
pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim, sedangkan stimulasi
simpatis menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan konsistensi
kental dan kaya mukous
Laju aliran saliva mengalami perubahan
karena beberapa faktor berikut
◦ Derajat hidrasi
◦ 
◦ Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena apabila cairan tubuh
berkurang 8% maka kecepatan aliran saliva berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya hiperhidrasi
akan meningkatkan kecepatan aliran saliva. Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai
nol.
◦ 
◦ Posisi tubuh
◦ 
◦ Posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan aliran saliva tertinggi bila
dibandingkan dengan posisi duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, laju aliran saliva mencapai 100%,
pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25%.
◦ 
◦ 
◦ Paparan cahaya
◦ 
◦ Paparan cahaya mempengaruhi laju aliran saliva. Dalam keadaan gelap, laju aliran
saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%.
◦ 
◦ Irama siang dan malam
◦ 
◦ Laju aliran saliva memperlihatkan irama yang dapat mencapai puncaknya pada
siang hari dan menurun saat malam hari.
◦ Obat
◦ 
◦ Penggunaan atropin dan obat kolinergik seperti antidepresan trisiklik, antipsikotik, benzodiazepin, atropin, β-
blocker dan antihistamin dapat menurunkan laju aliran saliva
◦ 
◦ Usia
◦ 
◦ Laju aliran saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak dan dewasa laju aliran saliva
meningkat.
◦ 
◦ Efek psikis
◦ 
◦ Efek psikis seperti berbicara tentang makanan dan melihat makanan dapat meningkatkan laju aliran saliva.
Sebaliknya, berfikir makanan yang tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva.
◦ 
◦ Jenis Kelamin
◦ 
◦ Laju aliran saliva pada pria lebih tinggi daripada wanita meskipun keduanya mengalami penurunan setelah
radioterapi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva
wanita.
Sialadenitis Supurativa Akut

◦ Sialadenitis akut adalah infeksi bakteri dari kelenjar ludah. Jumlah bakteri yang
tinggi dalam rongga mulut memberikan kesempatan bagi infeksi kelenjar ludah.
Saliva memiliki sifat antimikroba karena adanya lisosom, antibody IgA, dan asam
sialat. Protein ini lebih banyak pada submandibular, sublingual dan kelenjar saliva
minor jika dibandingkan dengan viskositas yang rendah pada kelenjar parotis.
◦ Presentasi klinis sialadenitis supuratif akut adalah pembesaran difus kelenjar yang
tiba-tiba disertai dengan indurasi dan nyeri tekan. Pencarian riwayat secara rinci
dapat mengungkapkan faktor-faktor risiko yang mendasari atau etiologi dari
penyakit ini. Kelenjar harus teraba bila memungkinkan. Palpasi bimanual lebih
efektif untuk kelenjar submandibular. Palpasi mungkin akan ditemukan batu saluran
ludah. Palpasi dan pijat kelenjar dapat menyebabkan keluarnya eksudat purulen
dari papilla dari kelenjar yang terlibat. Eksudat purulen harus dikultur untuk bakteri
aerob dan anaerob, dan spesimen untuk pewarnaan Gram.
◦ Penanganan awal terdiri dari pemberian antibiotic, kompres hangat, masase pada
kelenjar dan sialogogues. Terapi empiris dengan antibiotic antistafilokokus resisten
penisilinase harus segera di mulai sementara menunggu hasil kultur.
Mumps Disease

◦ Parotitis akut ditandai dengan oleh nyeri yang hilang timbul secara mendadak,
kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis.Gejala prodromal berupa
demam, malaise, mialgia, dan anoreksia.Hygiene yang buruk dari mulut dapat pula
dihubungkan dengan penyakit ini. Hal ini terkait infeksi retrograd dari rongga mulut
ke kelenjar parotis.
Sialadenitis Kronik

◦ Sialadenitis kronismerupakan istilah umum yang digunakan untuk pembengkakan


dan rasa tidak enak dari kelenjar liur mayor dalam waktu lama dan sering
mengalami rekurensi. Etiologi dari peradanagan kronis ini dapat terjadi pada
parenkim kelenjar atau sistem duktus seperti batu. Sialodenitis ditandai dengan
inflamasi rekuren dan nyeri pada kelenjar ludah mayor. Faktor predisposisi dari
sialodenitis termasuk tiga manifestasi yang khas yaitu stasis, obstruksi, dan laju
aliran ludah berkurang. Penyebab lain dapat menjadi pencetus terjadinya
sialodenitis kronik antara lain sialolithiasis, striktur saluran saliva, dan kompresi
saluran eksternal.
◦ Pemeriksaan diagnostik harus mencakup pencitraan dengan CT dengan dan tanpa
kontras intravena untuk mengevaluasi kalkuli atau neoplasma yang terdapat dalam
kelenjar. Sialografi mungkin sangat bermanfaatdalam mendeteksi kelainan duktus
seperti ektasia atau striktur.1
◦ Setelah penyebab yang dapat diobati disingkirkan, pengobatan awal untuk
sialodenitis kronis dapat diberikan sialogogues, hidrasi, masase dan antibiotik
selama eksaserbasi akut. Ketika penanganan konservatif tidak cukup, beberapa
prosedur dapat dilakukan untuk mengurangi beban gejala. Pilihan terapi yang dapat
dipilih adalah dilatasi papil (dengan atau tanpa sialodochoplasti), injeksi steroid
pada duktus, dilatasi striktur, ligasi untuk menimbulkan atrofi kelenjar, penyinaran,
dan ekstirpasi kelenjar.
Abses Sublingual
◦ Terdapat dua ruang sublingual pada superior dari muskulus milohioid, di kanan dan
kiri dari garis tengah. Ruang ini dibagi oleh fasia yang padat. abses terbentuk di
ruang ini dikenal sebagai abses sublingual
◦ Presentasi klinis. Abses sublingual mempunyai karakteristik pembengkakan
mukosa dari dasar mulut, yang mengakibatkan elevasi lidah ke arah langit-langit
dan lateral (Gambar. 9.53b). Mandibula lingual sulkus dilenyapkan dan mukosa
nampak kebiruan. Pasien mengalami kesulitan dalam berbicara, karena edema, dan
gerakan lidah yang menyakitkan.
◦ Pengobatan. Sayatan untuk drainase dilakukan intraoral, lateral, dan di sepanjang
saluran Wharton dan saraf lingual (Gambar. 2). Dalam rangka untuk mencari nanah,
hemostat yang digunakan untuk menjelajahi ruang inferior, dalam arah
anteroposterior dan di bawah kelenjar. Setelah drainase selesai, menguras karet
ditempatkan
Abses Submandibula
◦ Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam
sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses submandibular,
ruang potensial ini terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan
oleh otot milohioid.
◦ Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi
komputer.4
◦ Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena : 4

◦ efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses.
◦ keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
◦ Sayatan untuk drainase dilakukan intraoral, lateral, dan di sepanjang saluran
Wharton dan saraf lingual (Gambar. 2). Dalam rangka untuk mencari nanah,
hemostat yang digunakan untuk menjelajahi ruang inferior, dalam arah
anteroposterior dan di bawah kelenjar. Setelah drainase selesai, menguras karet
ditempatkan
Mukokel
◦ Mukokel adalah istilah klinis yang digunakan untuk menggambarkan fenomena
ekstravasasi mukus, serta kista retensi lendir
◦ Berdasarkan etiopathogenesisnya, mukokel terbagi dua yaitu: mukokel ekstravasasi
(umum), yang dihasilkan dari pecahnya saluran karena trauma dan tumpahnya
mucin ke dalam jaringan lunak di sekitarnya; dan mukokel retensi (jarang), yang
biasanya terjadi akibat pelebaran duktus akibat obstruksi duktus. Insidensi mukokel
ekstravasasi yaitu pada dekade kedua dan ketiga, sedangkan jenis retensi lebih
sering terjadi pada kelompok usia yang lebih tua
◦ Penatalaksanaan untuk kasus mukokel yaitu ekstirpasi mukosa dan sekitarnya,
jaringan kelenjar kemudian ke lapisan otot. Pengobatan tidak diperlukan pada
mukokel superfisial yang menghilang dengan sendirinya. Pada kasus mucoceles
lebih besar, marsupialisi dilakukan akan menghindari kerusakan struktur vital.
Ranula
◦ Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat
pada dasar mulut. Dan akan berakibat pembengkakan di bawah lidah yang
berwarna kebiru-biruan (drg. Sugito, MH).
◦ Ranula diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu :
◦ Ranula superficial atau simple ranula

◦ Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula profunda


diagnosis
◦ Langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis ranula:
◦ Melakukan anamnesa lengkap dan cermat
◦ Secara visual
◦ Bimanual palpasi intra dan extra oral
◦ Punksi dan aspirasi
◦ Melakukan pemeriksaan penunjang
◦ Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa kontras media tidak berguna
◦ Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsi
◦ (drg. Iskandar Atmadja)
◦ Dalam kasus ranula, ahli bedah mulut dapat merekomendasikan marsupialisasi
atau eksisi, dimana ranula diincisi untuk membuat outlet pada kista retensi kelenjar
liur sehingga cairan dapat dikeluarkan
Sialolithiasis
◦ Sialolitiasis atau peradangan akibat adanya batu saliva merupakan keadaan
patologis yang umumnya sering terjadi pada orang dewasa, tetapi dilaporkan juga
terjadi pada anak-anak

◦ Gejala klinis yang khas adalah rasa sakit yang hebat pada saat makan, memikirkan
makanan, menelan dan disertai adanya pembengkakan kelenjar ludah dan sangat
peka jika dipalpasi. Dukungan radiografi sangat membantu dalam menegakkan
lokasi sialolit atau batu saliva. Sialolit pada foto rontgen akan terlihat berupa
daerah berwarna putih (Radiopaque) dibandingkan daerah sekita
◦ Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka maupun
minimally invasive dapat menimbulkan komplikasi antara lain:
◦ kerusakan saraf, terutama N. Lingualis dan N. Hipoglosus
◦ perdarahan post operative,
◦ striktur sistem duktal,
◦ pembengkakan kelenjar yang menimbulkan nyeri,
◦ cutaneus hematoma sering dijumpai pada pasien post extracorporeal therapy, dan
◦ residual lithiasis terjadi pada sekitar 40%-50% pasien.
Xerostomia
◦ Xerostomia berasal dari bahasa Yunani: xeros = kering; stoma = mulut. Mulut
kering digambarkan sebagai penurunan kecepatan sekresi stimulasi saliva. 30
Sensasi subjektif dari mulut kering yang kemungkinan memiliki hubungan dengan
penurunan produksi saliva didefinisikan sebagai xerostomia.6
Xerostomia yang diindikasikan sebagai penurunan produksi saliva pada
umumnya disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

◦ Radioterapi kepala dan leher


◦ Usia Tua
◦ Obat-obatan
◦ Tingkat stres
◦ Sindrom Sjörgen
◦ Diagnosis xerostomia dapat dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan
pengukuran laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection.
◦ Terapi xerostomia tergantung pada penyebab dan tingkat kerusakan kelenjar saliva.
Terapi tersebut berupa saliva buatan dan terapi stimulan. Ketika kelenjar saliva
tidak mampu distimulasi secara lokal maupun sistemik, saliva buatan dapat
dijadikan pilihan terapi. Namun saliva buatan tidak mampu memberikan kepuasan
dibandingkan dengan saliva yang dihasilkan oleh terapi stimulan karena harga dan
ketersediaan saliva buatan cenderung susah dijangkau.
Neoplasma
◦ Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasma) dan neoplasia
ganas (malignant neoplasma). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru
yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak
sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan
sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis). Neoplasia
ganas sering disebut kanker
◦ 64-80% dari tumor primer kelenjar saliva terjadi di kelenjar saliva, 7-15% terjadi di
kelenjar submandibular dan kurang dari 1% di kelenjar sublingual.
◦ 54-80% dari tumor adalah jinak.
◦ insidens tertinggi dari tumor kelenjar liur terdapat pada dekade ke enam hingga
tujuh.
◦ pembesaran massa soliter yang perlahan dan tidak nyeri di kelenjar liur
◦ tumor lobus parotid yang dalam dapat muncul sebagai pembengkakan palatum
mole yang tidak simetris dan tidak nyeri.
◦ sitologi aspirasi jarum halus dan pencitraan dapat membantu dalam diagnosis
◦ operasi eksisi total adalah terapi yang paling kuratif.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai