Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Xerostomia


Xerostomia secara harfiah berarti “mulut kering” (xeros = kering dan stoma
= mulut). Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa kekeringan didalam
mulut yang ditandai dengan menurunnya jumlah aliran saliva dari normal akibat
penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar mayor dan minor. Xerostomia
merupakan keadaan dimana laju aliran saliva tanpa terstimulasi berada dibawah 0,2
ml/menit. Xerostomia merupakan masalah umum yang banyak terjadi pada lansia.
Secara klinis pasien dengan xerostomia merasa kekeringan pada bagian bibir dan
bagian sudut mulut mengalami iritasi.

Ada artikel yang membedakan antara xerostomia dan hiposalivasi.


Xerostomia dianggap merupakan sebuah simptom (yang bersifat subyektif),
sedangkan hiposalivasi dianggap sign (yang bersifat obyektif). Xerostomia dapat
terjadi tanpa hiposalivasi dan hiposalivasi tidak selalu memunculkan gejala mulut
kering. Pada hiposalivasi, pemeriksaan jumlah sekresi saliva mutlak harus
dilakukan.9

Adanya rangsangan pada mukosa mulut menyebabkan terciptanya sinyal


yang menuju ke otak, sinyal ini menyebabkan otak memberikan respon melalui
jaras efferen neuron yang menuju ke glandula salivatorius. Glandula salivatorius
memiliki reseptor Muscarinik M3 untuk menerima perintah produksi saliva. Sinyal
efferen ini menyebabkan terlepasnya asetilkolin dari saraf efferen perifer menuju
ke glandula salivatorius, akibatnya terjadi produksi saliva. Hal-hal lain yang juga
bisa menimbulkan stimulus untuk produksi saliva yaitu bau-bauan, kecemasan, rasa
makanan.1, 8

Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis dan sementara atau
permanen. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari
penyebabnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi

2
3

pada daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek
samping obat-obatan, stress dan juga usia.2, 4, 8, 10

 Xerostomi yang irreversibel : pada kasus Sjögren’s syndrome, anomali


kongenital, HIV/AIDS, radiasi 2

 Xerostomi yang reversibel : pada keadaan cemas, akibat obat-obatan,


infeksi akut, dehidrasi 2

2.2 Sekresi dan Fungsi Saliva

Saliva atau ludah adalah suatu cairan oral yang kompleks yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar saliva mayor dan minor yang ada pada mukosa
mulut. Saliva terdiri dari 99.5% air dan 0.5% benda padat.3, 4, 5
Pada orang dewasa yang sehat, saliva diproduksi lebih kurang 1,5 liter dalam
waktu 24 jam. Sekresi saliva dikendalikan oleh sistem persarafan, terutama sekali
oleh reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk peningkatan sekresi saliva adalah
melalui rangsang mekanik.4, 5
a. Kelenjar ludah
Sekresi dilakukan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor, yaitu kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis, serta sekresi dari
kelenjar saliva minor yang terdapat di dalam mukosa pipi, bibir, langit-langit keras
dan lunak serta lidah. 3, 4, 5

Ganbar 1. Menunjukan letak dari glandula salivatorius

Pada individu yang sehat, gigi geligi secara terus menerus terendam di
dalam saliva (resting) sampai sebanyak 0.5 mL, keadaan ini akan membantu
4

melindungi gigi, mukosa mulut, lidah, orofaring. Pada orang dewasa sekresi saliva
+ 1 mL per menit, pada keadaan berkurangnya produksi saliva yang tidak begitu
parah produksinya 0.1-0.7 mL per menit. 4, 5
Sifat kelenjar ludah dan sekresinya ditentukan oleh tipe sel sekretori, yaitu:
serous, seromukus, mukus. Ludah serous menunjukkan ludah yang encer,
dihasilkan oleh kelenjar Parotis, sedangkan ludah mukus adalah ludah pekat yang
dihasilkan oleh kelenjar sublingualis, dan glandula submandibularis menghasilkan
ludah seromukous. Musin membuat ludah pekat, sehingga tidak mengalir pada
semua permukaan karena mempunyai selubung air dan terdapat pada semua
permukaan mulut, dapat melindungi jaringan mulut dari kekeringan, serta
melindungi mukosa terhadap infeksi bakteri dengan pembentukan lapisan lendir,
yang sukar ditembus dan dirusak oleh bakteri-bakteri.4

b. Sekresi saliva
Sekresi ludah sebagian besar merupakan proses aktif, yang menunjukkan
bahwa proses tersebut membutuhkan energi. Dalam proses ini dibedakan 2 fase:
1) Sintesis dan sekresi cairan asiner oleh sel-sel sekretori
2) Perubahan yang terjadi pada muara pembuangan yaitu pada duktus
striata 4
Rangsangan β adrenergik biasanya menghasilkan sekresi ludah pekat, kaya
protein dan berbusa dari sel-sel asiner. Di pihak lain rangsangan kolinergik
neurotransmiter asetilkolin menghasilkan reaksi air yang kuat dengan kadar protein
rendah. Pada rangsangan β adrenergik melalui neurotransmiter noradrenalin (=
pesuruh pertama) di dalam sel dibentuk cyclic Adenosin Mono Phospate (cAMP)
sebagai “pesuruh kedua” untuk meneruskan rangsangan di dalam sel. 4
5

Gambar 2 : Skema Pengaturan Sekresi Kelenjar Parotis

Pada keadaan istirahat glandula submandibularis menghasilkan bagian yang


terbesar dari seluruh saliva, sebaliknya glandula parotis mempunyai efek yang
paling kuat saat distimulasi. Meskipun glandula sublingualis dan kelenjar-kelenjar
tambahan menghasilkan sedikit bantuan pada volume ludah, tapi sangat membantu
penambahan jumlah sekresi protein tertentu seperti musin dan imunoglobulin.4

Volume saliva dipengaruhi oleh banyak hal dan dalam waktu 24 jam volume
saliva sekitar 1000–1500 mL dengan derajat keasaman saliva sekitar 7. Pada waktu
tidur dihasilkan volume saliva 0.1 mL per menit. Pada waktu terjaga dan tidak ada
rangsangan volumenya sekitar 0.3 mL per menit. Tetapi pada waktu mengunyah
makanan volume akan meningkat menjadi 1-2 mL per menit. Pada keadaan
xerostomia penurunan produksi saliva bisa mencapai 0.7-0.1 mL/mnt, bahkan pada
keadaan yang sangat parah bisa mencapai kurang dari 0.1mL/mnt. 4, 5, 8
6

Tabel 1. Sumbangan persentil rata-rata kelenjar ludah pada volume


cairan mulut dalam berbagai macam stimulasi

Ludah merupakan cairan dengan susunan yang sangat berubah-ubah, dilihat


dari segi derajat keasaman (pH), elektrolit dan protein yang ditentukan oleh: irama
siang dan malam, sifat dan kekuatan rangsangan, keadaan psikis, stres, kadar
hormon, diet, obat-obatan, dll.4
Pada malam hari sekresi ludah hampir berhenti + 10 mL per 8 jam, glandula
parotis pada malam hari hampir tidak menghasilkan ludah, sumbangan relatif
glandula submandibularis pada malam hari adalah 70%, sedang glandula
sublingualis dan kelenjar ludah tambahan 30%. Glandula parotis menghasilkan
ludah yang encer dan glandula submandibularis ludah pekat, sehingga bantuan
relatif masing-masing menentukan sifat psikokimiawi cairan mulut. Hal ini dapat
membedakan irama siang dan malam hari. Kelenjar ludah dapat dirangsang dengan
cara-cara sebagai berikut:
1) Mekanik
Misalnya mengunyah makanan atau permen karet, rangsangan
mekanik merupakan rangsangan terbesar bagi produksi saliva
2) Kimiawi
Oleh rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit, pedas.
3) Neuronal
Melalui sistem syaraf autonom, baik simpatis maupun parasimpatis.
7

4) Psikologis
Stres menghambat sekresi.
Ketegangan dan kemarahan dapat bekerja sebagai stimulasi.
5) Rangsangan rasa sakit
Misal oleh radang, ginggivitis, protesa dapat menstimulasi sekresi4

c. Fungsi Saliva
Nilai kegunaan saliva biasanya baru dirasakan kalau produksinya sudah
berkurang. Mukosa oral, tanpa daya proteksi dan lubrikasi dari saliva akan mudah
mengalami luka dan terkena infeksi. Sekresi ludah dapat menurun pada keadaan
dehidrasi, usia lanjut, gangguan emosional seperti stres, putus asa, dan rasa takut.4,5
Peranan saliva yang paling penting adalah untuk mempertahankan integritas
gigi, lidah, dan membran mukosa daerah oral dan orofaring.5 Saliva yang disekresi
mengandung suatu protein air liur, antara lain amilase, mukus, dan lisozim. Hal ini
cukup berperan dalam menentukan fungsi saliva, yaitu:
1) Memulai pencernaan karbohidrat di dalam mulut melalui kerja
amilase ludah, suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi
disakarida.4
2) Mempermudah untuk menelan makanan dengan membasahi
partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu dan
dengan melumasi oleh karena adanya mukus yang kental dan licin.
Lapisan mukus pelindung pada membran mukosa juga bertindak
sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.5
3) Air liur memiliki efek anti bakteri melalui efek ganda. Efek ini
pertama kali dilakukan oleh lisozim, suatu enzim yang melisiskan
atau menghancurkan bakteri tertentu, dan kedua dilakukan dengan
membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sehingga sumber
makanan.4
4) Air liur berfungsi sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang
merangsang papil pengecap. Hanya molekul dalam larutan yang
dapat bereaksi dengan reseptor papil pengecap.4
8

5) Air liur membantu dalam berbicara dengan mempermudah gerakan


bibir dan lidah.4, 5
6) Air liur berperan penting dalam kebersihan mulut dengan membantu
menjaga kebersihan mulut dan gigi. Aliran air liur yang terus-
menerus membantu membilas residu makanan, melepaskan sel
epitel dan benda asing.4, 5, 7
7) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam dalam makanan
serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di dalam rongga mulut,
sehingga membantu mencegah karies gigi 4
8) Saliva membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena
kandungan kalsium dan fosfatnya. Saliva membantu menyediakan
mineral yang dibutuhkan email yang belum sempurna terbentuk
pada saat awal erupsi (membantu maturasi pasca erupsi). Lapisan
glukoprotein yang terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi
(acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat
keausan karena abrasi dan erosi.4, 5

2.3 Penyebab Xerostomia & Patofisiologi

Mulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan


fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress
dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui
adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan
produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada
kelenjar saliva dan lain-lain.3, 4, 6

a. Radiasi Dada daerah leher dan keoala


Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan
dengan berkurangnya volume saliva terjadi penurunan kecepatan sekresi saliva
sampai kurang dari 0.1 mL per menit. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan
kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran. Selain itu juga
9

terjadi peningkatan kadar protein total yang cukup besar sehingga saliva menjadi
kental.3, 4, 5

Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva


(Amerongan, 1991).

Dosis Gejala
< 10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva
10 -15 Gray Hiposalivasi yang jelas dapat ditunjukkan
15 -40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel
> 40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar
Hiposalivasi irreversibel

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous
dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus.4 Tingkat perubahan kelenjar saliva
setelah radiasi yaitu: untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu
minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan
penyumbatan.3
Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva,
dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi
Ig A berkurang. 4
Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan kecepatan sekresi saliva
menjadi normal kembali tergantung pada individu dan dosis radiasi yang telah
diterima. 5

b. Gangguan pada kelenjar saliva

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum
mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan
degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. 4
10

Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat
menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan
dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. 4, 5

Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat


mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva
rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang. 5, 11, 12

c. Kesehatan umum yang terganggu


Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan
dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan
keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva.4, 5 Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang
diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan
turunnya sekresi saliva. 4
Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati
dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang
berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar
keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi. Pembatasan intake
cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental.3
Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa
kering. Pada infeksi pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi
menyebabkan penderita bernafas melalui mulut. 4, 5, 6

d. Penggunaan obat-obatan
Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi sativa. Ada sekitar 400 macam
obat yang bisa menyebabkan xerostomia. Yang tersering adalah obat-obatan anti
kolinergik, anti parkinson, dan anti neoplastik. Xerostomia yang disebabkan oleh
obat-obatan biasanya menghilang bila pemakaian obat dihentikan.1, 2, 8
11

Some Causes of Xerostomia


Drugs Examples
Anticholinergic Antidepressants
Antiemetics
Antihistamines
Antipsychotics
Anxiolytics
Recreational/illicit Cannabis
Methamphetamines
Other Antihypertensives
Antineoplastics (chemotherapy drugs)
Anti parkinsonians
Bronchodilators
Decongestants
Diuretics
Meperidine Some Trade Names
Demerol
and other opioids

Tabel 2. Obat-obatan yang menyebabkan mulut kering


(Kidd dan Bechal,1992; Amerongan, 1991; cohen, 2009)

Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem


syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang
diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung
mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau
dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.3

e. Keadaan fisiologis.
Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis.
Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya
aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan
12

memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa
dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan
emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf
autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya
sekresi saliva.4, 6

f. Usia.
Peningkatan usia akan menyebabkan terjadinya perubahan atropik pada
kelenjar ludah yang akan menurunkan sekresi saliva. Sampai dengan umur 15
tahun volume saliva lebih besar dibandingkan dengan umur yang lebih dewasa.
Dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi penurunan produksi saliva.
Perubahan terbesar terjadi pada glandula parotis, karena secara bertahap akan
terjadi perubahan jaringan yang menyusunnya. Selain terjadi perubahan pada sel-
selnya terjadi juga penurunan sintesis protein. Hal ini akan berakibat pada
terjadinya penurunan produksi saliva. 5
Pada umumnya penurunan produksi saliva dianggap merupakan akibat proses
penuaan yang tidak dapat dihindari, akan tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa tidak ada penurunan cairan produksi kelenjar parotid pada individu yang
beranjak tua namun sehat dan tidak minum obat. Dilain pihak ada bukti yang
menunjukkan bahwa perubahan atropik yang terjadi di kelenjar submandibularis
sesuai dengan pertambahan usia akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya sedikit. Dengan demikian, setiap penurunan produksi saliva
dianggap sebagai akibat dari faktor usia, namun hal ini tidak berarti apa-apa bila
dibandingkan dengan penurunan akibat penyakit dan penggunaan obat-obatan.5

g. Keadaan-keadaan lain.
Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada
pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf
menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva.4
Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan
mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim
kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat
13

mengurangi sekresi saliva. Sebaliknya gangguan sistem saraf juga dapat


meningkatkan produksi saliva, seperti pada penyakit Parkinson.4 Belakangan telah
dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering.8

2.4 Diagnosis Xerostomia

Diagnosis xerostomia dapat berdasarkan riwayat pasien, pemeriksaan rongga


mulut dan atau sialometri (suatu prosedur sederhana untuk mengukur aliran saliva).
Xerostomia harus mulai dipikirkan jika pasien mengeluh mulut terasa kering,
terutama saat malam hari, atau sulit makan-makanan kering. Ketika dilakukan
pemeriksaan, lidah tampak lengket dengan mukosa buccal. Pada wanita tampak
“Lipstick Sign” dimana lipstik menempel pada gigi anterior, yang bisa menjadi
indikator xerostomia.1
Mukosa oral tampak kering dan lengket atau mungkin dijumpai eritematous
disertai pertumbuhan Candida Albicans. Kadang-kadang bisa juga dijumpai
Pseudomembran Candidiasis yang nampak sebagai plak putih mudah dilepas di
beberapa permukaan mukosa. Sangat sedikit dijumpai saliva di dasar mulut dan
lidah nampak kering. Karies dentis bisa dijumpai pada permukaan cervik, incisal
dan oklusal.1, 5
Beberapa pemeriksaan penunjang bisa digunakan untuk mengetahui fungsi
dari glandula saliva, misal sialometri, sialografi, biopsi kelenjar, dan lain-lain.1
Sialometri, merupakan suatu pemeriksaan untuk mengukur aliran produksi saliva
dari glandula salivatorius dengan menempatkan suatu alat khusus di duktus ekskresi
glandula salivatorius. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stimulus
asam sitrat. Saat istirahat sekresi saliva berkisar antara 0-0.1 mL/mnt, setelah
dirangsang dengan asam sitrat meningkat menjadi 0.4-1.5ml/mnt. Bila sekresi
setelah dirangsang di bawah 0.3 mL/mnt dianggap patologis.8, 13
Pemeriksaan
sialografi merupakan suatu teknik imaging untuk mengidenifikasi batu pada
glandula saliva atau massa. Sialografi, merupakan suatu pemeriksaan radiologik
dengan menggunakan kontras yang larut dalam air atau minyak yang dimasukan
melalui duktus submandibula atau parotis. Setelah dilakukan pemakaian anestesi
topikal, lalu dilakukan penekanan lembut pada kelenjar, muara duktus nampak
sebagai lubang yang mengeluarkan air liur. Muara tersebut dilebarkan dengan
14

sonde lakrimal, kemudian dimasukan kateter, kemudian masukan kontras 1.5-2 mL


secara lembut, sampai penderita merasakan adanya tekanan tapi tidak mengeluh
nyeri. Kemudian dilakukan pemotoan.14 Biopsi minor glandula saliva bisa
digunakan untuk mendignosis Sjogren’s syndrom, HIV, sarcoidosis, amiloidosis,
dan Graft versus host disease. Biopsi mayor dilakukan jika dicurigai malignansi.1,
2, 4, 5, 6

2.5 Manifestasi Klinis Xerostomia

Xerostomia menyebabkan beberapa problem bagi penderitanya.


Perhatian terhadap penurunan produksi saliva baru muncul apabila telah
menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia, antara lain :
Berikut ini beberapa keluhan yang muncul akibat xerostomia 1, 3, 4, 5
 Mukosa mulut kering, mudah teriritasi
 Sukar berbicara
 Sukar mengunyah dan menelan
 Persoalan dengan protesa
 Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar
 Gangguan sensasi pengecapan (dysgeusia), lidah terasa sakit
(glossodyna)
 Perubahan jaringan lunak
 Pergeseran dalam mikroflora mulut
 Karies gigi meningkat
 Radang periodonsium
 Halitosis (nafas bau)
 Bibir pecah-pecah, kering dan kulit terkelupas di sudut mulut

2.6 Mekanisme Gejala Xerostomia pada Usia Lanjut


Penuaan memiliki dampak langsung pada kemampuan fungsional organ-
organ, sistem biologis, dan pada akhirnya mempengaruhi organisme
secara keseluruhan. Seiring berjalannya proses penuaan, terdapat
peningkatan penyakit dan kondisi kronis yang akan mempengaruhi baik
15

kesehatan mulut maupun sistemik. Oleh karena itu, penuaan mempengaruhi


jaringan mulut, seperti halnya bagian lain dari tubuh manusia.6,7 Menurut
dasar Kebijakan Kesehatan Program Oral WHO, kesehatan gigi dan mulut
atau sistem stomatognatik merupakan bagian integral dan penting dalam
kesehatan umum.7 Glossary of Prosthodontic Terms 2005 mendefinisikan
sistem stomatognatik sebagai kombinasi struktur yang terlibat dalam bicara,
masuknya makanan, pengunyahan, dan penelanan serta aktivitas
parafungsional. Sistem ini berperan penting dalam aktivitas sosial lainnya,
serta dalam mengekspresikan emosi seseorang seperti tertawa dan tersenyum.7
Sistem stomatognatik terdiri dari integrasi saraf motorik dan sensorik,
aktivitas otot, jaringan ikat, membran mukosa, sendi, dan kelenjar yang
kompleks. Proses penuaan mempengaruhi semua sel hidup, termasuk
komponen penyusun sel pada sistem stomatognatik. Namun demikian,
proses penuaan pada lansia sehat yang masih memiliki gigi-geligi
dikaitkan dengan perubahan fisiologis. Perubahan pada sistem stomatognatik
yang besar sering kali disebabkan oleh faktor ekstrinsik, antara lain kesehatan
umum, penggunaan obat-obatan, dan perawatan medis, yang tidak
berhubungan dengan pertambahan usia.7,8,9

 Perubahan pada Gigi-geligi

Tidak selalu mudah membedakan perubahan fisiologis normal dan


perubahan patologis pada gigi. Gigi mengalami perubahan bentuk dan
warna seiring bertambahnya usia. Terjadi pula abrasi, erosi, dan karies,
yang dapat mengubah bentuk gigi. Penurunan tingkat vaskularisasi pulpa
juga tampak dengan bertambahnya usia. Perubahan ini mengurangi
kemampuan gigi untuk pulih dari karies.6,7

 Perubahan membran mukosa mulut dan jaringan periodonsium

Mukosa mulut ditemukan pada gingiva sekitar gigi, palatum keras,


palatum lunak, pipi, dasar mulut, permukaan lateral lidah, pada lidah dan
bibir.7 Secara histologis, epitel akan mengalami penipisan, penurunan
16

proliferasi seluler, kehilangan lapisan elastin dan lemak di area submukosa,


serta peningkatan jaringan ikat fibrosis akibat perubahan degeneratif pada
kolagen. Perubahan ini terlihat secara klinis pada permukaan mukosa
menjadi lebih kering dan tipis, serta hilangnya elastisitas dan stippling
gingiva. Perubahan ini meningkatkan kerentanan mukosa mulut terhadap
trauma dan infeksi, terutama apabila individu menggunakan gigi tiruan
atau mengalami hipofungsi saliva.6 ,7,

 Perubahan kelenjar saliva


Air liur memainkan peran penting dalam pemeliharaan kesehatan
mulut. Berkurangnya kuantitas saliva dapat menyebabkan karies gigi,
infeksi mukosa mulut, gangguan sensorik, disfungsi bicara, penurunan
asupan gizi, kesulitan mengunyah, menelan, dan retensi gigi tiruan.6,7
Hasil studi bervariasi dalam memperlihatkan apakah ada penurunan output
aliran saliva antara orang lansia dan usia muda. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa usia tidak mengubah sekresi saliva pada kelenjar
parotis dan submandibula, tetapi perubahan lebih terlihat pada sekresei
kelenjar minor di labial. Hal ini memperlihatkan bahwa pengurangan
aliran saliva berbeda untuk setiap tipe kelenjar.3,7

 Perubahan tulang / resorpsi tulang


Perubahan struktur mikroskopis komposisi matriks dan kimia
tulang yang terjadi seiring bertambahnya usia, dapat mempengaruhi
kekuatannya. Dalam rongga mulut, kehilangan tulang dapat terlihat dari
peningkatan kehilangan gigi atau resorpsi tulang pada lansia tak berigi.3,7
Segera setelah ekstraksi gigi, tulang alveolar secara bertahap mengalami
resorpsi. Konsekuensi klinis yang timbul adalah kesulitan dalam
pembuatan dan pengembalian fungsi dengan gigi tiruan. Resorpsi lebih
besar terjadi pada rahang bawah dibandingkan rahang atas. Banyak lansia
yang merasa kesulitan menggunakan gigi tiruan pada kondisi tulang
dengan resorpsi besar karena kurangnya stabilitas gigi tiruan tersebut.
Solusi terbaik untuk mengatasi masalah tersebut adalah pencegahan
kehilangan gigi, dengan mempertahankan gigi atau bahkan akar gigi
17

selama mungkin.10,11

 Kinerja motorik
Perubahan kinerja motorik mulut akibat peningkatan usia tidak
nampak sejelas perubahan di bagian tubuh lain. Sebagai contoh, aktivitas
refleks sederhana maseter terus bertahan sampai usia yang sangat tua. Hal
ini mungkin disebabkan penggunaan otot rahang terus menerus untuk
mengunyah, menelan, berbicara, tersenyum dan peran fungsional refleks
tertentu individu.7

 Rasa dan bau


Banyak lansia mengeluhkan berkurangnya kenikmatan rasa
makanan, serta perubahan pengecapan dan penghidu. Perubahan besar
dalam kemampuan penghidu bahkan terjadi pada orang dewasa tua yang
sehat. Hal ini antara lain diakibatkan seringnya sensor olfaktori dan
reseptor perifer terpapar oleh berbagai toksin dari lingkungan sekitar,
trauma, obat-obatan, dan infeksi pernapasan. Kondisi ini menyebabkan
sensitivitas penciuman berkurang dan menghambat kemapuan identifikasi
bau.6,7,

 Perubahan patologis sistem stomatognatik lansia


Secara umum, masalah yang paling sering ditemukan dalam mulut
lansia adalah tingkat kehilangan gigi yang tinggi, karies gigi, prevalensi
penyakit periodontal yang tinggi, xerostomia, lesi prakanker dan kanker
mulut.3,7 Kondisi mulut kering dan kanker mulut biasanya dimodifikasi
oleh faktor gender, sedangkan angka kejadian karies dimodifikasi oleh
faktor sosial ekonomi. Hilangnya gigi akan menyebabkan perubahan
signifikan dalam fungsi motorik oral dan bentuk alveolar ridge.3,7,9
Etiologi kehilangan gigi merupakan interaksi berbagai faktor. Seringkali
hilangnya gigi dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan.
Seiring penurunan kehilangan gigi asli lansia, persepsi umum lansia tak
bergigi berubah. Kehilangan gigi secara langsung berhubungan dengan
karies gigi dan penyakit periodontal, seringkali terkait dengan kondisi
sistemik seperti osteoporosis dan diabetes mellitus.1,3,7 Studi epidemiologi
18

menunjukkan bahwa individu dari kelompok sosial ekonomi kurang baik


atau individu dengan pendidikan rendah cenderung lebih banyak
mengalami kehilangan gigi dibanding lansia dari kelompok sosial atas
dengan pendidikan tinggi.10 John et al tahun 2004 menyatakan bahwa
morbiditas dan mortalitas individu sangat dipengaruhi oleh faktor
sosiodemografik seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan tak
terkecuali kelainan rongga mulut.
Risiko karies pada lansia juga semakin meningkat terutama apabila
lansia mengkonsumsi obat-obatan yang menurunkan produksi saliva dan
diet tinggi karbohidrat terfermentasi. Karies mahkota juga cukup sering
ditemukan di kalangan lansia.1,3,7 Lesi karies dapat terbatas pada satu atau
lebih permukaan gigi. Lesi pada struktur gigi ini disebabkan oleh spesies
mikroorganisme mulut tertentu. Secara klinis, lesi tampak sebagai
kerusakan pada email berupa perubahan warna oklusal dan atau
permukaan proksimal gigi, dengan tekstur yang berbeda-beda, baik lunak
maupun agak keras.7 Karies pada permukaan akar gigi terbentuk sebagai
kelanjutan dari karies mahkota dan sering kali diperberat faktor
pertambahan usia yaitu resesi gingiva. Adanya restorasi gigi yang
permanen yang mengalami kerusakan juga meningkatkan resiko
terjadinya rekurensi karies mahkota dan karies akar.7,9
Proporsi individu penderita penyakit periodontal juga meningkat
pada populasi lanjut usia. Penyakit periodontal terjadi apabila peradangan
mengakibatkan hilangnya dukungan tulang pada gigi. Keadaan ini juga
terkait dengan peningkatan kehilangan perlekatan dan resesi gingiva
seiring bertambahnya usia, dan penurunan kebersihan mulut.7 Studi
epidemiologis menunjukkan bahwa kebersihan mulut yang buruk
berhubungan dengan prevalensi dan keparahan penyakit periodontal yang
tinggi. Tingkat pendidikan rendah, kunjungan ke dokter gigi yang tidak
rutin, jumlah gigi sisa yang sedikit, dan kebiasaan merokok, juga
mempercepat laju keparahan penyakit periodontal pada lansia.3,7

Banyak lansia mengeluhkan mulut kering dan mengalami akibat


buruk dari hipofungsi saliva. Disfungsi saliva pada lansia tidak jarang
19

diakibatkan oleh penyakit sistemik, penggunaan obat-obatan tertentu,


kemoterapi, dan radioterapi kepala dan leher.7, 14
Mulut kering
menyebabkan masalah berat pada jaringan dan fungsi mulut, seperti
peningkatan insiden karies dan gingivitis, kesulitan mengunyah, berbicara,
menelan, mengecap, mulut terasa seperti terbakar, nyeri mulut, bau mulut,
meningkatkan rentannya mukosa mulut terhadap trauma mekanis dan
infeksi mikroba, dan ketidaknyamanan saat memakai gigi tiruan.
Diperlukan kerjasama yang sangat baik antara dokter dan dokter gigi untuk
mengendalikan xerostomia serta efek sampingnya.6, 7

2.8 Tatalaksana Xerostomia

Xerostomia merupakan sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Idealnya


penatalaksanan xerostomia berdasar pada penyebabnya. Penanggulangan
Xerostomia terdiri dari tiga prinsip pokok, yaitu :

1. Mencari penyebab dan menghilangkan gejala


misalnya diabetis melitus, maka perlu pengendalian kadar gula darah, pada
kondisi dehirasi atau kehilangan banyak cairan tubuh, maka pasien perlu
mengkonsumsi cairan yang cukup, pada kasus xerostomia akibat obat-obatan
sebapada kasus xerostomia akibat obat-obatan sebaiknya obat tersebut dihentikan
atau bila obat tersebut dilanjutkan maka dibutuhkan penanganan untuk
xerostomianya, dan sebagainya. 2, 4, 5, 6, 8

2. mencegah kerusakan gigi dan jaringan sekitar gigi 1, 6


 Penggunaan pasta gigi dan obat kumur yang mengandung fluoride dan
bebas alkohol.
 Penggunaan sikat gigi yang bulunya soft
 Kontrol gigi rutin
3. meningkatkan produksi saliva atau menggunakan preparat saliva substitut
a. Zat perangsang produksi saliva (saliva stimulans)
20

Zat ini hanya berfungsi jika masih ada kelenjar liur yang masih
aktif/berespon terhadap rangsangan. Berikut merupakan obat-obat yang
biasa digunakan:
 Permen karet atau permen isap asam, akan lebih jika menggunakan
permen karet bebas sukrosa (sugar free) agar tidak
membahayakan gigi.5 Pengunyahan permen karet sugar free
mampu meningkatkan produksi saliva tujuh kali lebih besar dari
pada tanpa stimulasi permen karet. Penggunaan permen karet ini
dirasa lebih efektif dari pada pilihan lainya.2 Ada pendapat yang
mengatakan bahwa pasien lebih menyukai mengunyah zat tanpa
rasa yaitu lilin parafin (1.0-1.5mg) tiga sampai lima kali sehari.4,
5

 Mouth Lubricant (pH 2.0) dan Lemon Mucilage (pH 2.8). kedua
zat ini mengandung asam sitrat. Stimulasi dengan zat asam sitrat
mampu merangsang sangat kuat sekresi ludah encer dan
memberikan rasa kesegaran di mulut, tetapi zat ini memiliki
kerugian berupa mudah terjadi iritasi pada selaput lendir yang
peka dan rendahnya pH akan mempermudah demineralisasi gigi.2,
4, 5

 Salivix berbentuk tablet isap (lozenge) yang berisi asam malat,


gum arab, kalsium laktat, natrium fosfat, lycasin dan sorbitol.
Namun zat ini perlu diteliti lebih lanjut mengenai efeknya terhadap
dentin, karena pH nya 4. 5
 Pilokarpin Hidroklorid dan asam nikotinat, merupakan obat
sistemik yang terbukti dapat merangsang produksi saliva. Akan
tetapi Pada penggunaan pilokarpin, perlu dievaluasi tentang
pengaruh stimulasi parasimpatis. Ada penelitian yang mengatakan
bahwa penggunaan pilokarpin memiliki keefektifan dalam
menstimulus produksi saliva, tetapi bila muncul efek samping
berupa gejala parasimpatis yang hebat, maka pengobatan harus
dihentikan. 2, 5
21

 Anhydrous crystaline maltose (ACM), mampu menstimulasi


produksi saliva. Ada penelitian yang menyatakan bahwa
penggunaan ACM pada pasien Sjogren’s sindrom akan
meningkatkan produksi saliva secara signifikan dan mampu
memperbaiki keluhan pasien. ACM dikemas dalam bentuk tablet
isap yang dipakai tiga kali sehari. 1
b. Zat pengganti saliva (saliva substitut)
Ludah menjaga agar jaringan lunak tetap basah dan melindungi dari
agen yang merugikan dan perusakan mekanik dengan suatu lapisan yang
tersusun dari protein ludah dan glikoprotein ludah. Lapisan protein basah
ini berfungsi sebagai bahan pelicin lidah saat menelan dan berbicara.
Lapisan p[rotein ludah pada permukaan gigi, akan melindungi email gigi
terhadap keausan dan demineralisasi.4
Penggunaan saliva substitut hanya pada pasien yang glandula
salivatoriusnya tidak bereaksi terhadap rangsangan/stimulus. Dahulu,
individu yang menderita xerostomia terpaksa harus selalu membasahi
mulutnya dengan air atau cairan seperti gliserin atau parafin. Namun saat
ini sudah ada zat pengganti saliva yang lebih nyaman digunakan dan zat ini
juga mengandung ion fosfat dan kalsium untuk membantu remineralisasi.
Zat ini berbentuk spray, cairan dan tablet isap.2, 5

2.9 Edukasi Xerostomia


Pentingnya kesadaran pasien akan bahaya yang akan muncul bila keluhan
mulut kering tidak dirawat dengan baik. Untuk meringankan keluhan pasien,
berikut ini beberapa tips untuk penderita xerostomia dalam memilih makanan:
1. Diet yang tepat dan higiene mulut yang terjaga baik
2. Es batu, yogurt, butter milk, merupakan minuman yang mampu
melembabkan mulut secara sederhana.
3. Asupan alkohol dan kafein tidak boleh terlalu berlebih
4. Pasien dengan mulut kering, harus selalu minum saat makan,
demikian pula minum diantara waktu makan
5. Makanan yang sulit dikunyah perlu dilumatkan dahulu
22

6. Bahan makanan yang tidak menimbulkan rasa sakit dan sedikit


mengandung gula : contoh ketimun, tomat
7. Makanan lunak atau cair kaya protein lebih dianjurkan dari pada
makanan keras

Anda mungkin juga menyukai