Anda di halaman 1dari 18

TUGAS OB 5

PATOGENESIS PENYAKIT MUKOSA MULUT AKIBAT DEFISIENSI NUTRISI

Disusun Oleh:

Melda Melinda (04031181722008)

Mayang Putri (04031181722009)

Dhea Anggita Arman (04031181722010)

Wahyudy Ramadhan (04031281722044)

M. Ariq Shofwan (04031281722045)

Aulia Shafira (04031281722046)

Dosen Pembimbing:

drg. Shanty Chairani, M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
PATOGENESIS PENYAKIT MUKOSA MULUT AKIBAT DEFISIENSI NUTRISI

Kekurangan nutrisi memiliki efek mendalam pada integritas rongga mulut. Malnutrisi
dapat menyebabkan atrofi mukosa mulut dan penipisan, peradangan, dan ulserasi pada
mukosa mulut, dan hilangnya filiform papilla pada mukosa lingual, yang menyebabkan
glositis (radang lidah) dan karakteristik umum dari defisiensi nutrisi adalah angular cheilitis
(luka di sudut mulut), sebagian besar karena pergantian sel yang tinggi di dalam mulut
commissures labial. Kekurangan vitamin B12 menyebabkan perubahan displasia reversibel
pada mukosa oral dan ulkus rekuren. Kekurangan B12 telah dikaitkan dengan stomatitis
(radang mukosa mulut), yang umum pada pasien dengan anemia pernisiosa. Kekurangan
tiamin (B1) menyebabkan Burning mouth syndrom, seperti halnya defisiensi riboflavin(B2)
dan B6. PEM dikaitkan dengan glositis, yang secara khusus mempengaruhi margin anterior
lidah. Kondisi ini sering disebut sebagai 'lidah merah.' Glossitis sering terjadi pada pasien
dengan anemia defisiensi besi. Namun, glositis adalah gejala awal defisiensi besi yang
muncul sebelum anemia. Tingkat keparahan glositis pada defisiensi besi tidak separah yang
diamati pada defisiensi vitamin B12 atau folat. Cheilosis, atau peradangan pada bibir adalah
tanda umum defisiensi vitamin B kompleks, yang dikaitkan dengan defisiensi riboflavin(B2),
folat, dan piridoksin(B6).

Tabel 1. Peran beberapa vitamin dan mineral dalam jaringan mulut dan dampak defisiensi
terhadap penyakit mulut

Nutrisi Sumber Fungsi Penyakit mulut


akibat defiseinsi

Vitamin A Carotenoids Deferensiasi epitel Keratinisasi mukosa,


(ditemukan di buah leukoplakia, chelitis,
hijau dan kuning, hipoplasia akibat
bukan jeruk, minyak defisiensi selama
ikan, hati, telur, dan proses mineralisasi
margarin enamel)
berfortified)

Vitamin B1(thiamin) Gandum, sereal, Fungsi koenzim Sensitifitas mulut,


susu, telur, kacang- tiamin pirophospate burning mouth
kacangan dalam metabolisme syndrom,
energi berkurangnya
kepekaan rasa

Vitamin Sereal, hati, ginjal, Flavoprotein, Angular chelitiis,


B2(riboflavin) dan biji-bijian koenzim terlibat glossitis, sar
dalam metabolisme
energi

Vitamin B3(niasin) Hati, daging, telur Koenzim nukleotida Atrofi mukosa dan
yang terlibat dalam stomatitis, glossitis,
metabolisme asam angular chelitis
amino

Vitamin Hati, daging, ikan, Koenzim yang Glossitis, chelitis,


B6(pridoksin) biji-bijian, kacang- terlibat dalam burning mouth
kacangan metabolisme asam syndrome, ulserasi, lip
amino fisur

Asam folat Hati, ginjal, sayuran Sintesis purin dan Glositis, stomatitis,
hijau, jeruk, sereal pirimidin sar, angular chelitis,
candidiasis

Vitamin B12 Daging, ikan, telur, Sintesis purin dan Atrofik glossitis,
sereal. pirimidin stomatitis, displasia,
angular chelitis,
candidosis

Vitamin C Jeruk, berry, Antioksidan yang SAR, scurvy, angular


kentang, sayur hijau, terlibat dalam reaksi chelitis,
paprika, parsley redoks gingivitis/periodontitis

Vitamin D Minyak ikan, Homeostasis kalsium Hipoplasia jika


margarin, telur defisiensi terjadi
selama mineralisasi
gigi

Vitamin E Minyak sayur, biji Antioksidan Tidak ada


bunga matahari, telur

Vitamin K Telur, hati Pembentukan faktor Pendarrahan gingiva,


pembekuan pendarah setelah
proses ekstraksi

Iron Daging, sayuran Pembentukan Glossitis, angular


hijau tua, hemoglobin dan chelitis, atrofi mukosa
mioglobin; (meningkatkan
komponen enzim kerentranan terhadap
karsinoma),
kandidiasis,
Zinc Kerang, ikan, daging Komponen terdiri Gangguan rasa
atas > 70 enzim

Selenium Produk hewan Komponen dari Mungkin melawan


gluthatione kanker mulut
peroksidase;
perlindungan dari
kerusakan oksidative

A. NUTRISI
Nutrisi adalah bagian besar dan vital dari kesehatan. Peran nutrisi melekat dalam
semua proses kehidupan. Nutrisi juga merupakan komponen integral dari kesehatan mulut.
Tanpa nutrisi yang cukup atau dengan kombinasi nutrisi yang tidak seimbang, ada gangguan
hebat di setiap bagian tubuh. Rongga mulut sering menjadi salah satu tempat pertama di
mana defisiensi nutrisi dapat dicatat secara klinis. Senyawa ini memberikan energi yang
dibutuhkan dan molekul penting bagi pertumbuhan dan berfungsi dalam pemeliharaan.

Diet dan nutrisi berperan dalam :


1. Perkembangan gigi
2. Mutu gingiva dan jaringan rongga mulut
3. Pencegahan dan perawatan penyakit rongga mulut
Hubungan antara nutrisi dan kesehatan mulut adalah beragam karena penyakit mulut
dapat memengaruhi diet dan nutrisi, dapat memengaruhi perkembangan dan perkembangan
penyakit rongga mulut. Data ilmiah dan epidemiologis menunjukkan sinergi seumur hidup
antara nutrisi dan status kesehatan mulut dan penyakit.

Mukosa oral sangat rentan terhadap perubahan anatomis dan fisiologis yang
dihasilkan dari defisit nutrisi atau toksisitas. Karena tingkat pergantian sel mukosa mulut
relatif cepat, nutrisi yang cukup harus tersedia pada waktu yang tepat dan dalam konsentrasi
yang tepat untuk replikasi DNA, sintesis protein, dan maturasi sel dan jaringan yang terjadi.
Epitel mulut berperan sebagai penghalang yang efektif melawan invasi zat-zat toksik,
khususnya antigen yang berasal dari mikroba mulut, dalam jaringan ikat kolagen yang
mendasarinya. Nutrisi yang tidak memadai dapat menyebabkan epitel mulut rusak atau
terganggu sehingga meningkatkan kerentanan jaringan terhadap penyakit infeksius.
Untuk alasan ini, rongga mulut adalah daerah pertama dari tubuh yang menunjukkan
tanda klinis dari defisiensi nutrien dan malnutrisi. Sebenarnya setiap defisiensi nutrisi klasik
atau toksisitas termasuk scurvy, beriberi, pelagra, memiliki tanda dan gejala dalam rongga
mulut dan struktur di sekitarnya. Bibir, lidah, mukosa mulut, dan gingiva, semuanya dapat
mencerminkan penyimpangan nutrisi jauh sebelum tanda-tanda tersebut tampak di tempat
lain di tubuh. Nutrisi menginduksi perubahan oral yang dapat berupa lesi anatomik,
perubahan warna, perubahan fungsional (seperti mulut terbakar dan lidah), perubahan
terkstur, dan inflamasi bibir, mukosa oral, sudut mulut, lidah, dan gingiva.
Kekurangan gizi bisa sangat mempengaruhi fungsi rongga mulut. Pengecapan,
salivasi, mastikasi, dan penelanan bisa terganggu oleh kekurangan gizi. Pengecapan bisa jadi
berubah. Makanan mungkin terasa pahit, logam, atau hambar. Produksi air liur dapat
berkurang dan ini bisa membuat pengunyahan dan menelan sangat sulit dan menyakitkan.
Hal ini dapat membawa gizi buruk dari ketidakmampuan atau kurangnya keinginan untuk
makan. Kekurangan gizi kemudian menyebabkan gejala baru dan masalah kesehatan mulut
lebih lanjut.
Malnutrisi juga ditandai dengan peningkatan produksi dan sekresi hormon stres
(glukokortikoid) dan penurunan sekresi insulin. Peningkatan kadar kortisol yang beredar di
pasien malnutrisi menyiratkan perubahan serupa di isi hormon ini dalam saliva dan cairan
gingiva. Peningkatan kadar glukokortikoid yang bersirkulasi, bahkan pada konsentrasi
fisiologis, mendatangkan makrofag dan mengurangi disfungsi produksi sitokin dalam respon
terhadap rangsangan inflamasi. Sitokin memainkan peran penting dalam pertumbuhan,
diferensiasi, pertahanan host, dan kerusakan jaringan. Sitokin juga menghambat kemokin dan
sel lain terlibat dalam menarik sel-sel inflamasi di lokasi peradangan, yang akhirnya
berdampak pada proses penyembuhan jaringan.

B. DEFISIENSI NUTRISI

a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat nutrisi yang paling utama sebagai sumber energi bagi proses
metabolisme tubuh. Karbohidrat memiliki fungsi dalam glikosaminoglikans (GAGs) seperti
kondroitin, keratin dermatan sulfat. Oleh karena itu, kekurangan karbohidrat akan
menyebabkan rentannya kolagen dan matriks eksttra seluler dan memudahkan invasi dari
mikroorganisme. Fungsi GAG sebagai pengikat cairan pun tidak maksimal sehingga sel
mudah mengalami dehidrasi dan rentan terhadap trauma fisik maupun kimiawi.
Selain itu, minimnya ATP atau energi yang dihasilkan akan mengakibatkan metabolisme
sel pada epitel mukosa, syaraf dan sel imun) menurun dan menyebabkan subtansi sel tidak
terbentuk sempurna dan kerentanan sel untuk rusak semakin meningkat.
b. Protein
Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
dan sulfur, dan beberapa ada yang mengandung sulfur dan akan membentuk asam amino.

Asam amino terdiri dari 2 macam:

1. Asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesisi oleh tubuh tapi terdapat
dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh

2. Asam amino non esensial yaitu asam amino yang bisa disintesis oleh tubuh

Protein berperan dalam pembentukan antibodi yang melindungi seluruh jaringan


termasuk mukosa mulut. Protein banyak terdapat pada daging, telur, susu, ikan dan jagung.
Manifestasi defisiensi protein dalam rongga mulut adalah lidah tampak berwarna merah
karena hilangnya papila, terjadi angular cheilitis dan fissura bibir atau bibir pecah-pecah. Hal
ini dikarenakan fungsi protein dalam pertumbuhan sel menurun. Resistensi terhadap infeksi
pun mengalami penurunan sehingga mudah terjadi infeksi pada jaringan periodontal akibat
berkurangnya produksi enzim yang bahan bakunya merupakan asam amino. Malnutrisi
protein sedang dan berat menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan fungsi kelenjar
saliva. Ketika kekurangan protein terjadi pada tahap awal perkembangan, kelenjar
submandibular ditemukan lebih kecil dari normalnya, sehingga mengganggu produksi saliva.
Defisiensi parah dapat menyebabkan noma dengan gejala klinis berupa lesi yang menembus
mukosa bukal.

Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan sintesis DNA. Malnutrisi energi


protein (PEM) meliputi spektrum luas dari kondisi klinis seperti sindrom marasmus dan
kwashiorkor. PEM ditandai dengan penipisan jaringan yang ditandai dari nutrisi antioksidan,
termasuk GSH (gamma-glutamyl-cysteinyl-glycine), dan gangguan protein fase akut yang
mengakibatkan penyembuhan lambat. Lesi oral pada defisiensi protein meliputi pucat pada
bibir, lidah, dan mukosa mulut, atrofi papiler lingual, derajat hiperkeratosis mukosa mulut
yang bervariasi, hipoplasia enamel, atrofi kelenjar saliva, fisur bibir, cheilosis sudut, glositis
dan stomatitis umum.

c. Lipid
Lemak adalah (Lipid) adalah zat organik hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam
air.Namun lemak dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform,eter dan benzen.
Lemak mengangkut vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E, K.
Pengaruh secara langsung mungkin tidak terlalu signifikan tetapi karena lemak mengangkut
vitamin yang larut dalam lemak maka manifestasi dirongga mulut adalah merupakan tanda
defisiensi vitamin. Selain itu, lemak mengisi ruang intraseluler pada lapisan stratum korneum
epitel mukosa sehingga mnecegah masuknya bakteri ke epitel.

d. VITAMIN YANG LARUT LEMAK


Vitamin A (Retinol)
Vitamin A adalah nutrien esensial yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit untuk
fungsi pengelihatan yang normal, pertumbuhan dan perkembangan, dan mempertahankan
integritas sel epitel, fungsi imun, dan reproduksi.
Pertumbuhan dan diferensiasi sel epitel dipengaruhi oleh vitamin A. Vitamin ini
berperan dalam stabilisasi membran sel dan organel sub-seluler. Permukaan jaringan sel
pembatas yang berfungsi sebagai pelindung gagal berregenerasi dan berdiferensiasi, bahkan
menipis dan terakumulasi oleh keratin. Keratinisasi diatur oleh vitamin A pada level yang
transcriptional.
Asam Retinoid berikatan dengan reseptornya yaitu (RARα, β, γ) yang merupkan
faktor transkripsi yang teraktivasi oleh asam retinoid. Selain itu ada pula reseptor RXRα, β, γ
sebagai agonist dan akan membentuk heterodimer complex. Pada kondisi defisiensi vitamin
A dan kekurangan retinoid maka terjadi penurunan ekspresi marker dari epitel non-keratin
yaitu k13 dan k19 pada sel basal, sementara itu ekspresi marker dari epitel berkeratin yaitu
profilaggrin dan K1 meningkat pada sel suprabasal dan menunjukkan hiperkeratinisasi pada
mukosa oral
Diferensiasi sel dan pemeliharaan jaringan epitel adalah fungsi utama dari vitamin A.
Pemberian asam retinoat mengurangi perubahan dan karenanya memiliki beberapa aktivitas
dalam dentinogenesis. Ada atrofi membran mukosa, menyebabkan keratinisasi menyerupai
epidermis. Kelenjar saliva terkena, seringkali dengan penyumbatan pada saluran utama,
menghasilkan beberapa tingkat xerostomia. Asupan buah dan sayuran yang rendah, yang
merupakan sumber utama beta karoten, terkait dengan peningkatan risiko kanker dan
kematian secara umum.

Manifestasi oral dari defisiensi vitamin A termasuk xerostomia (mulut kering) ,


mengurangi resistensi terhadap infeksi, dan mengganggu pertumbuhan gigi. Karena vitamin
A larut dalam lemak, dapat disimpan dalam jaringan tubuh pada tingkat toksik. Manifestasi
toksisitas oral termasuk cheilitis, gingivitis, karotenemia (perubahan warna oranye pada
selaput lendir karena penumpukan pigmen yang berlebihan), dan gangguan penyembuhan.

Vitamin D (Calciferol)
Melalui perannya sebagai fasilitator penyerapan kalsium dari usus dan pembuangan
atau penyimpanan kalsium dari tulang, vitamin D bertanggung jawab untuk menjaga serum
kalsium homeostasis. kekurangan vitamin D dapat meningkatkan kemungkinan hilangnya
perlekatan periodontal, kekurangan temuan mukosa lainnya.

Vitamin D adalah kelompok yang larut dalam lemak prohormones, dua bentuk utama
yang adalah vitamin D 2 (atau ergocalciferol) dan vitamin D 3 (atau cholecalciferol). Vitamin
D didapat dari paparan sinar matahari, makanan, dan suplemen, secara biologis inert dan
harus menjalani dua reaksi hidroksilasi harus diaktifkan dalam tubuh. Calcitriol adalah
bentuk aktif vitamin D ditemukan dalam tubuh. Istilah vitamin D juga merujuk pada
metabolit dan analog lainnya dari zat tersebut. Vitamin D memodulasi transkripsi siklus
protein sel, yang menurunkan proliferasi sel dan meningkatkan diferensiasi sel khusus pada
tubuh (misalnya, osteoclastic precursors, enterocytes, keratinocytes). Kemampuan ini
menjelaskan aksi vitamin D pada resopsi tulang, transportasi kalsium pada intestinal, dan
kulit, vitamin D juga memiliki kemampuan memodulasi imun sebagai respon infeksi.
Metabolit vitamin D (calcitriol) terdapat dalam darah. Calcitriol memiliki peran dalam
sel target sama halnya dengan cara aksi hormon steroid. Calcitriol berperan dalam
menginduksi fusi dan diferensiasi makrofag. Calcitriol juga meningkatkan produksi
interleukin 8 dalam mengaktifkan limfosit T. Sel epitel gingival memiliki aktivitas
antimokribial bergantung pada vitamin D karena sel tersebut memiliki reseptor vitamin D
(VDR). Defisiensi vitamin D dapat menekan imunitas innate dan menjadi faktor predisposisi
infeksi mikroba.

Vitamin E (Tocopherol)
Vitramin E adalah salah satu contoh antioksidan fenolik. Molekul yang mendonorkan
hidrogen dari kelompok hidroksil (-OH) pada struktur cincin ke radikal bebas, yang
kemudian menjadi tidak reaktif. Dalam mendonorkan hidrogen, kandungan fenolik menjadi
radikal bebas yang relatif tidak reaktif karena elektron yang tidak berpasangan pada atom
oksigen biasanya delocalised ke dalam struktur cincin aromatik sehingga meningkatkan
stabilitasnya.
Peran biologis vitamin E yang paling besar adalah melindungi Polyunsaturated fatty
acids (PUFA) pada fosfolipid dan komponen lain dari membran sel dan low-density
lipoprotein (LDL) dari oksidasi radikal bebas. Vitamin E terletak dalam phospholipid bilayer
membran sel sehingga efektif dalam mencegah peroksidasi lipid, reaksi kimia yang
melibatkan kemunduran oksidasi PUFA. Level pelepasan produk peroksidasi lipid
berhubungan dengan sejumlah penyakit dan kondisi klinis. Vitamin E juga berperan dalam
stabilisasi membran sel. Dalam hal ini, diduga berhubungan dengan selenium.

Vitamin E mencegah autooksidasi dengan dua langkah:


- Menangkap radikal peroksil, sehingga molekul lipid hydroperoxide (LOOH)
terbentuk dengan subproduk radikal vitamin E
- Radikal vitamin E ini masih dapat berikatan dengan radikal lipid lainnya.

Efektivitas antioksidan tokoferol berhubungan dengan sistem antioksidan lainnya.


Vitamin C mengurangi kebutuhan vitamin E dengan meregenerasi vitamin E setelah oksidasi.
Β karoten membantu vitamin E pada fungsi antioksidan membrannya, di sisi lain, vitamin E
meningkatkan pengambilan limfatik β karoten dan perubahannya menjadi retinol. Dalam
rongga mulut, sensitivitas mulut yang tinggi (rentan) adalah tanda biasanya dihasilkan dari
defisiensi E. Vitamin E (tokoferol) adalah antioksidan yang kekurangannya mungkin terkait
dengan kanker mulut.

e. VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR

Vitamin B1 (tiamin)

Vitamin B1 (tiamin) membantu dengan reaksi metabolisme, seperti mengubah


karbohidrat menjadi lemak, dan mengubah asam amino, karbohidrat, dan lemak menjadi
energi.

Thiamin sebagai co-enzim thiamin pirofosfat (TPP) dalam metabolisme karbohidrat


dan rantai cabang asam amino. Khususnya Mg2+ berkoordinasi dengan partisipasi TPP dalam
pembentukan alfa-keto (misalnya, antara heksosa dan pentosa fosfat) yang dikatalisis oleh
transketolase dan dalam oksidasi asam α-keto (misalnya piruvat, α-ketoglutarat, dan rantai
cabang asam α-keto) oleh kompleks dehidrogenase. Oleh karena itu, ketika thiamin tidak
adekuat, terjadi penurunan keseluruhan dalam metabolisme karbohidrat dan interkoneksinya
dengan metabolisme asam amino (melalui asam α-keto). Oleh karena itu, manisfestasi
klinisnya sama dengan defisiensi karbohidrat dan defisiensi protein.

Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 (riboflavin), dalam bentuk yang aktif secara metabolik, adalah bagian dari
flavin mononukleotida dan flavin adenin dinukleotida koenzim, yang membantu enzim dalam
beberapa reaksi metabolisme perantara. Pasien yang mengalami malabsorpsi berisiko
mengalami edema mukosa faring dan mulut membran, cheilitis sudut, stomatitis, dan glositis.

Riboflavin membentuk dua koenzim: flavin mononucleotide (FMN) dan flavin


adenine dinucleotide (FAD). FMN dan FAD adalah koenzim untuk sebuah enzim yang
disebut flavin-linked dehydrogenase atau falvoprotein, yang berpartisipasi pada reaksi redoks
yang terfokus pada transfer hidrogen dan elektron. Mereka berguna pada deaminasi oksidasi
asam amino, oksidasi beta asam lemak, dan katabolisme purin dan fosforilasi oksidasi. FMN
dan FAD berperan dalam reaksi transfer hidrogen karena riboflavin dapat menerima dan
memberi dua atom hidrogen pada posisi 1 dan 10. Secara klinis, riboflavin mendorong
pertumbuhan normal dan membantu dalam sintesis steroid dan glikogen. FAD juga berperan
dalam reaksi oksidasi-reduksi, berinteraksi dengan kelompok enzim dikenal sebagai
flavoproteins.
Sering terjadi angular cheilosis, dan lesi dapat meluas ke mukosa mulut sehingga
menimbulkan bercak keputihan. Dorsum lidah mungkin menunjukkan denudasi yang tidak
teratur dan tidak teratur, tetapi dalam banyak kasus terdapat penampilan granular yang khas
karena 'kembung' papilla jamur, yang diproyeksikan pada papilla filiform yang sangat atrofi.
Pellagra karena asupan Niacin yang tidak memadai ditandai dengan sensasi terbakar di
berbagai bagian tubuh. Dalam pelagra, ada sensasi terbakar yang luas di seluruh mukosa
mulut. Ujung dan tepi lateral lidah memerah, bengkak, dan terasa sakit tahap awal. Bibir
mungkin hadir dengan cheilosis yang sangat menyakitkan dan stomatitis sudut. Atrofi papilla
jamur biasanya mendahului papilla filiform yang mengakibatkan penampilan agak kaku,
tetapi dalam kasus kronis yang khas, hampir seluruh dorsum lidah tidak memiliki papillasi,
dan halus dan merah seperti bagian lidah. dapat ditutupi oleh selaput abu-abu dari sel-sel
yang merosot dan mikroorganisme. Gangguan indra perasa umum terjadi pada pellagra dan
beri-beri.
Vitamin B3 (Niacin)
Niacin atau niacimide memiliki peran koenzim. Niasin ini berfungsi sebagai dua
koenzim: Nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) atau koenzim I dan Nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate (NADP) atau koenzim II. Keduanya berperan sebagai agen
tranfer hidrogen pada reaksi redoks melalui redoks reversibel nicotinamide moiety. Koenzim
ini adalah bagian dari kelompok beberapa enzim yang diketahui sebagai pyridine-linked atau
nicotinamid nucleotide linked dehydrogenasees. NAD-linked dehydrogenase biasanya
berhubungan dengan proses respirasi aerob (katabolisme) sedangkan NADP-linked
dehydrogenase berhubungan dengan reaksi biosintesis (anabolisme).
Vitamin B3 (niasin) terlibat dengan perbaikan sel, dan koenzimnya berfungsi dalam
berbagai reaksi, termasuk respirasi jaringan dan glikolisis. Risiko defisiensi vitamin B3 yang
tinggi adalah pecandu alkohol dan pasien dengan cacat bawaan usus dan ginjal yang
mencegah penyerapan triptofan yang efektif. Kekurangan, disebut pellagra, bermanifestasi
sebagai glosititis merah cerah, mulut terbakar, eritema pada gingiva, dan perawatan gigi.

Vitamin B6
Vitamin B6 atau Piridoksin adalah suatu vitamin yang larut air dan termasuk dalam
golongan vitamin B kompleks. Piridoksal fosfat (PLP) adalah bentuk aktifnya dan merupakan
kofaktor dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino, termasuk diantaranya proses
transaminasi, deaminasi, dan dekarboksilasi. PLP juga diperlukan dalam reaksi enzimatis
yang mengatur proses pelepasan glukosa dari glikogen.
Vitamin B6 (pyridoxine) terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
serta reaksi kunci lainnya seperti mengubah tryptophan menjadi niasin, biosintesis heme, dan
sintesis neurotransmitter. Vitamin B6 juga membantu membersihkan darah homocysteine.
Defisiensi muncul secara oral sebagai glositis, cheilitis, dan eritema pada gingiva.

Vitamin B6 penting untuk mempertahankan fungsi otak yang sehat, pembentukan sel
darah merah, pemecahan protein, sintesa antibodi sebagai bagian dari system kekebalan
tubuh. Dampak kekurangan vitamin B6 adalah terjadi pecah-pecah disudut bibir, kerusakan
kulit, mudah mual-mual, lidah tidak kasar, mudah pening, anemi, mudah kena penyakit batu
ginjal, terjadi sawan pada anak kecil. Selanjutnya gejala kegagalan pertumbuhan, kerusakan
fungsi motorik dan sawan. Selain itu Vitamin B6 (piridoksin) juga memegang peranan
penting pada metabolisme asam amino, jadi bila kekurangan vitamin B6 akan terjadi
gangguan metabolisme protein sehingga mengganggu kerja otak dan susunan saraf. Pada
rongga mulut,gangguan syaraf dapat berupa sensitivitas mulut ataupun papilla mati rasa,
mungkin juga ada yang mengeluhkan burning mouth syndrome.

Asam Folat
Asam folat adalah salah satu vitamin, termasuk dalam kelompok vitamin B,
merupakan salah satu unsur penting dalam sintesis DNA (deoxyribo nucleic acid). Unsur ini
diperlukan sebagai koenzim dalam sintesis pirimidin. Kebutuhan meningkat pada saat terjadi
peningkatan pembentukan sel seperti pada kehamilan, keganasan dan bayi prematur. Anemia
megaloblastik merupakan manifestasi paling khas untuk defisiensi asam folat, walaupun
ternyata defisiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang berat mengenai
jaringan non hemopoetik.
Anemia megaloblastik adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perubahan
abnormal dalam pembentukan sel darah, sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara
pematangan inti dan sitoplasma pada seluruh sel seri myeloid dan eritorid. Anemia
megaloblastik merupakan manifestasi yang paling khas untuk defisiensi folat. Mekanisme
biokimiawi yang mendasari terjadinya perubahan megaloblastik adalah terganggunya
konversi dump menjadi dTMP. Dalam keadaan normal dump dikonversi menjadi dTMP
dengan adanya enzim timidilat sintetase yang membutuhkan koenzim folat. Pada defisiensi
folat dump diubah menjadi dUTP melebihi kapasitas kerja enzim dUTP dalam sel melalui
konversi kembali menjadi dump, akibatnya terjadi penumpukan dUTP di dalam sel, sehingga
terjadi kelambatan dalam sintesis DNA.
Tanda anemia megaloblastik berupa glositis (lidah pucat dan licin), stomatitis
angularis, diare/konstipasi, anoreksia, ikterus ringan, sterilitas, neuropati perifer,bilateral,
pigmentasi melalui pada kulit
Pada defisiensi asam folat, dorsum lidah mungkin tampak halus dan mengkilap karena
lenyapnya papilla filiform dan fungiform. Ciri oral penting lainnya dari defisiensi asam folat
adalah gangguan keratinisasi dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oral yang
dibuktikan dengan gingivitis berat dan nekrosis mukosa mulut1. Tingkat folat ditemukan
rendah pada pasien dengan oral lichen planus, stomatitis, atau glositis.

Vitamin B9 (asam folat) membantu sintesis DNA dan sangat penting untuk sel-sel
dengan tingkat pergantian cepat yang membutuhkan penciptaan DNA terus menerus. Asam
folat juga terlibat dalam pembentukan sel-sel darah di sumsum tulang. Ini terkait dengan
vitamin B12, dan perubahan hematologis terjadi jika salah satu kekurangan. Risiko tinggi
untuk defisiensi adalah orang tua, pecandu alkohol, dan mereka yang minum obat yang
mengganggu itu, seperti metotreksat dan fenitoin. Kekurangan menyebabkan anemia
megaloblastik. Manifestasi klinis meliputi pembakaran lidah dan mukosa mulut, lidah merah
dan bengkak, dan cheilitis sudut.

Vitamin B12 (Cobalamin)


Vitamin B12 merupakan vitamin B kompleks terbesar dengan berat molekul di atas
1000. Di dalam sel mamalia, B12 adalah kofaktor dari 2 enzim: methionin sintase dan
metilmalonil-CoA mutase. B12 memiliki peran dalam mengatur pembentukan sel darah dan
fungsi dari saraf. Selain itu, B12 juga berperan dalam pembentukan asam folat.
Vitamin ini kofaktor paling penting yang diperlukan untuk pematangan normal semua
sel dan cobalamin diperlukan untuk sintesis DNA. Ketika salah satu dari faktor ini tidak
adekuat, sel darah merah (sel darah merah) menjadi besar erythroblasts dengan asinkronisasi
inti atau sitoplasma (poikilocytosis), karakteristik dari semua anemia megaloblastik.
Berbagai tanda-tanda dan gejala oral dapat muncul pada pasien anemia sebagai akibat
dari perubahan mendasar dalam metabolisme sel epitel oral. Perubahan ini menimbulkan
kelainan pada struktur sel dan pola keratinisasi dari epitel oral yang mengarah ke peradangan
lidah dengan lesi eritematosa makula pada permukaan dorsal dan perbatasan karena atrofi
dari epitel penanda dan mengurangi ketebalan lapisan epitel. Dalam kasus yang dijelaskan di
atas, misalnya, eritematosa makula terjadi pada permukaan mukosa pipi pasien dan lidah.
Selain itu, nyeri lidah dan ulserasi umum, serta mengurangi sensitivitas rasa, sakit mulut yang
meluas atau mulut terbakar biasanya dilaporkan dalam literatur dan juga hadir di saat kasus.
Kandidiasis dan angular cheilitis merupakan keluhan oral pasien dengan anemia
megaloblastik.
Vitamin B12 (cobalamin) juga diperlukan untuk sintesis DNA. Lansia, vegetarian,
dan mereka yang resected perut atau ileum sangat rentan terhadap kekurangan vitamin ini.
Kekurangan vitamin B12, anemia pernisiosa, timbul dengan anemia megaloblastik, dan
bermanifestasi secara oral sebagai lidah yang merah, atrofi, berdaging, dan terbakar.

Selain itu, defisiensi vitamin B12, bersama dengan kekurangan asam folat dan zat
besi, dikaitkan dengan stomatitis aphthous berulang. Kekurangan nutrisi ini ditemukan pada
18% hingga 28% orang dengan stomatitis aphthous berulang, yang membaik pada beberapa
pasien setelah defisiensi dihilangkan.Kekurangan vitamin B12 menyebabkan ulserasi dan
erosi mukosa mulut, glositis yang menyakitkan dengan penampilan merah atau berapi-api
yang tebal pada akhirnya menghasilkan lidah yang halus dan mengkilap. Kekurangan vitamin
B12 dapat dikaitkan dengan perubahan epitel mirip dengan yang terkait dengan
premalignansi.

Vitamin C (Ascorbic acid)


Vitamin C (asam askorbat) adalah antioksidan kuat yang merupakan kofaktor dalam
pembentukan hidroksiprolin, yang diperlukan untuk pembentukan kolagen yang sehat, dan
juga meningkatkan penyerapan zat besi. Scurvy juga memengaruhi pertumbuhan gigi,
timbulnya gigi yang longgar, infark interdental, dan kehilangan gigi.Kemungkinan penyakit
periodontal telah terbukti 20% lebih besar dengan asupan rendah vitamin C. Defisiensi
vitamin C yang parah disebabkan oleh peran asam askorbat dalam sintesis kolagen. Kolagen
tipe IV adalah konstituen utama dari dinding pembuluh darah, kulit, dan khususnya, zona
membran dasar yang memisahkan epidermis dari dermis. Vitamin C memungkinkan
hidroksilasi dan pengikatan silang pro-kolagen yang dikatalisis oleh lisil hidroksilase.
Kekurangan vitamin C mengurangi transkripsi pro-kolagen. Selain itu, kekurangan asam
askorbat menyebabkan hipermetilasi DNA epigenetik dan menghambat transkripsi berbagai
jenis kolagen yang ditemukan di kulit, pembuluh darah, dan jaringan.

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Salah satunya adalah sebagai
sintesis kolagen. Vitamin C mempunyai kaitan yang sangat penting dalam pembentukan
kolagen karena asam askorbat vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin
menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan
ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon.
Tanpa asam askorbat, maka serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh menjadi
cacat dan lemah.
Tahap pertama sintesis berada pada intraseluler, untuk menghasilkan prokolagen
dimana dalam keadaan aktif berada diruang ekstraseluler. Sintesis di intraseluler terjadi
dinukleus dimana gen-gen diaktifkan dan terjadi perubahan mRNA, khas untuk rantai
polipeptida tunggal, mRNA masuk kedalam sitoplasma dan diubah pada ribosom dari
retikulum endoplasma dan secara simultan terjadi sintesis rantai polipeptida triple
(prokolagen). Prokolagen selanjutnya meninggalkan sel, kemudian beberapa asam amino
membelah secara enzimatik membentuk tropokolagen. Tropokolagen inilah yang secara
definitive disebut molekul kolagen. Molekul-molekul ini secara spontan bersatu kedalam
fibril-fibril yang selanjutnya mengalami cross-linking yang berbentuk lebih tebal atau bundle.
Kekuatan regang pada kolagen fibril berasal dari pertautan silang ini, yaitu suatu proses yang
bergantung vitamin C. Dengan demikian maka vitamin C dalam kehidupan seharI-hari
berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan
gusi.
Defisiensi vitamin C menyebabkan scurvy. Tiga manifestasi scurvy-perubahan
gingiva, nyeri ekstremitas, dan manifestasi hemorogi-menyebabkan edema, ulserasi, dan pada
akhirnya kematian. Lesi skeletal dan vaskular pada scurvy dapat timbul dari kegagalan
pembentukan osteoid. Defisiensi vitamin C terlihat sebagai hiperkeratosis folikular, hemoragi
petechial, gusi bengkak dan berdarah, dan nyeri sendi, atau konsentrasi askorbat yang sangat
rendah pada plasma, darah, atau leukosit. Dapat juga menyebabkan dinding pembuluh darah
menjadi sangat rapuh karena terjadinya kegagalan sel endotel untuk saling merekat satu sama
lain dengan baik dan kegagalan untuk terbentuknya fibril kolagen yang biasanya terdapat di
dinding pembuluh darah.

f. MINERAL
Besi
Besi memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh. Besi berfungsi sebagai pembawa
oksigen ke jaringan dari paru-paru melalui oleh hemoglobin sel darah merah, sebagai media
transportasi untuk elektron dalam sel, dan sebagai bagian terpadu dari sistem enzim penting
dalam berbagai jaringan.
Sebagian besar zat besi dalam tubuh hadir dalam eritrosit sebagai hemoglobin.
Beberapa enzim yang mengandung besi, sitokrom, memiliki satu kelompok heme dan satu
globin rantai protein. Enzim ini bertindak sebagai pembawa elektron dalam sel. Peran mereka
dalam metabolisme oksidatif untuk mentransfer energi dalam sel dan khususnya di
mitokondria. Lain fungsi utama enzim yang mengandung besi (misalnya, sitokrom P450)
meliputi sintesis hormon steroid dan asam empedu, detoksifikasi zat asing di dalam hati, dan
pengendali sinyal dalam beberapa neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin dalam
sistem otak. Besi disimpan dalam hati secara reversibel sebagai feritin dan hemosiderin
walaupun besi diangkut antara kompartemen yang berbeda dalam tubuh dengan protein
transferin.
Sitokrom oksidase adalah enzim yang bergantung pada besi yang dibutuhkan untuk
pematangan normal epitel. Dalam keadaan kekurangan zat besi, kadar sitokrom oksidase
rendah, akibatnya menyebabkan atrofi epitel. Sebuah atrofi epitel membuat mukosa mulut
rentan terhadap iritasi terlarut. Lebih jauh, kekurangan besi di jaringan menyebabkan
pembentukan saluran vaskuler yang tidak sempurna yang menghasilkan penurunan
vaskularisasi. Ini memicu kekacauan pada respon inflamasi lamina propria yang
menyebabkan defek penyembuhan dan skarifikasi.
Manifestasi besi di rongga mulut berupa nyeri lidah yang sangat merah dengan
sensasi terbakar, disfagia, angular cheilosis. Aphthous stomatitis rekuren. Inflamasi, sensasi
terbakar, dan nyeri lidah atau palatum. Pertumbuhan lambat, disfungsi kelenjar saliva. 5
Asupan yang tidak memadai atau absorpsi zat besi yang salah dapat berkontribusi
pada anemia defisiensi besi. Abnormalitas epitel oral sering terjadi pada anemia defisiensi
besi. Pasien dengan anemia defisiensi besi memiliki kekurangan pada enzim yang
mengandung zat besi, myeloperoxidase, dengan akibat penurunan kapasitas bakterisidal dari
PMN. Ini juga mempengaruhi penyerapan dan metabolisme mineral antioksidan lainnya
termasuk tembaga dan selenium. Anemia defisiensi besi mengurangi konsentrasi dan / atau
aktivitas glutathione peroksidase, katalase dan superoksida dismutase yang menyebabkan
peningkatan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif jika tidak
dihilangkan dari lingkungan. Manifestasi oral termasuk atrofi glositis dengan pasien sering
mengalami rasa sakit dan penurunan toleransi terhadap makanan pedas, pucat mukosa,
angular chelitis. Kekurangan zat besi telah terlibat dalam etiologi stomatitis aphthous
berulang dan infeksi candidal. Mukosa oral pada defisiensi besi menunjukkan peningkatan
kerentanan terhadap perkembangan karsinoma sel skuamosa intra-oral. Atrofi mukosa mulut
merupakan faktor predisposisi dalam perkembangan kanker mulut.

Kekurangan zat besi adalah kekurangan yang paling umum di Amerika Serikat.
Manifestasi anemia anemia non-defisiensi termasuk atrofi papila lingual, pembakaran dan
kemerahan pada lidah, stomatitis sudut, disfagia, dan pucat jaringan mulut karena anemia
yang mendasarinya. Kekurangan zat besi telah terbukti mempengaruhi tikus untuk
mengalami karies, sementara makanan yang mengandung zat besi telah menunjukkan
pengurangan karies. Seperti asam folat dan B12, defisiensi besi dapat dikaitkan dengan ulkus
aphthous berulang. Meskipun penyebab sindrom Plummer-Vinson masih belum pasti,
sindrom ini dikaitkan dengan defisiensi besi, bersama dengan faktor genetik, dan hadir
dengan stomatitis sudut, glositis, dan disfagia.

Zinc
Zinc merupakan komponen penting dari sejumlah besar (>300) enzim yang
berpartisipasi dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat
serta metabolisme zat gizi mikro lainnya. Zinc menstabilkan struktur molekul komponen
seluler dan membran dan memberikan kontribusi dengan cara ini untuk pemeliharaan sel dan
integritas organ. Selain itu, zinc memiliki peran penting dalam transkripsi polynucleotide dan
dengan demikian dalam proses ekspresi genetik. Keterlibatannya dalam kegiatan mendasar
mungkin tanda untuk esensialitas zinc untuk semua bentuk kehidupan.
Defisiensi zinc dapat mengakibatkan gustin menurun yang akan berefek pada
gustatory reseptor sel yang berlokasi pada indra pengecap, taste buds yang dapat terlihat di
papila lidah mengalami penurunan sensitivitas. Juga terjadi degenerasi taste buds di palatum
lunak. Sumber zinc bisa didapatkan pada Garam difortifikasi, makanan laut, air dan sayur di
daerah non gondok dan hewan yang makan makanan tersebut. AKG orang dewasa: 150 µg9
Defisiensi seng dikaitkan dengan gangguan rasa, penyembuhan luka yang buruk, dan
imunitas yang tertekan. Kekurangan seng yang parah ditandai dengan fungsi kekebalan yang
sangat tertekan dan infeksi yang sering. Kekurangan seng dengan cepat mengurangi respon
yang dimediasi antibodi dan sel pada manusia dan hewan. Pada manusia, defisiensi seng
dapat menurunkan pembentukan sel T CD4 + baru dari timus. Pada pasien dengan HIV,
defisiensi seng sering terlihat dan perkembangan penyakit disertai dengan penurunan
konsentrasi serum seng. Sebuah studi yang dilakukan pada 14 tikus Sprague-Dawley secara
acak dibagi menjadi dua kelompok. Tikus Kelompok I diberi makan dengan makanan yang
kekurangan seng dan tikus kelompok II diberi makan dengan makanan yang mengandung
seng. Temuan menunjukkan bahwa kesehatan mulut lebih baik pada tikus kelompok II (yang
diberi makan dengan diet yang mengandung seng) daripada tikus kelompok I (kekurangan
seng) yang menunjukkan bahwa kekurangan seng adalah faktor risiko potensial untuk
penyakit mulut dan periodontal.

Seng memainkan berbagai peran penting dalam sel, terutama bertindak sebagai
kofaktor enzimatik yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksi sel, fungsi kekebalan
normal, metabolisme, dan sebagai penstabil DNA dan RNA serta sintesis kolagen. Risiko
tinggi untuk kekurangan adalah wanita hamil, orang tua, vegan, alkoholik, penderita diabetes,
dan mereka dengan HIV / AIDS, penyakit radang usus, dan penyakit sel sabit. Konsumsi
kalsium, besi, tembaga, serat, phytate, dan Garam fosfat mengganggu penyerapan seng yang
tepat

Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-
2% dari berat badan orang dewasa. Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih 1 kg
kalsium (Granner, 2003). Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang
dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2. Ca(OH)2}. Kalsium tulang
berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsenterasi kurang lebih 2,25-
2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100ml).

Selenium
Selenium (Se) merupakan elemen esensial bagi hewan dan manusia yang diperoleh
dari makanannya seperti bijibijian dan sayuran (Tapiero et al., 2003). Efek biologis dari Se
awalnya hanya dipertimbangkan dari segi toksisitasnya saja. Sebagai mikroelemen, Se
berperan dalam pertumbuhan, mengontrol metabolisme hormon tiroid dan testosteron
(Rayman, 2002). Sebagai antioksidan Se mereduksi senyawa peroksida, sehingga
menurunkan radikal bebas dalam tubuh dan menghambat timbul dan berkembangnya kanker
(Linder, 1992; Stolz et al., 2002). Kebutuhan Se rata-rata orang dewasa 50-200 μg sehari,
sementara yang direkomendasikan 55 μg per hari (Anonim, 2003). Menurut penelitian LD50
konsumsi Se adalah 2,3-13 mg per kg (WHO, 1987).

Anda mungkin juga menyukai