Anda di halaman 1dari 4

Perawatan Pulpa Konservatif

Perawatan pulpa konservatif adalah perawatan yang dilakukan pada pulpa yang hanya terbatas pada ruang
pulpa yang meliputi tindakan pulp capping dan pulpotomi. Secara umum pulp capping adalah suatu tindakan
perawatan dengan mengaplikasikan bahan pelindung pada pulpa baik secara langsung maupun tidak langsung
(pada selapis tipis dentin). Sedangkan pulpotomi merupakan suatu tindakan perawatan dengan mengambil
pulpa vital pada bagian korona sampai batas sementoenamel junction dan mempertahankan pulpa saluran
akar tetap vital dan sehat. Prosedur pulpotomi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan pulpitis ringan dan
pasein dengan gigi dengan bentuk foramen apikalnya masih lebar. Sedangkan untuk pulp capping biasa
dilakukan pada gigi dengan pulpa terbuka karena trauma mekanis (direct) dan pada gigi-gigi dengan karies
yang dalam yang menyisakan selapis tipis dentin diatas kamar pulpa (indirect).

Perawatan pulpa dengan pulp capping diindikasikan untuk gigi-gigi vital dan gigi-gigi dengan karies
yang dalam (indirect) atau pada pulpa yang terbuka karena faktor mekanis misalnya terbuka saat melakukan
pengeburan (direct). Bahan yang digunakan adalah calsium hidroksida. Bahan ini dapat merangsang
pembentukan dentin sekunder atau jembatan dentin. Pada dasarnya prognosis untuk kasus dengan
perawatan pulp capping adalah buruk, kecuali diameter pada gigi yang terlibat tidak lebih besar dari ujung
jarum. Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan bahwa lebih baik langsung dilakukan pulpotomi pada
pulpa yang terbuka disebabkan karena penyebaran bakteri dalam kamar pulpa yang diragukan sudah
menyebar jauh. 1,2,5
Perawatan lainnya dalam perawatan pulpa konservatif adalah pulpotomi. Pulpotomi dilakukan terutama
pada gigi-gigi vital dengan pulpa terbuka lebih besar dari yang diindikasikan untuk perawatan pulp capping.
Untuk pulpa vital telah dikembangkan 2 cara yaitu formokresol pulpotomi dan devitalisasi formokresol.
Sedangkan untuk pulpa non vital dapat dilakukan metode pulpotomi mortal. Dalam aplikasinya, untuk
perawatan pada pulpa vital yang biasa digunakan adalah pulpotomi formocresol. Hal ini disebabkan karena
metode ini cepat dan dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan (one-visit pulpotomy) serta memilki
tingkat keberhasilan yang memuaskan. Pada pulpotomi devital atau biasa disebut mumifikasi ini hanya dapat
digunakan pada kasus-kasus tertentu saja. Pada subbab berikut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
perawatan pulpa pada gigi sulung dengan metode pulpotomi devital.

DEVITALISASI PULPOTOMI
Devitalisasi pulpotomy adalah pengambilan jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang
sebelumnya telah didevitalisasi, kemudian dengan pemberian obat-obatan, jaringan pulpa dalam saluran akar
ditinggalkan dalam keadaan aseptik dan diawetkan. Pada awalnya perawatan pulpotomi pada gigi sulung
dilakukan dengan teknik devitalisasi. Teknik multiple-visit formocresol pertama kali diperkenalkan oleh Sweet.
Sweet melakukan mumifikasi pada pulpa keseluruhan sehingga pada saat terfiksasi secara teoritis pulpa pada
bagian akar akan tersterilisasi dan terdevitalisasi sehingga terhindar dari infeksi dan resorpsi internal. Namun,
dalam beberapa tahun kemudian, Sweet mengurangi jumlah kunjungan menjadi 2 kali kunjungan dengan
alasan pertimbangan ekonomi dan tingkah laku pasien. Hal inilah yang merupakan cikal bakal pulpotomi
devitalisasi dua kunjungan. 5,6

Indikasi
Perawatan pulpotomi dengan teknik devitalisasi ini secara umum memiliki indikasi yang sama dengan
pulpotomi vital konvensional. Hanya saja, perawatan ini lebih dianjurkan untuk kasus-kasus dimana
perawatan pulpotomi vital konvensional tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan dikarenakan masalah
tingkah laku anak. Indikasi pulpotomi devital adalah sebagai berikut :

1. Gigi sulung dengan pulpa vital terbuka karena karies atau trauma
2. Pasien dengan perdarahan yang abnormal misalnya hemofili
3. Bila perawatan vital sukar untuk dilakukan, misalnya karena kesulitan untuk melakukan penyuntikan
anestesi lokal
4. Pada gigi yang akarnya bengkok atau lokasi gigi sukar untuk dilakukan suatu pulpektomi.
5. Untuk anak yang kurang kooperatif. 5

Obat-obatan Untuk Mumifikasi


Obat-obatan yang dapat digunakan dalam fiksasi jaringan (mumifikasi) pada teknik 2 tahap yaitu
formocresol dan pasta devitalisasi (paraformaldehid). Formocresol mengandung 1% formaldehid, 35% kresol
dalam larutan gliserin/air, yang nantinya akan digunakan sebagai obat untuk perawatan gigi-gigi molar susu
dengan perforasi pulpa. Formocresol memiliki efek toksik baik lokal maupun sistemik, oleh karena itu
penggunaannya saat ini sudah mulai dikurangi. Formocresol dapat dilakukan baik dalam teknik pulpotomi
satu tahap maupun pada teknik dua tahap. Pada teknik satu tahap dilakukan dengan menempatkan gulungan
kapas kecil yang dibasahi dengan obat ke potongan pulpa setelah pulpa di koronal dibersihkan dan
perdarahan dihentikan. Gulungan kapas dibiarkan selama 5 menit, sehingga potongan jaringan pulpa akan
berwarna hitam. Dressing kemudian dibuat dengan mencampur satu tetes formocresol yang sudah
diencerkan dengan satu tetes eugenol dan preparat zinc oxide eugenol. Campuran dapat diulaskan ke orifice
saluran akar sebelum bahan pelapis zinc oxide mengeras dan sebelum dilakukan restorasi koronal akhir. Pada
teknik dua tahap, formocresol dimasukkan ke kamar pulpa dan dibiarkan selama 1 minggu dan pada
kunjungan yang kedua baru perawatan diselesaikan seperti pada prosedur satu tahap.

Bahan lain yang dapat digunakan adalah pasta devitalisasi (paraformaldehid). Pasta ini memiliki komposisi
paraformaldehid 1.0g, Lignokain 0.06g, carmine 0.01g, Carbowax 1.3g, dan Propylene Glycol 0.5ml. Pasta
ditempatka di atas bagian yang terbuka dan ditutup rapat pada gig selama 1 atau 2 minggu. Gas
paraformaldehid merembes melalui pulpa bagian mahkota dan akar sehingga jaringan terfiksasi. Pada
kunjungan pertama, bahan diletakkan pada gulungan kapas, diletakkan diatas daerah perforasi dan kemudian
di dalam kamar pulpa selama 10-14 hari. Bila bahan langsung diletakkan diatas daerah perforasi, tindakan ini
perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menekan pulpa. Namun, pasien tetap saja akan mengalami rasa
tidak enak sehingga perlu diberikan anagesik yang sesuai, Kemudian kavitas ditutup dengan bahan dressing
ZOE. Pada kunjungan keduam dresing dilepas dan pasta formokresol-ZOE atau pasta Kri II dapat dimasukkan
ke orifice saluran akar setelah sisa pulpa yang nekrotik dibersihkan dan diirigasi serta dikeringkan
kavitasnya. 2

Prosedur Kerja
Perawatan ini memiliki prosedur yang berbeda dengan teknik pulpotomi vital satu kali kunjungan. Hal ini
disebabkan pulpa pada kamar pulpa tidak perlu seluruhnya diambil pada kunjungan pertama. Sebaliknya,
pulpa pada kamar pulpa hanya dimatikan dengan pasta devitalisasi sehingga pada kunjungan yang kedua
nantinya akan dilakukan prosedur yang sama dengan pulpotomi vital. Berikut ini akan dijelaskan prosedur
kerja teknik devitalisasi pulpotomi. 1,7
Pada kunjungan pertama, siapkan instrumen dan bahan. Idealnya gunakan kapas, bur, dan peralatan lain
yang steril dan disimpan dalam kotak. Kemudian isolasi gigi tersebut. Gunakan rubberdam atau isolasi dengan
kapas dan saliva ejector. Kemudian lakukan preparasi kavitas. Lakukan ekskavasi karies yang dalam. Buang
karies dengan ekskavator secara perlahan, mula-mula dengan menghilangkan karies tepi, kemudian berlanjut
ke arah pulpa. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan jalan masuk yang mudah ke kamar pulpa
guna perawatan pulpotomi. Selain itu, penting untuk memperluas bagian oklusal kavitas pada seluruh
permukaan oklusal dan perluasan melewati linggir oblik pada gigi molar dua rahang atas dan molar pertama
rahang bawah. Setelah preparasi selesai, dilakukan irigiasi dengan cairan disinfektan H2O2 3%, dan keringkan.
Setelah itu, dilakukan peletakan bahan devitalisasi yaitu pasta paraformaldehid. Pastikan bahwa bagian yang
terbuka bebas dari debris. Siapkan kapas dengan ukuran yang cukup besar untuk menutupi bagian yang
terbuka tetapi tidak sampai melebihi tepi kavitas. Masukkan pasta paraformaldehid dan kapas, ambil dengan
ujung sonde dan tempatkan dengan perlahan diatas bagian yang terbuka. Setelah pasta devitalisasi
ditempatkan, tutup pasta paraformaldehid dengan campuran zinc oxide eugenol yang cepat mengeras. 1,7
Pada kunjungan kedua, setelah 1-2 minggu, isolasi gigi tersebut. Keluarkan tumpatan sementara zinc oxide
eugenol dan pasta paraformaldehid. Kemudian dilakukan tes sondasi pada pulpa yang terbuka tersebut untuk
memastikan bahwa pulpa telah menjadi nonvital yang dapat dilihat dari tidak adanya darah dan rasa sakit.
Jika masih dijumpai pulpa vital, maka ulangi kembali prosedur pada kunjungan pertama selama 1-2 minggu.
Setelah pulpa diketahui non vital, maka selajutnya dilakukan teknik pulpotomi vital. Buang pulpa bagian
koronal dengan ekskavator besar atau dengan round bur dengan putaran perlahan. Kemudian bersihkan
kamar pulpa dengan air atau saline steril dengan menggunakan spuit untukk mencuci debris dan sisa-sisa
pulpa dari kamar pulpa, dan keringkan dengan kapas steril. Setelah itu, siapkan bahan antiseptik degan
mencampur eugenol dan formocresol dalam bagian yang sama dengan Zinc Oxide. Letakkan pasta antiseptik
secukupnya untuk meutupi pulpa di bagian akar, dan serap kelebihannya dengan kapas basah secara
perlahan. Setelah itu, melakukan penempatan semen basis yang cepat mengeras sebelum menambal dengan
amalgam atau melakukan penyemenan untuk pemasangan stainless steel crown. 1,7

Komplikasi
Setelah kunjungan pertama, nyeri mungkin dapat timbul jika pasta devitalisasinya terlalu menekan pulpa.
Oleh karena itu dibutuhkan pemberian analgesik dengan dosis yang tepat untuk anak, misalnya aspirin. Dosis
aspirin untuk anak di bawah 5 tahun 150 mg, sedangkan untuk anak di atas 5 tahun 300 mg. Selain itu, pulpa
di mahkota juga dapat tidak seluruhnya menjadi non vital seperti yang diharapkan setelah 1 minggu aplikasi
bahan devitalisasi. Hal ini bisa terjadi jika bahan devitalisasi tersebut bergeser dari tempat yang seharusnya
ketika meletakkan semen sementara atau efek bahan devitalisasi yang kurang akibat pulpa terbuka yang
kurang besar. Jika keadaan ini terjadi, operator dapat mengulangi tindakan pada kunjungan pertama dan
melakukan prosedur pulpotomi vital pada kunjungan ketiga. 7

Evaluasi Keberhasilan
Hobson melaporkan bahwa rata-rata keberhasilan perawatan untuk devitalisasi pulpotomi ini setelah 3
tahun adalah 77%. Namun demikian, berhasilnya perawatan devitalisasi pulpotomi sangat tergantung pada
(1). Seleksi kasus, maksudnya tidak semua kasus yang dilakukan perawatan devitalisasi pulpotomi dinyatakan
berhasil. (2). Kesehatan tubuh pasien. (3). Jangka waktu kontrol. Observasi setelah 6 bulan perawatan dan
foto ronsen perlu dilakukan untuk membandingkan perubahan sebelum dan sesudah perawatan. Jika terjadi
periodontitis kronis yang luas, maka harus dilakukan pencabutan. 1,5

PEMBAHASAN
Perawatan pulpa dengan teknik devitalisasi pulpotomi atau pulpotomi dua kali kunjungan saat ini sudah
jarang dilakukan. Saat ini, lebih banyak digunakan teknik pulpotomi dengan formocresol karena lebih cepat
dan lebih mudah. Hanya pada beberapa kasus saja operator diharuskan untuk memilih teknik ini misalnya
seperti pada kasus dimana anestesi lokal tidak dapat bekerja maksimal atau tidak dapat bekerja sama-sekali,
dan juga pada anak-anak dengan tingkat kooperatif yang kurang memadai untuk dapat dilakukan prosedur
pulpotomi vital satu kali kunjungan. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan untuk mumifikasi merupakan
bahan keras yang bersifat toksik sehingga tidak dianjurkan penggunaan secara berlebihan. Oleh karena bahan
yang digunakan bersifat toksik, biasanya prognosis gigi tersebut adalah buruk.

KESIMPULAN
Perawatan devitalisasi pulpotomi merupakan salah satu pilihan perawatan untuk perawatan pulpa pada
gigi sulung. Walaupun penggunaan teknik ini saat ini telah jarang digunakan karena bahan yang digunakan
untuk mumifikasi jaringan merupakan bahan keras yang bersifat toksik, namun, pilihan perawatan ini tetap
dapat dilakukan jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak: A manual of paedodontics. 2nd ed. Alih Bahasa. Agus
Djaya. Jakarta: Widya Medika, 1992: 107-113.
2. Harty FJ. Endodonti Klinis. 3rd ed. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta: Hipokrates, 1992: 292-298.
3. Ingle JI. Bakland LK. Endodontics. 5th ed. Ontario: BC Decker Inc., 2002: 861-862.
4. Akbar SMS. Perawatan endodontik konvensional & proses penyembuhannya. 1st ed. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1989: 26-27.
5. Tarigan R. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). 1st ed. Jakarta: Widya Medika, 1994: 115-122.
6. Ranly DM. Pulpotomy therapy in primary teeth: new modalities for old rationales. Pediatric
Dentistry. 1994; Vol.16 (6): 403-409.
7. Kennedy DB. Konservasi Gigi Anak: Paediatric Operative Dentistry. 3rd ed. Alih Bahasa. Narlan
Sumawinata. Jakarta: EGC, 1993: 260-261

Anda mungkin juga menyukai