Pembimbing :
Disusun Oleh :
Bella Puspitasari
J520160016
1
menggunakan saliva yang terstimulasi. Saliva yang terstimulasi sendiri dapat
ditemukan melalui beberapa proses yaitu mekanis, kimiawi, neuronal, psikis,
dan rasa sakit. Pembagian volume saliva yang tidak terstimulasi dengan
volume saliva yang terstimulasi akan menghasilkan volume saliva yang
dikenal dengan curah saliva yang kemudian digunakan sebagai salah satu
indikator adanya kelainan saliva. Produksi saliva oleh glandula salivarius baik
mayor atau minor selain dipengaruhi ada tidaknya stimulasi, juga dipengaruhi
oleh beberapa hal lain seperti usia dan jenis kelamin, serta keadaan fisik
seseorang yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya (Williamson, 2012).
Williamson, dkk (2012) menambahkan bahwa kini saliva dapat
berfungsi sebagai biomarker. Saliva sebagai biomarker disini sebagai
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Penggunaan saliva sebagai biomarker mulai banyak digunakan mengingat
saliva lebih mudah dan lebih aman didapatkan dibanding komponen darah
serta lebih cepat waktu pengambilannya karena dapat dilakukan oleh pasien
sendiri. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan saliva diataranya
organisme spesifik, kadar immunoglobulin, dan komponen saliva lainnya.
Hal yang perlu diingat ketika pemeriksaan saliva ini adalah adanya variasi
yang besar antar individu, selain itu ia bersifat multifaktor. Penjelasan diatas
menjadi alasan mengapa mahasiswa kedokteran gigi perlu mengetahui saliva
sebagai biomarker dan diharapkan dapat diaplikasikan dalam penetapan
diagnosis ketika menjadi dokter gigi (Sinaga, 2002).
2
1.3. Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi saliva
2. Mampu menjelaskan komponen yang terkandung dalam saliva
3. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam saliva
4. Mampu mengetahui dan memahami kondisi normal saliva yang kemudian
terkait dengan kelainannya
5. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
6. Mampu menjelaskan mekanisme sekresi saliva
7. Mampu menjelaskan pengaruh cerebral palsy terhadap sekresi saliva
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki konsistensi seperti
lendir dan merupakan hasil sekresi kelenjar yang membasahi gigi serta mukosa
rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor serta
sejumlah kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali
pada ginggiva dan palatum. Berikut adalah fungsi-fungsi saliva.
1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.
2. Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan
dan mengecap rasa makanan.
3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sisa sel dan bakteri,
sehingga dapat mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.
4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat
menekan naik turunnya derajat keasaman (pH). Dalam 24 jam, kelenjar-kelenjar
saliva dapat mensekresi kira-kira 1 sampai 1,5 liter. Saliva disekresi karena
adanya rangsangan, baik secara langsung oleh ujung-ujung saraf yang ada di
mukosa mulut maupun secara tidak langsung oleh rangsangan mekanis, termis,
kimiawi, psikis atau olfaktori. Rangsang mekanik merupakan rangsang utama
untuk meningkatkan sekresi saliva. Sel-sel plasma dalam kelenjar saliva
menghasilkan antibodi, terutama dari kelas Immunoglobulin A (IgA) yang
ditransportasikan ke dalam saliva. Selain antibodi, saliva juga mengandung
beberapa jenis enzim antimikrobial seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase
serta beberapa komponen seperti growth factor, yang berguna untuk menjaga
kesehatan dari jaringan luka mulut dan dapat membantu proses pencernaan,
khususnya karbohidrat.
4
dari kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak bilateral di depan telinga antara ramus
mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di
bawah lengkung zigomatik. Kelenjar submandbularis merupakan kelenjar saliva
terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula.
Salurannya bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing
kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa
kelenjar di sekitar frenulum lingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar
lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini
berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi, serta palatum.
5
apeks terdapat butir-butir pro-enzim eosinofilik, yang akan disekresikan ke lumen
asini menjadi enzim. Hasil sekresi aini serous berisi enzim ptialin dan bersifat
jernih dan encer seperti air.
b. Asini mukous
Asini mukous tersusun dari sel-sel berbentuk kuboid sampai kolumner
yang mengelilingi lumen kecil dan memiliki inti pipih atau oval yang terletak di
basal. Sitoplasma asini mukous yang berada di basal sel bersifat basofilik
sedangkan daerah inti dan apeks berisi musin yang bewarna pucat. Hasil sekresi
asini mukous berupa musin yang sangat kental.
c. Asini campuran
Asini campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous. Bagian
serous yang menempel pada bagian mukous tampak sebagai bangunan berbentuk
bulan sabit.
Pada kelenjar saliva juga ditemukan struktur lain yaitu mioepitel.
Mioepitel terdapat di antara membran basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk
gepeng, berinti gepeng, memiliki sitoplasma panjang yang mencapai sel-sel
sekretoris, dan memiliki miofibril yang kontraktil di dalam sitoplama sehingga
membantu memeras sel sekretoris mengeluarkan hasil sekresi. Hasil sekresi
kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun dari sel-sel
berbentuk kuboid dan mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus
interkalatus akan bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus atau duktus
intralobularis yang tersusun dari sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis
di basal dan tegak lurus dengan membrana basalis yang berfungsi sebagai
transport ion. Duktus striatus dari masingmasing lobulus akan bermuara pada
saluran yang lebih besar yang disebut duktus ekskretorius atau duktus
interlobularis.
6
Gambar 2. Histologi Kelenjar Saliva
7
pengeluaran saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya berpikir, melihat,
membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran
saliva melalui refleks ini.
8
Pada orang normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi
sekitar 0,3-0,4 ml/menit. Jumlah sekresi saliva per hari tanpa distimulasi adalah
300 ml. Sedangkan ketika tidur selama 8 jam, laju aliran saliva hanya sekitar 15
ml. Dalam kurun waktu 24 jam, saliva rata-rata akan terstimulasi pada saat makan
selama 2 jam. Lalu saliva berada dalam kondisi istirahat selama 14 jam, dengan
total produksi saliva 700-1500 ml. Sisanya merupakan saliva dalam kondisi
istirahat.17 Ketika saliva distimulasi, laju aliran saliva meningkat hingga
mencapai 1,5-2,5 ml/menit. Pasien disebut xerostomia jika saat terstimulasi laju
aliran saliva kurang dari 0,7 ml/menit.21 Aliran saliva distimulasi oleh rasa dan
pengunyahan, termasuk rasa permen karet yang mengandung xylitol dan
pengunyahannya. Peningkatan laju 11 aliran saliva akan meningkatkan pH karena
adanya ion bikarbonat sehingga kemampuan mempertahankan pH saliva
(kapasitas dapar) juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat
sehingga akan terjadi keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak dan mempunyai saluran keluar
(duktus ekskretoris) yaitu duktus Whartoni yang bermuara pada dasar rongga
mulut pada frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah. Seperti juga kelenjar
parotis, kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat. Kelenjar sublingualis
mempunyai banyak duktus yang menyalurkan ke dalam rongga mulut. Duktus
kelenjar ini disebut duktus Rivinus. Duktus ini terletak berdekatan dengan papilla
dari duktus kelenjar submandibular.
Kelenjar Saliva Minor
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang
terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya
menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini
diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya.
Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah
dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada
mukosa pipi, dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula
lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah. Kelenjar Von Ebner
(Gustatory Gland = albuminous gland) dan Kelenjar Weber terletak pada pangkal
lidah. Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior.
11
Ion klorida merupakan salah satu kandungan anorganik saliva
yang memiliki fungsi untuk mengaktivasi enzimatik -amilase.
12
kesatuan karbohidrat kecil yang dapat memecahkan polisakarida menjadi
monosakarida, sehingga lebih mudah dicerna (Hashim, 2010).
2) Lisozim
Lisozim memiliki peranan penting sebagai agen antibakterial yang
dapat melisiskan bakteri dengan cara merusak dinding selnya dan
membilas bahan makanan yang berperan sebagai pertumbuhan bakteri
(Hashim, 2010).
3) Kalikren
Kalikren merupakan protein tertentu didalam saliva yang
merupakan faktor pembekuan darah XII, VII, IX, dan platelet (Hashim,
2010).
4) Laktoperosidase
Latoperosidase berfungsi untuk mengkatalis oksidasi CNS
(thiosinat) menjadi OSCN (hypothiosinat), sehingga dapat menghambat
pertukaran dan pertumbuhan zat bakteri (Hashim, 2010).
5) Mucin
Kandungan mucin didalam rongga mulut memiliki peranan dan
fungsi penting dalam mencegah terjadinya kekeringan didalam rongga
mulut, membentuk makanan menjadi bolus, dan sebagai agen antibakteri
serta antivirus. Terlibatnya mucin sebagai agen antibakteri dan antivirus
tersebut disebabkan oleh kandungan IgA di dalam saliva (Hashim, 2010).
6) Gustin
Komponen gustin dalam saliva memiliki pernanan dalam proses
pengecapan, karena gustin tersebut mampu untuk memaksimalkan fungsi
dari kuncup kecap (Hashim, 2010).
7) Immunoglobulin
Immunoglobulin terlibat pada sistem penolakan fisik dan agen
antibakteri. Immunoglobulin terdiri dari sebagian besar IgA sekretorik
(SIgA) dan sebagian kecil IgM dan IgG. Aktivitas antibakteri SIgA yang
terdapat dalam mukosa mulut bersifat mukus dan bersifat melekat dengan
kuat, sehingga antigen dalam bentuk bakteri dan virus akan melekat erat
13
dalam mukosa mulut yang kemudian dilumpuhkan oleh SIgA. Bakteri
mulut yang diselubungi oleh SIgA lebih mudah difagositosis oleh leukosit
(Amerongen, 1991 dan Rensburg, 1995).
14
1) pH berkisar 6,0 7,4, dengan rata-rata 6,8 pada semua kondisi,
tanpa stimulasi (Hofman, 2001).
2) Terdiri dari air (90%), komponen organik (0,2%), dan komponen
anorganik (0,3%) ( Talwar, 2006).
3) Komposisi dari komponen anorganik:
a) Bikarbonat: 5,7 2,7 mmol/L
b) Sodium: 8,5 24 mmol/L
c) Potasium: 12,5 16 mmol/L
d) Kalsium: 2,3 2,5 mmol/L
e) Clorida: 2,5 17,5 mmol/L
f) Fosfor: 7,5 21 mmol/L
(Talwar, 2006)
4) Rata-rata laju sekresi pada keadaan tertentu:
a) Tidur: 0,1 ml/menit
b) Terjaga: 0,3 ml/menit
a. Mengunyah: 4 ml/menit
(Hofman, 2001)
b. Ciri saliva tidak normal
1) Hiposalivasi atau xerostomia adalah suatu keadaan dimana rata-rata
laju sekresi saliva dibawah dari kadar normal. Terkadang
menimbulkan gejala mulut terbakar (Hashim, 2010 dan Bradley,
2010).
2) Hipersalivasi atau disebut juga dengan sialorrhea merupakan suatu
keadaan dimana rata-rata laju sekresi salisi melibihi dari kadar
normal. Hipersalivasi minor akan menyebabkan iritasi lokal.
Sedangkan hipersalivasi mayor akan mengakibatkan angular
cheilitis (Neil, 2004).
3) Rata-rata laju sekresi:
a) Unstimulated dibawah 0,1 ml/menit termasuk hiposalivasi dan
dikatakan rendah bila berkisar 0,1-0,25 ml/menit.
15
b) Stimulated dibawah 0,7 ml/menit termasuk hiposalivasi dan
dikatakan rendah bila berkisar 0,7-1 ml/menit.
(Tenovuo, 1994)
16
pada saraf simpatis akan menyebabkan pelepasan protein-protein yang terdapat di
dalam sel-sel asinar. Stimulus dari otot-otot mastikasi dan ligamen periodontal
akan merangsang nuklei saliva inferior dan superior pada otak yang juga
dipengaruhi oleh korteks serebri. Kerteks serebri merupakan pusat pengaturan dr
medula oblongata sedangkan motoriknya diatur oleh cerebral, khususnya
cerebrum.
17
Pusat saliva di medula mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui
saraf-saraf otonom. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis berfungsi
meningkatkan sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang
berperan berbeda. Stimulasi parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva,
menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim,
sedangkan stimulasi simpatis menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit
dengan konsistensi kental dan kaya mukous.
18
i. Kelainan kardiovaskuler seperti hipertensi. Pemakaian obat
antihipertensi mengakibatkan mulut kering (Scully, 2003).
j. Malnutrisi. Kekurangan kalori dan protein menyebabkan
berkurangnya volume saliva, pH rendah dan waktu alir saliva yang
rendah (Suparlinah, 2003).
k. Hypotiroidism. Penyakit ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran
saliva (Witt, 2005).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Saliva merupakan cairan oral yang merupakan hasil sekresi dari kelanjar
saliva. Komponen terbesar saliva adalah air (hampir 99%) dan sisanya
merupakan bahan organik dan bahan anorganik. Baik bahan organik maupun
anorganik tersebut ada yang berbentuk mikromolekul maupun makromolekul.
Bahan organik saliva antara lain protein, asam lemak dan lipid, serta glukosa.
Sedangkan bahan anorganik antara lain bikarbonat, kalium kalsium, natrium,
klorida, fosfat dan thiosianat.
Saliva normal memiliki rata-rata laju sekresi 0,3 0,4 ml/menit tanpa
stimulasi, sedangkan apabila distimulasi dapat mencapai 1-3 ml/menit. Nilai
pH normal saliva adalah 6,0 7,4 dengan rata-rata 6,8 pada semua kondisi
tanpa stimulasi. Kemudian saliva juga memiliki nilai-nilai ambang normal
tertentu untuk setiap komponennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi curah
saliva sangat beragam, seperti posisi, aktivitas, jenis rangsangan yang
diterima. konsumsi obat-obatan serta beberapa siklus seperti siklus sirkadian
dan sirkanual.
19
Sekresi saliva dipengaruhi oleh kinerja dari saraf otonom parasimpatis dan
simpatis. Berbagai penyakit sistemik maupun penyakit lokal dapat menyerang
saliva. Beberapa penyakit sistemik yang erat kaitannya dengan saliva adalah
Diabetes Melitus, HIV, serta Hepatitis .
4.2. Saran
Kebanyakan orang beranggapan bahwa air liur atau saliva tidak
mempunyai arti apa-apa dan ia sering dilihat sebagai suatu benda yang
menjijikkan. Sebaliknya tanpa kita sadari, cairan di dalam rongga mulut ini
bukan saja penting untuk pencernaan makanan tetapi juga dapat memberi
informasi tentang kondisi tubuh dan digunakan secara meluas untuk
mendiagnosa penyakit lokal dan sistemik. Untuk itu diharapkan mahasiswa
dapat memahami lebih dalam mengenai saliva baik kondisi normalnya maupun
fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amerogen, A. V. N., 1991, Ludah dan Kelenjar Ludah, Edisi 1, UGM, Yogyakarta
Bradley, P., J., 2010, Otorhinolaryngology, Head & Neck Surgery, Springer-
Verlag, Heidelberg
Hashim, A. B., 2010, Saliva Sebagai Media Diagnosa, Tesis, Fakultas Kedokteran
Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan
Janjua, O., S., Manzoor, A., Syed, M., Jamil, R., Abbas, T., dan Amjad, A., 2012,
Frequency of Xerostomia in Patients Suffering From Hepatitis B and C,
Pakistan Oral & Dental Journal, 32(1): 42-45
20
Kidd, E. A. M., Joyston, S., 1991, Dasar-dasar Karies: Penyakit dan
Penanggulangannya, (diterjemahkan oleh: Narwan Sumawinata dan Safrida
Faruk), EGC, Jakarta
Roth, G. I. ; R. Calmes. 1981. Oral Biology. St. Louis : The C. V. Mosby Co. 8 :
196-232
Scully, C., 2003, Drug Effects on Salivary Glands: Dry Mouth, Oral Diseases, 9:
165-176
Sherwood, L., 2011, Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, (diterjemahkan oleh:
Bhram U. Pendit), Ed. 6, EGC, Jakarta
21