Anda di halaman 1dari 28

A.

JARINGAN SARAF
1. Klasifikasi Jaringan Saraf
Jaringan saraf dapat menjadi dua sistem utama, yaitu : a. sistem saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang), b. sistem saraf perifer (syaraf cranial dan spinal).

2. Fungsi Sistem Saraf


Fungsi utama dari sistem saraf adalah antara lain sebagai berikut :
a. Untuk mendeteksi, menganalisa, menggunakan, menghantarkan semua informasi yang
ditimbulkan oleh rangsang sensoris (misalnya panas dan cahaya) dan perubahan mekanis dan
kimia yang terjadi di dalam lingkungan internal dan eksternal.
b. Untuk mengorganisir dan mengatur, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian
besar fungsi tubuh, terutama kegiatan motoris, visceral, endokrin dan mental.

3. Komposisi
Secara struktural jaringan saraf terdiri atas :
a. Sel saraf (neuron) yang merupakan elemen yang sesungguhnya.
b. Sel-sel jaringan intersisial yang berfungsi sebagai penyokong sel saraf, yang terdiri atas, antara
lain : Neuroglia, Seludang Schwan (neurolemma) dan Sel-sel satelit pada ganglion simpatis
dan ganglion serebrospinal.

4. Morfologi Sel Saraf atau Neuron


Neuron merupakan satuan anatomis dan fungsional yang berdiri sendiri dengan sifat-sifat
morfologi. Neuron mempunyai berbagai bentuk, tetapi padea hakekatnya memiliki ciri yang sama,
yaitu terdiri atas :
a. Badan Sel (soma = perikarion)
b. Juluran-juluran sitoplasma (neurit-neurit)
Gambar 2.11. Sel saraf

Secara histologi dan fungsional, neurit-neurit terdiri atas :


a. Akson, merupakan juluran sitoplasma yang panjang, jumlahnya hanya satu dan secara
fungsional menghantarkan impuls dari badan sel.
b. Dendrit, merupakan juluran sitoplasma yang pendek dan bercabang-cabang. Jumlahnya
banyak dan secara fungsional menghantarkan impuls ke badan sel.
c. Badan sel sendiri terdiri atas : (1) Membran sel yang menutupi prokarion, akson dan dendrit,
(2) nukleus, besar, membrannya berpori, mengandung DNA dan RNA, (3) nukleolus,
merupakan pusat kegiatan selluler, terutama untuk sintesa DNA dan RNA, (4) Mitokondria,
terdapat dalam prokarion, dendrit, dan akson (5) badan golgi, (6) retikulum endoplasma, dan
(7) ribosom.
Ribosom dan retikulum endoplasma di dalam neuron berkumpul menjadi satu dan
menyusun struktur yang dikenal sebagai substansi nissal. Substnasi Nissal tidak dijumpai pada
akson dan dendrit.

5. Bentuk dan Fungsi Neuron


Tergantung pada fungsi, setiap neuron memiliki bentuk yang khas. Pada semua neuron
terdapat ujung dendrit dan ujung aksonal yang bervariasi pada lokasi badan sel. Neuron terdiri
atas tiga bentuk dasar, yaitu neuron bipolar, neuron unipolar, dan neuron multipolar.
a. Neuron bipolar
Badan sel terletak sama jauhnya antara percabangan-percabangan dendritik dan terminal
akson. Dapat dijumpai pada ganglion telinga dalam dan retina mata.

b. Neuron unipolar
Juluran yang berfungsi sebagai dendrit dan akson berpangkal pada suatu kutub pada badan
sel. Misalnya neuron yang menyusun ganglion spinal. Neuron ini sering disebut neuron
pseudounipolar.

c. Neuron Multipolar
Bila badan sel terletak lebih dekat pada percabangan-percabangan dendritnya daripada
terfminal akson. Oleh karena pangkal dendrit-dendritnya seolah tumbuh dari beberapa kutub pada
badan selnya maka disebut neuron multipolar. Jenis neuron ini terutama terdapat pada susunan
saraf pusat.
Gambar 2.12. Berbagai macam bentuk neuron

Berdasarkan bentuk percabangan dendritik dan aksonal, neuron multipolar dapat


dibedakan atas :
a. Neuron isodendritik yaitu neuron yang terdiri atas dendrit-dendrit yang panjang, akson lurus
dan panjang dengan banyak percabangan kolateral yang mengarah ke berbagai jurusan.
b. Neuron dengan percabangan terminal yang pendek-pendek namun jumlahnya banyak.
Secara fungsional neuron dapat dikelompokkan menjadi:
a. Neuron motorik, yaitu neuron yang mengatur organ efektor (kelenjar eksokrin, endokrin dan
serabut sendiri).
b. Neuron Sensoris, yaitu neuron yang menerima rangsangan sensoris dari lingkungan dan dari
dalam tubuh sendiri.
c. Neuron interneuron, yaitu neuron-neuron yang mengadakan hubungan timbal balik diantara
neuron-neuron lain sehingga membentuk rangkaian fungsional yang kompleks.
Bentuk dan fungsi neuron berubah dalam masa perkembangan menuju kedewasaan.
Jumlah neuron sejak terbentuk dari neuroblas tidak berubah. Tetapi volume dan bobot otak
bertambah besar. Hal ini disebabkan karena tumbuhnya badan sel dan bertambahnya percabangan-
percabangan dendrit dan aksonal.
Perubahan struktur mikro menjelang kedewasaan antara lain pembentukan selubung mielin
pada akson. Mielin adalah substansi yang mengandung proteolipid (kolesterol, fosfolipid,
cerebroside, asam lemak dan protein). Pada susunan saraf pusat selubung mielin akson dibentuk
oleh juluran-juluran oligodendroglia yang membungkus akson dengan cara melilitnya dan tidak
mengandung sel schwann. Pada susunan saraf tepi, selubung mielin dibentuk oleh juluran sel
Schwann yang kontinyu, membungkus akson dengan cara melilitnya. Sering disebut sebagai
seludang neurilemma yang penting untuk regenerasi akson. Sel Schwann mempunyai inti gepeng
yang terletak sejajar dengan akson tersebut.

Gambar 2.13. Fase pembentukan mielin di dalam serabut saraf perifer

Selubung yang membungkus akson tidak kontinyu, sehingga terdapat bagian-bagian akson
yang bermielin. Daerah akson yang tidak bermielin disebut nodus Renvier. Seludang mielin
berfungsi seagai isolator, yaitu mencegah adanya impuls yang pindah ke serabut saraf lain, juga
sebagai transfor nutrisi untuk memberi makan pada akson.

6. Perhubungan Akson
Dalam melaksanakan tugasnya, masing-masing neuron berhubugan dengan neuron-neuron
lain yang menyusun berbagai rangkaian. Neuron sebagai fungsional tidak bersambung dengan
neuron-neuron lain, melainkan mengadakan suatu pertemuan. Tempat-tempat pertemuan antar
neuron lain dinamakan sinaps.
Ketika mengadakan hubungan, neuron menerima suatu stimulasi. Dalam hal ini bagian
penerima rangsang yaitu badan sel dan dendrit yang disingkat dengan BD, mengalami perubahan.
Respon BD terhadap stimulus itu berupa pengembangan gaya yang dalam perwujudan listriknya
dikenal sebagai potensial BD.
Gaya saraf itu mencetuskan potensial di akson Hillock yang akan disalurkan melalui akson
ke ujung-ujungnya. Percabangan-percabangn akhir dikenal sebagai teledendron-teledendron dan
ujung akhir teledendron dikenal sebagai bouton terminnaux atau bongkol akhir. Selanjutnya
impuls yang sudah tiba di bouton terminaux akan disampaikan kepada bagian BD neuron lain.
Bila hal ini sudah terjadi, maka kejadian ini berarti suatu perangsangan bagi neuron yang
akan menerimanya. Pada gilirannya neuron sekunder ini akan mengembangkan impuls yang akan
disalurkan melalui aksonnya untuk kemudian disampaikan sebagai stimulus terhadap neuron
berikutnya. Demikian juga akan terjadi fenomena yang serupa dalam mekanisme transmisi
selanjutnya.
Pada sinapsis terdapat dua membran yang saling berhadapan yaitu :

a. Membran bouton terminaux ayng hendak menyampaikan impuls kepada membran


presinaptik.
b. Membran dendrit di seberangnya yang hendak menerima impuls yang dinamakan
membran postsinaptik.
Ruang antar membran presinaptik dan postsinaptik dinamakan celah sinaptik dengan jarak
150 – 250 0A
Gambar 2.14. Sinapsis pada neuron

Pada sinap terdapat bangunan-bangunan sebagai berikut :


1. a. Vesikula sinaptik terdapat pada membran presinaptik dan terlihat pada membran postsinaptik.
Vesikula tersebut merupakan lipatan-liptan membran bouton terminaux yang mengandung
neurotransmitter, yaitu suatu zat yang mampu menyeberangkan gaya saraf dari membran
presinaptik ke membran postsinaptik.
b. Mitokondria tertimbun pada membran presinaptik.
2. Membran presinaptik lebih tipis dari membran postsinaptik.
3. Struktur yang menyerupai benang-benang dan bintik-bintik disebut membran postsinaptik yang
membuat mebran tersebut tampak lebih tebal dari membran presinaptik, membran subsinaptik.
Tergantung pada jenis membran yang berhadapan satu dengan yang lain, maka berbagai
sinaps dapat dikelompokkan dalam :
a. Sinap akso-dendritik yaitu sinap tempat penyerahan penerimaan impuls dari akson ke dendrit.
b. Sinap akso-somatik yaitu bouton terminaux yang bersinap dengan bagian perikarion neuron
lain.
c. Sinap akso-aksonal yaitu sinap antara bouton terminaux sebuah neuron dengan bagian akson
neuron lain di dekat tempat ia kana bersinaps denngan percabangan dendrit neuron lain lagi.
d. Sinap dendro-dendritik yaitu sinap antara ujung-ujung dendritik dari neuron.
Akhiran-akhiran saraf terdiri atas serabut saraf eferen, membawa impuls dari sistem saraf
ke pusat efektor dan serabut saraf afferen, membawa impuls dari sistem organ saraf ke pusat saraf.
Akhiran-akhiran efferent somatis : (a) Badan sel pada bagian akar ventral sumsum tulang
belakang.(b) Serabut berakhir pada otot rangka. (c) Ujung-ujung akson membentuk keping
akhiran somatic. Akhiran serabut saraf efferent viseral : (a) Umumnya bermielin. (b) Berasal dari
ganglion otonom. (c) Berakhir pada organ-organ visceral, kelenjar dan bagian kelamin. (d)
Akhiran serabut saraf membentuk pleksus
Gambar 2.15. Lengkung saraf

7. Neuroglia
Neuroglia atau sel glia ialah unsur seluler susunan saraf yang tidak mempunyai tugas untuk
menghantarkan impuls saraf. Adapun sel-sel saraf tersebut adalah mikroglia astrosit,
oligodendrosit, sel ependim dan sel koroid.

8. Reseptor
Pada hakekatnya sebelum tubuh manusia berurusan dengan dunia luar melalui fungsi
motoriknya, terlebih dahulu sudah mesra berhubungan melalui fungsi sensoriknya. Pada analisa
terakhir ternyata pula bahwa setiap gerakan adalah reaksi terhadap rangsang sensorik. Dan
kelumpuhan paling parah tidaklah terjadi karena adanya pemotongan serabut efferen, tetapi karena
penghalang terhadap seluruh rangsangan sensorik.
Informasi dunia luar diterima tubuh oleh reseptor. Tempat rangsang dunia luar berjumpa
dengan tubuh. Permukaan luar tubuh dibentuk oleh kulit dan permukaan dalam dibentuk oleh
mukosa. Reseptor yang berada di kulit di kelompokkan sebagai eksoreseptor. Dan reseptor yang
berada di mukosa dinamakan enteroreseptor. Kelompok lain adalah propioreseptor yaitu reseptor
yang terletak di otak dan jaringan pengikat.
Reseptor yang dimaksud di atas merupakan reseptor sensorik umum, olehka karena panca
indera diangaap memiliki reseptor khusus. Namum demikian, pada pokoknya kedua jenis reseptor
mempunyai tugas yang sama, yaitu menangkap informasi dari dunia luar. Struktur pokoknya pun
sama, yaitu oleh karena keduanya merupakan ujung seraut saraf sensorik.
Dalam rangkaian neuron-neuron yang menyusun susunan somatosensorik umum, neuron
pertamanya adalah neuron yang membentuk ganglion spinale. Neuron itu berbentuk
pseudounipolar (gambar 2.12). Juluran yang menuju ke medulla spinalis menyusun radiks dorsalis.
Juluran yang menghubungkan daerah tepi dengan badan neuron menyusun komponen sensorik
syaraf tepi. Ujung yang ditepi itu bercabang-cabang sehingga terdapat serabut-serabut dengan
berbagai ukuran. Karena cabang-cabang tersebut mempunyai berbagai ukuran garis tengah, maka
khususnya saraf sensorik tepi ditentukan oleh cepat lambatnya pengahantaran informasi dari dunia
luar. Ujung saraf yang bercabang-cabang itulah yang berfungsi sebagai reseptor. Berbagai jenis
somatosensorik umum dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu, golongan yang tidak
berkapsul dan golongan yang berkapsul.

a. Jenis reseptor somatosensorik umum tak berkapsul


Ujung serabut saraf sensorik tepi yang becabang-cabang halus merupakan reseptor tak
berkapsul tidak memperlihatkan bentuk tambahan. Dalam bentuk cabang-cabang melalui reseptor
itu berada di epitelium, membran serosa. Jaringan pengikat, tendon, periotium, persendian,
membran timpani dan pulpa gigi.
1) Ujung saraf bebas sederhana di kulit. Di epidermis ujung-ujung bebas yang berdiameter 0,5 –
1  menempatkan dirinya diantara sel-sel epidermis bagian dalam. Ujung-ujung itu tidak
bermielin dan berakar pada pleksus yang berbeda di dermis. Reseptor yang berbentuk
sederhana itu adalah reseptor nyeri atau nosireseptor. Segala macam rangsangan yang bersifat
merusak (noseo = merusak) kehidupan sel menimbulkan depolarisasi pada membran cabang-
cabang bebas itu, sehingga suatu potensial aksi dicetuskan. Impuls yang kemudian disalurkan
melalui pleksus dan selanjutnya tiba di ganglion spinale adalah impuls nyeri. Reseptor sejenis
dengan yang dilukiskan di atas dijumpai juga di selaput lendir, kapsul persendiaan,
periosteum, pulpa gigi dan membran timpani.
2) Alat ruffini adalah ujung saraf pada mana ujung-ujung terminalnya bersderet-deret seperti gigi
sisir. Reseptor ini dianggap sebagai reseptor rangsang panas.
3) Alat Krause adalah ujung saraf pada mana cabang terminalnya berbentuk seperti mawar yang
masih kuncup. Rseptor ini dianggap sebagai reseptor rangsangan dingin.
4) Alat Merkel. Pada ujung saraf yang dinamakan alat merkel terdapat bentuk ujung terminal
yang menyerupai cagak yang menopang sel epidermis. Gambaran alat Merkel dikenal juga
sebagai cakram merkel. oleh karena sel epidermis yang ditopangnya oleh cagak ujung terminal
itu berwarna lebih tua dari pada sel epidermis lainnya. Namun demikian sel epidermis yang
ditopang itu sama sekali bukan unsur sarafi, melainkan mutlak unsur epidermis. Perbedaan
warna antara sel epidermis yang ditopang cabang terminal dengan sel-sel epidermis lainnya
disebabkan oleh penimbunan granulae lipoprotein di dalam sitoplasma sel epidermis yang
tersebut pertama. Alat merkel dianggap sebagai reseptor rangsang raba. Di kulit dan mukosa
alat merkel berkontraksi di sekitar telapak tangan/kaki, diputing susu dan di tepi lidah.
5) Pleksus folikel rambut ialah ujung-ujung serabut saraf tak bermielin yang mengumpar foliekl
rambut. Bentuk ujung terminal itu dikenal sebagai terminalia peritrikal. Reseptor ini peka
terhadap perabaan.
6) Terminalia bercabang unit. Bentuk ujung bebas yang sederhana telah dilukiskan di atas sebagai
reseptor rangsang nyeri. Di samping itu ujung-ujung serabut saraf dapat bercabang-cabang
secara luas dan rumit. Bentuk ujung terminal ini dapat dijuluki juga terminalia beramfikasi.
Reseptor ini peka terhadap rangsangan propriosensitif, rangsangan gerak, getar dan posisi.
Reseptor semacam ini terdapat juga di visera.
Berbeda dengan yang disebutkan di atas ialah diameter serabut yang mayoritasnya lebih
kecil. Karenanya bukan impuls nyeri yang memerlukan kesadaran akan perasaan penuh di
lambung, kandung kemih dan rectum. Juga perasaan umum yang dinyatakan sebagai enak atau
tidak enak di dalam perut sangat mungkin disadarkan dengan perantaraan reseptor tersebut.
Bentuk semua ujung saraf somatosensorik umum yang telah diuraikan di atas dapat
dipelajari dari sediaan yang dipulas secara sederhana dan dilihat dengan bantuan mikroskop biasa.
Sehubungan dengan itu perlu disinggung bahwa banyak penyelidi-kan modern yang meragukan
bentuk-bentuk klasik sebagai bentuk asli terminalia saraf somatosentrik umum. Anggapan yang
diketengahkan ialah bahwa bentuk-bentuk klasik tersebut sangat mungkin artefak yang dihasilkan
oleh proses pemulasan akibat efek electron belum dapat menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Sambil menunggu hasil penelitian modern yang meyakinkan. Sebaiknya bentuk-bentuk
reseptor terlukis di atas masih tetap diterima sebagaimana konsep klasik memperkenalkan.

b. Jenis somatosensorik umum yang berkapsul.


Terminalia serabut saraf somatosensorik yang termasuk golongan jenis reseptor berkapsul
adalah terminalia yang ikut menyusun suatu struktur yang berbentuk khas. Adapun jenis-jenis yang
dapat dibeda-bedakan berdasarkan bentuk masing-masing ialah :
1) Korpuskula Meissner. Reseptor ini dianggap sebagai reseptor rangsang raba terutama pada
kulit, dimana ia berlokasi di papillae dermis dan menonjol ke arah epidermis. Reseptor tersebut
banyak ditemukan di telapak tangan/kaki dan seteruanya di kulit lengan bawah bagian volar,
tepi kelopak mata, putting susu, alat kelamindan mukosa ujung lidah. Bentuk lonjong dan
ukurannya adalah 50 sampai 100 . Bentuk tersebut terwujud oleh adanya membran halus yang
membungkus sejumlah sel epitelium yang berderetan secara membujur. Membran tersebut
membentuk kapsul reseptor. Unsur saraf yang ikut menyusun struktur korpuskula meissner
terdiri dari serabut-serabut terminal yang termasuk kelompok A. Serabut terminal itu
memasuki bangunan yang lonjong itu dari kutub yang berada di dermis. Setelah memasuki
kapsul, maka serabut saraf itu melucuti dirinya dari selubung mielin, sehingga ia tidak
bermielin lagi. Secara rumit serabut-serabut tak bermilin itu meluas ke arah kutub luarnya.
Korpuskula meissner itu dianggap sebagai reseptor peradaban diskriminatif. Ini berarti mampu
merasakan kulit-kulit diraba pad dua titik yang berdekatan. Dengan ini pengenalan kasar-
halusnya permukaan benda yang sedang diraba dapat dilaksanakan.
2) Korpuskula Vater-Pacini. Reseptor ini tesebar di seluruh tubuh, di jaringan subkutan dan di
jaringan pengikat tendon. Ligamenta pada persendian, putting susu, alat kelamin dan juga di
membran serosa dan mesentarium. Dalam jumlah yang kecil ditemukan juga di visera. Bentuk
lonjong dan ukurannya cukup besar. Panjangnya berkisar antara 1 – 4 mm. Oleh karena
reseptor ini dapat dilihat langsung dengan mata biasa, maka sejak jaman dahulu smapai
sekarang intensif dipelajari. Dilihat dengan mikroskop biasa, maka Korpuskula Vater-Pacini
tampak sebagai bangunan lonjong yang tersusun dari lapisan-lapisan (lamellae). Sejumlah
besar serabut saraf kelompok A memasuki bangunan tesebut melalui salah satu kutubnya.
Setelah berada di dalam bangunan tersebut, serabut itu tak bermiellin lagi dan menyusun suatu
berkas yang jalan lurus. Unsur saraf ini membentuk poros bangunan. Bila dipelajari dengan
bantuan mikroskop elektron, maka terungkaplah bahwa lapisannya berjumlah 60. setiap lapis
membentuk suatu ailinder yang dibentuk oleh sel-sel gepeng. Serabut saraf tak bermielin yang
terkumpul dalam suatu berkas dan menduduki poros bangunan lonjong itu ternyata
mengandung banyakj mitokondria dalam jumlah yang luar biasa. Diantara pembatasan tersebut
terdapat ruang halus yang terisi cairan. Dengan perantaraan fungsi Korpuskula Vater-Pacini
dan alat merkel, kesadaran akurat mengenal sikap dan posisi bagian tubuah yang sedang
melakukan gerakan dapat tercapai. Korpuskula Vater-Pacini yang berada di dekat periotium
berfungsi sebagai reseptor tersebut tersebar di visera berperan seperti alat merkel, yaitu
memberikan perantaraan dalam penyadaran “perasaan penuh” dan enak tak enak di dalam
perut.
3) Kerucut neuromuskulus (kerucut otot = muscle spindale). Reseptor ini mencetuskan impuls
aferen atas terjadinya kontraksi otot ekstensor skeletal. Informasi yang dikirim ke susunan
saraf pusat diperlukan untuk mengatur pengendalian tonus yang sesuai melalui busur refleks
yang dikenal sebagai “gamma loop” walaupun impuls yang dicetuskan itu bersifat aferen,
maka informasi yang dikirim ke susunan somatosensorik.
Kerucut neurotendineus (kerucut tendon). Reseptor ini dikenal juga sebagai alat golgi
tendon. Dalam jumlah yang besar reseptor ini ditemukan di daerah peralihan antara tendon dan
otot. Bentuknya dipertegas oleh suatu membran halus yang membungkus beberapa jalan serabut
kolagen tendon. Pada serabut kolagen tersebut ujung terminal sejumlah saraf ensorik kelompok A
bercabang-cabang pada mana bagian terujung menjugur sebagai alat pelekat yang menempel pada
serabut-serabut kolagen tersebut di atas. Peregangan serabut kolagen akibat tarikan ketika
kontraksi otot berlangsung merupakan perangsangan terhadap reseptor. Jelaslah bahwa alat golgi
di tendon ini berfungsi sebagai tensi reseptor yang dikonstruksikan dalam pengendalian tonus otot
skeletal yang sedang melakukan gerakan.
SISTEM INTEGUMEN
A. SISTEM INTEGUMEN
Sistem integumen meliputi kulit dan derivatnya. Kulit yang sebenarnya adalah lapisan
penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang letaknya di sebelah luar jaringan ikat
kendur, sedangkan derivat integumen meliputi struktur-struktur tertentu yang secara ontogeni
berasal dari salah satu dari kedua lapisan utama pada kulit yang sesungguhnya yaitu epidermis dan
dermis. Struktur-struktur tersebut dapat berupa rambut, bulu, tanduk, sisik, kelenjar, dan
sebagainya. Dengan kata lain dapat berupa struktur yang keras atau struktur yang lunak.
Integumen dan derivatnya mempunyai fungsi yang sangat luas di dalam tubuh meliputi:
1. Pelindung atau proteksi terhadap gangguan mekanis, fisis, organis, dan terhadap berbagai jenis
predator maupun mikroorganisme. Kulit terutama melindungi tubuh terhadap perusakan
mekanis. Pigmen pada kulit berperan dalam melindungi tubuh terhadap cahaya yang
berbahaya, dan juga untuk mimikri. Sekresi zat-zat yang berbisa seperti bufothalin pada Bufo,
berguna sebagai alat mempertahankan diri terhadap musuhnya.
2. Eksterosepsi atau penerimaan stimuli dari lingkungan luar, misalnya rasa sakit, gatal, panas,
dingin, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena pada kulit terdapat akhiran-akhiran saraf
sensori.
3. Respirasi, terutama pada amphibia seperti katak. Pada kulit dapat terjadi proses pertukaran O2
dan CO2. Hal ini disebabkan karena pada kulit katak tipis, mengandung kapiler-kapiler darah
dan selalu lembab.
4. Ekskresi atau pembuangan ampas metabolisme melalui kelenjar, misalnya kelenjar keringat
pada mamalia.
5. Termoregulasi atau pengatur panas tubuh pada hewan-hewan endotherm atau homoterm
(mamalia dan aves) dibantu oleh adanya rambut dan bulu.
6. Homostatis atau mengatur kadar garam dan cairan tubuh (osmoregulasi). Pada hewan marine
dan hewan darat, kulit dapat mengatur dan menjaga pengeluaran air yang masuk ke dalam
tubuh tidak terlalu banyak.
7. Pemberian nutrisi pada anak pada jenis mamalia dengan adanya kelenjar susu.
8. Tempat penyimpanan makanan cadangan seperti lemak di bawah kulit.
9. Pembuatan vitamin D, dengan bantuan sinar matahari pada mamalia.
1. Kulit
Kulit terdiri atas dua lapisan utama yaitu: Epidermis dan dermis. Secara ontogeni,
epidermis berasal dari lapisan lembaga ektoderm. Epidermis merupakan lapisan sel-sel epitel.
Dermis berasal dari lapisan lembaga mesoderm. Dermis merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Di
bawah dermis terdapat jaringan sub kutan atau hipodermis. Hidermis merupakan jaringan ikat yang
banyak mengandung sel-sel lemak, dan secara kolektif disebut jaringan adiposa. Batas antara
epidermis dan dermis tidak teratur, dan membentuk tonjolan-tonjolan dermis yang yang disebut
papila yang bertautan dengan epidermis daerah pertautan tersebut disebut pematang epidermis atau
epidermal ridge. (gambar 1)

Gambar 4.1 Struktur histologi kulit tebal

a. Epidermis
Epidermis terdiri atas lapisan-lapisan sel-sel epitel dan pada dasarnya mengandung 3 jenis
sel-sel yaitu sel melanosit, sel Langhans dan merkel.
Tebal epidermis bervariasi pada berbagai tempat. Berdasarkan tebal tipisnya epidermis,
kulit dibedakan menjadi dua yaitu kulit tebal dan klit tipis. Pada kulit tebal, epidermis terdiri 5
lapis sedangkan pada kulit tipis hanya terdiri 4 lapis. Lapisan yang paling dalam yang berbatasan
dengan dermis disebut stratum basale atau stratum germinativum, sedangkan lapisan paling luar
disebut stratum corneum.
1) Stratum Basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk slindris pendek atau berbentuk kubus, terletak pada perbatasan
dermis epidermis. Permukaan atas dan lateral dari setiap sel berhubungan dengan sel-sel lainnya
melalui desmosom, sedangkan permukaan sebelah bawah berhubungan dengan membran basal
melalui hemidesmosom (Gambar 4.2). Stratum basale ditandai dengan adanya aktivitas mitosis
yang tinggi, dan bertanggung jawab dalam hal regenerasi kulit
2) Stratum Spinosum
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus poligonal atau sedikit pipih dengan inti di tengah. Pada
sitoplasma terdapat tonjolan-tonjolan yang berisi berkas-berkas filamen yang bersatu membentuk
tonjolan-tonjolan sel yang kecil yang berakhir pada desmosom yang terletak pada ujung tonjolan.
Sel-sel pada lapisan ini terikat kuat oleh sistem tonjolan sitoplasma yang terisi filamen dan
desmosom yang meliputi seluruh permukaannnya. Filamen-filamen memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi antar sel dan melindungi dari efek abrasi khususnya pada tempat-
tempat desmosom. Stratum Basale bersama dengan stratum corneum secara bersama-sama disebut
lapisan malfigi.
3) Stratum Granulosum
Terdiri atas 3-5 lapisan sel-sel poliginal pipih yang tipis, inti di tengah dan sitoplasma terutama
terisi oleh granula-granula keratohialin yang mengandung protein yang kaya histidin. Granula ini
terikat pada membran sel, dan menjadi bagian dari matriks interfilamentosa sel stratum
granulosum.
4) Stratum Lusidium
Terdiri atas lapisan sel-sel yang sangat tipis, inti dan organel-organel sitoplasma tidak ada, dan
sitoplasma terutama terdiri atas kumpulan-filamen-filamen padat yang tertanam dalam matriks.
Desmosom terdapat di antara sel-sel yang berdekatan stratum lusidum hanya terdapat pada kulit
yang tebal, sedangkan pada kulit tipis tidak dijumpai.
5) Stratum Corneum
Mengandung sel-sel epitel pipih yang menanduk tanpa inti, sitoplasma mengandung filamen-
filamen skleroprotein. Sel-sel pada permukaan lapisan ini secar terus menerus mengalami
pengelupasan.
b. Dermis
Dermis terdiri atas jaringan yang berfungsi menyokong epiderrmis dan menghubungkan
lapisan epidermis dengan lapisan sub kutan di bawahnya. Permukaan luar dermis tidak teratur dan
memiliki banyak tonjolan yang bertautan dengan lipatan epidermis. Dermis terdiri atas dua lapisan
terutama yaitu lapisan papiller dan lapisan retikuler.

c. Lapisan Papiller
Terletak pada bagian luar dermis, tipis, dan mengandung jaringan ikat longgar. Sel-sel
jaringan ikat yang dijumpai terutama fibroblas, mastcells, makrofag, dan sedikit leukosit yang
keluar dari pembuluh darah. Serabut jaringan ikat berupa serabut kolagen dan elastin yang melekat
pada membran basalis dan berjalan tegak lurus ke dalam dermis. Serabut kolagen berfungsi
menghubungkan dermis dengan epidermis.

d. Lapisan Retikuler
Terdapat pada bagian dalam dari dermis, lebih tebal dan mengandung jaringan ikat padat
yang tidak tertatur. Serabut yang dijumpai terutama serabut kolagen dan elastin yang bertanggung
jawab akan elastisitas dan kekuatan kulit. Unsur selulernuya sedikit.

e. Sel-Sel Khusus dalam Epidermis


1) Sel Melanosit
Warna kulit ditentukan oleh berbagai faktor antara lain:
 Kandungan melanin dan karotennya
 Jumlah pembuluh darah
 Warna darah yang mngalir di dalamnya
Melanin merupakan pigmen cokelat tua yang dihasilkan oleh sel-sel khusus epidermis yang
disebut melanosit. Melanosit biasanya dijumpai di bawah atau di antara sel-sel lapisan basale dan
lapisan-lapisan epidermis lainnya serta di dalam folikel rambut.
Melanosit mempunyai badan sel yang berbentuk bulat dan memiliki banyak tonjolan
sitoplasma yang memanjang dan bercabang-cabang menembus ke dalam lapisan epidermis di
antara sel-sel lapisan basale dan spinosum. Ujung-ujung penonjolan tersebut menginvaginasi sel-
sel yang terdapat pada kedua lapisan epidermis tadi (Gambar 4.2).
Gambar 4.1. Struktur sebuah sel melanosit

2) Sel-Sel Langhans
Sel-sel langhans berbentuk bintang, mirip melanosit dan dijumpai terutama pada stratum
spinosum. Inti melekuk, sitoplasma dan membran sitoplasma tidak mengandung desmosom. Sel-
sel ini ini diduga berasal dari dermis dan menunjukkan aktivitas imun dan makrofag.
3) Sel-Sel Merkel
Umumnya terdapat pada kulit tebal pada telapak tangan dan kaki. Sitoplasmanya
mengandung granula-granula kecil. Ujung-ujung saraf bebas membentuk lempeng terminal yang
lebar pada dasar sel merkel. Sel-sel merkel berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris.

2. Rambut
Spesialisasi epidermis yang khas bagi hewan mamalia adalah rambut. Rambut terdiri atas
dua bahagian yaitu akar rambut dan batang rambut (romer). Akar rambut terbenam di dalam kulit
di dalam suatu lubang yang umumnya terletak miring di dalam dermis dan terbungkus oleh folikel-
folikel rambut. Akar rambut memperlihatkan suatu perluasan berbentuk umbi dengan permukaan
bawah melekuk. Ruang di dalam lekukan tersebut diisi oleh jaringn ikat dan disebut papila.
a. Bagian-Bagian Rambut
Rambut terdiri atas 3 lapisan epitel yaitu medulla, korteks, dan kutikula. Medulla atau
sumbu tengah berdiameter 16-20μm, terdiri atas 2-3 lapisan sel epitel. Pada bagian akar sel-sel
tersebut berbentuk kubus, sedangkan pada bagian batang terdiri dari sel-sel menanduk, inti
mengkerut atau tidak ada. Korteks merupakan bagian utama dari rambut dan terdiri atas beberapa
lapisan sel. Di daerah-daerah yang lebih dalam dari folikel, sel-selnya berbentuk kubus pada
tingkat yang lebih luar mereka berangsur-angsur menjadi pipih dan menanduk. Di antara sel-selnya
terdapat butiran-butiran pigmen yang menimbulkan warna pada rambut. Kutikula merupakan
suatu lapisan sel-sel tipis, jernih, dan saling tumpang tindih seperti susunan genteng pada atap
rumah (Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Penampang tangensial dari rambut

b. Folikel Rambut
Folikel rambut terdiri atas: (1) selubung akar epitel dalam, (2) selubung akar epitel luar,
(3) Selubung jaringan ikat. Untuk selubung akar epitel dalam terdiri dari tiga lapisan yaitu: (1)
kutikula, (2) lapisan Huxley, (3) lapisan Henle.
Kutikula dari selubung terletak berbatasan sengan kutikula rambut, teridiri atas sel-sel
berbentuk sisik yang saling tumpang tindih, berinti pada daerah sebelah dalam dan tidak berinti
pada daerah bagian luar. Lapisan Huxley terletak di luarkutikula selubung akar tampak sebagai
beberapa baris sel-sel memnajang yang mengandung butiran-butiran yang menyerupai eleidin
(trichohiyalin).
Lapisan Henleterdiri atas deretan sel-sel segipanjang yang jernih dan pipih yang
mengandung serabut-serabut di dalam sitoplasmanya. Sel-sel pada bagian dalam masih berinti,
sedangkan sel-sel pada bagian luar itdak berinti.
Selubung akar epitel luar merupakan perpanjangan dari lapisan malfigi dan memiliki
struktur yang serupa struktur lapisan malpfigi. Sel-sel bagian luar berbentuk slindris dan berbatasn
sengan jaringan ikat. Sel-sel sebelah dalamumumnya berbentuk poligon dan memperlihatkan
tonjolan-tonjolan yang menyerupai duri.
Selubung jaringan ikat terdiri dari 3 lapisan yaitu: selubung dalam, selubung tengah, dan
selubung luar. Selubung dalam merupakan suatu membran hialin yang homogen yang menempel
pada dasar sel-sel slindris bagian luar. Selubung tengah terdiri atas berkas serabut-serabut jaringan
ikat halus yang tersusun melingkar. Selubung bagian luar batasnya tidak begitu jelas terdiri atas
berkas serabut kolagen yang tersusun secara membujur dan berfungsi mengikat rambut di dalam
dermis. (Gambar 4.4).

Gambar 4.4. Struktur histologi penampang melintang melalui akar rambut, dan folikel

c. Turunan Epidermis
1) Ihle (Bintil-bintil tanduk)
Merupakan penebalan S.Korneum yang besarnya bervariasi dan tersebar pada permukaan
tubuh. Contoh: Bintil-bintil tanduk pada Rana dan Bufo
2) Tori (Bantal-bantal kaki)
Merupakan modifikasi dari sisik epidermal, bersifat elastis, terdiri atas serabut-serabut
elastin dan sel-sel lemak. Jumlah maksimal 11 buah. Contoh: Hewan mamalia kecuali manusia
dan primata.

Gambar 4.5. Diagram bantal-bantal kaki


3) Cakar
Merupakan penebalan Stratum Korneum. Bagian ventral terdapat sol cakar (Sub-unguis)
bentuk konkat.Contoh: Sauropsida dan mamalia

Gambar 4.6. Struktur cakar


4) Telapok
Unguis merupakan perisai tanduk yang menutupi ujung jari. Sub unguis menempati bagian
dalam dari unguis, berbentuk seperti huruf U atau V. Jaringan menanduk yang lebih lunak yang
terdapat pada bagian belakang sub-unguis disebut Kunguis. Khas bagi hewan Ungulata
Gambar 4.7. Diagram morfologi telapok

5) Tanduk
Istilah tanduk tidak didasarkan pada materi yang membangunnya. Tanduk yaitu sepasang
tonjolan yang mencuat dari kepala terbuat dari bahan tulang atau zat tanduk.Tanduk kosong
(Hollow horn atau True horn)
a) Dibangun oleh suatu sumbu tulang merupakan tonjolan dari tulang frontal dari kranium yang
ditutupi oleh suatu seludang tanduk yang tebal. Tidak pernah dilepaskan atau diganti. Tidak
bercabang.Contoh: kambing, Domba, Kerbau, Sapi.

Gambar 4.8 Diagram morfologi tanduk kosong


b) Prong Horn
Struktur menyerupai tanduk kosong, bercabang, dapat ditanggalkan setiap tahun untuk
diganti. Hanya dijumpai pada Antilocapridae. Contoh: Antilocapridae americana.
c) Cula
Merupakan rambut yang permanen. Berasal dari sejumlah rambut-rambut yang bersatu.
Contoh pada Badak.
d) Rangga (tanduk tulang/Antler)
Seluruhnya dibangun oleh tulang. Merupakan pertumbuhan tulang frontal yang menonjol
keluar menembus kulit. Dujumpai pada famili Cervidae yang jantan kecuali pada Rangfer. Rangga
yang masih muda ditutupi oleh seludang kulit atau Velvet, kemudian mengelupas dan struktur
tulang menjadi telanjang. Rangga selalu bercabang-cabang dan ditanggalkan setiap tahun untuk
diganti.

Gambar 4. 9. Diagram morfologi rangga

Stuktur Tanduk yang Lain


a) Balein
Merupakan keping-keping tanduk yang besar berupa sisir yang tersusun melintang pada langit-
langit ikan Paus Penyaring. Berfungsi untuk menyaring makanan.

Gambar 4. 10. Sebagian dari balein pada ikan paus

b) Paruh (Semacam tanduk)


Meliputi maxilla dan premaxilla (atas) dan dantale (bawah). Terdapat pada bangsa burung sebagai
pengganti gigi. Pada kura-kura dan Chelonidae lainnya paruh ini disebut Rhampotheca.
Gambar 4. 11. Bentuk morfologi paruh
c) Taji
Merupakan penonjolan dari tulang tersal dan matersal yang diselubungi oleh zat tanduk.
Contohnya pada ayam.

Gambar 4.12. Bentuk morfologi taji pada ayam

d) Pial dan Balung


Merupakan struktur kulit dengan stratum yang tebal dan pada dermisnya terdapat banyak sinus-
sinus darah. Contohnya pada ayam.
e) Bulu
Suatu struktur keratin yang karakteristik terdapat pada bangsa aves, dan dianggap sebagai
modifikasi dari sisik. Aves menurut evolusi mempunyai nenek moyang dari reptilia, pertumbuhan
awal bulu sama dengan pertumbuhan awal bulu sama dengan pertumbuhan awal sisik, papila
dermis sebagai struktur permulaan.
Macam-macam jenis bulu:
(1) Penna (contour Feather) = Plumae
Hanya terdapat pada daerah-daerah tertentu dari tubuh yaitu daerah Pteryla(e), pada bagian
sayap disebut Remiges, dan pada ekor disebut Retrices, Remiges dan Retrices sangat penting
untuk pergerakan. Contour Feather lainnya bersifat protektif.
(2) Plumula
Merupakan bulu-bulu yang kecil dengan rachis yang banyak, pada rachis ini terdapat terdapat
rami dan radii tanpa adanya radioli, gunanya untuk isolasi terutama pada anak-anak burung.
Sering terdapat bulu lain yang disebut Hyporachis.
(3) Filopium
Merupakan bulu-bulu rambut yang sangat halus, terdiri dari rachis dan rami, kalamus telah
tereduksi. Bulu semacam ini merupakan karakteristik pada Casuari di mana Hyporachis sama
tingginya dengan rachis. Sedangkan pada burung-burung lain Hyporachis lebuh pendek
daripada rachis pada Casuari. Calamus telah terduksi.

Gambar 4. 13. Berbagai macam bentuk bulu pada aves


d. Derivat Dermis
Derivat-derivat dermis merupakan komponen-komponen yang membentuk sisik-sisik
dermal, terdiri dari jaringan tulang, isopedin, dentin, kosmin, ganoin, dan email. Jaringan tulang,
dihasilkan oleh osteoblas yang menggetahkan substansi tulangnya ke semua arah sehingga kelak
sel-sel tulang tersebut menjadi terkurung sama sekali oleh matriks tulang yang keras. Isopedin,
merupakan suatu bentuk lain dari pada jaringan tulang. Di sini osteosit-osteositnya lebih memipih
bentuknya dan tersusun rapi menurut lapisan-lapisan (lamela) yang terletak sejajar dengan
permukaan penulangan.
Dentin atau tulang gigi, merupakan jaringan yang sangat berkerabat dengan tulang.
Bedanya dengan tulang ialah bahwa sel-sel yang membentuk substansi tulangnya adala
odontoblas, mengadakan penggetahan hanya ke satu pihak saja. Dengan demikian kecuali
sitoplasmanya, badan-badan selnya adalah bebas dan tidak terkurung oleh dentin.
Kosmin, sama dengan dentin, tetapi di sini saluran-saluran dari uluran-uluran
sitoplasmanya (kanalikuli) tersusun berkelompok terpencar ke satu pihak dari lakuna yang diisi
badan selnya.
Ganoin dan email, merupakan substansi yang sangat keras dan nampak mengkilat karena
sangat banyak mengandung komponen-komponen anorganik. Di dalam substansi Ganoin maupun
email, tidak terdapat kenalikuli. Beda utama di antara keduanya ialah bahwa ganoin berasal dari
dermal, sedangkan email bersal dari epidermal.
1) Sisik Dermal
Hampir semua bangsa ikan kulitnya mengandung sisik, suatu struktur yang dibangun oleh
tulang atau serupa tulang. Ada lima macam sisik utama, yaitu sisik plakoid, sisik kosmoid, sisik
paleoniskoid, sisik ganoid, dan sisik leptoid.
(a) Sisik Plakoid
Jenis sisik ini karakteristik bagi ikan-ikan Elasmobranchii. Sisik macam ini terdiri dari suatu
keping basal yang letaknya terbenam di bagian dermis dari kulit, dan suatu bagian yang menonjol
berupa taji yang keluar dari permukaan epidermis. (gambar 4.14)

Gambar 4.34. Bentuk morfologi sisik plakoid

Sisik plakoid dibangun oleh dentin dan dibagian dalam daripadanya terdapat rongga pulpa
sisik. Selain strukturnya, pertumbuhan dari sisi plakoid ini menyerupai pertumbuhan gigi, yaitu
dimulai dengan adanya pengelompokan dari sel-sel dermis yang selanjutya membentuk papila
dermis yang mendesak lapisan epidermis yang ada di sebelah permukaannya (Gambar 4.15a)
Sebaris sel-sel epidermis yang terdalam yaitu stratum germinativum memperoleh bentuk
slindris yang tinggi, berderet-berderet membentuk barisan amiloblas yang terdapat pada bagian
anlage gigi yang disebut organ enamel dan email.sel-sel dermis yang terluar yang berhadapan
dengan deretan sel-sel amiloblas menjadi sel-sel odontoblas dan menggetahkan substansi dentin
ke sebelah luar (Gambar 4.15b).
Dengan makin nyatanya pertumbuhan sisik, pidermis yang berada di sebelah luarnya akan
tertembus, sehingga dengan demikian bagian taju dari sisik itu akan menembus permukaan kulit.
Papila dermis tetap berada di dalam sisik sebagai pulpa sisik (gambar 4. 15a).
(b) Sisik Kosmoid
Sisik kosmoid terdapat pada jenis-jenis ikan yang sudah punah dari kelompok
Crosspterygii dan Dino (Hyman). Sisik semacam ini merupakan sisik yang paling primitif dan
dibangun oleh tiga lapisan utama dari bahan serupa tulang, yaitu: cosmin di lapisan terluar; lapisan
tulang yang berongga-rongga terdapat di tengah-tengah; dan isopedin merupakan lapisan yang
terdalam. (Gambar 4. 15b)

(a) (b)
Gambar 4.15 (a). Pertumbuhnan sisik plakoid, (b) morfologi sisik kosmoid

Pada ikan-ikan purba kelompok Placodermi, terdapat sisik yang serupa dengan yang di atas tadi,
disebut sisik kosmoid bergigi atau sisik kosmoid berdentikuli. Bedanya dengan sisik kosmoid yang
biasa, ialah bahwa terdapat empat lapisan yang membangunnya karena di atas lapisan kosmoid
terdapat lapisan dari dentikuli.
(c) Sisik Palaeoniskopid
Jenis sisik ini terdapat pada ikan-ikan Chondrostei, misalnya Polypterus dan
Calamoichthyes. Sisik ini terdiri dari tiga lapisan yaitu berturut-turut dari luar ke dalam: ganoin
yang putih mengkilat, cosmin, dan isopedin. (Gambar 17)

Gambar 4. 17 Morfologi sisik palaeoidkopid

(d) Sisik Ganoid


Bentuk sisik ini dipunyai oleh ikan-ikan Lepidosteus (Holostei) dan Scaphirynhus
(Chondrostei). Bentuknya hampir serupa dengan sisik palaeoniskoid, yaitu romboid; hanya
saja di sini lapisan yang membangunnya ada dua lapisan, yaitu: lapisan Ganoin sebelah
luar, dan lapisan isopedin sebelah dalamnya. (Gambar 4.18)

Gambar 4.18. Morfologi sisik ganoid


(e) Sisik Leptoid
Bentuk sisik ini dipunyai oleh ikan-ikan Teleostei, sejumlah ikan-ikan Holostei (Amia),
dan jenis-jenis Dipnoi yang sekarang. Sisik leptoid dibandingkan dengan sisik-sisik terdahulu,
relatif tipis sekali dan sangat lentur dengan bentuk yang membulat. Dibangunkan oleh suatu tulang
dengan di sebelah bawahnya selapis tipis jaringan fibrosa. Ada dua macam sisik leptoid, yaitu
sisik sikloid (Gambar 20A) dan sisik ktenoid (Gambar 20B). Perbedaan di antara keduanya
hanyalah meliputi adanya sejumlah duri-duri halus yang disebut kteni beberapa baris di bagian
tepi posteriornya.
Gambar 4. 20 Morfologi sisik leptoid

(f) Osteoderm pada Tetrapoda


Amphibia umumnya tidak mempunyai sisik, kecuali ordo Gymnophiona, terdapat vestigial
dalam dermis, dan pada Anura (cheratophrytus) terdapat keping-keping tulang di sebelah dorsal
pada daerah kepala. Pada stegocepala sisik-sisik osteoderm umum terdapat di daerah ventralnya,
dianggap sebagai berasal dari sisik-sisik kosmoid pada Crosspterygii.
Reptilia mempunyai keping-keping tulang seperti pada: Lecertilia (Varanus), Chelonia,
dan Crocodilia. Pada Varanu, Crocodilia, dan Sphenodon terdapat osteoderm yang terletak di
sebelah ventral tubuh disebut rusuk abdominal atau gastralia. Bedanya dengan rusuk biasa gastralia
tidak berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang; dianggap sebagai osteoderm yang telah
bermodifikasi.

Anda mungkin juga menyukai