Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI ORAL

Law of Form in Function

BLOK 6 : FUNGSI SISTEM STOMATOGNATI

DOSEN PEMBIMBING
drg. Didin Erma Indahyani, drg. Izzata Barid, drg. Yani
Corviannindya Rahayu, drg. Atik Kurniawati
Oleh :
Neriza Ayuni Sunaryo 201610101110 Yusuf Zaky Muzhaffar 201610101120
Salma Rahma Anisa 201610101111 Dian Rizky Nugraheni 201610101121
Khoirul Imam Wahyudi 201610101112 Verdian Suprayogi 201610101122
Tania Lael Az-zahra 201610101113 Aisyah Hanum Tyas 201610101123
Azkia Musthofiatul Aufa 201610101114 Viona Azzahra 201610101124
Mohammad Daffa Duta P 201610101115 Firstiannisa Nandefa 201610101125
Arini Maulidya 201610101116 Fauzan Ganang Kurniawan 201610101126
Evitabilqis Ronarifqa M 201610101117 Taqiya Faza Rozana 201610101127
Tsabitah Salsabil Aqilah 201610101118 Pricillia Putri G 201610101128
Merry Ayu Agustin 201610101119

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2021

1
Daftar isi

Isi
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI ORAL................................................................................ 1
Daftar isi .......................................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................... 3
1.1 Dasar Teori ............................................................................................................................ 3
1.1.1 Kontak Gigi dan Malposisi ............................................................................................. 3
1.1.2 Morfologi Gigi dan Fungsi .............................................................................................. 4
BAB II .............................................................................................................................................. 7
2.1 Indeks Pont ............................................................................................................................ 7
2.1.1 Gambar 1......................................................................................................................... 7
2.1.2 Gambar 2......................................................................................................................... 8
2.1.3 Gambar 3....................................................................................................................... 10
2.1.4 Gambar 4....................................................................................................................... 11
2.1.5 Gambar 5....................................................................................................................... 13
2.2 Oklusi ................................................................................................................................... 14
2.2.1 Netroklusi ....................................................................................................................... 14
2.2.2 Distoklusi ....................................................................................................................... 15
2.2.3 Mesioklusi ...................................................................................................................... 16
BAB III .......................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 29

2
BAB I

1.1 Dasar Teori

1.1.1 Kontak Gigi dan Malposisi


Oklusi merupakan hubungan gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah yang
mengalami kontak fungsional selama aktivitas mandibula. Dalam hal ini, gigi-gigi
rahang atas dan rahang bawah mengalami kontak sebesar-besarnya. Oklusi sentris
merupakan hubungan kontak antara gigi geligi di rahang atas dan rahang bawah pada
saat mandibular dalam keadaan relasi sentris. Oklusi yang normal dan sentris ini
memenuhi fungsi estetik dan sangat berpengaruh pada saat proses pengunyahan serta
pergerakan lainnya pada rongga mulut.

Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malpoisi gigi, yaitu kesalahan
posisi gigi pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi
(malfungsi), yaitu kesalahan hubungan atau kontak antara gigi-gigi pada rahang yang
berbeda. Keadaan demikian dapat menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan
terhadap oklusi normal. Maloklusi dapat berefek pada wajah, fungsi bibir menjadi
abnormal, dan berhubungan dengan hidung yang tersumbat serta kebiasaan bernafas
lewat mulut.

Kontak oklusi yang tidak tepat juga bisa menimbulkan kelainan seperti penyakit
periodontal atau gangguan fungsi pada sendi temporo mandibula. Tekanan berlebih
yang diterima oleh jaringan periodontal ini akan menyebabkan perubahan patologis
pada jaringan periodontal yang disebut dengan trauma oklusi. Selain itu, kontak oklusi
yang tidak tepat ataupun penyimpangan posisi dapat menurunkan kekuatan mastikasi
pada individu. Pada fungsi estetik, penyimpangan posisi juga dapat mengakibatkan gigi
geligi berantakan karena posisi dari gigi geligi tidak pada tempat atau lengkung rahang
yang benar.

3
Terdapat beberapa macam penyimpangan posisi (malposisi) gigi pada individu,
yakni sebagai berikut :

1. Elongasi
Elongasi atau ektrusi merupakan suatu keadaan dimana gigi lebih tinggi dari garis
oklusi. Elongasi ini biasa juga disebut dengan supraversi atau supraklusi.
2. Depresi
Depresi atau intrusi merupakan suatu keadaan dimana gigi lebih rendah atau tidak
mencapai bidang oklusi. Depresi ini biasa juga disebut infraversi atau infraklusi.
3. Transversi
Transversi yaitu posisi gigi yang berpindah dari kedudukan normal. Macam-macam
dari transversi adalah sebagai berikut :
A. Mesioversi : gigi lebih ke mesial dari posisi normal
B. Distoversi : gigi lebih ke distal dari posisi normal
C. Bukoversi : gigi lebih ke bukal dari posisi normal
D. Palatoversi : gigi lebih ke palatinal dari posisi normal
E. Linguoversi : gigi lebih ke lingual dari posisi normal
F. Labioversi : gigi lebih ke labial dari posisi normal
G. Transposisi : gigi berpindah posisi erupsi di daerah gigi lainnya
H. Aksiversi : gigi seakan berpindah, tetapi ujung sumbunya pada akar
I. Torsiversi : gigi berputar terhadap sumbunya, tetapi kedua ujung
sumbu tidak mengalami perubahan.

1.1.2 Morfologi Gigi dan Fungsi

Bentuk gigi insisif yang kecil memiliki kesesuaian dengan fungsi fisiologisnya,
yakni menggigit makanan. Bentuknya juga sangat sesuai untuk memantulkan
gelombang suara yang diperlukan dalam membentuk resonansi suara. Bentuk dan
fungsi mahkota gigi memiliki fungsi terhadap struktur sendi temporomandibular
dengan tepat, memfasilitasi pengunyahan dan kebersihan mulut dengan baik, dan
melindungi fisiologis periodontal. Apabila kontur gigi tidak baik maka akan berkaitan
dengan estetik dan kerusakan jaringan periodontal. Apabila kontur pada bukal gigi
posterior terlalu cekung atau cembung, maka makanan yang sedang kita konsumsi akan

4
mudah jatuh dan masuk ke dalam sulkus gingiva sehingga dapat menyebabkan
peradangan gingiva, meningkatkan derajat keparahan penyakit periodontal, dan
meningkatkan kehilangan tulang pendukung di daerah permukaan yang berdekatan
dengan bagian tersebut. Jadi, bentuk kecembungan pada gigi bagian fasial dan lingual
memiliki peran dalam proteksi dan stimulasi jaringan pendukung gigi selama seseorang
melakukan proses mastikasi.

Dari labial ke lingual, gigi cenderung akan lebih sempit ke arah serviks secara
mesiodistal daripada ke permukaan oklusal. Pada interproximal spaces, terbentuk area
berbentuk segitiga yang terdiri dari jaringan gingiva yang disebut dengan papila gingiva
atau interdental papila. Segitiga ini dibentuk oleh permukaan proksimal gigi dan puncak
segitiganya berada pada titik kontak kedua gigi yang bertetangga dalam satu lengkung
rahang.
Fisiologi pada kontur fasial dan lingual :
a. Terdapat garis yang melingkari gigi pada bagian bidang horizontal yang
menunjukkan lingkar terbesar.
b. Melindungi gingiva dari tekanan makanan dan mencegah trauma daerah bukal/labial
dan lingual.
c. Tinggi kontur bukal lingual pada edua permukaan fasial dan lingual gigi anterior
terletak di cervircal third.
d. Tinggi kontur permukaan bukal gigi posterior terletak di gingival third.
e. Tinggi kontur permukaan lingual gigi posterior terletak di middle atau occlusal third.
f. Rata-rata lengkungan (curvature) sekitar 0,5 mm.
g. Gigi posterior mandibula memiliki lengkungan berkisar 1 mm.
h. Gigi anterior mandibula memiliki lengkungan berkisar 0,5 mm.
Permukaan pada gigi pada aspek mesial dan distal memiliki titik kontak yang berbeda
sehingga menyebabkan gigi dapat berkontak dengan gigi tetangganya atau terjadi suatu
kontak proksimal yang memiliki beberapa fungsi penting, yakni kontak proksimal yang

5
baik akan memastikan makanan tidak terjebak di antara gigi sehingga memudahkan
dalam mencegah adanya penimbunan plak yang akan mengakibatkan karies dan
penyakit lainnya. Kemudian, dengan adanya kontak proksimal juga membantu
menstabilkan lengkung rahang, membuat papila interdental menjadi lebih sehat pada
ruang interproksimal, mencegah adanya pergerakan gigi dan lain sebagainya.
Karena gigi lebih sempit secara mesiodistal daripada permukaan oklusal dan
garis luar akar terus meruncing sampai apeks, memungkinkan membentuk jarak yang
cukup antara satu akar gigi dengan akar gigi yang berdampingan. Hal ini
memungkinkan jaringan tulang mengikat gigi dengan aman di rahang. Bagian kontur
bukal dan lingual mampu membelokkan material makanan menjauh dari gingiva saat
mastikasi. Permukaan yang kurang berkontur dapat menyebabkan impaksi makanan.
Gigi memiliki empat fungsi utama, yaitu mengunyah, estetika, bicara, dan
perlindungan jaringan pendukung. Bentuk gigi yang normal dan kesejajaran yang tepat
dapat memastikan efisiensi mengiris dan mengurangi efisiensi makanan dengan
berbagai kelas gigi, yaitu gigi seri, gigi taring, gigi premolar, dan molar. Secara estetika
bentuk dan susunan gigi anterior dan posterior berkontribusi pada ekspresi jelas dari
suara tertentu yang berdampak signifikan pada kemampuan bicara. Akhirnya, bentuk
dan kesejajaran gigi membantu dalam pengembangan dan perlindungan jaringan gusi
dan tulang alveolar yang menopang gigi sehingga menjaga agar tetap di lengkung gigi.

6
BAB II

2.1 Indeks Pont

2.1.1 Gambar 1

Maxilla Mandibula

Maxilla Mandibula
 SI = 5 + 10 + 9 + 7 = 31 mm  SI = 0,6 + 0,6 + 0,6 + 0,6 = 24 mm
 Lebar :  Lebar :
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) : Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
31 𝑋 100 24 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
𝟑𝟖, 𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷 𝟑𝟎 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) : Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
= 𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
31 𝑋 100 24 𝑋 100
=𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
𝟒𝟖, 𝟒𝟑𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
 Length : 𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
𝑆𝐼 𝑋 100  Lenght :
Maxillary dental arch length =
160 Mandibular dental arch length
31 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100 24 𝑋 100
= = −2= −2
160 160 160

7
= 𝟏𝟗, 𝟑𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 15 − 2
= 𝟏𝟑 𝒎𝒎

Pada gambar nampak, pasien mengalami moderate crowding yaitu terdapat 2 gigi
anterior maxilla, tepatnya adalah 2 gigi insisivus sentral, memiliki arah gigi yang tidak
sesuai dengan gigi pada lengkung ideal dan 2 gigi tersebut saling tumpang tindih. Hal ini
juga akan berdampak pada oklusi yang kurang sesuai atau disebut dengan maloklusi.
Ukuran gigi dan rahang yang tidak mendukung satu sama lain ini terlihat mempengaruhi
susunan gigi sedemikian rupa sehingga juga akan berdampak pada struktur wajah pasien
yaitu pada bagian maxilla terkesan lebih tonggos. Terlihat pula ada beberapa gigi yang
hilang dalam gambar tersebut. Dengan melakukan pengukuran indeks pont, maka dapat
diketahui juga letak ideal gigi asli sebelum gigi tanggal sehingga penempatan gigi tiruan
tidak akan menimbulkan efek negatif terhadap pasien di masa yang akan datang.

2.1.2 Gambar 2

8
Maxilla Mandibula
 SI = 0,9 + 0,7 + 0,7 = 0,8 = 31 mm  SI = 0,6 + 0,6 + 0,6 + 0,6 = 24 mm
 Lebar :  Lebar :
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) : Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
31 𝑋 100 24 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
𝟑𝟖, 𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷 𝟑𝟎 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) : Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
= 𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
31 𝑋 100 24 𝑋 100
=𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
𝟒𝟖, 𝟒𝟑𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
 Length : 𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
𝑆𝐼 𝑋 100  Lenght :
Maxillary dental arch length =
160 Mandibular dental arch length
31 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100 24 𝑋 100
= = −2= −2
160 160 160

= 𝟏𝟗, 𝟑𝟕𝟓 𝒎𝒎
= 15 − 2
= 𝟏𝟑 𝒎𝒎

Pada gambar 2, pengukuran / penghitungan yang didapat adalah : pada bagian


maxilla yaitu lebar lengkung gigi pada premolar adalah 38,75 mm, dan lebar lengkung
gigi pada molar adalah 48,4375 mm. Sedangkan pada bagian mandibula, untuk lebar
lengkung gigi premolar adalah 30 mm, dan lebar lengkung gigi molar 37,5 mm.
Kemudian untuk panjang pada bagian maxilla yaitu 19,375 mm, dan pada mandibula
yaitu 13 mm. Berdasarkan pada hasil penghitungan diatas maka dapat disimpulkan
termasuk dalam kategori tidak ideal.

9
2.1.3 Gambar 3

Maxilla Mandibula
 SI = 7+8+8+7 =30 mm
 SI = 5+5+6+5 = 21 mm
 Lebar :  Lebar :
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) : Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
= 𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
30 𝑋 100 21 𝑋 100
= 𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷 𝟑𝟔, 𝟐𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) : Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
= 𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
30 𝑋 100 21 𝑋 100
= 𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
𝟒𝟔, 𝟖𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
 Length : 𝟑𝟐, 𝟖𝟏𝟐𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
𝑆𝐼 𝑋 100  Lenght :
Maxillary dental arch length =
160 Mandibular dental arch length
30 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100 21 𝑋 100
= = −2= −2
160 160 160

10
= 𝟏𝟖, 𝟕𝟓 𝒎𝒎
= 13,125 − 2
= 𝟏𝟏, 𝟏𝟐𝟓 𝒎𝒎

Pada gambar yang tersebut, dapat dilihat bahwa pasien mengalami moderate
crowding pada maxilla, yaitu dapat dilihat pada 2 gigi anteriornya yaitu gigi 11 dan 12
yang memiliki arah yang tidak sesuai dengan gigi pada lengkung idealnya. Sedangkan
pada mandibula, pasien mengalami severe crowded, yakni sebagian besar gigi
anteriornya mengalami tumpeng tindih yang cukup parah, dimana keadaan tersebut
nantinya akan menyebabkan gigi sulit untuk dibersihkan sehingga dapat mengalami
penumpukan karang gigi. Selain itu, juga dapat menyebabkan pasien lebih rentan untuk
mengalami sariawan karena adanya gesekan-gesekan atau gigitan yang tidak terduga.

2.1.4 Gambar 4

11
Maxilla Mandibula
 SI = 0,5 cm + 0,9cm + 0,6cm = 30 mm
 SI = 0,6cm + 0,7cm + 0,6cm = 24
 Lebar : mm
 Lebar :
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
𝑆𝐼 𝑋 100
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
=𝑃−𝑃 𝑆𝐼 𝑋 100
80 =𝑃−𝑃
30 𝑋 100 80
=𝑃−𝑃 24 𝑋 100
80 =𝑃−𝑃
𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷 80
𝟑𝟎 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
𝑆𝐼 𝑋 100
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
=𝑀−𝑀 𝑆𝐼 𝑋 100
64 =𝑀−𝑀
30 𝑋 100 64
=𝑀−𝑀 24 𝑋 100
64 =𝑀−𝑀
𝟒𝟔, 𝟖𝟕 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴 64

 Length :
𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
𝑆𝐼 𝑋 100
Maxillary dental arch length =  Lenght :
160
30 𝑋 100 Mandibular dental arch length
=
160 𝑆𝐼 𝑋 100 24 𝑋 100
= 160
−2=
160
−2

= 𝟏𝟖, 𝟕𝟓 𝒎𝒎
= 15 − 2
= 𝟏𝟑 𝒎𝒎

Pada gambar 4, didapatkan hasil 2 gigi insisiv sentral memiliki arah lengkung yang
tidak sesuai dengan garis lengkung dan berhimpitan sehingga dapat mempengaruhi susunan
gigi dalam rongga mulut. Panjang maxilla yang didapat adalah 18,75mm dengan lebar
lengkung gigi premolar sebesar 30mm dan molar 37,50mm. sedangkan panjang pada
mandibular didapatkan 13mm dengan lebar lengkung gigi premolar 30mm dan molar
37,50mm.

12
2.1.5 Gambar 5

Maxilla Mandibula
 SI = 0,6 + 0,7 + 0,7 + 0,6 = 26 mm
 SI = 0,5 + 0,6 + 0,6 + 0,5 = 22 mm
 Lebar :  Lebar :
Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) : Lebar lengkung gigi pada gigi premolar (P) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
26 𝑋 100 22 𝑋 100
=𝑃−𝑃 =𝑃−𝑃
80 80
𝟑𝟐, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷 𝟐𝟕, 𝟓 𝒎𝒎 = 𝑷 − 𝑷
Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) : Lebar lengkung gigi pada gigi Molar (M) :
𝑆𝐼 𝑋 100 𝑆𝐼 𝑋 100
=𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
26 𝑋 100 22 𝑋 100
=𝑀−𝑀 =𝑀−𝑀
64 64
𝟒𝟎, 𝟔𝟐𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
 Length : 𝟑𝟒, 𝟑𝟕𝟓 𝒎𝒎 = 𝑴 − 𝑴
𝑆𝐼 𝑋 100  Lenght :
Maxillary dental arch length =
160

13
26 𝑋 100 Mandibular dental arch length
=
160 𝑆𝐼 𝑋 100 22 𝑋 100
= 160
−2=
160
−2

= 𝟏𝟔, 𝟐𝟓 𝒎𝒎 = 13,75 − 2
= 𝟏𝟏, 𝟕𝟓 𝒎𝒎

Pada gambar 5, bagian maksila lebar lengkung gigi premolar dan molarnya
juga masih termasuk dalam kategori tidak ideal yaitu 32,5 mm (P-P) dan 40,625
mm (M-M), begitu juga pada mandibula, lebar lengkung gigi premolar yaitu 27,5
mm, dan lebar lengkung gigi molarnya adalah 34,375 mm; kemudian untuk
panjangnya juga termasuk dalam kategori tidak ideal yaitu pada maksila adalah
16,25mm , serta untuk mandibula yaitu 11,75mm.

2.2 Oklusi

2.2.1 Netroklusi
Netroklusi (Klas I Angle), yaitu hubungan anteroposterior yang normal antara gigi-
gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas dimana tonjol mesiobukal (mesiobuccal
cusp) molar satu permanen atas berkontak dengan lekuk mesiobukal (mesiobuccal
groove) molar satu permanen bawah.

Gambar 1 : Netroklusi

14
2.2.2 Distoklusi
Hubungan kelas II (atau disto-oklusi) adalah jenis maloklusi skeletal di mana gigi
mandibula berada pada kontak distal (atau posterior) dengan lawan maxilla normalnya.
Seseorang dengan oklusi kelas II biasanya memiliki mandibula yang terlalu kecil atau
maxilla yang terlalu besar, bahkan bisa saja keduanya. Hal ini mengakibatkan mandibula
yang terletak lebih ke belakang dari kondisi normalnya. Artinya, seseorang yang
mandibula dalam oklusi distal, memiliki dagu yang lebar. Oklusi dengan mandibula ini
berbentuk cembung dan disebut retrognatis.

Gambar 1. Tampak lateral gigi sejajar dalam oklusi kelas II

Pada orang dengan oklusi kelas II, mesiobuccal groove molar satu mandibula
berada di distal dari puncak mesiobukal molar satu maxilla dengan jarak sekitar selebar
premolar. Artinya, mandibula berada jauh dari tempat normalnya tidak seperti oklusi
kelas I. Ketika gigi berkontak jaraknya kurang dari lebar premolar, itu disebut
kecenderungan oklusi kelas II. Terdapat dua subdivisi dari jenis maloklusi berdasarkan
inklinasi dan overbite maxillary incisors (dapat dilihat pada gambar).

15
Gambar 2. Divisi 1 adalah kontak insisif maxilla dengan insisif mandibula labial. Divisi 2 adalah
insisif maxilla (terutama bagian sentral) melebar ke lingual.

a. Divisi 1 Kelas II adalah kontak hubungan gigi insisif dimana inklinasi labial gigi
insisif maxilla hampir mirip dengan gigi insisif yang ditemukan pada oklusi kelas I
normal. Orang dengan oklusi divisi 1 kelas 2 ini memiliki ciri-ciri oral yang unik
termasuk overjet (horizontal) yang parah dari gigi insisif maxilla bagian labial ke gigi
insisif mandibular, dan supraerupsi gigi insisif pada mandibula.
b. Divisi 2 Kelas II adalah kontak hubungan gigi insisif di mana gigi insisif sentral
maxilla ditarik dengan kemiringan lingual yang parah, sedangkan pada gigi insisif
lateral cenderung ke arah labial. Hal ini daoat dilihat pada gambar diatas di mana gigi
insisif sentral maxilla sedikit miring ke lingual, terutama relatif terhadap gigi insisif
lateral yang melebar ke labial. Seseorang yang memuliki kontak gigi seperti ini
cenderung memiliki morfologi yang unik termasuk overjet (horizontal) yang sangat
sedikit tetapi overbite vertikal yang parah.

2.2.3 Mesioklusi
Maloklusi kelas III mempunyai hubungan lengkung gigi di mandibula/rahang
bawah yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila atau terletak lebih ke
anterior lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan Kelas I. Pada pasien ini
memiliki profil muka dengan mandibula yang menonjol yang disebut prognatik. Pada
Maloklusi Klas III tonjol mesiobukal gigi molar pertama maksila beroklusi dengan
bagian distal tonjol distal gigi molar pertama mandibula dan tepi mesial tonjol mesial
gigi molar kedua mandibula. Oleh karena itu, hubungan ini kdang disebut sebagai
hubungan prenormal. Gigi-gigi insisivus bawah berkontak dengan insisivus atas sebelum
mencapai oklusi sentrik, sehingga mandibula bergerak ke depan pada penutupan
translokasi, menuju ke posisi interkuspal.

16
Maloklusi Klas III dibagi menjaditrue Class III, Pseudo Class III dan Klas III subdivisi.

1. True Class III


True Class III merupakan maloklusi Klas III skeletal.True Class III memiliki gigi
insisivus mandibula memiliki inklinasilebih ke lingual. Pada maloklusi ini dapat
memiliki hubungan gigi anterior dengan overjet yang normal, edge to edge, ataupun
crossbite anterior. maloklusi Klas III dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat
secara terpisah terlihat normal. Namun ketika rahang beroklusi menunjukkan insisivus
yang edge to edge, yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak kedepan.

2. Pseudo Class III


Pseudo Class III hampir sama dengan true class III. Maloklusi ini terjadi karena
pergerakan mandibula kedepan ketika penutupan rahang sehingga disebut juga
maloklusi Klas III “postural” atau “habitual”. Maloklusi Klas III Angle dengan
insisivus mandibula crowded dan masih memiliki lingual relation terhadap insisivus
maksila. Maloklusi ini diperoleh karena bentuk refleks dari neuromuskular saat
penutupan mandibular.
3. Maloklusi Klas III subdivisi
Maloklusi Klas III subdivisi adalah suatu kondisi dengan karakteristik Klas III pada
satu sisi dan Klas I pada sisi lainnya. Maloklusi Klas III Angle dengan insisivus maksila
crowded dan crossbite dengan gigi anterior mandibula

17
Hasil gambar relasi molar setiap individu :

No Nama Gambar
1. Neriza Ayuni Sunaryo

2. Salma Rahma Anisa

18
3. Khoirul Imam Wahyudi

4. Tania Lael Az Zahra

19
5. Azkia Musthofiatul Aufa

6. Mohammad Daffa Duta


Perdana

20
7. Arini Maulidya

8. Evitabilqis Ronarifqa
Musyelda

21
9. Tsabitah Salsabil Aqilah

10. Merry Ayu Agustin

22
11. Yusuf Zaky Muzhaffar

12. Dian Rizky Nugraheni

23
13. Verdian Suprayogi

14. Aisyah Hanum Tyas

24
15. Viona Azzahra

16. Firstiannisa Nandefa

25
17. Fauzaan Ganang
Kurniawan

18. Taqiya Faza Rozana

26
19. Pricillia Putri Giri

27
BAB III

Oklusi merupakan hubungan gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah yang mengalami
kontak fungsional selama aktivitas mandibula. Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh
malpoisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan
menyebabkan malrelasi (malfungsi), yaitu kesalahan hubungan atau kontak antara gigi-gigi
pada rahang yang berbeda. Keadaan demikian dapat menimbulkan maloklusi, yaitu
penyimpangan terhadap oklusi normal. Kontak oklusi yang tidak tepat juga bisa menimbulkan
kelainan seperti penyakit periodontal atau gangguan fungsi pada sendi temporo mandibula
seperti elongasi, depresi, dan transversi.

Netroklusi (Klas I Angle), yaitu hubungan anteroposterior yang normal antara gigi-gigi
rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas dimana tonjol mesiobukal (mesiobuccal cusp)
molar satu permanen atas berkontak dengan lekuk mesiobukal (mesiobuccal groove) molar
satu permanen bawah. Sedangkan, Hubungan kelas II (atau disto-oklusi) adalah jenis maloklusi
skeletal di mana gigi mandibula berada pada kontak distal (atau posterior) dengan lawan
maxilla normalnya. Sementara itu, maloklusi kelas III mempunyai hubungan lengkung gigi di
mandibula/rahang bawah yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila atau terletak
lebih ke anterior lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan Kelas I.

Bentuk dan fungsi mahkota gigi memiliki fungsi terhadap struktur sendi
temporomandibular dengan tepat, memfasilitasi pengunyahan dan kebersihan mulut dengan
baik, dan melindungi fisiologis periodontal. bentuk kecembungan pada gigi bagian fasial dan
lingual memiliki peran dalam proteksi dan stimulasi jaringan pendukung gigi selama seseorang
melakukan proses mastikasi. Permukaan pada gigi pada aspek mesial dan distal memiliki titik
kontak yang berbeda sehingga menyebabkan gigi dapat berkontak dengan gigi tetangganya.
Kontak proksimal yang memiliki beberapa fungsi penting antara lain memastikan makanan
tidak terjebak di antara gigi sehingga memudahkan dalam mencegah adanya penimbunan plak
yang akan mengakibatkan karies dan penyakit lainnya, membantu menstabilkan lengkung
rahang, membuat papila interdental menjadi lebih sehat, dan mencegah adanya pergerakan gigi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Puspasari, FD. (2020). Prosedur Pembuatan Plat Ekspansi Maloklusi Angel Kelas I pada
Kasus Crowded Anterior Rahang Atas dan Rahang Bawah. Doctoral disestation.

Hamzah, Zahreni. dkk. (2020). Sistem Stomatognasi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish .

Laguhi VA, A. P. (2014). Gambaran Maloklusi dengan Menggunakan HMAR Pasien di Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Unviersitas Sam Ratulangi Manano. Jurnal e-Gigi, 2.

Scheid RC, W. G. (2012). Woelfel's dental anatomy 8th edition. China: Lippincott Willianms
and Wilkins.

Sulandari, Heryumani. (2008). Buku Ajar Ortodonsia I KGO I. Yogyakarta: Universitas


Gadjah Mada.

Wijayanti P, K. I. (2014). Gambar Maloklusi dan Kebutuhan Perawatan Orthodontic pada


Anak Usia 9-11 Tahun. Jurnal PDGI , 25-9.

29
30

Anda mungkin juga menyukai