Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi MMR
2. Peran dimensi vertikal pada pembuatan GT
Terdapat dua jenis dimensi vertikal yang dapat diukur, yaitu dimensi vertikal oklusal, DVO (occlusal
vertical dimension) dan dimensi vertikal fisiologis, DVF (rest vertical dimension).DVO adalah jarak
vertikal rahang saat gigi-geligi beroklusi.Sedangkan DVF adalah jarak vertikal saat otot-otot pembuka
dan penutup mandibula dalam kondisi istirahat pada tonic contraction, di mana gigi-geligi tidak saling
berkontak.Oleh karena itu, DVF selalu lebih besar daripada DVO Selisih antara DVF dengan DVO
disebut freeway space atau interocclusal gap atau interocclusal clearance. Besar rata-rata freeway space
yang dianggap normal adalah 2 sampai 4 mm.

Rumus yang digunakan dalam penghitungan dimensi vertikal adalah :

DVO = DVF – Free Way Space


DVO = Dimensi Vertikal saat oklusi
DVF= Dimensi vertikal saat istirahat fisiologis

Dimensi vertikal istirahat (DVF), didefinisikan sebagai tinggi wajah pada saat mandibular dalam
keadaan istirahat, posisi ini dipengaruhi oleh otot pengunyahan, berbicara, penelanan, dan benafas,
sangatlah penting untuk menentukan ukuran dari dimensi vertikal istirahat karena akan berfungsi sebagai
acuan utama dalam menetukan dimensi vertikal oklusi pasien, pada pasien yang mengalami kehilangan
gigi pada kedua rahang dan akan dilakukan perawatan complete denture, maka keadaan mandibulanya
akan bergeser pada posisi habitual rest, sangatlah penting dalam pembuatan complete denture pengukuran
yang dilakukan adalah menggunakan dimensi vertikal istirahat, bukan menggunakan posisi habitual rest.
Posisi istirahat fisiologis harus ditentukan sebelum menentukan dimensi vertikal istirahat dari mandibula,
posisi keadaan istirahat fisiologis ini dapat dilihat ketika adanya gerakan fungsional seperti menelan atau
membasahi bibir, dimana mandibular akan berada pada posisi istrahat fisiologis sebelum akhirnya
berpindah ke posisi habitual rest, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika menetukan posisi
istirahat fisiologis, seperti :
a. gravitasi, dalam penentuan posisi istirahat fisiologis, pasien diintruksikan agar posisi kepala tegak lurus
dan pandangan kedepan agar reid’s base line dapat parallel dengan lantai.

instruksikan pasien untuk merilekskan keadaan mental otot otot pada wajahnya, karena rasa gugup dan
tegang pada otot dapat mempengaruhi dari posisi istirahat fisiologisnya.

b. Keberadaan dari penyakit neuromuscular dapat mempengaruhi dari posisi istirahat fisiologis
c. Pasien tidak dapat mempertahankan posisi istirahat fisiologis dalam waktu lama, oleh karena itu
pengukuran harus dilakukan secepatnya
Dalam menentukan ukuran dimensi vertikal istirahat (DVF) ada beberapa cara, yaitu :

a. Pengukuran wajah setelah melakukan gerakan menelan atau membasahi bibir


- Instruksikan pasien untuk rileks
- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien
- Intruksikan pasien untuk melakukan gerakan fungsional seperti menelan atau membasahi bibir
- Instruksikan pasien untuk merilekskan bahunya agar otot supra dan
infrahyoid ikut rileks
- Ketika pasien telah menelan atau membasahi bibirnya, maka mandibular akan berada pada posisi
istirahat fisiologis sebelum bergeser ke posisi habitual rest, ukur secepatnya ketika mandibular masih
berada pada posisi istirahat fisiologis.

b. Pengukuran dengan sensasi taktil


- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu.
- Instruksikan pasien untuk membuka mulutnya lebar lebar hingga merasa ada rasa tidak
nyaman pada ototnya.
- Instruksikan pasien untuk menutup mulutnya secara perlahan dan segera berhenti ketika
merasa ototnya telah rileks dan nyaman kembali.
- Hitung jarak dari titik acuan, bandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan metode
menelan dan membasahi bibir, karena metode ini dapat bervariasi antar individu karena
persepsi rileks yang relatif, oleh sebab itu metode ini memerlukan perbandingan.
c. Pengukuran dengan landmark anatomis
- Ukur jarak dari pupil mata ke sudut mulut pasien (rima oris), dan jarak dari bagian anterior
tulang nasal ke batas bawah mandibular.
- Sesuaikan pembukaan rahang agar didapat jarak yang sama
- Apabila jaraknya telah sama maka itulah posisi istriahat fisiologisnya
- Metode ini tidak dapat digunakan pada pasien yang wajahnya tidak simetris
d. Pengukuran dengan cara bicara
- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien
- Instruksikan pasien untuk melafalkan bunyi menggumam “mmmmm”
- Atau dapat juga dilakukan dengan operator yang mengajak pasien untuk berbicara
- Lakukan pengukuran segera setelah pasien berhenti menggumam atau berhenti bicara
e. Pengukuran dengan ekspresi wajah
- Pengukuran dilakukan dengna memperhatikan keadaan dimana kulit di sekitar mata dan dagu
dalam keadaan rileks, tidak tertarik, berkilap maupun keriput.
- Perhatikan keadaan lubang hidung dalam keadaan rileks dan tidak terdapat hambatan atau
obstruksi dalam bernafas
- Perhatikan posisi bibir, dimana bibir atas dan bawah berkontak secara ringan dalam satu
bidang.
Setelah didapat dimensi vertikal istirahat (DVF), maka dimensi vertikal oklusi (DVO) dapat
ditentukan dengan menggunan rumus yang telah disebutkan, selain itu dimensi vertikal oklusi juga dapat
ditentukan melaluihubungan parallel antar ridge, dimana diukur pembukaan rahang sebesar 5 0, namun
metode ini tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami penyakit periodontal dan hanya dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami kehilangan gigi pada kedua rahang dalam waktu yang bersamaan,
informasi mengenai ukuran dimensi vertikal pasien juga dapat diketahui dari rekam profil pasien berupa
foto profil wajah maupun hasil foto radiologi sebelum dilakukan ekstraksi gigi, dan juga dari hasil
pengukuran perwatan yang lalu apabila pasien telah pernah dilakukan pembuatan gigi tiruan complete
denture sebelumnya.

3. Hubungan oklusi dan dimensi vertikal


4. Tanda dan gejala combination syndrome
- Kehilangan tulang pada bagian anterior dari maksila
Karena hanya gigi-gigi asli anterior rahang bawah yang masih tersisa, pasien cenderung
memakai gigi-gigi ini lebih sering sebab lebih dapat menghasilkan daya yang maksimum. Fungsi
anterior yang berlebih dan gerakan yang menyimpang ini terlalu menekan alveolar ridge anterior
rahang atas sehingga resorpsi tulang alveolar terjadi.
- Tuberositas yang menonjol
Ketika ketinggian tulang dan linggir di bagian anterior berkurang, tuberositas di bagian posterior
turun ke bawah. Ada teori yang menyebutkan bahwa tekanan negatif dari gigi tiruan lengkap
rahang atas menarik tuberositas ke bawah seiring dengan naiknya linggir anterior karena oklusi
di bagian anterior. Linggir bagian posterior rahang atas akan menjadi lebih lebar sesuai dengan
perkembangan tuberositas fibrous yang membesar. Menurunnya tuberositas menghasilkan
tekanan berlebih pada linggir posterior rahang bawah dan menyebabkan resorpsi pada linggir
posterior rahang bawah. Dengan adanya perubahan ini, dataran oklusal berpindah lebih ke atas
pada regio anterior dan ke bawah pada regio posterior.

- Hiperplasia papila dari mukosa palatum keras


Dengan hilangnya tulang di bagian anterior, jaringan ikat hiperplastik yang flabby terbentuk
pada alveolar ridge anterior. Jaringan hiperplastik ini tidak dapat mendukung basis gigi tiruan
dan dapat tergulung menjadi epulis fissuratum pada sulkus labial rahang atas.

- Ekstrusi dari gigi-gigi anterior rahang bawah


Gerakan Tipping pada bagian anterior gigi tiruan lengkap rahang atas dan gerakan yang lebih
menurun pada bagian posterior akan mengurangi kontak pada gigi-gigi anterior rahang bawah,
sehingga setelah beberapa lama gigi-gigi anterior rahang bawah akan ekstrusi.

- Kehilangan tulang alveolar dan ketinggian linggir di bawah landasan gigi tiruan lepasan rahang
bawah
- Gangguan estetik
Estetik menjadi buruk karena pada pasien tidak tampak gigi-gigi anterior rahang atas, akan tetapi
gigi-gigi anterior rahang bawah justru lebih banyak terlihat dan dataran oklusal turun untuk
membebaskan gigi-gigi posterior rahang bawah.
- Penurunan tinggi dimensi vertikal
terjadi ketidaksesuaian dataran oklusal dan pasien dapat mengalami kehilangan dimensi vertikal
yang sesuai.
5. Identifikasi keluhan utama yang berhubungan dengan prosthodonsia
Dokter gigi harus mengerti dan memahami alasan pasien datang memeriksakan dirinya untuk
mencegah ketidakpuasan pasien terhadap hasil perawatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan pasien.
Untuk mengetahui tujuan utama (motivasi) pembuatan gigi tiruan, untuk estetika (artis, guru), fungsi
pengunyahan (orang tua, penderita penyakit lambung), fungsi bicara (penyiar, imam), atau hanya
memenuhi permintaan orang lain.
6. Tujuan pemeriksaan fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan :
1. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.
7. Kondisi anatomis normal dan abnormal
1. Saliva
Kualitas dan kuantitas saliva mempengaruhi retensi terutama pada gigi tiruan lengkap.
a. Kuantitas : sedikit/normal/banyak
b. Kualitas : encer/normal/kental
2. Lidah
a. Ukuran: kecil/ normal/besar
 Lidah yang terlalu besar akan menyulitkan pada waktu pencetakan dan pemasangan
gigi tiruan. Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit, sehingga terjadi gangguan
bicara dan kestabilan protesa
b. Posisi wright: Kelas I/II/III
 Posisi kelas I : Posisi ujung lidah terletak di atas gigi anterior bawah
 Posisi kelas II : Posisi lidah lebih tertarik ke belakang
 Posisi kelas III :Lidah menggulung ke belakang sehingga terlihat frenulum
lingualis
Posisi lidah yang menguntungkan adalah kelas I
c. Mobilitas: normal/aktif
 Lidah yang mobilitasnya tinggi (aktif) akan mengganggu retensi dan stabilisasi gigi
tiruan
3. Refleks Muntah : tinggi/ rendah
 Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila reflex muntah tinggi,
perlu diupayakan dengan misalnya penyemprotan anestetikum ke bagian palatum
pasien. Cara lain adalah dengan mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain,
mengajak pasien mengobrol, dst.
4. Gigitan : ada/tidak ada
Bila ada : stabil/ tidak stabil
Tumpang gigit (overbite) anterior : … mm, posterior: … mm
Jarak gigit (overjet) anterior : … mm, posterior: … mm
Gigitan terbuka : ada/ tidak ada; regio …
Gigitas silang : ada/ tidak ada; regio …
Hubungan rahang : ortognati/ retrognati/ prognati
 Gigitan dikatakan ada dan stabil bila model rahang atas dan bawah dapat
dikatupkan dengan baik di luar mulut dan terlihat 3 titik bertemu yaitu 1 di bagian
anterior dna 2 di bagian posterior. Bila terlihat banyak gigi yang aus dan kontak
antara rahang atas dan bawah kurang meyakinkan, maka dikatakan gigitan ada
namun tidak stabil.
 Nilai overjet dan overbite normal berkisar 2-4mm. bila lebih, harus diwaspadai
adanya perubahan dalam relasi maksilo-mandibula. Dengan demikian, oklusi yang
lama tidak bisa dipakai pedoman penentuan gigit.
 Bila ada gigitan terbuka atau gigitan silang, harus dituliskan pada region berapa. Hal
ini penting diperhatikan, terutama pada pembuatan gigi tiruan cekat yang
mempunyai antagonis dengan region tersebut.
 Hubungan rahang ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk pada dasar
vestibulum anterior RA dan ibu jari pada dasar vestibulum RB.
Ortognati  bila ujung kedua jari terletak segaris vertical
Retrognati  bila ujung ibu jari lebih ke arah pasien
Prognati  bila ujung jari telunjuk lebih ke arah pasien
5. Artikulasi
Diperiksa pada sisi kanan dan kiri, dapat berupa:
a. Cuspid protected
b. Grup function
c. Balanced occlusion (artikulasi seimbang)
 Pemeriksaan ada tidaknya kontak premature dan blocking. Jika terdapat kontak
premature setelah peletakan kertas artikulasi di permukaan oklusal gigi pasien, perlu
dilakukam occlusal adjustment.
 Selanjutnya diperiksa gerak rahang ke lateral kiri dan kanan, ada atau tidak hambatan.
Hambatan pada gigi caninus jangan terburu-buru diasah, karena bisa jadi hal tersebut
merupakan cuspid protected occlusion yang perlu dipertahankan.
6. Daya kunyah : normal/ besar
 Bila terlihat banyak gigi yang mengalami atrisi dengan faset yang tidak tajam dan
permukaan yang mengkilat, kemungkinan tekanan kunyah pasien besar. Pada keadaan
ini, bila ridge sudah rendah hindari pemakaian elemen gigi porselen terutama untuk gigi
posterior. Bidang oklusal gigi geligi juga jangan dibuat terlalu besar
7. Kebiasan buruk
a. Bruxism / clenching
b. Menggigit bibir / benda keras
c. Mendorong lidah
d. Mengunyah satu sisi kanan atau kiri
e. Hipermobilitas rahang dll

 Melalui anamnesis, pasien ditanyai mengenai kebiasaan buruk yang dimiliki. Bruxism
atau clenching juga dapat dilihat dari adanya faset tajam pada gigi. Kebiasaan ini akan
membuat gigi tiruan yang dibuat menjadi cepat aus, tidak stabil, dan dapat menjadi
etiologi kelainan sendi rahang.
 Kebiasaan mengigigit bibir atau benda keras berkaitan dengan pembuatan GTC pada gigi
anterior, yaitu dalam penentuan bahan yang akan dipakai.
 Kebiasaan mendorong lidah dan mengunyah satu sisi biasanya menyebabkan stabiltas
gigi tiruan berkurang, selain itu mengunyah satu sisi juga dapat menimbulkan kelainan
sendi rahang.
 Pada hipermobilitas rahang, kesulitan yang akan timbul adalah kesulitan penentuan
relasi sentrik
8. Vestibulum : ruang yang terdapat di antara mukosa labial/bukal prosesus alveolaris dan
bibir/pipi. Kedalaman diperiksa dengan kaca mulut nomer 3.
- Bila gigi masih ada : pengukuran dilakukan dari servikal gigi sampai dasar vestibulum
- Bila gigi telah hilang : pengukuran dilakukan pada regio tak bergigi dari puncak prosesus
alveolaris hingga dasar vestibulum
Vestibulum dikatakan dalam apabila kaca mulut terbenam. Vestibulum yang dalam
menguntungkan pada pembuatan gigi tiruan karena sayap gigi tiruan dapat dibuat lebih panjang
sehingga menambah retensi.
9. Prosesus alveolaris/ residual ridge regio
Yang harus diperhatikan:
a. Bentuk : segi empat/oval/segitiga
Bentuk prosesus alveolar berpengaruh terhadap retensi dan stabilisasi gigi tiruan lepas serta
pemilihan desain pontik pada gigi tiruan cekat
b. Ketinggian : tinggi/sedang/rendah
Ketinggian prosesus alveolar menunjukkan resorpsi tulang yan terjadi. Prosesus menjadi
rendah bila resorbsi besar. Cara memeriksanya dengan membandingkan dengan gigi di
sebelahnya. Bila pasien sudah tidak bergigi samasekali tinggi prosesus alveolar diperiksa
dengan menggunakan kaca mulut nomer 3.
c. Tahanan jaringan: flabby/tinggi/rendah
Tahanan jaringan berpengaruh terhadap cara pencetakan. Tahanan jaringan diperiksa
dengan menggunakan burnisher pada mukosa atau prosesus alveolar
- Burnisher tidak terlalu terbenam dan mukosa terlihat pucat  mukosa keras; tahanan
jaringannya rendah
- Burnisher bisa ditekan lebih dalam mukosa lunak; tahanan jaringan tinggi
- Mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan menggunakan burnisher 
flabby
d. Bentuk permukaan : rata/tidak rata
10. Frenulum
Frenulum adalah tempat perlekatan otot bibir/pipi/lidah terhadap prosesus alveolaris. Frenulum
dikatakan tinggi bila perlekatan otot-ototnya mendekati puncak prosesus alveolar, dikatakan
rendah ketika menjauhi, dan sedang bila berada di tengah antara puncak prosesus alveolar
dengan dasar vestibulum. Frenulum yang tinggi dapat mengurangi retensi gigi tiruan lepas
karena mengganggu sayap gigi tiruan.
Frenulum : (tinggi/sedang/rendah)
11. Palatum
a. Bentuk palatum : persegi/oval/segitiga
Bentuk dan kedalaman palatum berkaitand engan retensi dan stabilisasi gigi tiruan lepas
b. Kedalaman palatum
c. Torus palatines
Torus yang besar akan mengganggu stabilisasi gigi tiruan. Pada torus yang besar, agar tidak
terjadi fulcrum, dilakukan relief pada saat pencetakan fisiologis
d. Palatum mole
Merupakan jaringan lunak yang terletak di bagian posterior palatum durum. Daerah ini
memiliki jaringan yang sangat kuat yang disebut aponeuresis, sebagai tempat posterior
palatal seal (postdam). House membagi palatum mole menjadi 3:
a. Kelas I: gerakan palatum durum yang kecil, dapat dibuat postdam bentuk kupu-kupu
b. Kelas II: gerakan palatum durum membentuk sudut >30derajat, postdam dibuat bentuk
kupu-kupu dengan ukuran yang lebih kecil
c. Kelas III: gerakan palatum durum membentuk sudut >60 derajat, postdam dibentuk
dengan cekungan berbentuk V atau U (berbentuk parit)
12. Tuber maksila
Kanan : besar/kecil
Kiri : besar/kecil
Daerah ini ditutup oleh jaringan fibrosa dengan ketebalan yang berbeda-beda. Disebut kecil bila
ukuran tuber lebih kecil dari prosesus alveolar dan besar bila tuber melebar atau menonjol ke
arah oklusal atau lateral. Tuber yang besar dapat mengganggu retensi gigi tiruan.
13. Undercut
Undercut bisanya mengganggu perluasan basis protesa. Hal ini dapat mempengaruhi retensi dan
stabilisasi gigi tiruan serta dapat menghalangi pemasukan dan pengeluaran gigi tiruan. Perlu
dilakukan alveolotomi ataupun alveolektomi sebelum pencetakan pembuatan model kerja bila
undercut tersebut diperkirakan akan mengganggu.
14. Ruang retromilohioid
Merupakan ruangan yang berada di antara prosesus alveolar rahang bawah dan lidah. Cara
pemeriksaannya dengan menggunakan kaca mulut nomor 3. Ruang retromilohioid yang dalam
memungkinkan sayap lingual GTP dibuat lebih panjang untuk menambah retensi dan
stabilitasnya.
15. Bentuk lengkung rahang
Meliputi bentuk rahang atas dan rahang bawah. Bentuk-bentuk rahang antara lain:
a. Persegi
b. Oval
c. Segitiga
Bentuk rahang segitiga adalah yang paling menyulitkan terutama saat penyusunan elemen GTP
yang tidak mengganggu artikulasi dan stabilisasi.
16. Ruang gigi tiruan
Ruang gigi tiruan adalah jarak vertical antara prosesus alveolar rahang atas dan rahang bawah.
Ruang gigi tiruan yang besar menguntungkan dalam hal pemasangan gigi dan penentuan tinggi
bidang oklusal.
17. Perlekatan dasar mulut
Diperlukan untuk menentukan panjang sayap lingual gigi tiruan rahang bawah yang akan
mempengaruhi stabilitas gigi tiruan.
8. Teknik pemeriksaan fisik prosthodontik
1. Pemeriksaan Inspeksi
a. Definisi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatannya untuk
mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien.
Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh
pasien.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya
Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan
bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian
tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh,
adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari
jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil
inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan Bagian tubuh
yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot
yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan sebentarsebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman 1 - 2,5 cm.
11) Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman lebih dari 2,5 cm.
Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi dan diletakkan dibagian
bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk
mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa
nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara
yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan
ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh
kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan
dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara
yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang akan diperiksa dan
bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot
yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di letakkan dengan lembut di atas
permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/ mengetuk
persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek.
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum
(lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru
normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema
paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas
seperti petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).
4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam
organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara membandingkan
dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk mendengar suara napas dan bila
dilakukan di abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ yang berbeda,
sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk mendeteksi suara diperlukan suatu
alat yang disebut stetoskop yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi
suara. Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang karet/plastik dan telinga.
Selang karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga stetoskop yang
mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari rongga telinga Kepala
stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1) Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti pada bunyi
jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi terdengar lebih keras karena
kulit menjadi teranggang, maka cara kerjanya seperti diafragma.
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan bagian
tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah, ukuran dan
lengkungannya. Stetoskop telinga
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa atau
menggosokan pada pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan
dengan seksama dan sistimatis
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu
pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus
dan paru
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

9. Tanda klinis penurunan DV


- Penampilan wajah mengalami pemendekan →jaringan lunak mengkerut , garis-2 wajah
menjadi lebih dalam → lebih tua.
- Angular cheilitis  akibat adanya sudut mulut yang jatuh ke bawah dan masuk kedalam →
genangan saliva pada sudut mulut tsb → timbul luka yang sukar sembuh.
- Pipi tergigit  VDO lebih rendah dari semestinya → tonus otot pipi berkurang, pipi tendensi
melekuk kedalam masuk diantara gigi-gigi RA dan RB.
- Efisiensi pengunyahan berkurang gigi-2 RA dan RB belum berkontak pada waktu oto-2
pengunyahan sudah selesai berkontraksi → perlu kontraksi tambahan untuk gigi-2 RA dan RB
saling bertemu → kondisi kontraksi otot-2 sudah lemah → makanan kurang lumat.
- Costen syndrome pendengaran terganggu / tinnitus aurium, macam-2 gejala neuralgik ; lidah,
tenggorokan, tepi hidung terasa terbakar, sakit kepala regio temporal dan rasa kering dalam
mulut ( serostomia ) karena gangguan fungsi glandula salivarius
10. Tanda klinis DV terlalu tinggi
- Trauma  Gigi akan saling bertemu dengan kekuatan yang cukup besar → timbul rasa sakit
pada jaringan pendukung GTL.
- Penampilan  wajah mengalami perpanjangan → wajah menjadi tegang dan pada waktu RB
dalam posisi istirahat bibir akan terbuka.
- Kehilangan free way space  RB tidak dlm posisi istirahat, otot-otot tegang dan cepat lelah →
timbul CLICKING TEETH / HORSE SHOE SOUND → SPEAK DEFECT
- Rasa tidak nyaman pada waktu mengunyah makanan gigi-gigi RA dan RB saling bertemu
lebih cepat dari yang diperkirakan → kehilangan kontrol dari otak → makanan tanpa terkendali
keluar dari mulut.
11. Mekanisme costen syndrom
12. Penentuan bidang orientasi
- Hanya menggunakan base plate dan bite rim RA
- Menggunakan alat bantu occlusal guide plane
- Bila dilihat dari anterior:
 Garis chamfer/ garis tragus ala nasi menghubungkan tragus kanan-kiri dan ala nasi
 Sejajar garis pupil  menghubungkan pupil kanan dan kiri
 Bite rim harus tampak ±2 mm dari low lip line (garis bawah bibir atas)
- Bila dilihat dari lateral:
Bite rim harus sejajar dengan garis chamfer
13. Penentuan DV
- Definisi dimensi vertikal : Pengukuran wajah secara vertikal pada midline yang ditentukan oleh
2 titik secara arbitrari dimana salah satu titik berada diatas mulut dan titik lainya berada dibawah
mulut.
- Dimensi vertikal terbagi menjadi dua: Dimensi Vertikal Oklusi ( OVD) dan Dimensi Vertikal
Posisi Istirahat ( RVD)
OVD = jarak SUBNASION / HIDUNG dengan GNATHION/DAGU pada waktu gigi- gigi
RA dan RB berkontak ( oklousi ).
RVD = jarak antara SUBNATION /HIDUNG dengan GNATHION / DAGU pada waktu gigi-
gigi RA dan RB tidak berkontak ( RB dalam keadaan istirahat ).

Rentang FREE WAY SPACE : 2 – 4mm / 6mm

14. Penetuan dimensi horizontal


- Oklusi sentrik : posisi intercusp (oklusal sentrik) adalah posisi gigi yang memungkinkan
terjadinya kontak maksimum ketika gigi beroklusi
- Relasi sentrik : hubungan mandibula terhadap maksila, yang menunjukkan posisi mandibula
terletak 1-2 mm lebih kebelakang dari oklusi setris (mandibula terletak paling posterior dari
maksila) atau kondil terletak paling distal dari fossa glenoid, tetapi masih dimungkinkan adanya
gerakan dalam arah lateral. Pada keadaan kontak ini gigi-geligi dalam keadaan intercuspal
contact position (ICP) atau dapat dikatakan ICP berada pada posisi RCP.
- Oklusi eksentrik
- Relasi eksentrik
Metode penentuan relasi sentrik
1. Pasien diinstruksikan relax kemudian RB disorong ke belakang
2. Membimbing pergerakan protrusif-retrusif
3. Teknik boo menggerakkan rahang ke kanan-kiri dan anterior-posterior secara maksimal
4. Instruksi menelan dengan lidah menyentuh sisi base plate paling posterior
Metode fatigue pasien diinstruksikan untuk buka-tutup mulut sampai lemas (±2 menit)  otot-otot
mandibula akan cenderung kembali ke posisi sentrik  lebih mudah untuk dikendalikan operator
15. Fiksasi
- Pemanasan bite rim
- Paper clip
Menggunakan isi staples dipasang pada bagian anterior kanan-kiri dan posterior kanan-kiri.
Cara ini diindikasikan hanya pada pasien yang bisa buka mulut lebar
- Double v groove
Indikasi: pasien yang bisa buka mulut lebar dan tidak
16. Jenis artikulator
Artikulator adalah alat mekanis yang menggambarkan sendi TMJ dan bagian rahang yang mana model
RA dan RB dilekatkan/ dipasangkan.
Fungsi atikulator:
 Alat bantu pada pembuatan gigi tiruan
 Simulator untuk mengevaluasi oklusi dan artikulasi di luar mulut
 Untuk menghasilkan pergerakan rahang dan tiap-tiap rahang gigi pasien
 Untuk menghasilkan gerakan sliding diagnostic border
Pembagian artikulator:
1. Non-Anatomis
Artikulator ini hanya dapat melakukan gerakan buka-tutup saja. Contoh: okludator.
2. Anatomis
Artikulator anatomis mengikuti gerakan seperti pada mandibula. Artikulator anatomis tebagai dalam
3 jenis, yaitu:
a. Nonadjustable artikulator
Nonadjustable artikulator membuka dan menutup disekitar horizontal axis yang sudah/ telah di
fixedkan, elemen condilar normalnya dilekatkan pada bagian atas dari artikulator dan berputar di dalam
groove dan 1 lubang di dalam bagian bawah dari artikulator. Pada artikulator non adjustable ini
mempunyai “fixed condilar path” disekitarnya yang mana condylar element di gerakkan untuk
menstimulasigerakan rahang lateral dan protrusive. “Condylar path” diset dengan sudut yang di fixed,
sehinga instrumennya menjadi tidak dapat dia atur lagi.
Beberapa instrumen ini juga mempunyai insisal giude pins yang “rest” pada “:inclined plate”.
Namun tidak dapat diatur lagi karena inklinasi dari plate ini fixed non adjjustabble artikulator mungkin/
biasanya digunakan dalam pembuatan dari relativey simple removable partial denture yang mana hanya
beberapa gigi posterior yang digunakan dan adanya caninus disokklusi dan juga dapat digunakan pada
aplikasi khusus
b. Semi adjustable artikulator
Semua artikulator semi adjustable memilki jalur adjustable kondilar horizontal, jalur adjustable
condilar lateral dan table adjustable insisal guide. Range dan ketelitian adjusment ini bisa berubah-ubah,
tapi artikulator ini dapat disesuaikan untuk mengikuti pergerakan mandibula pasien.
Instrumen pada kkelas ii menunjukkan jarak adjustable intercondylar. Elemen kondilar untuk
instrument ini bisa digerakkan ke arah medial atau lateral kurang lebih seperti jarak intercondilar pasien,
adjusment ini mengintrol “art” oleh cusp gigi geligi selama pergerakan mandibula. Ketepatan adjusment
memberikan penempatan yang lebih tepat/akurat dari cusp maxila dan mandibula serta meminimalkan
gangguan cuspal pada pergerakan eccentric.
Artikulator ini lebih kurang tepat memberikan posisi mandibula yang mendekati posisi
sebenarnya, tapi tidak benar-benar tepat/ akurat dari cusp, instrument ini diatur secara prinsipal dari
record penempatan hubungan rahang. Artikulator Hanau disesuaikan menggunakan record hubungi
rahang protrusive, record protrusive memperbolehkan praktisis untuk menentukan sudut horizontal
condilar. Sudut ini ditentukan dengan mengobservasi kecocokan “casts” ke dalam rocord protrusive
setting lateral condilar ditentukan menggunakan formula.
Guidance horizontal dan lateral condylar dari artikulator whip-mix disesuaikan menggunakan
record hubungan lateral rahang. Komponen klinis dari procedur ini disempurnakan dengan introducing
suatu recording medium dari kemudian memandu pasien pada penutupan lateral. Pasien tetap berada pada
posisi ini hingga mencapai recording medium dari ketepatan yang diinginkan recording medium
kemudian dipindahkan dari mulut dan diseimangkan sesuai kebutuhan. Pada tahap ini record lateral
diposisikan diantara “casts” dan artikulasi digerakkan ke posisi lateral. Element condilar pathkemudian
diputar kedalam posisi kontak yang benar dengan condilar ball dan dikunci dalam posisi tersebut,
prosedur ini kemudian diulang untuk sisi lawan..
Artikulator bisa dibagi ke dalam subdivisi berdasarkan pada konfigurasi elemen kondilarnya.
Pada beberapa artikulator, kondil dilekatkan pada member bawah (lower member) seperti pada kondisi
sebenarnya. Instrumen jenis in disebut aicon artikulator (artikulator dan kondil) artikulator lainnya
menunjukkan kondil pada bagian upper member instrumen, artikulator ini disebut non aicon artikulator.
Keuntungan utama dari suatu aicon articulator akan tampak jika suatu pemeriksaan hubungan
antara cast maxila dan elemen-elemen yang dibuat memandu horizontal condilar ketika menggunakan
suatu aicon articulator, hubungan antara bidang oklusal dan horizontal condilar guidance tetap konstan
pada pembukaan dan penutupan instrumen ini serupa dengan situasi yang diobservasi dalam sistem
pengunyahan manusia.
Ketika digunakan instrumen non aicon pembukaan dan penutupan instrumen mempengaruhi
hubngan antara cast maxila dan horizontal condilar guidance, perubahan ini dapat mempengaruhi faktor
oklusal dan menyebabkan kesulitan uuntuk practisioner dan teknik lab suatu arcon artikulator harus
digunakan sesering mungkin.
c. Highly adjustable artikulator
Highly adjustable artikulator merupakan artikulator yang dapat diatur highly ajustable instrumen
membutuhkan ketelitian dari transverse axis dan beberapa membentuk 3 dimensi catatan. Dalam
penggunaanya adjustable ini praktisioner harus memepertimbangkan waktu yang berhubungan dengan
prosedur diagnostik, lokasi dari tyransvers axis. Perkembangan pantografik tracing dan program dari
artikulator. Faktor-faktor ini harap dipertimbangkan terhadap keuntungan potensial penggunaan
instrumen yang lebih sophisticated.

17. Memahami konsep penyusunan anasir


PEMILIHAN anasir GIGI
1. Bentuk
Hubungan lengkung rahang dengan bentuk gigi incisivus RA
 LENGKUNG RAHANG BENTUK “ V “ → INCISIVUS TAPERING
 LENGKUNG RAHANG BENTUK “ KOTAK ” → INCISIVUS SQUARE
 LENGKUNG RAHANG BENTUK “ OVAL “ → INCISIVUS OVOID
Menurut Leon Williams’ ada hubungan antara raut muka dengan bentuk gigi incisivus centralis
kanan-kiri RA, yaitu :

2. Ukuran
Ukuran panjang normal untuk 6 gigi anterior RA, bagian cervical overlap terhadap alveolar
ridge ± 3 mm, dan bagian incisal terlihat ± 2 mm dari tepi bawah bibir atas → untuk menunjang
estetika ( rest posisi / gum smile ).

3. Warna
Dapat disesuaikan dengan warna kulit, rambut dan mata. Ada 3 warna yang dominan :
• KUNING → rambut pirang, mata biru, kulit terang.
• ABU-ABU KEBIRU-BIRUAN → rambut gelap, mata coklat, kulit gelap.
• OPAL (PUTIH KEBIRUAN) → rambut putih, mata coklat, kulit putih.
• PASIEN BESAR & TEGAP → WARNA GELAP.
4. Susunan gigi
Gigi depan atas gigi depan bawah gigi belakang atas gigi belakang bawah
18. Elemen gigi dan jenisnya

19. Prosedur penyusunan elemen gigi pada artikulator


Penyusunan gigi dilakukan secara bertahap, dimulai dari anterior rahang atas, anterior rahang bawah
dan gigi posterior atas gigi M1 bawah dan gigi posterior bawah lainnya (buku gigi geligi tiruan
lengkap lepas drg:itjiningsih). Pada saat menusun gigi harus memperhatikan inlinasi, dilihat dari
oklusal berada diatas lingir rahang, permukaan oklusal pada anterior (garis datar horizontal) dan
posterior (garis obliq) berbeda, melebar 6° dari midline, hubungan dengan gigi antagonisnya

Anda mungkin juga menyukai