Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH RESUME BEDAH MULUT

PERSIAPAN DAN TEKNIK ANESTESI LOKAL

Disusun oleh:

IEDHA RIZKA PUSPITANINGTYAS


21101900060

Dibimbing oleh:

Drg. Erwid Fatchurrahman, Sp. BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Anestesi selalu diperlukan dalam setiap pencabutan gigi baik pencabutan


gigi permanen atau gigi tetap maupun pencabutan gigi susu agar pasien tidak
merasakan sakit pada waktu dicabut giginya. Dalam praktik dokter gigi
dikenal dua macam anestesi, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Untuk
praktik dokter gigi, khususnya di Indonesia, biasanya dipakai anestesi lokal.
Anestesi adalah melakukan tindakan untuk memperoleh anestesia.
Sedangkan anestesia adalah absennya semua sensasi.Anestesi umum adalah
kondisi tidak sadar dengan menambahkan analgesik dan relaksan otot agar
timbul sensasi seimbang. Anestesi lokal yaitu suatu anestesi yang
dimaksudkan untuk melumpuhkan saraf sensibel setempat dimana kesadaran
pasien masih ada.
Persiapan dan pelaksanaan anestesi lokal yang baik dan benar atau sesuai
prosedur, diharapkan dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan anestesi
local. Persiapan dan pelaksanaan anestesi lokal yang baik dan benar atau
sesuai prosedur, diharapkan dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan
anestesi local.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pada makalah, rumusan masalah adalah untuk
mengetahui persiapan sebelum melakuka anestesi lokal dan macam-macam
teknik anestesi lokal pada kedokteran gigi.

1.3 Tujuan Penelitian


Memberikan pengetahuan bagi mahasiswa profesi dokter gigi mengenai
persiapan dan teknik saat melakukan anestesi lokal pada kedokteran gigi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Persiapan Awal Anestesi


1) Memahami Anatomi Kepala dan Nervus

Menurut (Sumawinata, 2013) daerah rongga mulut, daerah gigi dan


sekitarnya, dipersarafi oleh berbagai serabut saraf yaitu nervus vasialis (n.
VII), nervus glosofaringeus (n. IX), nervus vagus (n. X), nervus aksesorius
(n. XI), dan nervus hipoglosus (n. XII). Nervus fasialis, nervus
glosofaringeus, dan nervus vagus berperan dalam sensasi pengecapan,
nervus glosofaringeus dan nervus vagus berperan dalam sensasi umum
(nyeri, perabaan, dan suhu) pada faring, palatum molle, dan bagian
belakang lidah, sedangkan nervus hipoglosus berperan dalam persarafan
motorik lidah. Walaupun demikian, nervus trigeminus merupakan saraf
terpenting di daerah rongga mulut. Oleh karena itu pembahasan mengenai
nervus difokuskan pada nervus trgeminus.

Nervus V atau n. trigeminus berasal dari mesencephalon dan


membesar menjadi ganglion Gasseri atau ganglion semilunare. Ada dua
ganglion Gasseri yang terletak pada dasar cranium di dekat garis
median,tiap-tiap ganglion N menginervasi satu sisi wajah.

N. OPHTHALMICUS (DIVISI I) adalah cabang yang terkecil dari


ganglion Gasseri.

N. MAXILLARIS (DIVISI II) menginervasi maxilla dan struktur-struktur


yang berkaitan dengannya seperti gigi geligi, periosteum, membrana
mukosa, sinus maxillaris, palatum molle, palpebra inferior, labium oris
superior, sisi lateral cavum nasi, dan memberikan beberapa innervasi pada
regio tonsilla palatina.

CABANG PERTAMA : Dua n.sphenopalatinus yang pendek ke ganglion


sphenopalatina atau ganglion Meckeliensis.

Saraf-saraf berikut ini perlu diketahui lebih lanjut :

N. nasopalatinus keluar dari ganglion Meckeliensis berjalan ke bawah


sepanjang septum nasi dan diteruskan menuju ke canalis palatina major
yang terletak pada garis median sekitar 10 mm di sebelah palatinal
insisivus sentral atas.
N.palatinusmajor keluar dari ganglion Meckeliensis, berjalan ke bawah
melalui canalis palatina major, pada os.palatinum, kemudian muncul pada
palatum melalui foramen palatinum majus.

CABANG KEDUA: N. alevolaris superior posterior bercabang-cabang


pada jaringan lunak anterior ganglion Meckeliensis, tepat sebelum n.
maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior..

CABANG KETIGA: N. alveolaris superior medius mengeluarkan


percabangan pada kira-kira setengah perjalanan dari canalis infraorbitalis,
kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral sinus maxillaris. Saraf
menginervasi gigi premolar pertama dan kedua dan akar mesiobukal gigi
molar pertama atas.

CABANG KEEMPAT: N. alveolaris superior anterior mengeluarkan


percabangan di dalam canalis infraorbitalis kurang-lebih 5 mm di belakang
foramen infra-orbitale tepat sebelum cabang-cabang terminal dari n.
infraorbitalis keluar dari foramen infraorbitale.

N. MANDIBULARIS (DIVISI KE-3) adalah cabang terbesar, yang keluar


dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale
dan bercabangmenjadi tiga percabangan.

N. BUCCALIS LONGUS keluar tepat di luar foramen ovale.

N. LINGUALIS, cabang berikut yang berjalan ke depan menuju garis median.

N. ALVEOLARIS INFERIOR adalah cabang terbesar dari n. mandibularis


(Malamed, 2020).

2.2 Persiapan Pasien Anestesi


Persiapan sebelum tindakan anestesi dilakukan meliputi pemeriksaan pre
anestesi pada pasien. Pemeriksaan pre anestesi merupakan tindakan awal yang
bertujuan untuk mengetahui status fisik ASA (American Society of
Anesthesiologist) pasien, menganalisis jenis operasi, memilih teknik anestesi,
memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan obat dan alat
anestesi. Persiapan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Rutin
a. Pemeriksaan Vital Sign
- Tekanan Darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di
pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Pengukuran tekanan
darah dapat di ukur melalui nilai sistolik dan diastolik. Alat ukur
yang digunakan sphygmomanometer dan stestoskop untuk
mendengar denyut nadi.

- Denyut Nadi
Normal 60-100 kali/menit
Bradikardi < 60 kali/menit
Trakhikardi > 100 kali/menit

- Pernafasan
Frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan waktu/menit.
Normalnya 14-20 kali/menit.
- Suhu
Tindakan dalam pemeriksaan suhu tubuh alat yang digunakan
adalah termometer. Jenis termometer yang biasa dipakai untuk
mengukur suhu tubuh adalah thermometer air raksa dan digital.
Normalnya 36-37,50C.
- Pemeriksaan Darah Rutin
Hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit, hematocrit.
- Pemeriksaan Kimia Klinik
Fungsi hepar (SGOT, SGPT, albumin)
Fungsi ginjal (Urin lengkap, Serum kreatinin)
Faal hemostasis
Serum elektrolit (Na. K, Cl)
b. Pemeriksaan Penunjang
- Radiologi (foto thoraks, BOF, CT Scan, USG, dll)
- Laboratorium (gula darah)
- EKG
c. Pemeriksaan Status Pasien
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang
akan ditimbulkan akibat tindakan anastesi terhadap diri pasien
karena obat dan teknik anestesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan
metode ASA (American Society of Anesthesiologist).

Klasifikasi status pasien berdasarkan ASA:

Keterangan :
- ASA 1 : pasien dengan kondisi sehat secara fisiologi dan psikis.
- ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
dan tidak ada keterbatasan fungsional.
- ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, keterbatasan
fungsional sehingga aktifitas rutin terbatas.
- ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat dan tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman setiap saat.
- ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
- ASA 6 /E : pasien yang akan di lakukan operasi emergensi
atau darurat.

2. Persiapan Alat dan Bahan Anestesi


Alat : Diagnostic Set, Syringe 3 ml, Kapas atau kasa
Bahan : Larutan anestesi Lidokain HCl 2% (ampul), Povidone Iodine,
Topikal Anestesi (Sumawinata, 2013)

2.3 Persiapan Larutan Anestesi


1. Persiapkan syringe (mengencangkan hub)
2. Menurunkan larutan anestesi didalam ampul
3. Membuka ampul dan memasukkan larutan anestesi kedalam syringe
(hindari needle mengenai dinding ampul)
4. Menghilangkan gelembung udara dalam syringe

2.4 Persiapan Jaringan


Persiapan jaringan yang akan diinjeksi meliputi :
1. Pemberian anestesi topikal untuk mengurangi rasa sakit pada saat
penetrasijarum.
2. Mengoleskan cairan antiseptik pada daerah tempat insersi jarum
3. Membersihkan permukaan jaringan dari saliva, sisa makanan, atau sisa
cairan anestesi topical (Balaji, 2018; Malamed, 2020)

2.5 Teknik Anastesi Lokal


A. Anestesi Maksila
Teknik yang digunakan dalam lokal anestesi sangat banyak, tegantung
pada lokasi deponir bahan anestesi tersebut. Teknik anestesi lokal yang
digunakan pada maksila dapat dibedakan menjadi tiga tipe utama yaitu,
infiltrasi lokal, field block, dan nerve block.
1) Infiltrasi lokal
Infiltrasi lokal merupakan teknik anestesi lokal yang digunakan dengan
cara mendeponirkan larutan anestesi pada ujung saraf terminal kecil.
Contoh dari teknik infiltrasi lokal adalah deponir bahan anestesi lokal
kedalam papila interproximal sebelum perwatan saluran akar.
2) Field block
Field block merupakan teknik anestesi lokal dimana larutan anestesi
dideponirkan didekat ujung cabang saraf terbesar sehingga area yang
terkena efek anestesi akan dibatasi, untuk mencegah jalannya impuls
dari gigi ke sistem sarafpusat. Contoh anestesi field block adalah
deponir pada diatas apeks gigi yang akan dilakukan perawatan
3) Nerve block
Nerve block deponir dilakukan berdekatan pada badan saraf utama.
Injeksi posterior superior alveolar, inferior alveolar, dan nasopalatine
merupakan contoh dari teknik anestesi blok saraf (Malamed, 2014).
a. Supraperiosteal (Local) Infiltration

Infiltrasi lokal gigi insisivus sentral kiri rahang atas. Injeksi


pada mukobukalfold tertinggi, jarum menyusuri periosteum sampai
ujungnya mencapai setinggi akar gigi dan bevel menghadap ke
tulang.

b. Periodontal Ligament (Intraligament Injection)

Injeksi ligamen periodontal, posisi jarum antara sulkus


gingiva dan gigi dengan jarum sejajar dengan sumbu panjang gigi.
Masukkan jarum dengan bevel menghadap ke akar gigi sedalam
sulcus gingiva hingga ditemukan tahanan/resistensi.

c. Posterior Superior Alveolar Nerve Block (PSA)

Jarum dimasukkan pada ketinggian lipatan mukobukal di atas


gigi molar 2 rahang atas dengan sudut 450 mengarah ke superior,
medial dan posterior dengan satu gerakan berkelanjutan.

d. Middle Superior Alveolar Nerve Block (MSA)

Jarum dimasukkan pada ketinggian lipatan mukobukus di


atas gigi premolar 2 rahang atas, akan menganestesi yang ke dalam
pulpa,
jaringan sekitar serta tulang pada premolar pertama dan kedua serta
akar mesiobukal gigi molar pertama.

e. Anterior Superior Alveolar Nerve Block (Infraorbital Nerve Block)

Jarum sejajar dengan sumbu panjang dari gigi premolar 1


rahang atas dan dimasukkan pada ketinggian lipatan mukobukal di
atas gigi premolar 1. Foramen terletak tepat dibawah crista
infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata
apabila pasien menghadap lurus ke depan.

f. Greater Palatine Nerve Block (Palatinus Mayor)

Area insersi untuk blok saraf palatine mayor adalah satu


sentimeter di medial pertemuan antara molar 2 dan 3 rahang atas.
Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva
molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah
rahang. Injeksikan anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari arah
kontralateral.
g. Nasopalatine Nerve Block

Penusukan jarum tepat di samping papilla incisive untuk blok


saraf nasopalatina, ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah
menuju canalis palatina anterior. Titik suntikan terletak sepanjang
papilla incisiva pada garis tengah rahang di posterior gigi incisivus
sentral.

h. Local Palatal Infiltration

Infiltrasi lokal pada apeks palatal dari gigi premolar 1 kanan


atas. Jarum dimasukkan sekitar 5 sampai 10 mm palatal ke tengah
mahkota.

i. Intraseptal Injection

Posisi jarum pada papilla interdental 2-3 mm dibawah atau


kearah apical di apikal dari puncak segitiga papila untuk teknik
intraseptal. Syringe mengarah pada sudut 450 terhadap sumbu
panjang gigi dengan bevel menghadap apeks hingga kontak dengan
tulang.

j. Maxillary Nerve Block

Area injeksi pada lipatan mukobukal disebelah atas distal


molar dua atas. Area yang akan teranestesi yaitu nervus maksilaris
yang melintas fossa pterygopalatina,disebelah atas tengah dari area
target blok Posterior Superior Alveolar (PSA) (Haas DA, 2002).

Ada teknik injeksi tambahan lainnya seperti:


1. Injeksi intrapulpal
2. Teknik intra-ligamen
3. Injeksi intraoseus
4. Injeksi intraseptal
5. Analgesia topical (Balaji, 2018)

B. Anestesi Mandibula
1) Lingualis nerve block
Saraf lingualis biasanya diblokade di ruang pterygomandibular yang
terletak pada anteromedial syaraf alveolaris inferior mandibula, sekitar
1 cm dari permukaan mukosa. Anestesi blok saraf lingualis dapat
digunakan sebelum atau sesudah anestesi blok alveolaris inferior
mandibula dilakukan.
2) Bukal nerve block
Saraf bukal memberikan efek anestesi pada nervus bukal yang
merupakan cabang dari saraf mandibulabagian anterior. Daerah yang
teranestesi adalah jaringan lunak dan periosteum bagian bukal sampai
gigi molar mandibula. Anestesi ini sering dilakukan pada perawatan
yang melibatkan daerah gigi molar. Teknik blok saraf bukal memiliki
keuntungan yaitu mudah dilakukan dan tingkat keberhasilannya tinggi.
3) Alveolaris inferior nerve block
Block saraf alveolaris inferior memiliki beberapa teknik yang
sering digunakan, yaitu Inferior Alveolar Nervus Block (IANB),
Gow-Gates
Technique, dan Akinosi Closed-MouthMandibular Block. Inferior
Alveolar Nervus Block (IANB) terdiri dari dua teknik, yaitu direct dan
indirect. Teknik indirect IANB sering disebut dengan teknik Fisher.
Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita
memerlukan daerah yang teranestesi luas misalnya pada waktu
pencabutan gigi posterior rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi
pada satu quadran. Saraf yang dituju pada anestesi blok teknik Gow-
Gates adalah N. Mandibularis sedangkan pada Teknik Akinosi dan
Teknik Fisher saraf yang dituju adalah : N. Alveolaris inferior dan N.
Lingualis Dengan teknik Gow- Gates daerah yang teranestesi adalah :
Gigi mandibula setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan
membrane mukosa pada daerah penyuntikan, dua pertiga anterior lidah
dan dasar mulut, jaringan lunak lingual dan periosteum, korpus
mandibula dan bagian bawah ramus serta kulit diatas zigoma, bagian
posterior pipi dan region temporal. Sedangkan daerah yang teranestesi
pada teknik Akinosi dan Teknik Fisher adalah : gigi gigi mandibula
setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah,
mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen
mentalis, dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan
periosteum bagian lingual mandibula. Karena N. Bukalis tidak
teranestesi maka apabila diperlukan,harus dilakukan penyuntikan
tambahan sehingga pasen menerima beban rasa sakit. Pada Teknik
modifikasi Fisher kita menambahkan satu posisi lagi sebelum jarum
dicabut sehingga tidak diperlukan penusukan ulang yang menambah
beban sakit pada pasien.
4) Anestesi blok teknik Gow-Gates

Prosedur :
a. Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
b. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi lehe
c. Posisi operator :
- Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi
jam 8 menghadap pasien.
- Untuk mandibula sebelah kiri, operator berdiri pada posisi jam
10 menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
d. Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut
Daerah sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah
insersi otot pterygoideus eksternus.
e. Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari
intertragic notch ke Sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk
membantu melihat ketinggian penyuntikan secara ekstra oral
dengan meletakkan tutup jarum atau jari telunjuk.
f. Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu
meregangkan jaringan
g. Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan
intra oral berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan
tonjolan mesiopalatinal M2 maksila.
h. Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
i. Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi
berlawanan, dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum
diinsersikan kedalam jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila.
j. Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut
mulut ke intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian
disejajarkan dengan sudut telinga kewajah sehingga arah spuit
bergeser ke gigi P pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat
berubah dari M sampai I bergantung pada derajat divergensi
ramus mandibula dari telingan ke sisi wajah.
k. Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang
leher kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum
belum berkontak dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-
lahan2 dan arahnya diulangi sampai berkontak dengan tulang.
Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak
dengan tulang.
l. Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan
anestetikum sebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
m. Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit.
n. Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh
dilakukan.

5) Anestesi blok teknik Akinosi

Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik


digunakan pada pasen yang sulit atau sakit pada waktu membuka
mulut. Prosedur :
a. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
b. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam
delapan berhadapan dengan pasien.
c. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid,
menunjukkan jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus.
Hal ini membantu menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi
trauma selama injeksi jarum.
d. Gambaran anatomi:
Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga maksila
Tuberositas maksila
e. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal
anestesi.
f. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan
rileks.
g. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila,
jarum diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival
junction molar kedua dan ketiga maksila.
h. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum
dibelokkan mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N.
Alveolaris inferior.
i. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
j. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8
ml secara perlahan-lahan. Setelah selesai, spuit tarik kembali.
Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi lebih cepat daripada saraf
sensoris. Pasien dengan trismus mulai meningkat kemampuannya
untuk membuka mulut.
6) Teknik Fischer

Prosedur :
a. Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang.
b. Aplikasikan antiseptic didaerah trigonum retromolar.
c. Ibu jari diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser
kelateral untuk meraba linea oblique eksterna,
d. Kemudian digeser kemedian untuk mencari linea oblique interna,
ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan
permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang
bawah.
e. Jari telunjuk pada angulus dan ramus mandibula
f. Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari
sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan
bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan
aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum
ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm.
Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml
untuk menganestesi N. Alveolaris inferior.
g. Setelah selesai spuit ditarik kembali.
7) Teknik modifikasi Fisher
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali
spuit sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea
oblique interna ,jarum digeser kelateral (kedaerah trigonum
retromolar), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar (Balaji, 2018;
Malamed, 2020).
BAB III
PENUTUP

Sesuai dengan uraian diatas maka dapat disimpulkan mengenai teknik anastesi
yang baik dan manajemen rasa sakit pada pasien merupakan kunci kesuksesan
tindakan pembedahan dalam perawatan gigi. Persiapan sebelum melakukan
tindakan anestesi seperti pemeriksaan pre anestesi bertujuan untuk mengetahui
resiko yang akan ditimbulkan akibat tindakan anestesi terhadap diri pasien karena
obat dan teknik anestesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf. Pengetahuan mengenai persiapan dan teknik
anastesi yang akan digunakan sebelum tindakan anastesi dilakukan dapat
mencegah serta meminimalisir terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Balaji, S. M. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi:

Elsevier.

Malamed, S. F. 2020. Handbook Of Local Anesthesia-7th Ed. Elsevier Health

Sciences.

Sumawinata, N. 2013. Anastesia Lokal dalam Perawatan Konservasi Gigi.


Jakarta: EGC.

Haas DA. 2002. An Update On Local Anesthetic In Dentistry. Journal of


Canadiandental Association. 68(9): 546-51

Anda mungkin juga menyukai