Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Nekrosis

1.1.1 Nekrosis Enzimatik


Nekrosis lemak (nekrosis lemak enzimatik), sebenarnya tidak
menunjukkan pola spesifik nekrosis. Agaknya, menjelaskan area fokal
destruksi lemak, yang secara khas terjadi setelah cedera pankreatik.
Nekrosis tersebut disebabkan oleh pelepasan patologi enzim pankreatik
yang teraktivasi ke dalam parenkim yang berdekatan atau cavum peritoneii
(daerah peripankreas). Nekrosis ini ditemukan pada kegawatdaruratan
abdomen yang membahayakan dan dikenal sebagai pankreatitis akut
(Robin, 2007).

Enzim aktif dari pankreas dilepas dari sel asini pankreas dan
duktusnya menghancurkan membran sel lemak. Lipase aktif akan memecah
ester trigliserid yang ada di dalam sel lemak. Asam lemak yang terlepas akan
bereaksi dengan kalsium sehingga menghasilkan daerah putih berkapur
(Sudiono, dkk., 2003).

Secara histologik, menunjukkan fokus-fokus dengan batas tidak


jelas dari sel lemak dengan endapan kalsium yang basofilik dan dikelilingi
reaksi radang (Sudiono, dkk, 2003).

1
Gambar 1. Gambaran HPA nekrosis enzimatik dengan
perbesaran 40x. Lingkaran hijau merupakan fokus
daerah yang mengalami nekrosis enzimatik.

Endapan kalsium

Gambar 2. Gambaran HPA nekrosis enzimatik dengan


perbesaran 100x. Terdapat objek berwarna ungu gelap
yang ditunjuk anak panah, merupakan suatu endapan
kalsium.

2
Endapan kalsium

Gambar 3. Gambaran HPA nekrosis enzimatik dengan


perbesaran 400x. Ketiga anak panah menunjukkan suatu
endapan kalsium.

Sel radang

Endapan kalsium

Batas tidak jelas

Gambar 4. Gambaran HPA nekrosis enzimatik dengan


perbesaran 1000x. Pada perbesaran ini tampak adanya
sel radang, endapan kalsium, dan batas sel yang tidak
jelas.

1.1.2 Nekrosis Kaseosa


Nekrosis kaseosa merupakan suatu lesi yang ditemukan di paru-paru
pada individu yang mempunyai penyakit Tuberkulosis (TBC). Lesi ini
disebut tuberkel dan sel-sel yang berada didalamnya mengalami nekrosis.
Nekrosis ini mengalami pengkijuan sehingga pada gambaran klinisnya
tampak seperti keju.

3
Nekrosis kaseosa bisa disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis.
Kaseosa terbentuk akibat pelepasan lemak dari dinding sel Mycobacterium
tuberculosis. Lemak berlebih dari patogen ini yang menyebabkan timbulnya
material seperti keju.

Tabel 1. Perbandingan pemeriksaan klinis dan


histologi pada nekrosis kaseosa

Pada gambaran HPA perbesaran 40x dan 100x ditemukan 3 zona


nekrosis kaseosa, yaitu zona nekrosis dengan gambaran tampak eosinofilik
karena pada zona ini sudah tidak terdapat sel-sel hidup berinti sehingga ia
tampak berwarna merah muda. Pada zona berikutnya yaitu zona epiteloid
yang mengelilingi zona nekrosis. Pada zona ini ditemukan Sel-sel Datia
Langhan’s dan sel-sel epiteloid sehingga tampak berwarna merah agak
keunguan. Terkadang pada zona epiteloid ini juga ditemukan Sel Datia
Benda Asing. Zona yang terakhir yaitu zona limphoid. Pada zona ini
ditemukan banyak sel-sel limfosit sehingga memiliki gambaran yang
tampak berwarna ungu.

4
Gambar 5. Gambaran histopatologis nekrosis kaseosa
dengan perbesaran 40x.

Gambar 6. Gambaran histopatologis nekrosis kaseosa


dengan perbesaran 400x. Tampak jelas bahwa di zona
nekrosis tidak terdapat sel-sel hidup dan kadang juga
tampak debris-debris granular.

5
Gambar 7. Tampak jelas bahwa di zona nekrosis pada
gambaran HPA nekrosis kaseosa tidak terdapat sel-sel
hidup dan kadang juga tampak debris-debris granular.

Gambar 8. Pada zona epiteloid nekrosis kaseosa tampak


jelas Sel-sel Datia Langhan’s dan beberapa Sel Datia
Benda Asing. Pada zona epiteloid ini juga terlihat jelas
bentukan dari sel-sel epiteloid.

6
1.1.3 Nekrosis Liquefaktif
Nekrosis liquefaktif atau nekrosis kolikuativa, terjadi sebagai hasil
autolisis atau heterolisis, terutama pada infeksi terutama organisme
piogenik, karena bakteri merupakan stimulus kuat yang dapat
mengumpulkan sel leukosit. Contoh nekrosis kolikuativa terjadi pada
jaringan otak yang mengalami hipoksia. (Sudiono, dkk., 2003). Nekrosis ini
diawali dengan adanya infeksi bakteri lokal seperti Staphylococci dan
Streptococci. Lalu, sel darah putih akan menuju lokasi yang terinfeksi dan
melisiskan area yang terinfeksi oleh bakteri dengan menggunakan enzim
hidrolitik (Delong dan Burkhart, 2007).

Gambar 9. Gambaran makroskopis otak yang


mengalami nekrosis liquefaktif akibat terjadinya infark.

Nekrosis liquefaktif juga merupakan salah satu tipe nekrosis yang


ditandai dengan hilangnya struktur sel dan jaringan karena enzim hidrolitik.
Enzim hidrolitik dapat berasal dari sel yang mati akan dicerna oleh enzim
yang berasal dari lisosom sel leukosit yaitu neutrophil atau makrofag yang
datang ke daerah nekrotik, yang disebut heterolisis. Atau enzim hidrolitik
tersebut berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati, kemudian mencerna
selnya sendiri, yang disebut autolisis (Sudiono, dkk., 2003)

Gambaran makroskopik dari nekrosis liquefaktif yaitu zona yang


mengalami nekrosis tampak lunak, halus, amorf dan berair. Sedangkan
gambaran mikroskopiknya yaitu tampak ruang kosong dengan sisa kapsula

7
yang ireguler (rongga pus). Secara mikroskopik ada 2 daerah yang tampak
dari nekrosis likuefaktif yaitu area pusat nekrosis dan daerah reaktif, yang
berisi sel-sel radang. Jaringan yang mengalami likuefaksi menjadi lunak,
mudah mencair, dan tersusun oleh sel-sel yang mengalami disintegrasi dan
cairan (Rubin and Strayer, 2012).

Gambar 10. Gambaran HPA nekrosis liquefaktif


dengan perbesaran 100x. Kotak biru menunjukkan zona
yang mengalami nekrosis dengan rongga-rongga putih
di sekitarnya yang merupakan rongga cairan.

Gambar 11. Gambaran HPA nekrosis liquefaktif


dengan perbesaran 400x. Di sekitar zona yang
mengalami nekrosis tampak sel-sel radang yaitu sel
mononuclear, ditunjukkan dengan panah biru.

8
1.1.4 Nekrosis Gangrenosa
Nekrosis gangrenosa adalah bentuk dari nekrosis koagulatif,
dihasilkan dari kurangnya aliran darah dan dirumit kan dengan kelebihan
pertumbuhan dan invasi bakteri. Biasanya terjadi di distal kaki dikarenakan
arteriosklerosis atau bisa terjadi di GI Tract. Gangren timbul akibat
kematian dan membusuknya sel/jaringan dalam jumlah besar. Gangren
terjadi akibat bagian tubuh kekurangan atau sama sekali tidak memperoleh
aliran darah dan diikuti oleh adanya invasi bakteri.

A. Gangren pada Kaki

Nekrosis pada bagian distal kaki disebut gangren, dibedakan


menjadi :

1. Dry gangren :
 Timbul karena iskemia, merupakan bentuk suatu infark
 Bagian nekrotik kaki menjadi berwarna biru, dingin, dan
sedikit membengkak
 Jaringan nekrotik akan mengering dan melisut dalam
beberapa minggu serta berwarna hitam
 Bakteri berkembang biak secara lambat, sehingga penjalaran
gangren lambat
 Pada tepi daerah gangren, terbentuk jaringan granulasi

2. Moist/ wet gangren :

 Biasanya pada penderita DM, karena terdapat kandungan


gula yang banyak pada jaringan nekrotik sehingga
memudahkan berkembang biaknya bakteri pada daerah
infeksi
 Bakteri mudah berkembang biak
 Penjalaran berlangsung cepat

9
 Jaringan yang mati mudah ditumpangi bakteri saprofit dan
proteolitik, sehingga jaringan nekrotik menjadi hitam,
hancur, berbau busuk, karena ada gas dibawah kulit
 Jika daerah yang terinfeksi dan gangren tidak segera
dioperasi, menimbulkan kematian

B. Gangren pada saluran cerna

Dapat terjadi pada seluruh tebal dinding saluran cerna, terutama usus
halus, dapat terjadi pada segmen usus ataupun sepangjang usus. Gangrene
ini disebabkan oleh iskemia karena gangguan pada arteri maupun vena. Ciri
yang terlihat adalah jaringan nekrotik tampak membengkak, terjadi edema
dan gerakan peristaltik hilang, dan jaringan berwarna hitam.

Pembuluh darah
trombosis
Rongga pus

Gambar 12. Gambaran HPA nekrosis gangrenosa pada


perbesaran 40x.

10
Sel lemak

Pus yang
Rongga pus tertinggal Gangren Sel MN

Gambar 13. Gambaran HPA nekrosis gangrenosa pada


perbesaran 100x.

Zona nekrosis

Rongga pus

Gambar 14. Gambaran HPA nekrosis gangrenosa pada


perbesaran 400x.

1.2 Cicatrix
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena adanya
suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Faktor tersebut seperti
trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
Bentuk dari luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup.
Salah satu contoh luka terbuka adalah insisi dimana terdapat robekan linier pada
kulit dan jaringan di bawahnya. Salah satu contoh luka tertutup adalah hematoma
dimana pembuluh darah yang pecah menyebabkan berkumpulnya darah di bawah
kulit (Iwan Antara Suryadi; AAGN Asmarajaya; Sri Maliawan, 2013).

11
Tubuh memiliki respon fisiologis terhadap luka yakni proses penyembuhan
luka. Proses penyembuhan luka terdiri dari berbagai proses yang kompleks untuk
mengembalikan integritas jaringan (Iwan Antara Suryadi; AAGN Asmarajaya; Sri
Maliawan, 2013). Proses penyembuhan luka (wound healing) dari awal trauma
hingga tercapainya penyembuhan melalui tahapan yang kompleks. Proses ini terdiri
dari beberapa fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi (Erma
Mexcorry Sumbayak, 2015).

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang timbul segera
setelah terjadinya luka hingga 3-4 hari. Pada fase ini terjadi dua aktivitas fisiologis,
yaitu hemostasis (pembekuan darah) dan fase inflamasi seluler. Fase proliferasi
berlangsung sejak berakhirnya fase inflamasi hingga akhir minggu ketiga. Aktivitas
utama selama fase ini adalah angiogenesis dan membentuk kembali permukaan
luka melalui proses epitelisasi. Fase maturasi merupakan tahap akhir proses
penyembuhan luka. Fase ini berlangsung dari akhir minggu ketiga hingga berbulan-
bulan, bahkan lebih dari satu tahun. Pada fase ini, terjadi proses penyerapan kembali
jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya
perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk (Sari Raudhah, 2015).

Pada tahap maturase, terjadi proses akhir dari penyembuhan luka adalah
pembentukan jaringan parut, yaitu jaringan granulasi yang berbentuk spindel,
kolagen, fragmen dari jaringan elastik dan berbagai komponen matriks
ekstraselular. Jaringan yang mengalami perlukaan/ peradangan, maka fibroblas
akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks
kolagen dalam jumlah besar yang akan membantu mengisolasi dan memperbaiki
jaringan yang rusak (Erma Mexcorry Sumbayak, 2015). Jaringan kolagen parut
terus diatur dan meningkatkan kekuatannya selama beberapa bulan. Pada akhirnya
biasanya timbul jaringan parut yang terdiri atas sedikit sel yang berpigmen
(melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang daripada kulit normal (Sari
Raudhah, 2015).

12
Gambar 15. Gambaran proses penyembuhan luka.

Timbunan
kolagen
Pembuluh
darah

Fibroblas

Gambar 16. HPA cicatrix perbesaran 100x.

Fibroblas

Pembuluh darah

Timbunan kolagen

Gambar 17. HPA cicatrix perbesaran 400x.

13
Proliferasi fibroblas

Timbunan kolagen

Gambar 18. HPA cicatrix perbesaran 1000x.

14
DAFTAR PUSTAKA

DeLong, L. and Burkhart, N.W. 2007. General and Oral Pathology for the Dental
Hygienist. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins

Erma Mexcorry Sumbayak. Fibroblas: Struktur dan Peranannya dalam


Penyembuhan Luka. Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 21 NO. 57
September-Desember 2015

Goljan, Edward F. 2014. Rapid Review Pathology Fourth Edition. United States of
America : Elsevier Saunders.

Iwan Antara Suryadi; AAGN Asmarajaya; Sri Maliawan. Wound Healing Process
and Wound Care. E-Jurnal Medika Udayana, [S.l.], p. 254-272, mar. 2013.
ISSN 2303-1395.

Kumar Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Volume 1. Edisi 7. Alih
bahasa : Prasetyo Awal, U. Pendit U. Brahm, Priliono Toni. Jakarta: EGC.

Reichman, Lee B and Earl S. Hershfield. 2005. Tuberculosis A Comprehensive


International Approach Second Edition. New York : Marcel Dekker.

Rubin, R. and Strayer, D.C. 2012. Rubin's Pathology: Clinicopathologic


Foundations of Medicine Sixth Edition. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins

Sari Raudhah. 2015. Pengaruh Pemberian Propolis Secara Topikal


Terhadap Proses Reepitelisasi Epidermis Pada Luka Bakar Mencit (Mus
Musculus). Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Sudiono, Janti., dkk. 2016. Ilmu Patologi. EGC: Jakarta

Sudiono, Janti., dkk. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. EGC: Jakarta

Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut: Tumor Neoplastik & Non Neoplastik
Rongga Mulut. Penerbit Andi: Yogyakarta

15

Anda mungkin juga menyukai