PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Tidak
terikat oleh penyebabnya.Merupakan proses patofisiologis setelah terjadi cidera
sel, dan sering mengenai suatu jaringan padat. Nekrosis merupakan salah satu
pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah
terpajang toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan
kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007). Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan
menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik secara makroskopis maupun
mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque),
tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan
nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna
hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002). Gambaran morfologik nekrosis
merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi protein yang terjadi secara
bersamaan.
2
jaringan. Pada beberapa jam pertama tidak ditemukan kelainan pada
pengecatan.selanjutnya akan terjadi perubahan progesif pada perwarnaan inti
sampai berhenti pada warna hematoksifilik. Keadaan ini bersamaan dengan
hilangnya detail sitoplasma. Stroma jaringan ikat kolagen lebih tahan terhadap
kerusakan. Hasilnya adalah, secara histology, jaringan masih mempertahankan
bentuk luarnya sampai beberapa waktu setelah jaringan yang mengalami
kerusakan disinngkirkan dengan fagositosis (atau permukaannya melebur), dan
kemudian mengalami perbaikan atau regenerasi tergantung pada organ yang
terkena. Terjadinya jaringan nekrotik biasannya akan merangsang timbulnya
respon radang. Ini merupakan reaksi yang tidak tergantung pada penyebab awal
nekrosis.
2. Kolikuativa
Nekrosis kolikuativa timbul pada jaringan otak karena tidak adanya bahan
penyokong apapun dalam stromanya, sehingga jaringan saraf yang nekrotik
cenderung mengalai pencairan total. Dapat terjadi reaksi glial disekeliling tepinya,
dan daerah nekrosis akan terlihat sebagai bentuk kista.
3
3. Kaseosa
Tuberkulosis ditandai dengan adanya nekrosis kaseosa, suatu bentuk
nekrosis dimana jaringan yang mati kehilangan sama sekali strukturnya. Pada
perwarnaan histology rutin terlihat daerah amorf berwarna eosisnofilik, dosertai
bintik-bintik hematoksifilik pecahan inti. Walaupun tidak hanya ditemukan pada
tuberculosis saja, terdapatnya nekrosis kaseosa pada biopsi harus selalu dipikirkan
kemungkinan adanya penyakit yang penting ini.
Berbeda dengan hal di atas, infeksi primer dengan bakteri tertentu atau
campuran berbagai bakteri dapat menyebabkan keadaan yang serupa yaitu
nekrosis yang disertai pembusukan. Gas gangrene merupakan akibat dari infeksi
4
Clostiridim perfingens , sedangkan gangrene sinergitik terjadi setelah infeksi oleh
campuran bakteri seperti Bacteroides dengan Borrelia vincenti.
5. Fibrinoid
Dalam kedaan hipertensi maligna, arteriol mengalami tekanan sehingga
dinding otot polosnya mengalami nekrosis. Hal ini menyebabkan plasma
merembes ke dalam lapisan media dengan akibat terjadinya penimbunan fibrin.
Gambaran seperti ini disebut nekrosis fibrinoid. Dengan perwarnaan
hematoksilin-eosin, dinding pembuluh darah terlihat berwwarna merah cerah
homogeny. Nekrosis fibrinoid kadang-kadang salah sebut karena unsure
nekrosisnya kadang-kadang tidak menonjol atau tidak ada sama sekali. Namun,
gambaran histologinya berbeda dan mirip sekali dengan jaringan nekrotik yang
khas untuk kelainan ini.
6. Nekrosis lemak
Nekrosis lemak Terjadi dalam dua bentuk :
a.Nekrosis lemak traumatik Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan
yang banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
5
B. Penyebab Nekrosis
1. Iskemia.
Kekurangan oksigen atau kebutuhan metabolik lainnya.
2. Infektif.
Contohnya infeksi bakteri, virus dan lain - lain.
3. Fisiko - Kimiawi.
Aksi langsung, contohnya : panas, sinar X, asam dan lain - lain.
4. Obstruksi aliran darah
5. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
6. Keracunan karbon monoksida
7. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
C. Gambaran Nekrosis
1. Perubahan Inti
2. Perubahan Sitoplastik
6
berakhir sebagai hantu takberinti, Sitoplasma membentuk massa opak, granalar,
amorf dan organela mengalami autolisis
D. Tipe Nekrosis
Nekrosis Otot
Pada Otot lurik pada infeksi berat, contohnya tyfoid, striasi ini menghilang
demikian juga intinya. Gambaran menyerupai hialinisasi, tetapi ini kenyataannya
adalah nekrosis. Secara tradisional dikenal sebagai degenerasi Zenker.
Gumatosa
Supuratif
E. Penyebaran Nekrosis
7
pada tubulus ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh
alloxan. Gas yang digunakan pada perang seperti mustard dapat merusak
jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih
banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).
4. Agen fisik Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga
listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti
sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002)
5. Hipersensitivitas Hipersensitivitas (kerentanan) pada seorang individu
berbeda-beda. Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun didapat
(acquired ) dan menimbulkan reaksi imunologik kemudian berakhir pada
nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitif terhadap obat sulfat
ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus
ginjal (Pringgoutomo, 2002).
F. Mekanisme Nekrosis
8
Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007):
1. Deplesi ATP ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel,
seperti mempertahankan osmolaritas seluler, proses transport, sintesis
protein, dan jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan
penutupan segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi oksigen Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel
pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium Kalsium bebas sitosol normalnya
dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung pada ATP. Iskemia
atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel diikuti pelepasan
kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium sitosol akan
mengaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran),
4. protease (katabolisator protein membran dan struktural), ATPase
(mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (pemecah materi genetik).
5. Defek permeabilitas membran plasma Membran plasma dapat langsung
dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen komplemen, limfosit sitolitik,
agen fisik maupun kimiawi. Perubahan permeabilitas membran dapat juga
disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang
dimediasi kalsium. Kerusakan mitokondria Peningkatan kalsium sitosol,
stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid menyebabkan
pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan
konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton
melintasi membran mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.
9
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/5466932/Nekrosis
11