Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PATOFISIOLOGI

“Kematian Jaringan/Nekrosis Sel Meliputi Atropi,


Hipertropi, Iskemik, Thrombosis, Embolism”

Dosen Pembimbing : Eva Susanti., S.Kep,M.Kep

Di Susun Oleh :

Ages Vanesa (PO7120122073)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PILITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN PALEMBANG

TAHUN 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kematian Jaringan/Nekrosis Sel
Meliputi Atropi, Hipertropi, Iskemik, Thrombosis, Embolism” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patofisiologi. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Kematian Jaringan/Nekrosis Sel
Meliputi Atropi, Hipertropi, Iskemik, Thrombosis, Embolism” bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Eva Susanti., S.Kep,M.Kep selaku Dosen
pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 5 Maret 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulis ......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Nekrosis..................................................................................................5
2.2 Mekanisme Nekrosis ............................................................................. 6
2.3 Mekanisme Adaptasi Sel....................................................................... 5
2.4 Iskemik, Thrombosis dan Embolism .................................................... 7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat


menyebabkan kematian sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah
satunya adalah mikroba. Mikroba patogen dapat menyebabkan suatu penyakit dalam
tubuh manusia. Salah satu caranya yaitu dengan merusak sel dan organelnya. Kemudian
respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia, dan metaplasia. Jika respon
berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan berlanjut pada kematian sel (Kumar; Cotran
& Robbins, 2007).
Kematian sel bermula dari jejas (cedera) yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat
kembali normal apabila keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap
buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel tidak akan kembali normal (irreversible)
dan selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki dua macam pola, yaitu nekrosis dan
apoptosis. Berikut perbedaannya (Kumar; Cotran & Robbins, 2007):

Tabel 1. Perbedaan apoptosis dan nekrosis

1.2 RumusanMasalah

a. Apa itu kematian jaringan?


b. Bagaimana mekanisme kematian jaringan?
1.3 Tujuan Pembahasan

a. Mahasiswa mampu menguasai konsep tentang mekanisme adaptasi sel


b. Mampu mengenal dan memahami konsep penyakit dan juga akan memperoleh
pengetahuan tentang kelainan yang sering terjadi pada pasien akibat penyakit yang
diderita.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Nekrosis

Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah
suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel,
denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat
jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan
tertentu baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan
nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu.
Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak
mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo, 2002).
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan
denaturasi protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik
dapat berasal dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang
penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu
(Lestari, 2011):
1. Piknosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan
peningkatan eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut
padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse.
Macam-macam nekrosis:
1) Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang
disebabkan oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik
hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses

4
autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih
dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan
darah. Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah
yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah
beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir,
berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat
dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal
dengan keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap
sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
2) Nekrosis likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan
jaringan terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati,
seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti
pada abses (Sarjadi, 2003).
3) Nekrosis kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang
makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut
nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan
nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti
keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran mikroskopis, jaringan nekrotik
tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam
cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya
terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
4) Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang
banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang
mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding
rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolytic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas
yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang
5
terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur
dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(makroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
5) Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol,
dan glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga
plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada
pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi,
2003).
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Iskemia
Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau
hipoksia seluler (kekurangan oksigen pada sel). Dapat disebakan oleh
berbagai hal seperti berikut ini (Sarjadi, 2003):
a. Obstruksi aliran darah
b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan karbon monoksida
d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru,
obstruksi saluran nafas, konsentrasi oksigen udara yang rendah.
2. Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan trombosis. Toksin biasanya berasal dari bakteri yang
virulensinya tinggi baik endogen maupun eksogen. Virus dan parasit juga
dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi jaringan dan menyebabkan
nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
3. Agen kimia
Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam
tubuh. Namun ketika konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis
akibat gangguan keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat
pula menimbulkan nekrosis ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo,
2002).
Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel
pada tubulus ginjal dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh
alloxan. Gas yang digunakan pada perang seperti mustard dapat merusak
6
jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih
banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).
4. Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga
listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti
sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seorang individu berbeda-
beda. Kerentanan ini dapat timbul secara genetik maupun didapat
(acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik kemudian berakhir pada
nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitif terhadap obat sulfat
ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus
ginjal (Pringgoutomo, 2002).

2.2 Mekanisme Nekrosis

Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan berusaha
beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat
mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi, sel
tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan
normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung
secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal)
dan selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

Gambar 6: Mekanisme nekrosis

7
Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran & Robbins, 2007):

1. Deplesi ATP

ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti
mempertahankan osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan jalur
metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan segera jalur
homeostasis.

2. Deprivasi oksigen

Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.

3. Hilangnya homeostasis kalsium

Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium


yang bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium
ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium
sitosol akan mengaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran), protease
(katabolisator protein membran dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi
ATP), dan endonuklease (pemecah materi genetik).

4. Defek permeabilitas membran plasma

Membran plasma dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus,


komponen komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi. Perubahan
permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau
aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.

5. Kerusakan mitokondria

Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk


pemecahan lipid menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna
dengan kemampuan konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan
gradien proton melintasi membran mitokondria sehingga mencegah pembentukan
ATP.

2.3 Mekanisme Adaptasi Sel

Agar sel terus menjalankan fungsinya maka sel harus melakukan mekanisme
adaptasi saat mendapatkan cidera sehingga sel dapat bertahan hidup. Ditinjau dari beban kerja
sel, maka adaptasi sel dapat dibagi menjadi:
1. Adaptasi terhadap peningkatan beban kerja sel
8
2. Adaptasi terhadap penurunan beban kerja sel
Berikut ini adalah bentuk adaptasi yang dilakukan sel (Nair, 2015) :
a. Menambah ukuran sel (hipertrofi)
Didefinisikan sebagai pembesaran jaringan atau organ karena pembesaran selnya yang
tidak disertai peningkatan fungsi organ atau jaringan tersebut. Hipertrofi dapat bersifat
fisiologik dan patologik. Sebagai contoh kondisi hipertrofi patologik dapat dilihat pada
jaringan otot jantung yang mengalami peningkatan beban kerja seperti pada pasien yang
bertahun-tahun menderita hipertensi. Sedangkan kondisi hipertrofi fisiologik seperti otot
rangka pada binaragawan yang memang sengaja dibentuk sebagai hasil mengangkat beban
berat
b. Mengurangi ukuran sel (Atropi)
Kejadian dimana organ atau jaringan yang terbentuk tumbuh mencapai batas normal tetap
kemudian mengalami penyusutas. Sifatnya dapat fisiologik misalnya pada proses aging
(penuaan) dimana seluruh bagian tubuh tampak mengecil bertahap. Lebih jelas jikadilihat
pada usia lanjut yang mengalami atrofi endokrin sehingga produk hormonnya menurun.
Atropi patologik dapat terjadi pada otot individu yang mengalami immobilisasi sehingga
otot tidak pernah digerakkan sehingga otot akan semakin mengecil.
c. Menambah jumlah sel (hyperplasia)
Hiperplasia terjadi karrena kenaikan absolute pada sebuah jaringan atau organ sehingga
menyebabkan pembesaran jaringan atau organ tersebut dan fungsi organ atau jaringan
tersebut juga meningkat. Hal ini hanya dapat terjadi pada sel labil seperti sel epidermis
atau sel darah. Tidak terjadi pada sel permanent seperti sel otot rangka, saraf dan jantung.
Contoh hiperplasi fisiologik adalah pembesaran sel uterus pada saat seorang wanita hamil
sehingga janin dapat tumbuh membesar didalamnya. Sedangkan hiperplasi patologik
biasanya terjadi karena rangsangan hormonal berlebih misalnya hyperplasia endometrium
akibat pengeluaran hormon estrogen yang tidak terkendali dan merupakan prekursor
terjadinya proliferasi keganasan.
d. Merubah sel (metaplasia) Bentuk adaptasi yang terjadi berupa perubahan sel matur jenis
tertentu menjadi sel matur jenis lain. Misalnya sel epitel torak yang dapat bersekresi
diganti oleh sel epitel gepeng berlapis yang tidak dapat bersekresi yang terjadi pada saluran
pernafasan seorang perokok. Hal ini tidak menguntungkan karena lender yang merupakan
alat proteksi saluran pernafasan terhadap bakteri debu dan benda asing tidak terbentuk
sehingga saluran pernafasan mudah mengalami infeksi.

9
2.4 Iskemik, Thrombosis dan Embolism

a. Iskemik
Iskemik merupakan kekurangan suplai darah pada area terlokalisasi. Keadaan ini bersifat
reversible, yaitu jaringan kembali pada fungsi normal setelah oksigen dialirkan kembali.
Iskemik biasanya terjadi pada adanya aterosklerosis, yaitu penyempitan pada pembuluh
darah akibat penimbunan lipid atau lemak. Contoh keadaan ini adalah angina pektoris pada
jantung yang memiliki gejala klinik berupa rasa nyeri pada dada sebelah kiri dan
menghilang ketika istirahat.
b. Trombosis
Trombosis adalah pembentukan bekuan pada lapisan dalam (endotel) pembuluh darah.
Trombosis dapat menurunkan aliran darah atau secara total menyumbat pembuluh darah.
Trombsis juga dapat terjadi pada lapisan endotel jantung. Trombosis pada arteri dapat
menghentikan aliran darah ke area yang dialiri oleh pembuluh tersebut dan menyebabkan
iskemik atau infark pada area tersebut.
c. Emboli
Emboli adalah kumpulan bekuan darah (thrombus) atau bisa juga dari substansi lain seperti
kolesterol yang terlepas dari pembuluh darah utama dan memasuki aliran darah yang dapat
menuju kemana saja dan menyebabkan berbagai masalah termasuk stroke, jantung
koroner, gagal ginjal ataupun emboli paru.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nekrosis merupakan kematian sel yang disebabkan karena jejas irreversible. Faktor
pemicu nekrosis dapat berupa iskemia, agen biologik, agen fisik, agen kimia dan juga
hipersensitivitas (kerentanan). Perubahan yang mencolok terutama terlihat pada inti sel yang
mengalami piknosis, karioreksis, serta kariolisis. Apabila dalam sediaan histologic tampak
gambaran inti piknotik, karioreksis dan kariolisis, maka sel tersebut dikatakan mengalami nekrosis
(kematian se

11
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7,
Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk Identifikasi Sel
Piknosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66. Diakses dari
http://ejournal.uin_malang.ac.id/index.php/NEUTRINO/article/download/1658/pd
Diakses 2 November 2013.
Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta: Sagung Seto.
Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi . Jakarta. EGC
Nair, Muralitharan. Peate, Ian. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta. EGC
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2016. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

11

Anda mungkin juga menyukai