Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IMMUNOHISTOKIMIA

“EKSPRESI INTERLEUKIN-1-BETA (IL-1Β) DAN GAMBARAN


HISTOPATOLOGI“

Oleh :

Muhammad Zuliono Dwi Risky P. 165130100111015

Zarzarotin Mafaza 165130100111022

Rahmatul Laili Hanifah 165130101111032

Legenda Gegantea 175130100111029

Andi Tri Rakhmat Akbar 175130101111020

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul “EKSPRESI INTERLEUKIN-1-BETA (IL-1Β)
DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI” ini dengan lancar dan tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Immunohistokimia Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang memberikan bantuan dalam proses penyelesaian makalah ini baik
dalam bentuk waktu maupun pemikiran.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Malang, 6 Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH………………………………………………...………...1

KATA PENGANTAR……………………………………………………....…2

DAFTAR ISI…………………………………………...………………………3

BAB I PENDAHULUAN…………...……………………….………..4

1.1 Latar Belakang………..………………………………..4


1.2 Tujuan……...…………………………………..............4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….5

2.1 Immunohistokimia................………………..………….5
2.2 Ginjal.....................………….……………………….….5
2.3 Renal Fibrosis..................................................................6
2.4 Histopatologi.........……………………...……………....7
2.5 Pengaruh Induksi terhadap IL β ……...................……...8

BAB III PENUTUP………………………………….…….…...………11

3.1 Kesimpulan……………………………………........…11
3.2 Saran……………………………………………..........11
DAFTAR PUSTAKA….……………………………………...12

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunohistokimia merupakan suatu metode pemeriksaan untuk mengukur derajat


ekspresi antibody atau antigen dalam suatu preparat jaringan. Imunohistokimia
menggunakan prinsip ikatan antigen dan antibody. Pada saat diwarnai oleh metode
ini, jaringan akan membentuk ikatan antigen dan antibody yang dapat dideteksi
melalui pelabelan enzim, isotop, fluoropore, atau colloidal gel. Untuk mempelajari
morfologi sel, sel dalam jaringan difiksasi, kemudian dilokalisasi diantara sel, dan
divisualisasikan dengan mikroskop, baik mikroskop elektron maupun mikroskop
cahaya. Metode imunohistokimia juga dapat digunakan untuk mempelajari distribusi
enzim yang spesifik, mendeteksi komponen sel, protein, dan karbohidrat pada
jaringan atau organ. Pemeriksaan dengan metode imunohistokimia sangat berguna
dalam mengetahui abnormalitas yang terjadi pada suatu organ, khususnya organ yang
vital dalam tubuh secara spesifik.

Ginjal merupakan salah satu organ vital dalam tubuh yang berfungsi untuk
menyaring darah dan memproses sisa metabolism tubuh untuk kemudian
dieksresikan. Oleh karena fungsi ginjal yang sangat vital yaitu menyaring darah,
beberapa penyakit dapat terjadi pada ginjal seperti Chronic Kidney Disease (CKD).
Penyakit ginjal kronis memiliki salah satu gejala berupa renal fibrosis. Renal fibrosis
merupakan kegagalan respon penyembuhan dan perbaikan karena adanya jejas kronis
pada ginjal. Dalam renal fibrosis, terjadi inflamasi yaitu adanya infiltrasi sel radang
dan sitokin-sitokin pro inflamasi. Selain itu, dalam renal fibrosis juga terjadi
penumpukan matriks ekstraseluler (ECM) pada jaringan ginjal. Renal fibrosis
umumnya bersifat irreversible sehingga pasien hewan yang telah mengalami
kerusakan jaringan cukup parah disarankan untuk euthanasia.

1.2 Tujuan
a. Memahami pengertian imunohistokimia dan metode pewarnaannya, serta
penyakit renal fibrosis
b. Mengetahui hasil pengamatan histopatologi jaringan secara kualitatif
c. Mengetahui pengaruh induksi streptokinase terhadap ekspresi IL-β

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunohistokimia

Menurut Kabiraj et al (2015), imunohistokimia merupakan teknik untuk


mengidentifikasi konstituen seluler dan jaringan melalui interaksi antigen dan
antibody. Lokasi terbentuknya ikatan diidentifikasi dengan menggunakan label, baik
direct label, maupun secondary labeling. Dalam imunohistokimia digunakan zat
fluorescent (imunofluorescence), dan enzyme-labeled antibody (imunoperoxisade)
untuk mendeteksi ekspresi protein dan molekul biomarker lain dalam sel maupun
jaringan. Terdapat beberapa langkah dalam metode imunohistokimia, pertama-tama
dilakukan fiksasi, embedding dan sectioning, deparafinisasi dan hidrasi, pengikatan
antigen atau epitop, blocking antigen, penambahan antibody primer, inkubasi,
pencucian, penambahan antibody sekunder, inkubasi dan cuci kembali, penambahan
substrat, pencucian, dan counterstaining dengan haematoxylin selama 1 menit (Kim,
et al, 2016). Preparat diamati dengan mikroskop elektron maupun mikroskop cahaya.
Pemeriksaan dengan metode imunohistokimia sangat berguna dalam mengetahui
abnormalitas yang terjadi pada suatu organ, khususnya organ yang vital dalam tubuh
secara spesifik.

2.2. Ginjal

Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki peran penting dalam tubuh.
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur
konsesntrasi garam dalam darah, keseimbangan asam basa, serta memproses ekskresi
urea dan nitrogen dalam darah. Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam
pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi
plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini
dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin (Hoenig dan Mark, 2014). Ginjal terletak di belakang peritoneum
sehingga disebut sebagai organ peritoneal. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan
berada di sisi kanan dan kiri vertebrae. Ginjal memiliki bagian facies anterior, facies
inferior, margo lateralis, dan margo medialis. Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula
fibrosa, capsula adipose, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenal. Bagian luar
disebut cortex, memiliki warna coklat gelap dan bagian dalam disebut medulla renalis
yang berwarna lebih terang (Gwinnutt dan Jennifer, 2012). Struktur anatomis ginjal
dapat dilihat pada gambar berikut:

5
Gambar 1: Struktur Ginjal

2.3. Renal Fibrosis

Pada masing-masing ginjal terdapat satu juta nefron yang berfungsi untuk
membentuk urin. Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan
tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari
darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang
telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru, sehingga setiap gangguan yang terjadi dapat menyebabkan
penurunan jumlah nefron secara bertahap. Oleh karena fungsi ginjal yang sangat vital
yaitu menyaring darah, beberapa penyakit dapat terjadi pada ginjal seperti Chronic
Kidney Disease (CKD). Pada CKD, terjadi kerusakan ginjal secara permanen dimana
fungsi ginjal tidak kembali normal, sehingga cenderung berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal atau End Stage Renal Disease (ESRD). CKD memiliki salah satu
gejala berupa renal fibrosis. Renal fibrosis merupakan kegagalan sistem
penyembuhan jaringan ginjal karena trauma kronis. Patomekanisme renal fibrosis
meliputi trauma kronis, inflamasi, dan penumpukan ECM. Renal fibrosis disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara sintesis ECM dengan degradasinya. Kompleks imun
terjebak dalam glomerulus sehingga menyebabkan penebalan dinding kapiler, dan
meningkatkan tekanan lengkung kapiler. ECM dihasilkan oleh sel mesangial
(Schnaper, 2016). Penebalan akibat penumpukan ECM pada ginjal dapat diamati
pada gambar berikut:

6
Gambar 2: Penebalan ECM yang tampak setelah proses staining.

2.3 Histopatologi
Kerusakan yang terjadi pada kasus renal fibrosis terjadi pada sel epitel
yang dapat diketahui melalui pewarnaan HE. Metode ini umumnya digunakan
untuk mewarnai jaringan atau organ yang membutuhkan kontras antara
sitoplasma dengan inti. Hasil histologi akan menunjukkan adanya perbedaan
antara gambaran renal normal dengan kondisi renal yang telah mengalami
fibrosis. Pada kondisi normal, menunjukkan gambaran histologi dari glomerolus
dan jaringan atau sel-sel di sekitarnya masih bagus ditunjukkan banyak sel-sel
epitel yang masih berinti. Sedangkan histopatologi organ ginjal terjadi pada
hewan yang telah mengalami kerusakan yang ditunjukkan pada bagian
glomerolus dimana terlihat sel epitelnya seperti robek atau lepas dengan sel epitel
lainnya serta inti dari sel epitel yang hilang (Wati, 2013).
Hasil tersebut menunjukan adanya proses neprotoksik yang menyebabkan sel-
sel epitel pada organ ginjal mengalami apoptosis. Proses apoptosis yang
meningkat disebabkan adanya EMT (epithel mesenchymal transition). EMT
adalah proses deferensial sel epitel normal menuju sel epitel yang memiliki
motilitas atau sel fibrolas. Sel fibrolas ini akan berbentuk runcing. Sel fibrolas
merupakan sel penghasil serat fibril atau kolagen yang dapat menyebabkan

7
terjadinya fibrosis yang terbentuk di daerah ekstraseluler sel pada ginjal sehingga
menyebabkan gagal ginjal (Wati, 2013).

2.5. Pengaruh Induksi terhadap IL β

Ekspresi IL-1β ditunjukkan oleh warna coklat pada preparat


immunohistokimia yang merupakan hasil dari ikatan antibodi IL-1β dengan antigen
IL-1β pada jaringan (Gambar 2). Luas area yang berwarna coklat pada preparat
dihitung dengan axiovision sebagai persentase area. Persentase area
merepresentasikan ekspresi IL-1β pada preparat immunohistokimia. Persentase area
yang besar menunjukkan adanya ekspresi IL-1β yang cukup banyak. Pada kelompok
A, B, C dan D ditemukan adanya ekspresi IL-1β dengan intensitas yang berbeda-
beda. Pada kelompok A ditemukan IL-1β karena secara normal IL-1β diekspresikan
oleh leukosit disekitar jaringan, tetapi tidak dilepaskan (Dinarello, 2006). Pada
kelompok B. C dan D ekspresi IL-1β dapat diamati dengan luas area yang lebih besar.
Kelompok D memiliki luas area yang paling besar jika dibandingkan dengan
kelompok lain.
Hasil analisis preparat immunohistokimia dengan axiovision dapat dilihat
pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan rata-rata persentase area pada kelompok yang
diinduksi streptokinase lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Seperti ditunjukkan
Tabel 1, rata-rata persentase area dari preparat imunohistokimia menunjukkan
peningkatan pada kelompok perlakuan B, C dan D. Peningkatan persentase area
menujukkan adanya peningkatan ekspresi IL-1β. Hasil analisis statistik dengan
ANOVA dan uji lanjutan BNJ menunjukkan adanya peningkatan secara nyata
(p<0.05) pada kelompok pelakuan B, C dan D. Hal di atas menunjukkan adanya
peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada ginjal tikus yang diinduksi
streptokinase. Peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada ginjal tikus yang
diinduksi streptokinase menunjukkan kemampuan streptokinase untuk menginduksi
terjadinya inflamasi pada ginjal. Streptokinase menginduksi terjadinya inflamasi
melalui plasmin. Plasminogen yang telah teraktivasi oleh streptokinase menjadi
plasmin mengaktivasi bradikinin yang berfungsi sebagai mediator dalam proses
inflamasi. Bradikinin berinteraksi dengan reseptor B1 pada makrofag. Interaksi ini

8
kemudian menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-1β. Pelepasan
sitokin proinflamasi menyebabkan aktivasi sel inflamasi. Peningkatan dosis
streptokinase menyebabkan peningkatan aktivasi plasminogen sehingga terjadi
peningkatan kerusakan jaringan ginjal. Peningkatan kerusakan jaringan ginjal
menyebabkan meningkatknya ekspresi IL-1β. Kelompok D dengan dosis induksi
tertinggi memiliki tingkat persentase area paling tinggi dibandingkan kelompok lain.
Tingkat ekspresi IL-1β pada kelompok D adalah yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok lain. Hal ini sesuai dengan tingkat kerusakan pada gambaran
histopatologi kelompok D. Kerusakan yang teramati pada gambaran histopatologi dan
tingkat persentase area menunjukkan korelasi. Histopatologi kelompok D memiliki
kerusakan paling parah jika dibandingkan dengan kelompok lain, dan persentase area
yang merepresentasikan ekspresi IL-1β pada kelompok D menunjukkan rata-rata
yang paling tinggi. Korelasi tersebut membuktikan adanya hubungan antara ekspresi
IL-1β dengan tingkat kerusakan pada histopatologi renal fibrosis. Semakin tinggi
dosis streptokinase maka semakin tinggi tingkat keparahan kerusakan pada
histopatologi renal fibrosis.
Peningkatan ekspresi IL-1β juga menunjukkan adanya inflamasi yang terjadi
pada jaringan karena perannya sebagai sitokin proinflamasi (Ren and Torres, 2009).
Inflamasi biasa terjadi pada renal fibrosis dan ikut berperan dalam kerusakan jaringan
dan stimulasi fibrosis. IL-1β dan sitokin proinflamasi yang lain berperan penting
dalam stimulasi inflamasi. Sitokin proinflamasi mengaktivasi leukosit seperti monosit
dan polimorfonuclear (PMN) sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Adanya
peningkatan IL-1β pada ginjal tikus yang diinduksi dengan streptokinase
menunjukkan adanya inflamasi yang terjadi. Inflamasi berperan penting dalam
patogenesis renal fibrosis. Inflamasi mampu merusak jaringan dan mengaktivasi
sitokin profibrotik seperti TGF-β. Inflamasi kronis mengakibatkan kerusakan jaringan
secara terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan ECM dan
akhirnya menyebabkan fibrosis.

9
Gambar 3. Gambaran immunohistokimia IL-1β ginjal tikus induksi streptokinase, 400x.
Keterangan: A= kontrol; B= streptokinase dosis 6000 IU 1x; C= streptokinase dosis 6000 IU
2x; D= streptokinase dosis 6000 IU 3x
Keterangan: ( ) ekspresi IL-1β

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Imunohistokimia merupakan teknik untuk mengidentifikasi konstituen seluler


dan jaringan melalui interaksi antigen dan antibody. Ginjal merupakan salah satu
organ yang memiliki peran penting dalam tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengatur
keseimbangan cairan dalam tubuh, mengatur konsesntrasi garam dalam darah,
keseimbangan asam basa, serta memproses ekskresi urea dan nitrogen dalam darah.
Kerusakan yang terjadi pada kasus renal fibrosis terjadi pada sel epitel yang dapat
diketahui melalui pewarnaan HE.

3.2 Saran

Karena IHK merupakan teknik pewarnaan melalui antigen dan antibody, perlu
ketelitian dan kejelian dalam mengaplikasikannya pada preparat ginjal agar tidak
terjadi kesalahan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gwinnutt, Matthew dan Jennifer Gwinnutt. 2012. Renal Physiology – Part 1


Anesthesia Tutorial of the Week 273. ATOTW 273.

Hoenig, Melanie dan Mark Zeidel. 2014. Homeostasis, the Milieu Interieur, and the
Wisdom of the Nephron. CJASN Vol. 9 July 2014.

Kabiraj, Arpita et al. 2015. Principle and Techniques of Immunohistochemistry – A


Review. Int J Biol Med Res. 2015;6(3):5204-5210).

Kim, So-Woon et al. 2016. Immunohistochemistry for Pathologists: Protocols,


Pitfalls, and Tips. Journal of Pathology and Translational Medicine 2016; 50: 411-
418.

Schnaper, William. 2016. Renal Fibrosis. Springer. UK.

Wati, I. P., etc. 2013. Aktivitas Protease dan Gambaran Histologi Ginjal Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Pasca Induksi Cyclosporine-A. Universitas Brawijaya. Malang.

12

Anda mungkin juga menyukai