Anda di halaman 1dari 11

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika berasal dari kata Yunani ”ethicos” yang berarti kewajiban moral sehingga
mengenal apa yang baik dan apa yang jelek dan dibuat untuk melindungi hak-hak
manusia. Menurut maknawi etika adalah ilmu yang mempelajari sifat umum dari moral
dan pilihan moral tertentu yang dibuat oleh individu kaitannya dengan orang lain. Dalam
pekerjaan profesi kedokteran sangat di utamakan Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etik profesi merupakan
seprangkat prilaku anggota profesi dalam hubugannya dengan orang lain. Pengalaman
etika membuat kelompok menjadi baik dalam arti moral.
Pekerjaan profesi merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan dan latihan
tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, seperti ahli hukum (hakim,
pengacara), wartawan, dosen, dokter, dokter gigi, dan apoteker. Profesi dokter
marupakan profesi tertua dan dikenal sebagai profesi yang mulia kama ia berhadapan
dengan hal yang paling berharga dalam hidup seseorang yaitu masalah kesehatan dan
kehidupan. Menurut pasal 1 butir 11 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran; profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan
kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan,
kompetensi yang di peroleh melalui pendldikan be enjang dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat.
Hakikat profesi kedokteran adalah bisikan nurani dan panggilan jiwa (calling),
untuk mengabdikan diri kepada kemanusiaan berdasarkan moralitas yang kental.
Prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, empati, keikhlasan, kepedulian sesama dalam rasa
kemanusiaan, rasa kasih sayang (compassion), dan ikut merasakan penderitaan orang
lain yang kurang beruntung. Dengan demikian, seorang dokter tidak boleh egois
2

melainkan mengutamakan orang lain, mengobati orang sakit (altruism). Seorang dokter
harus memiliki intellectual quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan sepiritual
qouotient (SQ) yang tinggi dan berimbang.
Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter adalah untuk menjadikan calon
dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional. Etik
profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi dalam
hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, ternan sejawat dan mitra kerja.
Rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-
sama pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersagkutan. Tiap-tiap jenis
tenaga kesehatan telah memiliki kode etiknya, namun kode etik tenaga
kesehatan tersebut mengacu pada kode etik kedokteran indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah asas beneficence dalam etika kedokteran?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengkaji beneficence dalam etika kedokteran?
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etika

Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos
berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Istilah moral berasal dari
kata latin yaitu mores, yang merupakan bentuk jama‟ dari mos, yang berarti adat istiadat
atau kebiasaan watak, kelakuan, tabiat, dan cara hidup. Sedangkan dalam bahasa Arab
kata etika dikenal dengan istilah akhlak, artinya budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia disebut tata susila.
Etika sering diidentikkan dengan moral (atau moralitas). Namun, meskipun sama-
sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan
pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap
perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang
baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik
dan buruk. Dalam filsafat terkadang etika disamakan dengan filsafat moral.
2.1 Etika Kedokteran
Kodeki (Kode Etik Kedokteran Indonesia) atau disebut juga etika profesi
dokter adalah merupakan pedoman bagi dokter Indonesia dalam melaksanakan praktik
kedokteran. Dasar dari adanya Kodeki ini dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 8 huruf
f UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) dan
Pasal 24 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
1. Dalam Pasal 8 Huruf f UU Praktik Kedokteran
a. Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi
yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan
Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
4

2. Dalam Pasal 24 UU Kesehatan,


a. (1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
b. (2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
c. (3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

2.2 Prinsip Dasar Etika Kedokteran


1. Autonomy
Prinsip ini mewajibkan seorang dokter gigi untuk menghormati martabat dan
hak manusia. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan
membuat keputusan sendiri. Hal ini terkait dengan inform consent yang berisi
persetujuan tindakan yang ada dilakukan dokter gigi terhadap pasiennya.
Kaidah Autonomi mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut:
a. Menghargai hak menentukan nasib sendiri.
b. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan.
c. Berterus terang menghargai privasi.
d. Menjaga rahasia pasien.
e. Menghargai rasionalitas pasien.
f. Melaksanakan Informed Consent.
g. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri.
h. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien.
i. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan,
termasuk keluarga pasien sendiri.
5

j. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi.
k. Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien.
l. Mejaga hubungan atau kontrak.

2. Beneficence (berbuat baik)


Seorang dokter gigi harus berusaha semaksimal mungkin agar pasiennya tetap
dalam kondisi sehat. Perlakuan terbaik kepada pasien lebih dari sekedar
memenuhi kewajiban atau tidak hanya untuk kepentingan dokter gigi adalah poin
utama dalam kaidah ini. Peran dokter dalam kaidah ini adalah untuk
menyediakan kemudahan dan mengambil langkah positif yang menganut prinsip
golden role principle .
Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini adalah:
a. Mengutamakan Alturisme (berbuat baik tanpa pamrih, rela berkorban
untuk kepentingan orang lain).
b. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia.
c. Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter.
d. Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya.
e. Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan.
f. Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan.

3. Non Maleficence (tidak berbuat merugikan)


Suatu prinsip yang mana seorang dokter gigi tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk keadaan pasien yaitu dengan memilih pengobatan paling kecil
resikonya dan besar manfaatnya.
6

Non-malficence mempunyai ciri-ciri:


a. Menolong pasien emergensi.
b. Mengobati pasien yang luka.
c. Tidak membunuh pasien.
d. Tidak memandang pasien sebagai objek.
e. Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien.
f. Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter.
g. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian.
h. Menghindari misrepresentasi.
i. Memberikan semangat hidup.
j. Tidak melakukan white collar crime.

4. Justice (berlaku adil)


Prinsip dimana seorang dokter gigi harus memberika perlakuan yang sama
rata serta adil untuk kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat sosio-
ekonomi, agama, kebangsaan, pandangan politik maupun kewarganegaraan tidak
boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap pasiennya. Tidak ada
pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.
Justice mempunyai ciri-ciri :
a. Memberlakukan segala sesuatu secara universal.
b. Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang
sama.
c. Menghargai hak sehat pasien.
d. Menghargai hak hukum pasien.
e. Menghargai hak orang lain.
f. Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status
social, dan sebagainya.
g. Tidak melakukan penyalahgunaan.
h. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien.
7

BAB 3. PEMBAHASAN

Asas-asas etika tradisional yang paling pokok dan masih berlaku sampai
sekarang adalah asas beneficence, dokter akan berbuat kebaikan atau kebajikan terhadap
pasien, dan asas non maleficence yaitu dokter tidak akan menimbulkan mudharat kepada
pasien. Asas-asas yang lain adalah ”turunan” atau terkait dengan salah satu asas atau
kaidah dasar moral diatas. Namun demikian, ”dokter juga manusia”, yang tidak luput
dari segala kelemahan dan godaan. Dari pengalaman diketahui bahwa banyak juga
kasus-kasus pelanggaran moral dan etika dalam hubungan dokter-pasien tersebut.
Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan, kebaikan, kemurahan
hati, mengutamakan kepentiang orang lain, mencintai dan kemanusiaan. Beneficence
dalam makna yang lebih luas berarti tindakan yang dilakukan untuk kebaikan orang lain.
Prinsip moral beneficence adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan
demi kebaikan atau kemanfaatan orang lain (pasien). Prinsip ini digambarkan sebagai
alat untuk memperjelas atau meyakinkan diri sendiri (self-evident) dan diterima secara
luas sebagai tujuan kedokteran yang tepat.
Beuchamp dan Childress menulis: “dalam bentuk yang umum, dasar dasar
beneficence mempunyai tujuan membantu orang lain melebihi kepentingan dan minat
mereka”. Dasar beneficence mempunyai dua elemen, yang pertama keharusan secara
aktif untuk kebaikan berikutnya dan tuntutan seberapa banyak aksi kebaikan berikutnya
dan kekerasan yang terlibat.
Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak. Prinsip ini bukanlah satu-
satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan satu diantara beberapa prinsip
lain yang juga harus dipertimbangkan. Prinsip ini dibatasi keseimbangan manfaat,
resiko, dan biaya (sebagai hasil dari tindakan) serta tidak menentukan pencapaian
keseluruhan kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan prinsip ini adalah
tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan pribadi. Sebagai contoh,
dalam penelitian kedokteran, atas dasar kemanfaatan untuk kepentingan umum sering
8

prosedur penelitian yang membahayakan individu subjek penelitian diperbolehkan.


Padahal, terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya juga dipertimbangkan. Prinsip
beneficence harus diterapkan baik untuk kebaikan individu seorang pasien maupun
kebaikan masyarakat keseluruhan.
Beberapa bentuk penerapan prinsip beneficence merupakan komponen penting
dalam moralitas. Karena luasnya cakupan kebaikan, maka banyak ketentuan-ketentuan
dalam praktek (kedokteran) yang baik lahir dari prinsip beneficence ini. Beberapa
contoh penerapan prinsip beneficence ini adalah:
1. Melindungi dan menjaga hak orang lain.

2. Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.

3. Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.

4. Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).

5. Menolong orang yang dalam kondisi bahaya.

Contoh kasus asas beneficence :


1. Dokter Alex membuka tempat praktek di rumahnya. Dan memiliki banyak
pasien. Sehingga antriannya panjang. Meskipun banyak, dokter Alex tetap
berusaha memberikan pelayanan yang terbaiknya kepada pasiennya. Tetap
tersenyum melayani pasien dan tidak menunjukkan rasa lelahnya. Tiba giliran
ibu Mia untuk diperiksa. Segera dokter Alex memeriksanya dengan penuh
ketelitian. Ibu Mia ternyata menderita penyakit maag. Dokter Alex pun
memberikan obat maag. Setelah itu, dokter Alex memberikan tarif sepantasnya.
2. Dokter Raffi menerima seorang pasien laki-laki setengah baya, tampak
kaheksia, berjalan tertatih-tatih dan terus batuk di hadapannya. Pasien itu
ditemani oleh anak perempuannya yang kurus. Dokter tersebut enggan
melakukan anamnesis dan langsung memeriksa si pasien. ketika si anak bertanya
tentang penyakit ayahnya, dokter Raffi hanya menyarankan minum obat dengan
9

teratur, dan memberikan resep. Si anak bertanya lagi tentang cara minum obat,
tapi dokter Raffi menyarankan bertanya pada tugas apotek tempat mengambil
obat. Merasa diremehkan, sang ayah dan anaknya keluar dari kamar dokter tanpa
mengucapkan salam. Wajah mereka tampak tidak puas.
10

BAB 4. KESIMPULAN

Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos
berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Sedangkan etika kedokteran
adalah pedoman bagi dokter untuk melaksanakan praktik kedokteran. Dalam etika
kedokteran terdapat beberapa asas penting, diantaranya seperti beneficence, non-
malficience, autonomy, dan justice. Salah satu asas yang penting dan dijadikan serapan
dalam asas-asas lain adalah beneficence. Beneficence artinya melakukan hal yang baik.
Ada istilah to do good, not harm yang berarti berbuat baik dan tidak menyakiti. Sudah
sepantasnya asas beneficence ini di pegang teguh semua dokter/dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran di Indonesia.
11

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Dedi. 2017. Kaidah Dasar Bioetika dalam Pengambilan Keputusan Klinis
yang Etis. Majalah Kedokteran Andalas. Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 40(2): 111-121.

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (4th ed).
Jakarta: EGC.

Hartono, Budiman., Salim Darminto. 2011. Modul Blok 1 Who Am I? Bioetika,


Humaiora dan Profesoinalisme dalam Profesi Dokter. Jakarta: UKRIDA.

Juhaya S, Praja. 2010. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.Jakarta: Kencana.h. 60.

Pefalu, Julius. 2015. Pelaksanaan Penegakan Kode Etik Kedokteran. Jurnal Lex
Crimen. 4(3): 43-49.

Purwadianto, Agus., Dianita, P. 2017. Tinjauan Etis Profesi Dokter-Pengacara. Jurnal


Etika Kedokteran Indonesia. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
1(1): 1-6.

Setiawan, Toni. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Kinerja, Motivasi,


Kepuasan Kerja dan Produktivitas. Jakarta: Platinum.

Anda mungkin juga menyukai