Anda di halaman 1dari 11

1.

Jelaskan penyakit sistemik yang diderita pasien pada kasus di atas

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapati kadar gula darah 400


mg/dL, kadar gula pasien tinggi. Keluhan yang diderita pasien berupa gusi sering
mengalami pembengkakan, berdarah, nafas berbau dan tidak nyaman, gigi goyang,
mulut kering dan selalu terasa haus, serta sering buang air kecil. Maka dari dicurigai
adanya penyakit sistemik pada pasien yaitu diabetes mellitus. Diabetes Melitus (DM)
atau penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar gula glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah
sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl. Namun, untuk mengetahui kadar gula
terkontrol atau tidak harus melihat hasil pemeriksaan Hba1c pasien selama 3 bulan
(Gambar 1).

Pemeriksaan
untuk
mengetahui
kadar gula
pasien
terkontrol
atau tidak
(Gambar 1)

Selain itu, keluhan pasien juga sesuai degan diagnosis khas diabetes mellitus antara
lain:

- Poliuria (banyak kencing),

- Polidipsia (banyak minum),

- Polifagia (banyak makan),

- penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya.


Adapun manifestasi diabetes melitus pada rongga mulut :

- Xerostomia (Mulut Kering) yang disebabkan penurunan aliran saliva (air liur),

- Gingivitis dan Periodontitis,

- pasien mengeluh gusinya mudah berdarah,

- ada kerusakan tulang di sekitar gigi,

- pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas,

- Stomatitis Apthosa (Sariawan) dan oral thrush,

- dental karies.1

Pada penderita diabetes melitus, pemanfaatan glukosa terganggu sehingga


glukosa terakumulasi dalam darah (hiperglikemia) dan urin (glukosuria) menghasilkan
diuresis osmotik yang menyebabkan (poliuria). Karena glukosa tidak lagi menjadi
sumber energi utama, lemak dan protein dimetabolisme sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, pengecilan otot perifer dan produksi badan keton sehingga
keton terakumulasi dalam darah dan diekskresikan melalui urin (ketonuria). Pada
dekompensasi yang parah, badan keton mungkin terdeteksi pada napas (khususnya
aseton) menyebabkan nafas bau.2

Jika ditinjau pada kasus di atas, hasil pemeriksaan intraoral, gigi 32-31-41-42
mobility grade 2, mulut kering dan kebersihannya buruk. Terlihat adanya plak supra
dan subgingiva, gingiva berwarna merah, mudah berdarah dan sakit. Hasil
pemeriksaan radiografi tampak adanya resesi tulang alveolar pada regio rahang bawah
anterior. Hasil pemeriksaan-pemeriksaan pasien sangat relevan dengan manifestasi
diabetes rongga mulut. Maka dari itu, pasien tersebut mengalami penyakit sistemik
berupa diabetes mellitus.

2. Apakah Ada Hubungan antara Penyakit Sistemik tersebut dengan Saliva?


Jelaskan
1) Poluria Menyebabkan Saliva Berkurang
Pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria. Hal ini terjadi
dikarenakan glukosa darah meningkat ke kadar dimana jumlah glukosa yang tersaring
melebihi kemampuan sel tubulus ginjal melakukan reabsorpsi maka glukosa muncul di
urin (glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O
bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering
berkemih). Maka dari ituu penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam
tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa
kering (xerostomia).3

2) Kerusakan Sel Saraf Pengatur Kelenjer Saliva


Keadaan hiperglikemia pada DM menyebabkan akumulasi glukosa darah yang
berlebihan akan diubah oleh aldose reduktase menjadi sorbitol. Adapun sorbitol ini
memiliki sifat higroskopik sehingga dapat menarik akumulasi air dan meningkatkan
tekanan osmotik dalam sel saraf. Akumulasi sorbitol dan fruktosa serta peningkatan
tekanan osmotik tentu akan mengakibatkan kerusakan sel saraf dikarenakan akan
terjadi gangguan ATP-ase yang berperan dalam konduksi sel saraf. Kondisi ini dapat
menyebabkan gangguan persarafan termasuk inervasi pada kelenjar saliva dimana
kelenjar saliva cara kerjanya diatur oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.4

Berdasarkan literature lain, semakin lama seseorang menderita DM maka


komplikasi dalam rongga mulut seperti hiposalivasi akan lebih banyak muncul. Hal ini
disebabkan hubungan level kadar glukosa darah pada pasien DM yang berhubungan
dengan kejadian penurunan aliran saliva. Adanya peningkatan diuresis yang
berhubungan dengan penurunan cairan ekstraseluler karena adanya hiperglikemia
sehingga berefek langsung pada produksi saliva. Beberapa faktor fisiologis juga dapat
mempengaruhi dari fungsi saliva pada pasien DM. DM dapat mengakibatkan perubahan
hormonal, mikrovaskular dan neuronal yang dapat mempengaruhi fungsi dari berbagai
organ. Perubahan mikrovaskular dapat mempengaruhi kemampuan kelenjar saliva
dalam merespon stimulasi neural atau hormonal. Sekresi saliva juga dikontrol oleh
sistem saraf autonom sehingga kemungkinan dengan adanya neuropati dapat
menggangu kemampuan seseorang dalam merespon dan menstimulasi kelenjar saliva,
serta mengubah aliran dan komposisi saliva. Adanya penggantian fungsi jaringan oleh
jaringan adiposa pada kelenjar saliva mayor dapat mengurangi jumlah dan kuantitas
sekresi saliva.5
3) Ph Saliva Menurun
Pengaruh diabetes melilitus lainnya dalah tingginya kadar glukosa darah pada
penderita diabetes berhubungan dengan tingginya kadar glukosa dalam saliva. Saliva
dengan kadar glukosa yang tinggi dapat meningkatkan produksi asam melalui proses
fermentasi oleh bakteri di dalam mulut, kemudian terjadi proses demineralisasi yang
menghasilkan karies gigi (Sekarsari, 2012). Saat terdapat makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan
mulai memproduksi asam, sehingga pH saliva menurun dan terjadi demineralisasi yang
berlangsung selama 30-40 menit setelah makan (Margareta, 2012).6
4) Penggunaan Obat-Obatan

Banyak resep dan obat yang menyebabkan mulut kering, apalagi pada penderita
penyakit sistemik yang sering disertai oleh penyakit lainnya.

5) Usia

Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus sering terjadi pada usia lanjut. adanya
atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan usia yang akan menurunkan
produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Biosintesis protein menurun
karena sel-sel asinus mengalami atropi sehingga jumlah protein saliva menurun.
Disamping itu, terjadi degenerasi kelenjar saliva yang mengakibatkan sekresi dan
viskositas saliva menurun.7

Maka dari itu, penyakit diabetes mellitus akan memengaruhi saliva apabila kadar
gula pasien tidak terkontrol. Jika terkontrol pasien tidak mengalami xerostomia,namun
apabila tidak terkontrol maka menyebabkan polyuria (banyak buang air), yang
menyebabkan pasien kehilangan cairan tubuh cukup banyak (dehidrasi), sehingga
produksi saliva berkurang, serta menyebabkan xerostomia. Mulut kering (xerostomia)
akan berakibat kepada gangguan sel saraf yang mengatur kelenjar saliva.
3. Apakah ada hubungan antara penyakit sistemik tersebut dengan gigi ? Jelaskan.
a. Peningkatan Karies Gigi

Diabetes melitus juga merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya karies.
Pada pasien DM lama yang tidak terkontrol berpengaruh pada karies gigi karena
bertambahnya karbohidrat yang dapat difermentasikan di dalam saliva yang merupakan
medium yang sesuai untuk pembentukan asam sehingga memudahkan terjadinya karies.
Karies gigi terjadi oleh karena bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat
membentuk asam. Keadaan pH rendah bisa menyebabkan pelarutan progresif mineral
enamel secara perlahan dan membentuk fokus perlubangan.

Seseorang dengan DM lama yang tidak terkontrol berpeluang besar mengalami


kerusakan gigi karena terjadi peningkatan kadar glukosa dalam cairan saliva. Glukosa
dalam saliva ini akan dimetabolisme oleh bakteri di rongga mulut yang menghasilkan
asam dan menurunkan pH saliva. Bila pH saliva menjadi asam, maka terjadi
peningkatan jumlah bakteri streptococcus dalam rongga mulut. Bakteri-bakteri ini
kemudian menghasilkan zat-zat yang akan mempercepat proses demineralisasi email
yang berakibat karies pada gigi.8

Selain itu, penderita diabetes melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur
(saliva) berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang
melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan bakteri yang ada
pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan (oral hygiene buruk), dapat
mengakibatkan keasaman di dalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya karies gigi.9 Saliva memiliki fungsi terhadap antibacterial di rongga mulut
(Gambar 2) sehingga apabila saliva berkurang kemudian terjadi xerostomia maka
komposisi saliva yang mengandung antibacterial seperti lysozyme, lactoferin,
calprotectin akan berkurang. Ditambahlagi fungsi saliva sebagai self-cleansing juga
menurun maka akan mendukung terbentuknya karies gigi.
(Gambar 2)

b. Gigi Menjadi Rapuh Dan Goyang

Hubungan lain yang ditemukan berupa kelainan penyakit periodontal berupa


gingivitis dan periodontitis. Ditemukan pembengkakan lapisan endothel dari kapiler
gingiva yang dapat menghalangi difusi oksigen dan eliminasi metabolit. Sehingga
menyebabkan perfusi jaringan dan fungsi abnormal gingiva lalu terjadilah penyakit
periodontal. Juga terjadi karena perubahan flora mikrobial dari dental plak subgingiva
dengan tingginya bakteri gram negatif akibat berkurangnya jumlah saliva, lalu terjadi
penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan
gingiva terinfeksi dan mudah berdarah. Serta rusaknya jaringan periodontal membuat
gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi
goyang.10

Selain itu, respon imun pasien DM mengalami gangguan. Adanya perubahan


vaskuler pada membrana basalis yang terjadi pada kondisi hiperglikemi menyebabkan
gangguan transpor nutrisi dan migrasi sel imun ke jaringan tubuh, termasuk jaringan
periodontal. Hiperglikemi dapat mempengaruhi migrasi dan aktivitas fagositosis
mononuklear dan sel PMN4 sehingga walaupun dipengaruhi oleh bakteri yang sama,
periodontitis pada pasien Diabetes mellitus diketahui lebih progresif. Bakteri dan
produknya memiliki peran secara tidak langsung merangsang inflamasi sehingga
menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2) atau sitokin meliputi
Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α) dan Interleukin-1 (IL-1). Mediator ini akan
merangsang produksi dan aktivasi enzim yang merusak jaringan ikat gingiva serta
produksi osteoklas yang akan meresorpsi tulang.11,12,13

4. Bagaimana patogenesis kekurangan saliva pada kasus diatas? Apa namanya?

Hiposalivasi merupakan suatu keadaan berkurangnya sekresi saliva dan termasuk


dari gejala xerostomia.Mulut kering atau xerostomia, mengacu pada kondisi di mana
kelenjar ludah di mulut tidak menghasilkan cukup air liur untuk membuat mulut tetap
basah. Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa mulut kering yang terjadi
akibat penurunan laju aliran saliva yaitu kurang dari atau sama dengan 0,15 ml/menit.14
Laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 13 ml/menit, dengan nilai terendah
mencapai 0,7-1 ml/menit, sedangkan laju aliran saliva normal tanpa stimulasi berkisar
0,25-0,35 ml/menit dengan nilai terendah 0,1-0,25 ml/menit.15

Penderita xerostomia biasanya mengeluh kesulitan mengunyah, menelan,


berbicara, gangguan pengecapan dan rasa sakit pada lidah. Secara umum, etiologi dari
xerostomia meliputi

- Pengobatan: Banyak resep dan obat OTC menyebabkan mulut kering, termasuk
antihistamin, dekongestan, obat hipertensi (untuk tekanan darah tinggi), antidiare,
pelemas otot, obat kontinensia kencing, beberapa obat penyakit Parkinson, serta
sejumlah antidepresan.
- Umur: Meskipun mulut kering bukan bagian alami dari penuaan, orang dewasa yang
lebih tua cenderung mengonsumsi lebih banyak obat daripada populasi lainnya.
Banyak obat yang diminum lansia menyebabkan mulut kering.
- Pengobatan kanker: Radioterapi (terapi radiasi) ke kepala dan leher dapat merusak
kelenjar ludah, sehingga produksi air liur berkurang. Kemoterapi dapat mengubah
sifat air liur, serta seberapa banyak yang diproduksi tubuh.
- Cedera atau pembedahan: Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf pada area
kepala dan leher yang dapat mengakibatkan mulut kering.
- Tembakau: Mengunyah atau merokok tembakau meningkatkan risiko gejala mulut
kering. Dehidrasi: Ini disebabkan oleh kekurangan cairan.16,17

Selain itu, xerostomia dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus (DM). Xerostomia terjadi sekitar 40-80% pada pasien diabetes melitus yang
dikaitkan dengan penurunan laju aliran saliva, DM dapat mengakibatkan perubahan
hormonal, mikrovaskular dan neuronal yang dapat mempengaruhi fungsi dari berbagai
organ.

Perubahan hormonal pada penderita DM dikarenakan terjadinya hiperglikemia


atau kadar glukosa darah meningkat berlebihan sehingga hormone insulin tubuh tidak
mampu mengatasinya. Glukosa darah yang meningkat menyebabkan jumlah glukosa
yang tersaring melebihi kemampuan sel tubulus ginjal melakukan reabsorpsi maka
glukosa muncul di urin (glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang
menarik H2O bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria
(sering berkemih). Maka dari ituu penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di
dalam tubuh berkurang (dehidrasi) yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang
dan mulut terasa kering (xerostomia).

Perubahan mikrovaskular dapat memengaruhi kemampuan kelenjar saliva dalam


merespon stimulasi neural atau hormonal. Sekresi saliva juga dikontrol oleh sistem
saraf autonom sehingga kemungkinan dengan adanya neuropati dapat mengganggu
kemampuan seseorang dalam merespon dan menstimulasi kelenjar saliva, serta
mengubah aliran dan komposisi saliva (Sreebny, 1992). Adanya penggantian fungsi
jaringan oleh jaringan adiposa pada kelenjar saliva mayor dapat mengurangi jumlah dan
kuantitas sekresi saliva (Shrimali, 2011).5

Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang akan
menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan
meningkatnya usia, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana
parenkim kelenjar akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Secara umum, saliva
berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut, pengaturan kandungan air,
pengeluaran virusvirus dan produk metabolisme organisme dan mikroorganisme,
pencernaan makanan dan pengecapan, serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit,
epitel dan saraf. Selain itu, penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-
obatan yang digunakan untuk perawatan dapat memberikan pengaruh mulut kering
pada usia lanjut.Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga
mulut karena mempunyai hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga
mulut.18
Berdasarkan literature lain, penyebab terjadinya xerostomia pada DM adalah
karena gangguan kongenital neuropati atau karena adanya kerusakan pada nervus
kranial VII (nevus fasialis) dan nervus kranialis IX (nervus glosofaringeal) yaitu nervus
yang menginervasi kelenjar parotis (69%) sumber penghasil saliva. Hal ini dikarenakan
Infiltrat limfositik yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial mengindikasikan
bahwa jaringan kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun yang sama
dengan selpancreas. Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan
menyebabkan 10-25% terjadinya hipofungsi dan gangguan komposisi saliva.Terdapat 2
hal yang sering merupakan komplikasi degeneratif DM yaitu otonomik neuropati dan
mikroangiopati yang menyebabkan terjadinya gangguan struktural pada jaringan
kelenjar saliva dan kemudian terjadi hipofungsi pada kelenjar ini serta dipengaruhi
inervasi otonomik dan mikrosirkulasi pada jaringan kelenjar.19 Oleh karena itu, pasien
diabetes mellitus yang tidak terkontrol kadar gula darahnya dapat menyebabkan
kekurangan saliva (hiposalivasi) yang menyebabkan terjadinya mulut kering
(xerostomia).
DAFTAR PUSTAKA

1. Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4, No.
5:93-99
2. Common Medical Condition; A Guide for Dental Team oleh Stephen C. Bain, dkk.
(2010)
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sel. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012: 784.
4. Hapsari AP, Riyanto R, Kadarullah O, Susiyadi S. Hubungan Kadar Gula Darah
Puasa Terhadap Kadar Ph Dan Laju Aliran Saliva Pada Penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Puskesmas 1 Kembaran. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran Keluarga. 2018 Dec 27;14(2):104-8.
5. Humairo, I., & Apriasari, M. L. (2014). Studi deskripsi laju aliran saliva pada pasien
diabetes melitus di RSUD Ulin Banjarmasin. J. PDGI, 63(1), 8-13.
6. Fione, V. R., Ratuela, J. E., & Bidjuni, M. (2015). Pengaruh Kecepatan Laju Sekresi
Saliva Dan Ph Plak Terhadap Tingkat Keparahan Karies Gigi Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe Ii. Infokes-Jurnal Ilmu Kesehatan; 9(2): 126-133.
7. Tarigan A. Proses Penuan dari Aspek Kedokteran Gigi . Medan: Oriza Press, 2017.
Hal. 83.
8. Ampow F.V. Pangemanan DHC, Aninditha P.S.. Gambaran Karies Gigi pada
Penyandang Diabetes Melitus di Rumah Sakit Kalooran Amurang. Jurnal e-GiGi
(eG). Juli-Desember 2018;6(2).
9. Lubis I. Manifestasi Diabetes Melitus dalam Rongga Mulut [Internet]. Jurnal
Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Jakarta. 2013 [cited 2020 Oct 22].
Available from: http://poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/74artikel_bu_irwati.pdf
10. Setyawati T. Pengelolaan Kelainan Gigi dan Mulut pada Penderita Kompromis
Medik: Diabetes Melitus. J Kedokt Gigi Univ Indones. 2000;279–84
11. Ermawati T. Periodontitis dan Diabetes Melitus. Stomatognatic (J. K. G Unej).
2012;9(3):152-154.
12. Sari R. Herawati D. Nurcahyanti R, dkk. Prevalensi periodontitis pada pasien diabetes
mellitus (Studi observasional di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito).
(Maj.KGInd.)Agustus2017;3(2):98-99.
13. DharmawatiIGAA. RaiyantiIGA. Hubungan antarafaktorresiko (umurdan jenis
kelamin) dengan kelainan jaringan periodontal pada penderita DM yang berkunjung
ke poliklinik penyakit dalam RSUD Sanjiwani Gianyar tahun 2014. JKG. Agustus
2015;3(2):61-65.
14. Hidayati, Lia Fetti. HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN DERAJAT
KEGOYAHAN GIGI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS. Diss. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta, 2019.
15. Yulia N, Andayani R, Nasution A. Perubahan Laju Aliran Saliva Sebelum dan
Sesudah Berkumur Rebusan Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) Pada
Mahasiswa FKG Unsyiah Angkatan 2016. Journal Caninus Denstistry. 2017; 2(2):
104 - 110
16. Humphrey SP dan Williamson RT: Tinjauan saliva: komposisi normal, aliran, dan
fungsi. The Journal of prosthetic dentistry 85, 162-169 (2001)
17. Messana I, Inzitari R, Fanali C, Cabras T dan Castagnola M: Fakta dan artefak dalam
proteomik cairan tubuh. Apa proteomik air liur yang memberitahu kita? J Sep Sci 31,
1948-1963 (2008)
18. D Stevany, N Tawas, Pangemanan M. Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan
Malalayang Satu Timur. Jurnal e-GiGi (eG). 2018; 6(1).
19. Walukow W. Gambaran Xerostomia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Endokrin RSUP. Prof dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-GiGi (eG). 2013;
1(2).

Anda mungkin juga menyukai