Anda di halaman 1dari 6

NAMA : FATIH HANIFA JATI

NIM : 10620027
KELOMPOK : 03
FASILITATOR : 1. drg. Sawitri Dwi Indah Pertami.,M.Si
2. drg. Flora Fidelia

RESUME TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK ORAL MANIFEST

1. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis pada kasus dalam skenario adalah Stomatitis uremic, Stomatitis uremik
adalah komplikasi uremia yang jarang terjadi karena munculnya dialisis ginjal yang
dapat terjadi sebagai akibat dari gagal ginjal lanjut dengan adanya peningkatan
kadar BUN yang nyata sekitar 150–300 mg/dl.1 Hal ini secara klinis
direpresentasikan sebagai plak putih yang didistribusikan secara dominan pada
mukosa bukal, dasar mulut dan permukaan dorsal atau ventral lidah. Pasien biasanya
mengeluh nyeri, rasa tidak enak dysgeusia dan sensasi terbakar pada lesi, dan dokter
dapat mendeteksi bau amonia atau urin pada napas pasien. Gambaran klinis kadang-
kadang menyerupai oral hairy leukoplakia.
Stomatitis uremik dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis seperti
eritemopultaceous, ulseratif, hemoragik, dan hiperkeratotik. Secara histologis,
stomatitis uremik ditandai dengan infiltrasi inflamasi yang mendasari minimal
dengan epitel hiperplastik dan hiperparakeratinisasi yang tidak biasa. Lesi oral
diusulkan karena iritasi dan cedera kimia mukosa oleh senyawa amonia atau
amonium yang dibentuk oleh hidrolisis urea dalam air liur oleh urease. Diagnosis
banding terutama harus dilakukan dari vesiculobullous, infeksi mikroba, defisiensi
vitamin, lichen planus, oral hairy leukoplakia dan kandidosis hiperplastik kronis.
Perawatan terutama terdiri dari hemodialisis dan peningkatan kebersihan mulut
dengan obat kumur antiseptik dan agen antimikroba/antijamur jika perlu
Diangnosis banding

Candidiasis, cinnamon contact stomatitis, hairy leukoplakia, white sponge nevus, drug reactions.

2. ETIOLOGI

Penyakit ini memiliki etiologi yang beragam dan kompleks, Etiopatogenesis stomatitis uremia
masih belum diketahui, tetapi dihubungkan dengan meningkatnya kadar amoniak dalam saliva
pada pasien penderita gagal ginjal. Tingginya kadar amoniak dalam saliva yang melebihi 300
mg/dL bertanggung jawab atas terjadinya chemical burn dan berkembangnya lesi oral pada
mukosa, serta dapat muncul lesi pada kulit bila kadar urea lebih dari 300 mg/dl dalam jangka waktu
yang lama. Faktor predisposisinya yaitu perdarahan lokal, gingivitis, kebersihan mulut yang buruk,
karies, merokok dan lingkungan yang infeksius.

3. PHATOGENESIS

Uremic stomatitis juga dianggap sebagai chemical buming akibat dari peningkatan kadar amoniak.
Amoniak dibentuk melalui bakteri yang menghasilkan urea memodifikasi urea saliva yang
meningkat pada pasien gagal ginjal kronis. Uremic stomatitis terlihat pada level urea darah yang
lebih tinggi dari 300mg/mL, meskipun dilaporkan adanya perubahan mukosa pada level urea
kurang dari 200 mg/mL dan diperkirakan sudah ada perubahan pada mukosa pada level diatas 55
mg/dL. (keadaan normal 18-21 mg/mL) Pada keadaan uremia, glomerular filtration menjadi
progressif terjadi retensi sisa produksi nitrogen, hal in dapt dikonfermasi dengan pemeriksaan
Blood Urea nitrogen (BUN) dan serum keratin. Glomerular Filtration Rate (GFR) menjadi deteksi
derajat keparahan dari gagal ginjal.

4. GAMBARAN KLINIS

Ada empat tipe gambaran klinis stomatitis uremia antara lain pseudomembran, ulseratif,
hemorhagik dan hiperkeratotik. Bentuk pseudomembran muncul sebagai eritema difus yang
menyakitkan dan ditutupi oleh pseudomembran abu keputihan yang tebal. Bentuk hiperkeratotik
muncul sebagai lesi hiperkeratotik putih multipel, nyeri, dengan tonjolan tipis. Kelainan rongga
mulut yang umum ditemukan pada penderita GGK yang menjalani hemodialisis terlihat pada
pasien ini yaitu mukosa pucat, tend to bleed pada bibir, keilitis eksfoliatif, ekimosis, petekie yang
terjadi berkaitan dengan sistem hematologik seperti anemia ginjal, defisiensi besi, gangguan fungsi
trombosit, dan gangguan fungsi leukosit. Ditemukan juga ulserasi dan pseudomembran yang
diakibatkan oleh diatesis hemoragik, yang sering terjadi pada uremia, menyebabkan penurunan
viabilitas jaringan yang terkena memungkinkan terjadinya infeksi bakteri. Diastesis hemoragik
merupakan keadaan patologi yang timbul akibat kelainan faal hemostasis, akibat kelainan
vaskuler, defisiensi atau disfungsi trombosit dan kurangnya faktor koagulasi. Peningkatan ureum
saliva dapat menyebabkan pembentukan amonia yang tidak terkontrol dan efek hemodialisis juga
dapat mempengaruhi sistem imunitas pasien sehingga terjadi infeksi bakteri serta iritasi di dalam
rongga mulut.
5. TATA LAKSANA

Tatalaksana dari uremic stomatitis


• Kolaborasi dengan Dokter SpPD, perawatan lesi harus dilakukan setelah dilakukan
hemodialisis.
• Koreksi oral hygiene
• Pemberian anti jamur topikal, mikonazol oral gel (3-4x sehari) bila ditemukan infeksi
candida
• Kumur Chlorhexidine
• Eliminasi fokus infeksi
• Penggunaan saliva buatan pada pasien xerostomia

6. RUJUKAN

Rujukan dilakukan kepeada dokter spesialis penyakit mulut,dan juga perlu penanganan dokter
spesialis penyakit dalam karena memiliki Riwayat penyakit gagal ginjal.

7. KIE

KIE (menyikat gigi dengan sikat gigi berbulu halus minimal 3x sehari, kumur dengan chlorhexidin
digluconate 0,12% mouthwash minimal 3x sehari, oles tipis bibir dengan vaseline album minimal
3xsehari)Menghentikan kompres bibir dengan NaC1

8. HUBUNGAN HIPERTENSI DAN UREMIC STOMATITIS

Serostomia merupakan gejala berupa mulut kering akibat produksi kelenjar saliva yang
berkurang. Gangguan produksi kelenjar saliva tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan pada
pusat saliva, syaraf pembawa rangsang saliva ataupun oleh perubahan komposisi elektrolit
saliva.Mulut kering pada pasien dengan PGK dilaporkan sebagai akibat dari keterlibatan kelenjar
(atrofi parenkim kelenjar ludah minor), penurunan sekresi saliva (sebagai konsekuensi dari
pembatasan asupan cairan dan efek sekunder dari obat terutama anti hipertensi).

9. GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan bersifat irreversibel dimana ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik
untuk membersihkan darah sehingga terjaidnya penumpukan limbah dan cairan di dalam darah
dan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Rivandi & Y onata, 2015). Gagal ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang disebabkan
oleh turunya fungsi ginjal yang bersifat menahun. Gangguan fungsi ginjal terjadi disaat tubuh tidak
mampu untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga
menimbulkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Mailani & Andriani, 2017)

Pada Tahun 2012 Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) mengemukakan bahwa kriteria
diagnostik PGK pada anak harus memenuhi salah satu dari kriteria berikut :

 Laju filtrasi glomerulur (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 Selama lebih dari 3 bulan yang
memberikan implikasi kesehatan, meskipun belum tampak petanda yang lain untuk PGK

 LFG lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2 yang disertai dengan adanya kelainan struktural atau
gangguan fungsional ginjal yang lain, seperti proteinuria, albuminuria, penyakit tubulus ginjal,
atau kelainan patologis yang diketahui dengan pemeriksaan histologi dan patologi. 9,10

Proses patologis yang mendasari PGK adalah kerusakan dari fungsi nefron. 4,11,12 Kehilangan
produk metabolik dari hasil fungsi ginjal mengarah pada perubahan mekanisme hemostatik
normal yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit. 4,11 Produk akhir dari penurunan filtrasi
glomerulus ginjal adalah uremia yang menjadi masalah tambahan di banyak organ termasuk
jantung, paru-paru, otak, usus; tulang, dan fungsi endokrin.

10. ETIOLOGI

Beberapa penyakit dapat menjadi dasar kelainan terjadinya gagal ginjal kronis, antara lain
penyakit ginjal akibat diabetes (diabetic kidney disease), penyakit ginjal polikistik (cystic kidney
disease), dan penyakit tubulointerstitial terganggu (tubulointerstitial disease). Faktor risiko
terjadinya gagal ginjal kronis adalah riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, hipertensi, diabetes,
penyakit autoimun, usia lanjut, stadium akhir, acute kidney disease, dan kerusakan struktur ginjal
baik ada LFG yang normal atau meningkat (Melinah Hidayat, 2018).
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapatkan urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adalah glomerulonetritis (25%), diabetes
mellitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal polikistik (10%) ((Mailani & Andriani, 2017).

11. PATHOGENESIS

Pathogenesis dari gagal ginjal kronik


Menurut Bayhakki (2013), patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan
nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif.Total laju filtrasi glomerulus (LFG)
menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa
mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal
kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar
urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara
bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine yang dibuang mengandung
banyak sodium sehingga terjadi poliuri.

12. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF,OBYEKTIF,PENUNJANG PADA KASUS DI


SKENARIO

Subyektif :
pasien: Laki-laki usia 50 tahun,
keluhan utama: mulut terasa kering disertai andanya lapisan tebal dan berwarna putih dengan
permukaan yang kasar pada bagian bawah
lidah.
Oset : Keluhan dialami sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya bau mulut
dan rasa pengecapan seperti logam(dysgeusia).
Riwayat medis: Pasien mengaku memiliki
riwayat hipertensi, gagal ginjal dan rutin melakukan hemodialisis 2 kali seminggu. .Hasil
pemeriksaan tekanan darah pasien 180/110 mm Hg.

Objektif: Intraoral:

pemeriksaan intraoral pada ventral lidah terdapat ulser yang tertutup


pseudemembran, tidak dapat dikerok, sekitar lesi eritematous dan tertutup lapisan pultaceous,
tepi irreguler,sakit.

Ekstraoral: tidak ada kelainan.


Penunjang: dari pemeriksaan laboratoris menunjukkan flow rate saliva 0,1mL/mnt, kadar
urea dalam saliva 30 mmol/L, serum kreatinin 5 mgdL, dengan level BUN 150mg/dL.
• GFR < 60 ml/min/1,73 m
• Level urea darah >300 mg/ml
• Mikro/makro albuminuria Pemeriksaan urin, terjadi persisten hematuria dan
protein uria
• Renal ultrasonografi
• Creatinin Clearance Tes
DAFTAR PUSTAKA

Popovska M, Spasovski G, Orovcanec N, Cekovska S, Simonceva M, Bexeti-Zendeli L, et


al. . Oral findings in end-stage renal disease. Pril (Makedon Akad Nauk Umet Odd Med
Nauki) 2013; 34:85–91.

Sudarshan R, Annigeri RG, Mamatha GP, Vijayabala GS. Uremic stomatitis. Contemp Clin
Dent 2012; 3:113–5.

Antoniades DZ1, Markopoulos AK, Andreadis D, Balaskas I, Patrikalou E, Grekas D. Ulcerative


uremic stomatitis associated with untreated chronic renal failure: report of a case and review of the
literature. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2006; 101:608–13 [Epub 2006 Feb
17].

Becherucci F, Roperto RM, Materrasi M, Romagnani P. Chronic kidney disease in children.


Clinical kidney journal. 2016:1-9.

Rabiega B, Eliasz W, Pawlaczyk K. Oral health in chronic kidney disease patiens: a literature
review. Dent Med Probl. 2016; 53( 3):419–23.

Gowara Y, Sarsito AS, Siregar P, Wimardhani YS. Orofacial disorder of patients with end stage
renal disease undergoing haemodialysis. J Den Indonesian. 2014;21(3):69-78.

Sakallıoglu EE, Lutfioglu M, Ozkaya O , Aliyev E, Acıkgoz G, et al. Fluid dynamics of gingiva
and gingival health in children with end stage renal failure. J Archoralbio. 2007;52:1194–99.

Abdellatif AM, Hegazy SA, Youssef JM. The oral health status and salivary parameters of egypti
an children on haemodialysis. Journal of Advanced Research. 2011; 2:313–18.

Anda mungkin juga menyukai