Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN HASIL DISKUSI

PEMICU 1 BLOK 20

EDENTULUS LENGKAP

“Kakek cuek akan kesehatannya”

KELOMPOK 10

DOSEN PEMBIMBING:

Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K)

Prof. Slamat Tarigan, drg., MS., PhD

Prof. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Sp.PMM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi merupakan salah satu bagian tubuh manusia yang memegang peranan penting dalam
kualitas kehidupan, dimana gigi memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengunyah makanan,
proses deglutisasi (penelanan), estetik, dan fonetik. Keempat fungsi tersebut berperan amat
penting dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Kehilangan gigi, baik yang diakibatkan
oleh proses penuaan ataupun adanya penyakit sistemik yang diderita pasien berdampak pada
penurunan kualitas hidup seseorang. Sebagai contoh yang dapat kita lihat secara nyata adalah
orang-orang dengan kehilangan gigi baik poenuh ataupun sebagian terutama kehilangan gigi
posterior akan mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan. Kondisi ini akan berdampak
pada penurunan atau defisiensi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Defisiensi nutrisi akan
berdampak pada imunitas tubuh dan mudahnya seseorang terpapar suatu penyakit.

Pada umumnya kehilangan gigi tidak memiliki indikator atau patokan tertentu
mengenai kapan terjadinya. Hal ini dikarenakan kehilangan gigi dewasa bukanlah sesuatu
yang dianggap normal sebagaimana halnya kehilangan gigi desidui. Banyak faktor yang
dapat menjadi penyebab kehilangan gigi dewasa. Salah satunya adalah penyakit periodontal
dan seringkali kehilangan gigi dikaitkan dengan usia. Pada beberapa kasus lansia ditemukan
kondisi edentulus gigi lengkap baik pada rahang atas maupun rahang bawah yang
menyebabkan penurunan quality of life lansia dan tak jarang berpengaruh pada kehidupan
sosial mereka. Bertambahnya usia akan selalu diiringi dengan penurunan fungsi organ tubuh.
Misalnya penurunan laju aliran saliva dikarenakan perubahan lining sel asinar. Hal ini juga
memiliki dampak pada kesiapan rongga mulut menerima perawatan prostodontik.

1.2 Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Kakek cuek akan kesehatannya

Penyusun : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K), Prof. Slamat Tarigan,

drg., MS., PhD dan Prof. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes., Sp.PMM

Hari/Tanggal : Rabu / 30 Maret 2022

Jam : 07.30 – 09.30 WIB


Seorang laki - laki berusia 74 tahun datang ke dokter gigi dengan anak perempuannya yang
berprofesi sebagai dokter dengan keluhan mengalami gangguan lambung karena sulitnya
makan akibat kehilangan seluruh giginya. Anak pasien menyatakan bahwa orang tuanya tidak
mau menggunakan gigi tiruan karena temannya menyatakan adanya rasa sakit saat
menggunakan gigi tiruan. Namun anak pasien memaksa untuk membuat gigi tiruan karena
sakit lambung yang dialami oleh orang tuanya.

Anak pasien menyampaikan bahwa mulut orang tuanya terasa kering serta sering sariawan.
Pasien juga mengeluhkan beberapa bulan terakhir telinganya sering berdengung dan adanya
bunyi pada daerah dekat telinga saat buka dan tutup mulut. Pasien tidak mengalami penyakit
sistemik. Pada saat konsultasi yang berkomunikasi adalah anak pasien tersebut, pasien hanya
menyampaikan keinginannya agar gigi palsu yang akan dibuatkan tidak menyebabkan rasa
sakit ketika digunakan.

Pemeriksaan intra oral, terlihat:

- 43 dan 33 pulpitis irreversible disertai karies servikal

- Mukosa rongga mulut pucat dan tipis

- Saliva sedikit dan kental

- Linggir rahang bawah kanan dan kiri posterior datar

- Lesi berupa ulserasi pada regio anterior rahang atas

- Ada bunyi klicking saat buka dan tutup mulut pada kanan dan kiri TMJ

Learning Issue :

1. Pengaruh kehilangan seluruh gigi terhadap perubahan jaringan rongga mulut dan sistem
stomatognasi
2. Dampak aging terhadap tulang dan pergerakan rahang pasien edentulus lengkap
3. Biomekanik pada edentulus lengkap
4. Rencana perawatan bergigi dan tidak bergigi
5. Dampak aging terhadap perubahan karakter pasien lansia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan kemungkinan penyebab keluhan pasien mulutnya yang terasa kering
dan sering sariawan pada kasus di atas!
- Mulut terasa kering Penuaan (Faktor usia)
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar
saliva, dimana parenkim kelenjar akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan
jaringan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. 1
Biosintesis protein juga menurun karena sel-sel asinus mengalami atropi sehingga
jumlah protein saliva menurun. Disamping itu, terjadi degenerasi kelenjar saliva yang
mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva menurun. Keluhan mulut kering sering
ditemukan pada orang tua yang diakibatkan perubahan karena usia pada kelenjar itu
sendiri.2
- Sariawan  kehilangan gigi, defisiensi nutrisi, penuaan
Sering terjadi sariawan pada pasien tersebut berhubungan dengan edentulous pasien
tersebut. pasien kesulitan makan disebabkan edentulous yang diderita pasien tersebut
sampai terjadinya sakit lambung. Kesulitan makan pada pasien memungkinkan
terjadinya defisiensi nutrisi + xerostomia (penuaan) imunologi rendah + self
cleansing rendah yang memungkinkan tejadinya sariawan berulang.4
Pada kasus, pasien sudah menglami kehilangan gigi kecuali gigi 43 dan 33 yaitu
gigi kaninus rahang bawah, sedangkan gigi antagonisnya sudah tidak ada. Dari kasus
diketahui pasien sering mengalami sariawan dan hasil pemeriksaan fisik didapati lesi
berupa ulserasi pada regio anterior rahang atas. Hal ini disebakan karena kedua gigi
yang tertinggal tidak mempunyai lawan kontaknya (gigi antagonis) sehingga kedua gigi
sering berkontak mengenai mukosa mulut langsung secara terus menerus menyebabkan
luka saat proses pengunyahan ditambahlagi pada pasien lansia (penuaan) struktur
mukosa tipis dan kering, sehingga lebih mudah terjaid iritasi/ luka pada mukosa.3
2.2 Jelaskan kemungkinan penyebab mukosa rongga mulut pucat dan tipis serta
saliva sedikit dan kental pada kasus di atas!
a. Mukosa mulut pucat dan tipis Faktor usia (penuaan)
Pada pasien lansia (seperti pada kasus) mekanisme regenerasi sel ini secara fisiologis
memang terus mengalami penurunan. Sehingga pertambahan usia menyebabkan sel
epitel pada mukosa mulut mulai mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi,
berkurangnya kapiler dan suplai darah (akibat berkurangnya vaskularisasi) serta
penebalan serabut kolagen pada lamina propia.5 Akibatnya, secara klinis
menyebabkan mukosa mulut terlihat lebih pucat, tipis, kering.6
b. Saliva sedikit dan kental
- Faktor usia (penuaan)  Seiring bertambahnyaa usia, terjadi perubahan dan
kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana parenkim kelenjar akan hilang dan
digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.8 Keadaan ini mengakibatkan
pengurangan jumlah aliran saliva. Jumlah dan fungsi sel acinar/asini (sel yang
bertugas memproduksi saliva) pada kelenjar saliva juga berkurang sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan sekresi saliva pada lansia sehingga pasien
memiliki saliva yang sedikit dan kental.7
- Gerakan mengunyah menurun  Penyabab lainnya ialah fungsi mastikasi yang
tidak maksimal. Gerakan mengunyah diketahui mampu merangsang sekresi saliva.
Akibat gerakan mengunyah menurun, rangsangan untuk keluarnya saliva berkurang
sehingga sekresi saliva menurun.8
2.3 Jelaskan etiologi dan patogenesis bunyi klicking pada TMJ dan telinga yang
berdengung pada pasien tersebut!
Bunyi klicking
a. Kehilangan gigi posterior  Kehilangan gigi posterior menyebabkan kelainan
TMJ, terjadi perubahan dimensi vertical oklusi, perubahan letak processus
condylaris karena terdapatnya perbedaan posisi salah satu atau kedua processus
condylaris sendi temporomandibular ketika beroklusi. Caput processus condylaris
bisa mengalami penekanan terlalu keras terhadap fossa glenoidalis dan
menyebabkan kartilago discus articularis rusak yang akan menarik ligamen terlalu
kuat sehingga menyebabkan gangguan pada kedua sendi rahang dan juga Perubahan
pola oklusi adalah salah satu penyebab terjadinya kliking.
b. Faktor Usia (penuaan) Usia. Lansia (74 Tahun), menyebabkan terjadinya proses
degeneratif pada jaringan TMJ,misalnya penurunan volume cairan sinovial yang
berfungsi sebagai pelumas sendi, dalam hal ini adalah sendi temporomandibular.9

Telinga berdengung

Faktor anatomis  disebabkan kedekatan anatomis antara sendi temporomandibular,


otot yang dipersarafi oleh saraf trigeminal, dan struktur telinga.
Disfungsi Temporomandibular (TMD) yang menyebabkan tinnitus (telinga
berdengung) karena TMJ terletak di bawah telinga, merupakan sendi yang
menyatukan rahang bawah (mandibula) dengan rahang atas (tulang temporal).
Disfungsi TMJ menyebabkan tulang, otot, sendi, dan tendon kepala dan leher tidak
sejajar,sehingga menyebabkan banyak ketegangan pada otot, termasuk pada telinga.
Otot telinga – sensor tympani dan sensor levi palatine – bereaksi terhadap ketegangan
otot wajah. Keduanya terhubung ke saraf trigeminal dan terjadi telinga sakit dan
berdenging.10,11

2.4 Jelaskan etiologi dan patogenesis linggir rahang bawah yang datar!

Etiologi

a. Kehilangan gigi  Setelah kehilangan gigi, pada umumnya tinggi dan lebar tulang
alveolar akan berkurang. Hal ini terlihat secara nyata setelah ekstraksi gigi, namun
prosesnya tetap berkelanjutan. Tulang alveolar mengalami perubahan berupa
hilangnya mineral tulang oleh karena usia melalui resorpsi matriks tulang dan
proses ini berlanjut dikarenakan adanya kehilangan gigi. Kondisi edentulus juga
ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resorpsi linggir
alveolar.12,13,14,15
b. Faktor anatomis  Faktor anatomi berpengaruh terhadap resorpsi linggir alveolar
yaitu kuantitas dan kualitas tulang dari linggir alveolar. Dengan demikian ada
kemungkinan bahwa jika volume tulang lebih besar, maka resorpsi yang terjadi
akan terlihat. Faktor anatomis lain yang sangat penting untuk peningkatan resorpsi
adalah kepadatan tulang. Semakin padat tulang, semakin lambat tingkat resorpsi
karena ada lebih banyak tulang yang akan diresorpsi. Pada rahang bawah resorpsi
terjadi empat kali lebih besar dibandingkan rahang atas. Awood dan Co menyatakan
rata-rata mengalami resorpsi sebesar 0,4 mm pada rahang bawah dan dan 0,1 mm
pada rahang atas. 12,13,14,15
c. Faktor usia  Pada umur empat puluh tahun, kepadatan tulang menurun.
Berkurangnya aktivitas fisik, kurangnya aliran estrogen, asupan makanan, ras, dan
keadaan herediter merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya resorbsi tulang
alveolar yang berhubungan dengan umur. 12,13,14,15
d. Lama edentulous salah satu faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan
resorpsi linggir alveolar. Resorpsi linggir alveolar berkembang paling cepat enam
bulan pertama dan berlangsung selama dua tahun setelah pencabutan gigi dan terus
akan berlangsung dalam porsi yang sedikit.12,13,14,15

Patogenesis

Patogenesis linggir rahang bawah yang datar disebabkan oleh Linggir datar
merupakan resorbsi tulang alveolar (linggir) yang berlebih pada rahang tanpa gigi dan
ditemukan pada pasien yang sudah lama kehilangan gigi. Pencabutan gigi
menyebabkan hilangnya jaringan periodontal, sehingga menyebabkan perubahan pola
penerimaan beban dan tekanan pada tulang alveolar yang menjadi lebih besar secara
vertikal maupun horizontal. Hal ini merupakan penyebab utama terjadinya proses
resorbsi yang berlebih dan menjadi datar.8

Pembentukan tulang diatur oleh sel osteoblas, sedangkan resorpsi tulang diatur
oleh osteoklas. Jika terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang
yang terlalu besar maka akan menyebabkan resorpsi tulang. Penurunan kemampuan
regenerasi sel yang menurun akibat pertambahan usia mempercepat resorpsi pada
tulang alveolar. Resorpsi ini akan menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya
ukuran tulang alveolar secara terus-menerus. Perubahan bentuk dari tulang alveolar
tidak hanya terjadi pada permukaan tulang alveolus dalam arah vertikal saja tetapi juga
dalam arah labiolingual atau labiopalatal dari posisi awal yang menyebabkan tulang
menjadi rendah, membulat, atau datar. Puncak tulang alveolar yang mengalami
resorpsi, pada umumnya akan berubah bentuk menjadi cekung, datar atau seperti ujung
pisau. Resorpsi berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir
yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang.16

2.5 Jelaskan pengaruh saliva yang sedikit dan kental terhadap pemakaian GTL!
Saliva berperan penting dalam pemakaian gigi tiruan penuh untuk melindungi mukosa
oral dari iritasi mekanik dan infeksi, serta untuk memberikan retensi.
a. Retensi antara basis dan mukosa
saliva pasien sedikit dan viskositas saliva yang kental akan mempengaruhi retensi
pada GTL akan berkurang akibat kurang tipisinya lapisan antara GTL dan mukosa
dibawahnya. Saliva dengan konsistensi kental dan lengket akan terakumulasi
diantara basis GTP dan mukosa dibawahnya mengakibatkan hilangnya retensi GTP.
Saliva sedikit+ kental  mudah melepasnya gigi tiruan.
b. Ketidaknyaman pasien memakai GTL
Laju aliran saliva dan viskositas penting dalam kebersihan pemakaian gigi tiruan.
Pada kasus didapat viskositas pasien kental sehingga kualitas saliva untuk self
cleansing kurang yang mengakibatkan oral hygiene buruk dan pemakain gigi tiruan
akan terganggu karena adanya plak/kalkulus serta pada pasien tidak nyaman.
2.6 Jelaskan pengaruh mukosa yang pucat dan tipis terhadap pemakaian GTL!
Mukosa yang berkurang ketebalannya mungkin berkaitan dengan berkurangnya
tinggi alveolar, Tekanan pada tulang sedikit banyak ditahan oleh tulang itu sendiri, dan
akitivitas inilah yang terjadi pada proses resorpsi. Adanya perbedaan ketebalan ini
memberikan dampak mengganggu kemampuan mukosa untuk dapat menerima tekanan
yang sama dari basis gigitiruan. Mukosa yang tipis, lebih dulu merasakan tekanan
beban yang diteruskan dari basis gigitiruan dari pada mukosa yang tebal.
Tekanan dibawah gigi tiruan bisa merupakan penyebab awal terjadinya iritasi
kemudian menyebabkan rasa nyeri. Jaringan pendukung yang rusak tersebut akan
mengeluarkan substansi histamine dan prostaglandin dan saraf terakhir mengeluarkan
substansi P, mendukung terjadinya inflamasi dan meningkatkan sensitivitas. Karena
perlindungan mukosa yang tipis ini, syaraf tertekan oleh gigi tiruan yang menyebabkan
rasa terbakar. perasaan itu dapat menyebabkan ketidaknyamanan seperti rasa nyeri,
pada beberapa keadaan dapat dialihkan ke dagu, bibir, dan bahkan pipi.17
2.7 Apakah rencana perawatan dan perawatan pendahuluan yang dibutuhkan pada
pasien tsb di atas?
Rencana perawatan terdiri perawatan pendahuluan, persiapan jaringan pendukung, dan
perawatan prostodontik.
Kunjungan pertama Edukasi terkait pemakaian gigi tiruan, memberi tahu tentang
manfaat penggunaan gigi tiuran ataupun komplikasi bila tidak digunakan.
Kunjungan berikutnya:
a. Perawatan Pendahuluan
1) Elimantion of infection
- Gigi 33, 43 pulpitis irreversible+karies servikal bergantung pada hasil
roentgen foto:
Bila prognosa baikgigi dipertahankan dengan melakukan PSA dan
restorasi (hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya percepatan resorpsi
tulang alveolar dan dapat menjadi dukungan untuk gigi tiruannya)
Bila prognosa buruk gigi dicabut.
- Lesi berupa ulserasi pada regio anterior rahang atas  menghilangkan faktor
penyebab yaitu dengan perawatan gigi yang tersisa dan pembuatan gigi tiruan.
Serta dapat diberikan medikasi berupa pemberian Kenalog dan vitamin C.
2) Elimination of pathology
- Untuk keluhan mulut kering: Kumur-kumur dengan air putih, Menjaga
kebersihan rongga mulut, Penggunaan obat kumur chlorine dioxide lemon
mint, Penggunaan dry mouth gel.18
3) Preprosthetic surgery
- Non surgical method : pasien diinstruksikan untuk relaksasi dan latihan
pergerakan mandibular
4) Tissue conditioning
- Linggir rahang bawah kanan dan kiri posterior datar  Tindakan bedah
mempunyai banyak kerugian dan menjadi kontraindikasi mengingat fakta
bahwa pasien dengan gigi tiruan penuh ini memiliki usia lanjut, maka dipilih
perawatan non-bedah yaitu teknik pencetakan khusus.19
5) Nutritional Counseling.
Diketahui bahwa pasien mengalami gangguan lambung karena sulitnya makan
akibat kehilangan seluruh giginya. Hal itu dapat disebabkan karena kurangnya
nutrisi yang diterima pasien. Maka dapat diklakukan konseling nutrisi pada
pasien.

Kunjugan lainnya:

b. Perawatan Prostodontik
- Rahang atas (Tidak bergigi): Pembuatan gigi tiruan penuh konvesional karena
dukungan yang digunakan adalah dukungan jaringan. Pemilihan basis yang
dipakai bisa digunakan basis dengan bahan resin akrilik polimerisasi panas karena
dinilai lebih estetis. Akrilik mempunyai beberapa keuntungan antara lain; harga
relatif murah, warnanya menyerupai gingiva, manipulasi dan cara pembuatannya
mudah, tidak larut dalam saliva, dapat dilakukan reparasi dan perubahan
dimensinya kecil, sewarna dengan jaringan rongga mulut namun bisa di
disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dari pasien.20
- Rahang bawah (bergigi) :
Bila prognosa gigi 33,43 baik  pembuatan gigi tiruan dengan dukungan
mukosa dan gigi. Gigi 33 43 menjadi penyangga tanpa direct retainer  GTSL
ataupun Overdenture yaitu gigi tiruan dukungan gigi. Overdenture adalah gigi
tiruan yang didukung oleh jaringan lunak, tulang, akar gigi, atau gigi asli yang
telah dimodifikasi atau implant. Pilihan ini menjadi indikasi pada pasien manula
dengan kondisi fisik dan mental yang mampu mendapatkan perawatan tambahan
serta pada kasus gigi tiruan lengkap rahang atas dengan antagonis gigi asli
anterior rahang bawah, terdapat satu atau beberapa gigi/akar gigi, pasien dengan
OH baik.
Bila prognosa gigi 33,43 buruk  pembuatan gigi tiruan lengkap atau full
denture dengan basis berbahan resin akrilik polimerisasi panas.
2.8 Bagaimanakah prinsip biomekanik dukungan gigi tiruan pada kasus di atas?
Dukungan gigi tiruan pada edentulous penuh adalah jaringan. Maka sebelum
melakukan perawatan kita perlu mempersiapkan jaringan untuk menerima gigi tiruan.
Hal yang harus diperhatikan pada prinsip biomekanik adalah:
1. Mucosal dan masticary load
Berdasarkan kasus diketahui bahwa kondisi mukosa pasien adalah pucat dan tipis,
hal ini dipengaruhi oleh resorbsi tulang akibat kehilangan gigi yang sudah lama.
Keadaaan mukosa yang tipis akan berpengaruh pada masticary load, gigi tiruan tidak
dapat menerima beban pengunyahan yang besar sehingga fungsi gigi tiruan kurang
maksimal. Akibatnya pasien akan kesakitan saat menggunakan gigi tiruan, dampaknya
adalah selective food. Pasien akan cenderung lebih memilih makanan lunak
dibandingkan makanan keras sehingga pasien akan mengalami defisiensi nutrisi. Hal
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan ini adalah dengan
memperhatikan atau meminimalkan oklusal load yang diberikan pada gigi tiruan.
2. The Residual Ridge
Residu ridge terdiri dari mukosa pendukung gigi tiruan, submukosa dan
periosteum, dan tulang di bawahnya. Ketika prosesus alveolaris menjadi edentulous,
alveolus yang berisi akar gigi akan terisi dengan tulang baru, membentuk prosesus
alveolarisresidual. Ini menjadi ridge residual dan merupakan dasar untuk gigi palsu,
peran yang tidak cocok untuk gigi palsu. Hilangnya gigi dan dukungan periodontalnya
mengakibatkan hilangnya mekanisme sensorik yang penting dan perubahan pola
pembebanan tulang alveolar dari tarik ke tekan dengan gaya dominan vertikal maupun
horizontal. Punggungan edentulous juga memiliki luas permukaan yang jauh lebih kecil
daripada ligamen periodontal sebelumnya, dan jaringan pendukung gigi tiruan
menunjukkan sedikit adaptasi terhadap kebutuhan fungsional barunya. Hal ini sangat
kontras dengan rentang adaptif yang sering luar biasa dari sistem pengunyahan gigi.
Setelah kehilangan gigi, ridge alveolar mengalami resorpsi terus-menerus, yang
mengakibatkan pengurangan bertahap dan hilangnya secara virtual. Proses ini
tampaknya terjadi pada tingkat pengurangan eksponensial dan biasanya paling cepat di
mandibula anterior. Hilangnya tulang tidak terjadi secara merata di atas permukaan
seiring waktu, bagian dan ukurannya menjadi berubah. Tingkat resorpsi tulang juga
sangat bervariasi dari orang ke orang dan tidak dapat diprediksi pada tingkat individu.
Sedikit yang diketahui tentang faktor mana yang paling penting untuk variasi yang
diamati Dua konsep telah dikemukakan mengenai hilangnya tulang residual yang tak
terhindarkan: satu berpendapat bahwa sebagai konsekuensi langsung dari hilangnya
struktur periodontal, pengaruh organisasi yang terakhir pada tulang yang berdekatan
diubah dan pengurangan tulang progresif variabel terjadi. Yang lain berpendapat bahwa
kehilangan tulang residual bukanlah akibat yang tak terhindarkan dari ekstraksi
gigi tetapi tergantung pada serangkaian faktor yang kurang dipahami.
3. Psychological Effect on Retention
Mengenakan gigi palsu mungkin memiliki efek psikologis yang merugikan pada
beberapa pasien, dan rangsangan saraf yang dihasilkan dapat mempengaruhi sekresi
saliva dan dengan demikian mempengaruhi retensi. Akhirnya, sebagian besar pasien
tampaknya memperoleh kemampuan untuk mempertahankan gigi.Stabilisasi otot
protesa ini mungkin juga disertai dengan pengurangan kekuatan fisik yang digunakan
untuk menahan gigi tiruan. Jelas, kekuatan fisik retensi dapat ditingkatkan dan
dibangun kembali, sampai titik tertentu, dengan perhatian yang cermat dan sering pada
status gigi tiruan. Inspeksi berkala, termasuk prosedur pelapisan ulang, akan membantu
memperpanjang kegunaan prostesis.8
2.9 Apakah tipe watak pasien tersebut dan bagaimana teknik komunikasi yang tepat?
Tipe watak  Indifferent
Pasien tipe indifferent tidak peduli terhadap penampilan dirinya dan tidak meraskan
pentingnya masalah mastikasi. Karena itu orang tipe ini sesungguhnya tidak merasa
perlu untuk pemasangan gigi tiruan. Dietnya biasanya buruk dan kalaupun mau datang
ke dokter gigi atas dorongan kawan atau keluarganya. Hal ini terlihat dari pernyataan
anak pasien bahwa orang tuanya tidak mau menggunakan gigi tiruan. Namun anak
pasien memaksa untuk membuat gigi tiruan karena sakit lambung yang dialami oleh
orang tuanya. Pasien datang karena dorongan orang lain/disuruh/yang tidak peduli
terhadap keadaan rongga mulut, sehingga pasien bersikap apatis, tidak tertarik dan
kurang motivasi. Pada kasus dikatakan, pasien datang bersama anaknya yang berprofesi
sebagai dokter, pada saat konsultasi, anaknya yang lebih banyak berkomunikasi dengan
dokter gigi.
Teknik komunikasi 
1) aktif-pasif / tradisional/ paternalistic yaitu orangtua & anak kecil. Dimana pada
lansia ini baik psikologis maupun psikisnya mengalami penurunan seperti
pendengaran, pelupa, banyak diam dan tekadang menunjukkan sikap seperti anak
kecil yang ingin diberi perhatian dan empati yang lebih ketika bertemu orang baru,
termasuk dokter gigi. Berikan penjelasan maupun informasi yang mudah dan ringan
yang bisa diterima pasien dan jangan terlalu berlebihan teknik penyampaiannya
karena pada lansia daya memori untuk mengingat sulit dilakukan. Hal ini dapat
diatasi dengan pemberian informasi lebih jelas kepada anak pasien yang turut ikut
mengantar. Dokter harus banyak sabar, menyampaikan manfaat dari pemakaian gigi
tiruan, dan komplikasi apabila pasien tidak memakai gigi tiruan.
2) Pendekatan lain dengan cara Deliberative yaitu dokter gigi mengawasi pasien
selama penanganan ataupun perawatan yang diberikann. Dokter memberikan
keyakinan kepada pasien tentang perawatan yang akan dilakukan. Dokter
memberikan jadwal teratur untuk kontrol pada pasien, menilai perubahan-
perubahan yang terjadi pada pasien, bagaimana progress perawatannya, apa saja
yang dapat mengganggu perawatannya, dll. Selain itu, pada perawatan pasien lansia
terutama pada kasus yang memiliki sikap acuh, maka hal-hal seperti kesabaran,
kasih sayang, dan perhatian pada pasien tersebut dapat membantu meningkatkan
prognosis perawatan.21
2.10 Bagaimana prognosis perawatan prostodonsia pada pasien tersebut berdasarkan
perubahan kondisi fisik, rongga mulut dan watak pasien?
Prognosis kurang baik/ sedang
- Kondisi fisik, terbilang baik karena pasien tidak mempunyai penyakit sistemik.
- Rongga mulut, kurang baik. pasien yang mengalami mulut kering menjadi faktor
penghambat dalam pembuatan gigi tiruan lengkap, mukosa rongga mulut pucat dan
tipis. Hal tersebut dapat membuat pasien merasakan tekanan beban yang diteruskan
dari basis gigi tiruan. Pada linggir rahang bawah kanan dan kiri posterior datar yang
akan mengurangi retensi dari gigi tiruan.
- Watak pasien kurang baik. pada karakteristik pasien indifferent adalah sikap
apatis dan tidak kooperatif, kurangnya motivasi, gampang terpengaruh (tidak punya
pendirian) dan kurang memperhatikan instruksi. Sikap pasien tetap acuh-tak acuh,
tentu akan sulit untuk mengkoreksi masalah-masalah yang ada, rongga mulut pasien
yang buruk dan sangat mempengaruhi kondisi fisik pasien secara menyeluruh.

Dokter gigi harus hati-hati dalam mengambil langkah, karena prognosis perawatan pada
pasien dengan watak ini kurang baik, sehingga motivasi harus terus ditumbuhkan sejak
awal perawatan. Prognosis dapat menjadi baik apabila ada penerimaan dari pasien
dan instruksi kepadanya berhasil.22,23
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Peristiwa mulut kering lebih sering terjadi pada orang yang lebih tua daripada
kelompok usia lainnya. Kondisi ini sering dikaitkan dengan kondisi xerostomia. Xerostomia
disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang akan menurunkan produksi
saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi perubahan
dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana parenkim kelenjar akan hilang dan digantikan
oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran
saliva. Sariawan berulang pada pasien edentulus menyebabkan kesulitan makan pada pasien
memungkinkan terjadinya defisiensi nutrisi, ditambahlagi pada pasien lansia keadaan mukosa
rongga mulut yang tipis dan kering, serta berkurangnya aliran saliva memudahkan terjadinya
iritasi/ luka berulang pada mukosa. Pertambahan usia mampu menyebabkan sel epitel pada
mukosa mulut mulai mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi, berkurangnya kapiler
dan suplai darah (akibat berkurangnya vaskularisasi) serta penebalan serabut kolagen pada
lamina propia. Akibatnya, secara klinis menyebabkan mukosa mulut terlihat lebih pucat,
tipis, kering, dan proses penyembuhan yang lambat.

Kehilangan gigi posterior akan mengakibatkan perubahan keseimbangan sehingga


mengakibatkan ketidakharmonisan oklusi. Hal ini akan berakibat pula pada sendi
temporomandibula, sehingga akan terjadi kliking. Selain itu, suara sendi temporomandibular
dapat berasal dari perubahan permukaan artikular, penyimpangan dalam bentuk komponen
artikular dan kurangnya koordinasi otot. Kehilangan gigi juga berarti meninggalkan residual
ridge, residual ridge atau linggir sisa adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
linggir alveolar klinis setelah penyembuhan tulang dan jaringan lunak setelah ekstraksi.
Setelah proses ekstraksi, terjadi perubahan yang cukup signifikan pada tulang alveolar.
Fenomena perubahan yang terjadi pada tulang alveolar ini sering disebut dengan residual
ridge resorption (RRR). Residual ridge resorption adalah istilah yang digunakan untuk
berkurangnya kuantitas dan kualitas linggir sisa setelah gigi-geligi diekstraksi. Resorpsi ini
merupakan proses yang kronis, progresif dan irreversibel dengan laju resorpsi paling cepat
dalam enam bulan pertama setelah ekstraksi. Resorpsi linggir alveolar yang terjadi setelah
ekstraksi gigi adalah proses yang kompleks dan multifaktorial. Resorpsi ini akan
menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran tulang alveolar secara terus-
menerus.

Semua kondisi ini, baik itu kondisi saliva maupun kondisi residual ridge, memberikan
dampak pada gigi tiruan lengkap yang akan pasien pakai nantinya. Maka dari itu, perlu
dilakukan perawatan pendahuluan sebelum prosedur pembuatan gigi tiruan lengkap pasien
dilakukan. Selain itu, dokter gigi harus hati-hati dalam mengambil langkah, karena prognosis
perawatan pada pasien dengan watak kurang baik seperti indifferent, sehingga motivasi harus
terus ditumbuhkan sejak awal perawatan. Prognosis dapat menjadi baik apabila ada
penerimaan dari pasien dan instruksi kepadanya berhasil
DAFTAR PUSTAKA

1. Arsad, Syamson M.M. Analisis Xerostomia Terhadap Kesehatan Gigi Dan Mulut
Terkait Kualitas Hidup Pada Lansia Di Desa Mattombong Kecamatan Mattiro Sempe
Kabupaten Pinrang. Jurnal Media Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Makassar. July
2019; 18(1) : 77.
2. Rizqi, Annisa, Gunawan Wibisono, And Dwi Ngestiningsih. Pengaruh Pemberian
Permen Karet Yang Mengandung Xylitol Terhadap Penurunan Keluhan Pada Lansia
Penderita Xerostomia. Diss. Diponegoro University, 2013.
3. Wahyuni L,dkk. Pengetahuan Tentang Penyebab Dan Dampak Kehilangan Gigi
Terhadap Kejadian Kehilangan Gigi Pada Lansia. JDHT, 2021; 2(2): 53.
4. Kyung Ah Lee et al, Nutrient intakes and medication use in elderly individuals with and
without dry mouths. Nutrition Research and Practice 2020;14(2):143-151;
https://doi.org/10.4162/nrp.2020.14.2.143. December 5, 2019
5. Ayu Asih P, Apriasari ML, Kaidah S. Gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
6. Primasari A. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. 2nd ed. USU Press; 2019.
7. Setyowati DI, Dewi LR, Hernawati S, Triwahyuni IE, Marari SZ. Laju aliran saliva dan
insidensi kandidiasis oral pada pasien lansia perokok dan bukan perokok Salivary flow
rate and incidence of oral candidiasis in elderly smokers and nonsmokers. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. 2020 Dec 31;32(3):164-9.
8. Zarb G, Hobrik JA, Eckert SE, Jacob RF. Prostodonthic Treatment for Edentulus
Patients: Complete Denture and Implant-Supported Prosthese. 13th ed. St. Louis:
Elsevier Mosby, 2013: 4-9,50-52.
9. Ginting R, Nurindah FM. Napitupulu Gejala klinis dan faktor penyebab kelainan
temporo mandibular joint pada kelas I oklusi angle. J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;
31(2): 108-119.
10. Kusdra PM, Stechman-Neto J, de Leão BL, Martins PF, de Lacerda AB, Zeigelboim
BS. Relationship between otological symptoms and TMD. The International Tinnitus
Journal. 2018 Apr 22;22(1):30-4.
11. Phulari RG. Textbook of Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. JP Medical Ltd;
2014.
12. Silvia P, Ismet D. N. Bentuk Residual Ridge dan Hubungannya Dengan Retensi Gigi
TIruan Penuh. Cakradonya Dent J, 2016; 8(1): 55-9 7.
13. Manappallil J. J. Complete Denture Prosthodontics. Ed2. New Delhi: Arya Medi
Publishing House PVT. LTD. 2011: 21.
14. E.Zmyslowska, S. Ledzion, K. Jedrzejewski. Factors Affecting mandibular residual
ridge in a edentulous patiens: a preliminary report. Folio Morphol., 2007; 66(4):346-52.
15. Gupta A, Tiwari B, Goel H, Shekhawat H. Residual Ridge Resorption: A Review.
Indian J of Den Sciences. 2010; 2(20) : 7-11
16. Susi R. Puspitadewi. Perawatan Prosthodontik pada Kondisi Ridge yang Kurang
Menguntungkan. Jurnal B-Dent 2015; 2(2): 133-42.
17. Sumarsongko, Taufik, and Aprillia Adenan. "Rasa nyeri pada mukosa jaringan
pendukung Gigi tiruan penuh dan penanggulangannya Pain on supported tissue mucosa
of full denture and its relief."
18. Usman, Nur Asmi; Hernawan, Iwan. Tata Laksana Xerostomia Oleh Karena Efek
Penggunaan Amlodipine: Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal, 2017, 6.2: 15-23.
19. Damayanti L. Perawatan pasien lansia dengan flap ridge/flabby tissue. Bandung; 2009.
p.1-17.
20. Dama, C., Soeliangan, S., Tumewu, E., 2013, Pengaruh Perendaman Plat Resin Akrilik
dalam Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii) terhadap Jumlah Blastopora
Candida Albicans, Jurnal e-Gigi, 1(2):2.
21. Sari M, Sumarsongko T. Penatalaksanaan Linggir Datar Pada Pembuatan Gigi Tiruan
Penuh dengan Teknik Pencetakan Mukodinamik. Procceding Bandung Dentistry 2016;
1 (1): 1-5
22. Bhochhibhoya A. Mental attitudes of geriatric edentulous patients: a review. Journal of
Nepalese Prosthodontic Society. 2019 Dec 31;2(2):86-91.
23. Jubhari EH, Rachellea K. Patient mental attitude: a systematic review. system.
2020;3:4.

Anda mungkin juga menyukai