Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Erupsi gigi didefinisikan sebagai pergerakan benih gigi dari tempat perkembangannya
dalam prosesus alveolar ke posisi fungsionalnya di rongga mulut. Erupsi gigi adalah
peristiwa fisiologis yang unik, dimana gigi adalah satusatunya organ yang muncul
beberapa bulan atau tahun setelah kelahiran. Ketika terjadi hambatan pada erupsi gigi,
seringkali hal tersebut disebabkan oleh satu atau beberapa faktor sehingga menimbulkan
gigi yang impaksi. Impaksi gigi adalah kondisi patologis di mana gigi gagal mencapai
posisi fungsional normalnya. Gigi molar ketiga adalah gigi yang paling sering terkena
impaksi dan prevalensi dilaporkan antara 16,7 dan 73,82%. Impaksi molar ketiga rahang
bawah lebih sering daripada molar ketiga rahang atas. Ketidakcukupan ruang di daerah
retromolar terkait dengan impaksi molar ketiga rahang bawah dan ketidakcukupan ini
dianggap terkait dengan jalannya pertumbuhan mandibula.

1.2 Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Gusi nyeri dan gigi palsu longgar

Penyusun : Gostry Aldica Dohude, drg., SpBM, Indra Basar Siregar, drg., M.Kes.,
Syafrinani, drg., Sp. Pros(K)

Hari/ Tanggal : Rabu / 06 Oktober 2021

Waktu : 07.30 – 09.30 WIB

Seorang pasien wanita usia 50 tahun di rujuk ke RSGM USU, dengan keluhan nyeri pada
gusi gigi geraham ketiga bawah sebelah kiri sejak 6 hari yang lalu dan terasa bengkak.
Pasien meminum obat yang diberikan oleh drg, namun bengkak tidak berkurang. Pada
pemeriksaan klinis, terlihat pembengkakan di gingiva gigi 38, warna lebih merah dari
jaringan sekitarnya, nyeri tekan (+), konsisitensi lunak, gingiva sebagian menutupi
mahkota gigi 38. Edentulous pada regio gigi 14 s/d 16 dan regio gigi 31 s/d 35. Pada
pemeriksaan radiografi panoramik terlihat gigi molar 38, seperti pada foto dibawah ini.
More information:

Pasien sebelumnya menggunakan gigi palsu lepasan pada sisi kiri bawah sejak sekitar 8 tahun
yang lalu. Namun gigi palsu tersebut tidak dapat digunakan lagi karena selalu goyang dan
tidak nyaman apabila di pakai. Pasien dirujuk ke RSGM USU juga untuk pembuatan gigi
palsu yang baru. Pada pemeriksaan klinis di dapatkan linggir datar pada regio gigi 31 s/d 35.
Ketika gigi tiruan dibuka, tampak adanya jaringan gingiva yang berlebih di vestibulum
sepanjang 32-34, warna sedikit lebih merah dari jaringan sekitar dan ada sedikit laserasi
warna merah keputihan di regio 32-34, serta ada linggir alveolar edentulus yang menonjol
pada regio 14 s/d 16, nyeri saat ditekan, warna sama dengan jaringan sekitar.

Learning issue:

a. Gigi impaksi

b. Flabby ridge

c. Eksositosis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dari hasil radiografi, sebutkan klasifikasi gigi molar tiga mandibula tersebut
menurut Pell & Gregory dan Winter! (BM)

Klasifikasi impaksi molar ketiga menurut Pell dan Gregory berdasarkan hubungan antara
ramus mandibula dan molar kedua, yaitu dengan cara membandingkan lebar mesio-distal
molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula. Terdapat
tiga kelas yang dikemukakan pada klasifikasi ini (Gambar 2-4).

- Kelas I, yaitu ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibular.
- Kelas II, yaitu ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
- Kelas III, yaitu seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibular.

-Posisi A adalah pada saat bagian tertinggi gigi molar tiga yang impaksi berada sejajar atau
diatas oklusal gigi molar dua disebelahnya.
-Posisi B adalah gigi impaksi berada diatas servikal gigi molar dua tetapi tidak mencapai
oklusal.
-Posisi C adalah pada saat bagian tertinggi gigi molar tiga yang impaksi berada di bawah
servikal gigi molar dua tetangganya. 1,2
Menurut sistem klasifikasi Winter, gigi yang mengalami impaksi dinilai berdasarkan
sudut yang terbentuk antara sumbu panjang gigi molar ketiga dan sumbu panjang gigi
molar kedua mandibula. Klasifikasi Winter adalah sebagai berikut:

a. Vertikal: sumbu panjang molar ketiga sejajar dengan sumbu panjang molar kedua
(dari 10 sampai 10°).
b. Mesioangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah molar kedua dalam arah
mesial (dari 11 sampai 79 °).
c. Horizontal: sumbu panjang molar ketiga adalah horizontal (dari 80 sampai 100°).
d. Distoangular: sumbu panjang molar ketiga miring ke arah belakang/posterior dari
molar kedua (dari –11 sampai –79°).
e. Buccolingual: sumbu panjang molar ketiga berorientasi pada arah buccolingual
dengan mahkota yang tumpang tindih dengan akar.
f. Lainnya (dari 101 sampai 80°), meliputi mesio invert, disto invert dan disto
horizontal1,2

Gigi 38 termasuk kelas I, posisi B, mesio angular


2.2 Apakah kemungkinan diagnosa pada kasus tersebut! (BM)
Diagnose pada Gigi 38 yaitu pericornitis et causa impaksi gigi 38. Pericornitis
merupakan infeksi non spesifik pada jaringan lunak di sekitar mahkota gigi yang
erupsinya tidak sempurna. Gambaran klinisnya berupa kemerahan dan pembengkakan
yang halus berkilat pada gingiva sekitar mahkota yang terlibat dengan penyebaran nyeri. 3
Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis terlihat pasien mengeluhkan nyeri 6 hari lalu pada
gigi geraham ketiga bawah sebelah kiri, sudah meminum obat namun bengkak tidak
berkurang, terlihat pembengkakan di gingiva gigi 38, warna lebih merah dari jaringan
sekitarnya, nyeri tekan (+), konsisitensi lunak, gingiva sebagian menutupi mahkota gigi
38. Pada pemeriksaan radiografi panoramik terlihat gigi molar 38 menunjukkan impaksi.
Impaksi gigi molar ketiga bawah adalah gigi molar ketiga mandibula yang gagal untuk
erupsi (tumbuh) secara sempurna pada posisinya, oleh karena terhalang oleh gigi
depannya (molar kedua) atau jaringan tulang/jaringan lunak yang padat di sekitarnya.

Pemicu : impaksi mesio angular, pericornitis non-transien akut

2.3 Jelaskan etiologi dan patofisiologi dari penyakit tersebut! (BM)


Etiologi gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, faktor-fator
penyebab gigi impaksi antara lain:
 Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi ialah Posisi gigi
yang abnormal, Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut, Penebalan tulang
yang mengelilingi gigi tersebut, Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi,
Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal), Pencabutan prematur pada gigi,
Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi, Penyakit yang
menimbulkan nekrosis tulang, antara lain karena inflamasi atau abses, Perubahan-
perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak.
 Faktor usia juga turut berperan dalam menyebabkan terjadinya gigi impaksi tanpa
harus disertai kausa lokal, yaitu antara lain: kausa prenatal (faktor keturunan dan
mis-cegenation) dan kausa postnatal (riketsia, anemi, tuberkulosis, sifilis
kongenital, gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi.

Penyebab terjadinya mandibula sempit cukup kompleks dan hal ini terutama
disebabkan karena pertumbuhan tulang yang kurang sempurna. Terdapat teori lain yang
mengatakan bahwa pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi bergerak maju ke
arah depan. Bila pergerakan ini terhambat oleh sesuatu misalnya, adanya infeksi, trauma,
malposisi gigi, atau gigi susu yang tanggal sebelum waktunya, bisa terjadi impaksi gigi.

Menurut teori Mendel, pertumbuhan rahang dan gigi dipengaruhi oleh faktor
keturunan. Jika salah satu orang tua (ibu) mempunyai rahang kecil, dan bapak bergigi
besar-besar, maka terdapat kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan
bergigi besar-besar. Pada keadaan ini bisa terjadi kekurangan tempat erupsi untuk gigi
molar ketiga sehingga berpeluang terjadi impaksi.

Sempitnya ruang erupsi gigi molar ketiga bisa juga terjadi karena pertumbuhan rahang
yang kurang sempurna. Hal ini bisa diakibatkan oleh perubahan pola makan. Dewasa ini,
manusia cenderung menyantap makanan-makanan lunak, sehingga kurang merangsang
pertumbuhan tulang rahang. Makanan lunak yang mudah ditelan menjadikan rahang tak
aktif mengunyah, sedangkan makanan berkandungan serat tinggi memerlukan kekuatan
rahang untuk mengunyah lebih lama. Proses pengunyahan yang lebih lama justru
menjadikan rahang berkembang lebih baik. Telah diketahui bahwa sendi-sendi di ujung
rahang merupakan titik tumbuh atau berkembangnya rahang. Bila proses mengunyah
kurang, sendi-sendi tersebut akan kurang aktif, sehingga rahang tidak berkembang dengan
semestinya. Rahang yang seharusnya cukup untuk menampung 32 gigi menjadi sempit.
Akibatnya gigi molar ketiga yang erupsi terakhir tidak memiliki cukup tempat untuk
tumbuh.1

Pemicu, etio= Bakteri dari akumulasi plak, Patofisiologi=

2.4 Jelaskan rencana perawatan dari kasus tersebut! (BM)


1) Pemeriksaan : Pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, riwayat kesehatan
umum
2) Pemeriksaan penunjang dengan pengambilan radiografi panoramik
3) Perawatan terhadap pericornitis yaitu melakukan kontrol infeksi dengan irigasi
menggunakan salin hangat atau cairan antimicrobial. Setelah diberi anastesi topical
dan dioles, bila ada debris diangkat secara perlahan menggunakan kuret atau probe.
Pasien diinstruksikan berkumur air garam dengan mencampurkan 1 sendok teh garam
dan air hangat. Oleh karena, pericornitis disebabkan adanya gigi yang impaksi gigi
38, maka gigi tersebut harus diektraksi karena dapat memungkinkan rekurensi.3
4) Prosedur perawatan untuk gigi 38 dengan Odontektomi meliputi:
- Informed consent
- Anestesi lokal : dengan blok mandibula dan infiltrasi di bukal.
- Pembuatan flep/ insisi : menggunakan scapel tajam dengan gerakan yang pasti.
- Pengambilan tulang : Bur yang besar dengan nomor 3-5 digunakan untuk tulang
yang di bagian distal. Bur yang kecil digunakan untuk membuang tulang
penghalang dibagian lingual dan bukal. Dilakukan irigasi sambil mengebor untuk
mengurangi panas yang terjadi pada saat mengebor agar tidak terjadi nekrosis
tulang.
- Pengambilan gigi: Setelah pengambilan tulang cukup, maka gigi dicongkel
dengan menggunakan bein, dan gigi dikeluarkan utuh menggunakan tang.
- Pembersihan luka: Setelah gigi dikeluarkan, soket gigi dibersihkan dari sisa-sisa
tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel organ dibuang karena jika
masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual. Tepi tulang yang runcing
dihaluskan dengan bone-file. Kemudian dibersihkan dengan semprotan air garam
fisiologis 0,9% agar pecahan partikel-partikel tulang dapat keluar semua.
Selanjutnya dihisap dengan sunction
- Penutupan luka: Flep dikembalikan pada tempatnya dan dijahit.
5) Perawatan Post operative
- Pasien diberikan obat-obatan seperti antibiotik, analgetik, anti-inflamasi, vitamin
(sebagai tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh), mengkomsumsi susu
yang tinggi kalsium untuk mempercepat proses remodelling tulang.
- Pasien diberikan petunjuk tertulis yaitu: Pasien tidak boleh berkumur-kumur dan
harus tetap menggigit tampon selama 24 jam. Bila masih terdapat perdarahan,
tampon harus diganti dengan tangan bersih. Pasien harus beristirahat cukup dan
tidak boleh berolahraga yang banyak mengeluarkan energi. Tampon steril yang
diletakkan pada daerah luka harus dibuang setelah setengah jam karena dapat
menyebabkan infeksi.
- Bila masih terjadi perdarahan, maka pasien tersebut harus datang kembali untuk
diganti tamponnya.
- Bila terjadi perdarahan di rumah, pasien disuruh tidur dengan kepala agak
ditinggikan. Pada keesokan harinya, pasien dapat berkumur-kumur dengan air
garam hangat, dianjurkan setiap selesai makan.
- Pasien harus memakan makanan yang lunak dan bergizi.
6) Kontrol : Pasien diminta datang kembali tiga hari kemudian untuk kontrol pertama;
saat ini dilakukan pembersihan luka dengan air garam fisiologik, akuades dan iodine.
Tujuh hari kemudian pasien kembali kontrol untuk membuka jahitan.1

Siagian K. Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah Dengan Komplikasinya Pada
Dewasa Muda. Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 3, November 2011, hlm. 186-194

2.5 Jelaskan komplikasi dari perawatan kasus tersebut! (BM)


Pada kasus, pasien berumur 50 tahun. Odontektomi pada pasien berusia diatas 40
tahun, tulangnya sudah sangat kompak dan kurang elastis, juga sudah terjadi ankilosis gigi
pada soketnya, menyebabkan trauma pembedahan lebih besar, dan proses penyembuhan
lebih lambat. Komplikasi Odontektomi antara lain dapat terjadi fraktur akar, gigi molar
kedua goyah, trauma pada persendian temporo-mandibular, akar terdorong ke ruang
submandibula, bahkan fraktur angulus mandibula (Gambar 11b), walaupun hal yang
terakhir ini sangat jarang terjadi (Wagner 2005:725; Nusrath 2010:279; Kasapoglu 2014).
Komplikasi lain adalah cedera nervus alveolaris inferior, yang mengakibatkan
parestesia labial inferior sampai dagu pada sisi yang sama. Parestesia dapat bersifat
sementara ataupun permanen, tergantung pada besarnya rudapaksa terhadap saraf tersebut.
Cedera dapat terjadi sekaligus, mengenai arteri dan vena alveolaris inferior yang berjalan
sejajar dengan nervus tersebut, yang dapat menimbulkan perdarahan hebat. Secara
fisiologis pada pasien usia muda, 24-48 jam pasca bedah, akan terjadi edema pipi dan
munculnya perasaan kurang nyaman. Hal itu memang merupakan bagian proses
penyembuhan. Trismus atau spasme muskulus masseter dapat dicegah dengan memotivasi
pasien agar membuka mulut lebar berulangkali sejak hari pertama setelah pembedahan.
Pada pasien berusia di atas 50 tahun, edema dapat terjadi sampai lima hari.
Komplikasi ekimosis pada daerah submukosa/subkutan dapat terjadi karena tonus
jaringan sudah menurun, kapiler yang rapuh dan perlekatan interselular yang melemah.
Keadaan tersebut tidak berbahaya, dan biasanya berlangsung mulai hari ke-dua sampai ke-
tujuh pasca tindakan bedah (Hupp 2008:279; Kasapoglu 2014). Komplikasi infeksi pasca
bedah juga dapat terjadi pada soket bekas tempat gigi impaksi, nyeri berdenyut menyebar
sampai telinga dan timbul halitosis, bau tidak sedap yang berasal dari soket. Keadaan itu
disebabkan karena telah terjadi localized osteomyelitis atau alveolar osteitis yang dikenal
pula dengan sebutan dry socket, yang menyebabkan masa penyembuhan lebih lama.4
2.6 Tuliskan peresapan rasional untuk kasus tersebut di atas!(BM)
Pengobatan medikamentosa dilakukan dengan pemberian antibiotik, anti-inflamasi
dan analgetik untuk membantu mengatasi berbagai komplikasi tersebut. Antibiotik
golongan penisilin tetap merupakan obat pilihan, namun bila uji kulit positif diberikan
klindamisin dengan dosis 3×300 mg selama 3-5 hari. Untuk penghilang nyeri ringan
biasanya cukup diberikan tablet ibuprofen 400- 800 mg atau asetaminofen 500 mg 3-4 kali
sehari, selama 2-3 hari. Agar lebih efektif, sebaiknya obat langsung diminum segera
setelah tindakan bedah karena diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk mendapatkan efek
maksimal obat. Pada kasus odontektomi berat, untuk nyeri sedang sampai berat, diberikan
analgetik ideal yaitu dikombinasikan dengan penambahan tablet codein 15-30 mg (Hupp
2008:180-84). Pasien dianjurkan makan makanan berbentuk cair/lunak, protein tinggi, dan
meningkatkan kebersihan rongga mulut dengan merendam daerah pembedahan dengan
antiseptik oral klorheksidin 0,2% atau povidone iodine 1% yang akan dapat
mempersingkat proses penyembuhan. Irigasi dengan larutan H2O2 3% juga sangat efektif
terhadap kuman anaerob, selain itu busa yang dihasilkan memberikan efek mekanis untuk
membersihkan oral debris/sisa makanan (Hupp 2008:175; Sridar 2011:101-11).4

Pemicu:

2 jam sebelum tindakan minum Ab

1 jam set. Tindakan minum Ab

Ab: penisislin, kalo alergi clindamycin

Nyeri ringan : NSAID, contoh ibuprofen, asetaminophen

Karena NSAID sudah ada analgesiknya

Nyeri berat : Opoid, codein

Supleman zink

2.7 Apakah diagnosis tambahan pada kasus tersebut! (BM-Prosto)

Pada kasus diatas pasien mengalami Flabby ridge sepanjang gigi 32-34, dimana
ketika gigi tiruan dibuka, tampak adanya jaringan gingiva yang berlebih di vestibulum,
warna sedikit lebih merah dari jaringan sekitar dan ada sedikit laserasi warna merah
keputihan. Fibrous atau flabby ridge adalah area superfisial dari jaringan lunak bergerak
yang mempengaruhi ridge alveolar maksila atau mandibula. Flabby ridge berkembang
ketika jaringan lunak hiperplastik menggantikan tulang alveolar dan merupakan temuan
umum dari pemakai gigi tiruan jangka panjang. 5 Diketahui pasien di atas telah memakai
gigi palsu lepasan pada sisi kiri bawah sejak sekitar 8 tahun.

Selain itu,pasien juga mengalami eksostosis / penonjolan tulang dengan linggir


alveolar yang tidak teratur pada region 14-16, dimana dijumpai adanya linggir alveolar
edentulus yang menonjol pada regio 14 s/d 16, nyeri saat ditekan, warna sama dengan
jaringan sekitar. Eksostosis adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang keluar
dari permukaan tulang. Secara khas keadaan ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan
tersebut oleh kartilago. Penonjolan tulang yang tajam adalah sering terjadi pada pasien
edentulous. Penilaian awal dengan palpasi residu penonjolan yang tidak bergigi.
Gambaran klinis terlihat mukosa yang menutupi tonjolan ini hipovaskularisasi dan tipis,
sering ditemukan di sebelah gigi molar, terkadang meluas ke gigi premolar kedua dan,
jarang ditemukan di gigi caninus dan insisivus. Morfologi eksostosis bervariasi, kadang
ridge halus dan bersambung, atau tunggal atau beberapa nodul dengan tonjolan tulang
yang terkadang runcing, sehingga menimbulkan ketegangan pada mukosa.6,7

1. Bansal R,dkk. Prosthodontic rehabilitation of patient with flabby ridges with different
impression techniques. Indian J Dent. 2014 Apr-Jun; 5(2): 110–113.
2. Basa S, Uckan S, Kisnisci R. Preprosthetic and oral soft tissue surgery. United
Kingdom: Wiley-blackwell, 2010: 321-23.
3. Kanza Mrhar, Yasmina Cheikh, Khadija El assraoui, and Samira Bellemkhannate. Bone
Hypertrophies In Edentulous Patients: From Diagnosis To Prosthetic Rehabilitation).
Am. J. innov. res. appl. sci. 2020; 11(3): 214-218

2.8 Jelaskan rencana perawatan yang sebaiknya dilakukan terhadap kasus tersebut!
(BM-Prosto)

Pembuatan gigi tiruan cekat pada pasien yang mempunyai flabby ridge dan
esksotosis dapat mempengaruhi dukungan, retensi, dan stabilitas gigi tiruan. Gaya yang
diberikan selama pembuatan cetakan dapat mengakibatkan distorsi jaringan yang
bergerak. Kecuali dikelola dengan tepat dengan teknik cetakan khusus. Penonjolan tulang
harus dihilangkan untuk persiapan pemakaian gigi tiruan. Apabila tidak dihilangkan maka
akan mempengaruhi jaringan lunak, stabilitas, retensi, adaptasi gigi tiruan, dan dapat
mengganjal basis gigi tiruan sehingga harus dihilangkan dengan tindakan bedah.

1) Flabby ridge dapat diatasi ada tiga cara penanggulangan ridge yang flabby, yaitu
pembuangan jaringan flabby dengan pembedahan dan dilanjutkan dengan cara
konvensional, gigi tiruan dukungan implan baik cekat maupun lepasan, dan cara
konvensional tanpa pembedahan. Pada kasus di atas, penanggulannya lebih baik
dilakukan dengan cara konvesional tanpa pembedahan. Walaupun pasien tidak
mempunyai penyakit sistemik. Namun, petimbangan lain seperti pasien di atas
termasuk usia tua harus dilakukan evaluasi sisa tulang alveolar, daerah ridge yang
flabby ini memiliki efek pelindung karena mengurangi trauma pada tulang di
bawahnya, retensi akan berkurang jika dilakukan pembedahan karena hilangnya
kedalaman sulkus.8 Menurut Boucher (1994) hampir semua kasus flabby tissue dapat
dibuatkan gigi tiruan dengan baik tanpa tindakan bedah. Pada kasus lingir flabby
memerlukan modifikasi yang cukup sederhana pada desain sendok cetak. Teknik
cetakan menurut Kawabe dibagi atas 2 tahap melipui:
- Teknik pencetakan anatomis atau preliminary impression : menggunakan teknik
yang bersifat mukostatis atau non pressure impression. Bentuk dan ukuran sendok
cetak yang digunakan adalah sendok cetak yang berukuran tidak terlalu besar
( tidak sama dengan sendok cetak untuk rahang yang edentulous), dengan dua
ketebalan lilin sebagai tissue stop yang terletak pada sendok cetak untuk
mendapatkan kestabilan.
- Teknik pencetakan fisiologis atau secondary impression: menggunakan teknik
selective pressure impression. Model studi yang dibuat dengan teknik pencetakan
mukostatik tadi, daerah lingir flabby ditutupi dengan tiga lapis landasan lilin.
Sendok cetak yang mengenai lingir yang flabby dibuat lubang-lubang agar bahan
cetak yang berlebihan dapat mengalir keluar dengan bebas. Dimana sendok cetak
dapat menutupi daerah mukosa yang stabil.
Kedua prosedur ini memungkinkan untuk membuat keduanya yaitu cetakan yang
bersifat mukostatik untuk lingir yang flabby dan cetakan yang mengunakan tekanan
untuk mukosa yang stabil. Teknik pencetakan ini memungkinkan untuk mendapatkan
retensi yang baik pada gigi tiruan.
2) Eksostosis linggir alveolar edentulus yang menonjol diatasi dengan tindakan
alveoktomi.
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus
alveolaris, baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi sebagian bertujuan untuk
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat menerima gigi tiruan. Indikasi dari
alveoktomi yaitu adanya undercut, cortical plate yang tajam, puncak ridge yang tidak
teratur, tuberositas tulang, dan elongasi, sehingga mengganggu dalam proses
pembuatan dan adaptasi gigi tiruan, Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam
atau menonjol sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit
setempat. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam,
mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan
eksostosis.9
3) Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan untuk regio gigi 31-35 dan regio 14-16.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, baik faktor lokal maupun usia.
Adanya hambatan pergerakan erupsi gigi seperti infeksi, trauma, malposisi gigi, atau gigi
susu yang tanggal sebelum waktunya, bisa terjadi impaksi gigi. Pada kasus gigi 38 diatas,
pasien mengalami pericornitis et causa impaksi gigi. Pericornitis ditandai adanya keluhan
nyeri dan bengkak pada gingiva sekitar mahkota yang mengalami erupsi. Hasil pemeriksaan
radografi menunjukkan gigi 38 mengalmi impaksi. Klasifikasi impaksi gigi 38 menurut Pell
& Gregory dan Winter termasuk kelas I, posisi B, mesio angular. Rencana perawatan pada
kasus meliputi pemeriksaan subjektif, objektif, radiografi panoramik. Kunjungan pertama
melakukan irigasi dan pembuangan debris pada daerah peikornitis. Kunjungan berikutnya
melakukan odontektomi pada gigi 38 agar rekurensi tidak terjadi di kemudian hari. Sebelum
odontektomi harus dilakukan informed consent dan juga memberi tahu komplikasi yang
mungkin terjadi pada pasien beruumr 50 tahun seperti fraktur angulus mandibular, cedera
nervus, ekomosis, infeksi pasca bedah, dry socket, dan sebagainya.Peresapan rasional dengan
pemberian pemberian antibiotik, anti-inflamasi dan analgetik untuk membantu mengatasi
berbagai komplikasi tersebut.

Diagnosis tambahan pada kasus, pasien mengalami Flabby ridge sepanjang gigi 32-34
dan mengalami eksostosis / penonjolan tulang dengan linggir alveolar yang tidak teratur pada
region 14-16. Pembuatan gigi tiruan cekat pada pasien yang mempunyai flabby ridge dan
esksotosis dapat mempengaruhi dukungan, retensi, dan stabilitas gigi tiruan. Oleh karena itu,
harus dilakukan penangan dengan melakukan Preprosthetic surgery seperti alveoktomi pada
eksostosis regia 14-16, serta melakuakn modifikasi pencetakan pada daerah flabby ridge.

Anda mungkin juga menyukai