ANODONTIA (KOMPETENSI 1)
A. Pengertian
Anodontia, atau tidak bergigi, terjadi apabila tidak terbentuk benih gigi.
Anodontia total sering terjadi pada dysplasia ektodernal. Anodontia parsial
adalah akibat gangguan letak normal inisiasi (misalnya daerah pada celah
palatum) atau akibat kegagalan genetic (sering familial) yang member kode
untuk pembentukan gigi khusus (Nelson, 2000).
Terdapat 3 macam anodontia, yaitu complete anodontia, hipodontia dan
oligodontia. Complete anodontia adalah kelainan genetik berupa tidak
tumbuhnya semua gigi di
genetik yang biasanya berupa tidak tumbuhnya 1-6 gigi di dalam rongga
mulut. Oligodontia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya lebih dari 6
gigi di dalam rongga mulut (Adulgopar, 2009).
B. Etiologi
Penyebab dari Anodontia dan hypodontia kadang ditemukan sebagai bagian
dari suatu sindrom, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang
timbul secara bersamaan, misalnya pada sindrom Ectodermal dysplasia, Rieger
Syndrome, Incontinentia Pigmen, dsb. Kelainan ini juga merupakan kelainan
herediter yang diturunkan.
Hypodontia dapat timbul pada seseorang tanpa adariwayat kelainan pada
generasi keluarga sebelumnya, tapi bias juga merupakan kelainan yang
diturunkan.
C. Klasifikasi
1. Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh
disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat dibagi menjadi:
a) Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada gigi susu
maupun gigi tetap.
b) Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau
lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen
daripada gigi susu.
2. Hipodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk
berjumlah antara 1-6 gigi. Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling sering
tidak terbentuk adalahgigi premolar dua rahang bawah, insisif dua rahang
atas, dan premolar dua rahang atas.
3. Oligodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk
berjumlah lebih dari 6 gigi.
D.
Patogenesis
Gigi berasal dari dua jaringan embrional, ektoderm, yang membentuk
enamel, dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga
jaringan-jaringan penunjang. Perkembangan gigi geligi pada masa embrional
dimulai pada minggu ke-6 intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang
berasal dari jaringan ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut
dengan primary epithelial band. Primary epithelial band yang sudah terbentuk
ini selanjutnya mengalami invaginasi ke dasar jaringan mesenkimal membentuk
2 pita pada masing-masing rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang
menjadi segmen bukal yang merupakan bakal pipi dan bibir serta pita lamina
dentis yang akan berperan dalam pembentukan benih gigi.
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu
perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi
menjadi inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi.
Penderita anodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi
dari epitel mulut, yakni pada tahap inisiasi (De Muynckd, 2004).
E. Diagnosis
Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi dan lebih sering
mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Pada hipodontia, gigigigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah,
incisivus dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat
terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk
memastikan memangsemua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus
hipodontia, pemeriksaan radiografikpanoramik berguna untuk melihat benih gigi
mana saja yang tidak terbentuk.
F. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang dapat
dilakukan adalah pembuatan gigi tiruan.
II.
A. Definisi
Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang
atau terhambat,biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi
tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal didalam
deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi (Fadillah,dkk. 2010).
berikut:
1. Gigi caninus maksila dan mandibular(13,23,33,dan 43)
2. Gigi incisivus maksila dan mandibular(11,21,31,dan 41) (Fadillah,dkk. 2010).
B. Etiologi
Gigi impaksi disebabkan oleh banyak faktor,menurut Berger penyebab gigi
terpendam yakni :
1. Kausa Lokal. Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi
adalah
a. Abnormalnya posisi gigi
b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
e. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal)
f. Pencabutan prematur pada gigi
g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses
i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak.
2. Kausa Umur. Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksiwalaupun
tidak ada kausa lokal,yakni:
a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan miscegenation.
b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC,
gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi.
c. Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali,
progeria, achondroplasia, celah langit-langit.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut Pell Dan Gregory
1. Berdasarkan Hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan
membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara distal molar
kedua ke ramus mandibula.
Klas I: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Posisi B
Posisi C
Vertical
Horizontal
Inverted
Mesioangular(miring ke mesial)
distoangular(miring ke distal)
bukoangular(miring ke bukal)
linguoangular(miring ke lingual)
posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
2.
Klasifikasi diatas didasarkan pada klasifikasi untuk gigi molar tiga yang impaksi
dan berbeda dengan pengklasifikasian gigi lain..Namun klasifikasi gigi lain juga
hampir mirip,klasifikasi diatas untuk menunjukkan klasifikasi umum yang sering
ditemui.Sedangkan klasifikasi masing-masing gigi akan dibicarakan pada
pembahasan
frekuensi
impaksi
masing-masing
gigi,baik
gigi
oblique, dan occlusal foto/ bite wing (Benediktsdttir and Sara, 2003; Qirreish,
2005).
10
III.
MALOKLUSI (KOMPETENSI 1)
A. Pengertian
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang
dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat
disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini
tidak
disebabkan
oleh
satu
faktor
saja,
tetapi
beberapa
faktor
saling
11
(crowdeed), adanya ruang kosong antar gigi (spacing), posisi gigi maju ke depan
(protusi) (Gotlieb, 1996).
B. Etiologi
Etiologi maloklusi dibagi atas dua
golongan yaitu faktor luar atau faktor
umum dan faktor dalam atau faktor lokal.
Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter; kelainan kongenital; perkembangan
atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan postnatal; kebiasaan jelek,
sikap tubuh yang salah, trauma; dan penyakit-penyakit yang menyebabkan adanya
predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin,
gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi, dan malnutrisi.
Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya
gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali
ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini
gigi desidui, persistensi gigi desidui, terlambatnya erupsi gigi permanen, jalan
erupsi abnormal, ankilosis, karies gigi, dan restorasi yang tidak baik.
C. Klasifikasi
Klasifikasi maloklusi menurut Angel :
1. Kelas I Angle
Tonjolan mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1
bawah(gambar B).
2. Kelas II Angle (distoklusi)
Gigi atas lebih ke depan daripada gigi bawah akan terjadi distorsi atau
penggantian suara bibir p, b, dan m sehingga apabila berbicara akan
mengatupkan bibir bawah dan atas bersama-sama (gambar C)
12
D. Diagnosa
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan dan
bicara. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman
saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada Temporo Mandibula Junction (TMJ)
dan juga mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat
mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan
mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan
pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
Maloklusi sering ditemui selama pemeriksaan oleh dokter gigi, dapat
terlihat ketika gigi berkontak pada saat menelan air ludah dan kepala
ditengadahkan, dan jika ditemukan adanya maloklusi maka pemakaian rontgen
photo dapat dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
E. Terapi
13
alat lepasan selama 1 tahun. Maksud pemakaian alat lepasan ini adalah untuk
menjaga agar hasil yang dicapai tidak berubah. Waktu kontrol alat cekat maupun
alat lepasan berkisar 3 sampai 6 minggu.
Terkadang, pada pasien dengan kelainan skeletal, selain pemasangan alat
cekat juga harus dilakukan operasi tulang rahang. Kelainan rahang yang tidak
diperbaiki akan mengganggu pengunyahan, percakapan, dan penampilan pasien.
Untuk melakukan praktik-praktik terapi ortodonti, harus dilakukan oleh dokter
gigi yang memiliki spesialis ortodonti(Kokich, 2000).
IV.
A. Definisi
Micrognatia adalah suatu kelainan pertumbuhan dari maksila dan atau
mandibula dengan ukuran lebih kecil dari normal. Biasanya ditemukan bersamaan
dengan microglossi (lidah kecil). Jika micronagtia, microglossi dan celah pada
pallatum molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin. Kadang-kadang
dapat dijumpai pasien micronagtia pada praktik dokter gigi yang sering diduga
sebagai maloklusi II atau sebaliknya. Sementara macrognatia adalah suatu kelainan
di mana mandibula lebih besar dari pada normal (Morokuma, 2010).
15
Gambar 1. Micrognatia
Gambar 2. Micronagtia
16
Gambar 3. Macrognatia
B. Etiologi
Penyebab micronagtia dapat terjadi secara kongenital dan aquired. Micronagtia
kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan genetic
syndrome antara lain Pierre Robin syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, trisomy
13, trisomy 18, progeria, Teacher-Collins syndrome, Turner syndrome, Smith-LemliOpitz syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel syndrome, Cri du cat syndrome, dan
Marfan syndrome. Micrognathia aquired disebabkantrauma atau infeksi yang
menimbulkan gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang
terjadi pada anak-anak.
Etiologi Macronagthia berhubungan dengan perkembangan protuberentia yang
berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui
penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macronagthia adalah
Gigantisme pituitary, pagets disease, dan akromegali.
C. Klasifikasi
Micronagtia dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Micronagtia sejati, adalah keadaan di mana rahang cukup kecil yang terjadi
akibat hipoplasia rahang.
2. Micronagtia palsu, adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang
terletak lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula.
D. Diagnosis
Biasanya penderita micronagtia dan macronagthia mengalami masalah estetika,
oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi
E. Terapi
Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk memperluas atau
mengecilkan maksila dan mandibula.
17
V.
A. Definisi
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga
mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan
menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung.
Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
1. Cleft lip tanpa disertai cleft palate,
2. Cleft palate tanpa disertai cleft lip, dan
3. Cleft lip disertai dengan cleft palate.
Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit
sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi
(bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan
(CCA, 2009).
B. Gambar
D. Patogenesis
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal
kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langitlangit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang
berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-
18
jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langitlangit
rongga mulut.
Sebenarnya penyebab jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik
belum diketahui dengan pasti. Namun, faktor penyebab yang diperkirakan adalah
kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit
atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau
merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak
yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan
dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat
merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga
dapat memicu terjadinya kelainan ini.
Gambar 2. Perbedaan antara keadaan normal, cleft lip, dan cleft palate
E. Pemeriksaan
19
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit
rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak
dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft
bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil
pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki
kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang
tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga
mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara hidung saat berbicara.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini
disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran
yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut).
Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan
lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat
meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan
gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara.
Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan
proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi
berjejal karena kurang berkembangnya rahang.
F. Terapi
Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus
yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli
terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi
spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik.
Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir. Waktu yang tepat untuk melakukan
operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan kasus itu sendiri. Tapi biasanya
operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia
tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup
celah pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam
bulan. Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total.
20
21
VI.
DEBRIS (KOMPETENSI 1)
A. Definisi
Debris memiliki arti kotoran. Sisa makanan yang menetap di rongga mulut
setelah makan, yang terakumulasi di leher gigi dan di sela-sela gigi inilah yang
berkontribusi pada debris gigi. Sisa makanan ini dapat mendorong terbentuknya
plak dan terjadinya akumulasi plak.
Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah
dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan
menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara
gigi dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi
atau tusuk gigi) (Toothclub, 2011).
B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)
Kriteria perhitungan debris index ini sebagai berikut:
Skor
0
Kriteria
Jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan
1
2
sepertiga cervical.
Jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.
Jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua
C. Gambaran
22
Gambar 2. Debris
Gambar 3. Debris
23
VII.
A.
CALCULUS (KOMPETENSI 1)
Pengertian
Calculus (kalkulus) adalah material keras dari garam inorganik yang terdiri
dari kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme,
dan sel epitel yang telah terdeskuamasi di permukaan gigi. Nama lain dari
calculus adalah karang gigi. Tidak ada komposisi tetap dari calculus gigi karena
calculus dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal seperti :
1. Konsentrasi kalsium dan fosfat
2. Jumlah relatif dari masing-masing ion pembentuk calculus
3. pH
4. Adanya jenis ion pembentuk lain seperti magnesium (Rifqi, 2010).
Gambar
1.
Calculus
B.
24
1. Apabila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, maka penilaian
dilakukan pada gigi M2 rahang atas atau rahang bawah.
2. Apabila gigi M1 dan M2 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka
penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang atas atau rahang bawah.
3. Apabila gigi M1, M2 dan M3 rahang atas dan rahang bawah tidak ada, maka
penilaian tidak dapat dilakukan.
4. Apabila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, maka penilaian dilakukan pada
gigi I1 kiri rahang atas.
5. Apabila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, maka tidak dapat
dilakukan penilaian.
6. Apabila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, maka penilaian dilakukan pada
gigi I1 kanan rahang bawah.
7. Apabila gigi I1 kanan dan kiri RB tidak ada, maka tidak dapat dilakukan
penilaian.
Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 incisal atau
oklusal gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.
Kriteria perhitungan sebagai berikut:
1. Nilai 0, jika tidak terdapat calculus
2. Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada 1/3 permukaan gigi.
3. Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih
dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada
cervical gigi.
4. Nilai 3, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan
gigi atau terdapat calculus subginggiva di sepanjang cervical gigi
25
.
Menghitung CalculusIndeks (CI-S)
C.
= Baik
= Sedang
= Buruk
Patogenesis
Calculus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap
dalam waktu yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi
mikroorganisme mulut, karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah
maupun saliva. Akumulasi plak juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi
yaitu gingivitis. Jika akumulasi plak terlalu berat, maka dapat menyebabkan
26
periodontis. Maka plak, sering disebut juga sebagai penyebab primer penyakit
periodontis. Sementara, calculus pada gigi membuat dental plak melekat pada gigi
atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu pertumbuhan plak
selanjutnya. Karena itu calculus disebut juga sebagai penyebab sekunder
periodontis. Calculus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau pada
sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka
bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri
aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Plak
subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat
hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen. Bakteri anaerobik inilah yang
berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan
periodontis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontis memiliki deposit
D.
27
akar dan menghilangkan dinding poket jaringan lunak. Skeler hoe untuk
menghaluskan permukaan akar dengan membuang sisa-sisa kalkulus dari jaringan
lunak sementum. Alat-alat ultrasonik digunakan untuk skeling, kuret dan
menghilangkan stain. Cara kerja alat ini melalui gerakan vibrasi.
Alat penghalus permukaan gigi yang umum dipakai adalah rubber dan brush
(sikat), digunakan dengan kecepatan rendah. Pemakaian bubuk yang mempunyai
daya abrasif harus hati-hati, karena dapat mengiritasi jaringan gigi dan gusi
E.
Pencegahan
Cara penanganan yang lain terhadap kalkulus, dan tidak kalah pentingnya, adalah
pencegahan. Cara pencegahannya yaitu dengan menghambat pembentukan
kalkulus pada tingkatan plak gigi serta menghambat proses mineralisasi.
Pencegahan pembentukan kalkulus dapat dilakukan dengan mengurangi terjadinya
akumulasi plak gigi yang berperan dalam proses kalsifikasi. Pencegahan bisa
dengan penyuluhan kesehatan jaringan periodontal, pemakaian obat kumur atau
pasta gigi yang bersifat antiseptik. Pembentukan plak gigi dapat dikurangi dengan
pemakaian obat kumur. . Dengan demikian diharapkan pembentukan kalkulus
juga dapat dihambat.
28
VIII.
Plaque
A. Pengertian
Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri
dari biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks
ekstraseluler yang terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen
anorganik seperti kalsium dan fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang
mengalami kalsifikasi akan membentuk kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan
dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan periodontal seperti ginggivitis
dan periodontitis (Susanto, 2010).
B. Etiologi
Plaque merupakan kumpulan dari koloni bacteri dan mikroorganisme
lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa
makanan. Metabolisme anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan :
1. Demineralisasi permukaan gigi
2. Iritasi gusi di sekitar gigi ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)
3. Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
29
Gambar 3. Plak
C.
Patogenesis
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan
pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan
pematangan plak. Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses
perlekatan protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut
berasal dari saliva dan cairan sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau
restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein.
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam
didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus
sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius,
Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii.Pengkoloni awal tersebut
melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada
pada permukaan bakteri.
Pada tahap kolonisasi sekunder dan pematangan plak, plak akan meningkat
jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme
terpisah, yaitu multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi
dan multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru.
D.
Diagnosa
30
Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual
dapat dideteksi dengan disclosing material. Bahan pewarna (disclosing material)
yang biasa digunakan adalah iodine, mercurochrome, bahan pewarna makanan
seperti gincu kue berwarna merah dan bismarck brown. Ada juga larutan fuschin
dan eritrosin, tapi tidak dianjurkan lagi karena terbukti bersifat karsinogenik.
Bahan pewarna ada yang berbentuk cairan dan tablet. Untuk bahan pewarna
cairan, cairan pewarna diteteskan beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu
dioleskan pada seluruh permukaan gigi, kemudian kumur dengan air atau cairan
pewarna dibiarkan di dalam mulut selama 15-30 detik baru dibuang. Sedangkan
penggunaan bahan pewarna tablet, tablet dikunyah dan kemudian biarkan
bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut sekitar 30 detik baru
dibuang.
E.
Terapi
Oleh karena plak tidak dapat dihindari pembentukannya, maka mengurangi
akumulasi plak adalah hal yang sangat penting untuk mencegah terbentuknya
penyakit gigi dan mulut.
Cara yang paling umum dan murah adalah sikat gigi. Dengan atau tanpa
pasta gigi, minimal 2 kali dalam sehari kita harus menyikat gigi. Pagi dan sebelum
tidur malam. Lebih ideal jika kita menggunakan bantuan disclosing material
untuk melihat apakah penyikatan gigi yang kita lakukan sudah benar-benar
sempurna. Gigi yang terbebas dari plak ditandai dengan tidak adanya pewarnaan
oleh disclosing pada gigi. Selain itu perabaan dengan lidah mengidentifikasikan
dalam bentuk gigi terasa kesat bukan licin. Jika masih terasa licin maka masih
terdapat plak.
IX.
31
A. Pengertian
Dental decay atau lebih sering disebut karies gigi adalah penyakit jaringan
gigi yang mengalami kalsifikasi yang ditandai oleh demineralisasi dari bagian
inorganik dan destruksi dari substansi organik dari gigi, penyakit ini ditandai
dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure, daerah
interproksimal) meluas ke arah pulpa.
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain,
dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga
membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses
penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya
interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Susanto,
2009).
B.
Etiologi
Ada empat faktor penting yang dapat menimbulkan karies, yaitu:
1. Mikroorganisme
Bakteri meyebabkan terjadinya karies karena mempunyai kemampuan
untuk :
a. Membentuk asam dari substrat (asidogenik).
b. Menghasilkan kondisi dengan pH rendah (<5).
c. Bertahan hidup dan memproduksi asam terus menerus pada kondisi
dengan pH yang rendah (asidurik).
d. Melekat pada permukaan licin gigi.
e. Menghasilkan polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan
guna membentuk plak
Bakteri yang sering menyebabkan karies adalah Lactobacilus, Steptococcus,
dan Actinomyces.
2. Substrat
Substrat yang dimaksud adalah karohidrat makanan yang digunakan untuk
mensintesa asam dan polisakarida ekstrasel bagi bakteri. Karbohidrat
kompleks relatif lebih tidak kariogenik karena tidak dicerna sempurna di
mulut, sedangkan karbohidrat sederhana akan meresap ke dalam plak dan
32
C. Patogenesis
Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan
gigi. Sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu
tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi
kritis (5,5).Hal ini menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. 8
Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai
daripermukaan gigi (pits, fissur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa.
D. Klasifikasi
Karies gigi diklasifikasikan dalam beberapa kelompok :
33
b.
34
c.
Karies profunda
Karies sudah mengenai pulpa. Rasa sakit
spontan, nyeri dirasakan dengan atau
tanpa
35
36
X.
PULPITIS (KOMPETENSI 1)
A. Pengertian
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri.
Pulpa terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga peradangan pulpa
akan menimbulkan hiperemia / peningkatan aliran darah ke gigi.
Ada dua jenis pulpitis, yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel.
Pulpitis reversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang,
dapat sembuh bila penyebab pulpitis telah dihapus dan gigi diperbaiki. Obatobatan tertentu dapat digunakan selama prosedur restorative dalam upaya untuk
mempertahankan gigi tetap vital (hidup).
Pulpitis ireversibel dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan terhadap
dingin atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah berlangsung lama ditandai
nyeri spontan / dirasakan terus menerus. Terjadi kerusakan saraf sehingga
membutuhkan perawatan saluran akar (Rifki, 2010).
B. Gambaran
C. Etiologi
Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama proses perawatan gigi.
2. Paparan cairan yang men-demineralisasi gigi, pemutih gigi, asam pada makanan
dan minuman.
37
3. Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang berasal dari
abses gigi.
D. Penegakkan diagnosa
1. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal
2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah
berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi :
a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru
ditandaidengan rasa nyeri akut yang hebat.
Anamnesa
1) Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar
kebelakang
telinga
2) Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit
Pemeriksaan Objektif
1) Ekstra oral : Tidak ada kelainan.
2) Intra oral : Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan, pulpa
bisa
terbuka bisa juga tidak, sondase (+), chlor ethil (+), perkusi bisa (+)
bisa(-)
b. Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung
lama.
Anamnesa :
1) Gigi sebelumnya pernah sakit.
2) Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan.
3) Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin,
asam, manis.
4) Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit.
Pemeriksaan Objektif
1) Ekstra oral ; tidak ada pembengkaka
2) Intra oral ; karies profunda, bisa mencapai pulpaa/ tidak, sondase (+),
perkusi (-).
3. Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat.
Anamnesa:
a. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
b. Bau mulut, gigi berubah warna.
38
c. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Pemeriksaan Objektif:
a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
b. Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)
c. Terdapat lubang gigi yang dalam
E.
Terapi
a.
b.
c.
PERIODONTITIS (KOMPETENSI 1)
A. Pengertian
39
Gambar 1. Periodontitis
B. Etiologi
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Lapisan ini melekat pada
permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang
menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas
garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi
proses peradangan dan terjadilah periodontitis.
C. Patogenesis
Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan terjadi proses
inflamasi, maka pada kebanyakan pasien, tetapi tidak semua pasien terjadi proses
inflamasi secara bertahap dan akan memasuki jaringan periodontal yang lebih
dalam. Bersama dengan proses inflamasi akan timbul potensi untuk menstimulasi
resorpsi jaringan periodontal dan pembentukan poket periodontal.
Tipe poket periodontal
Poket periodontal merupakan suatu pendalaman sulkus gingiva dengan migrasi
apikal dari apitelium junction dan rusaknya ligamen periodontal serta tulang
alveolar.
Ada dua tipe poket periodontal yang didasarkan pada hubungan antara epitelium
junction dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari
puncak tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari
puncak tulang alveolar.
Pembentukan poket periodontal
40
Dengan adanya lesi yang telah terbentuk manifestasi inflamasi akut akan
bertahan;didominasi oleh sel-sel plasma; akumulasi immunoglobulin di bagian
ekstravaskular;kerusakan serabut-serabut kolagen terus berlanjut; proliferasi,
migrasi apikal dan terlihat perluasan junctional epithelium ke lateral; dan ada
kemungkinan pembentukan poket periodontal awal, tetapi tidak terjadi
kerusakan tulang yang cukup besar.
4. Lesi tingkat lanjut :
41
Lesi tingkat lanjut adalah tipikal dari periodontitis dan mempunyai karakteristik
sebagai kelanjutan dari gambaran lesi yang telah terbentuk, penyebaran lesi ke
dalam tulang alveolar dan ligamen periodontal yang mengakibatkan kerusakan
tulang, hilangnya serabut-serabut kolagen yang berdekatan dengan poket
epithelium, fibrosis pada daerah yang lebih periferal, adanya sel-sel plasma
yang telah berubah, pembentukan poket periodontal, periode eksaserbasi dan
periode aktifitas patologis yang sangat kecil, perubahan sumsum tulang
menjadi jaringan fibrous, dan secara umum terlihat adanya reaksi jaringan
inflamasi dan immunopatologis (Susanto, 2009).
Gambar 2. Skema tahapan periodontitis
D. Diagnosa
Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna
merah keunguan.Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai
kantong yang melebar di gusi. Dengan kedalaman kantong dalam gusi dengan
suatu alat tipis dan dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah tulang yang
keropos. Semakin banyak tulang yang keropos, maka gigi akan lepas dan berubah
posisinya. Gigi depan seringkali menjadi miring ke luar. Pada pemeriksaan intra
oral dapat dijumpai perkusi yang positif, dalam keadaan biasa, periodontitis tidak
menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar sehingga ikut bergerak ketika
mengunyah atau jika terbentuk abses (pengumpulan nanah/piore).
42
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perawatan ortodontik
8.
9.
43
tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue
graft).
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang.
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor plak,ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari efektivitas kontrol
plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan calculus.
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies(Orstavik, 2007)
F. Pencegahan
Pencegahan penyakit periodontal antara lain dengan cara :
1. Menyikat gigi setelah makan dengan pasta gigi yang mengandung fluoride.
2. Membersihkan sela-sela antara gigi dengan dental floss, dental floss ini
gunanya untuk mengangkat sisa makanan yang terdapat di leher gigi dan di
bawah gusi.
3. Saat ini sudah banyak di produksi "dental water jet" yang terbukti lebih efektif
menghilangkan perdarahan gusi di bandingkan dental floss.
4. Makanan bergizi yang seimbang.
5. Mengunjungi dokter gigi secara teratur untuk dilakukan pemeriksaan rutin dan
cleaning(Orstavik, 2007).
44
45
XII.
GINGGIVITIS (KOMPETENSI 1)
A. Definisi
Gingivitis merupakan penyakit periodontal stadium awal berupa peradangan
pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan
mulut.
Karakteristik ginggiva yang sehat adalah warnanya merah muda, bagian tepi
ginggiva tipis dan tidak bengkak, permukaan ginggiva tidak rata tapi stippled, sulkus
ginggiva tidak dalam (<2mm, jika lebih disebut poket), tidak ada eksudat, tidak
mudah berdarah, konsistensi kenyal. Sedangkan pada ginggivitis warnanya merah
keunguan, bagian tepinya bengkak, ada eksudat, mudah berdarah, konsistensinya
empuk/ lunak.
B. Gambar
Gambar 1.
Gingivitis
Prevalensi
Gingivitis yang ringan umumnya tidak segera
mendapatkan
perhatian
karena
tidakmenimbulkan rasa sakit atau gangguan fungsi, akan tetapi jika keadaan ini
dibiarkan,gingivitis dapat menjadi bentuk yang destruktif. Prevalensi gingivitis dapat
berkurang denganbertambah baiknya status oral higienis, pasok flour yang memadai,
diet yang baik, perawatanpemeliharaan kesehatan dan kebiasaan hidup. Dalam
46
E. Patogenesis
Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang
buruk,penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan efek samping dari obat-obatan
tertentu yangdiminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara
seksama menjaditempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan
mineral dari air liur, plak akanmengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi
dapat terletak di leher gigi dan terlihatoleh mata sebagai garis kekuningan atau
kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkanhanya dengan menyikat gigi.
Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (sakugusi/poket). Kalkulus
47
adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapatmenyebabkan radang
gusi sehingga gusi mudah berdarah.
F. Gejala
Gusi tampak bengkak, kemerahan, lunak, dan mudah berdarah pada saat
menyikat gigi ataupenggunaan dental floss. Gingivitis juga dapat menyebabkan bau
mulut (halitosis).
G. Pemeriksaan
Pada pasien periodontitis akan dilakukan pemeriksaan gusi atau jaringan
periodontal denganmenggunakan alat yang disebut periodontal probe. Alat ini
digunakan untuk mengukur kedalamansulkus gusi (celah berbentuk V yang berada di
antara gigi dan gusi). Kedalaman sulkus gusi yangnormal berkisar antara 0-3 mm.
Gingivitis atau periodontitis akan menyebabkan kedalaman sulkusbertambah dan
membentuk poket. Semakin tinggi derajat keparahan penyakit, semakin dalam
poketyang terbentuk. Periodontal probe juga dapat digunakan dalam menentukan
derajat keparahanperdarahan pada gusi.
H. Perawatan
Pembersihan plak dan perbaikan kebersihan mulut adalah kunci utama dalam
mengatasi gingivitis.Lakukan sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk
membersihkan plak dan sisa makanan di antara celah gigi.Pada gingivitis yang parah
biasanya membutuhkan penggunaan antibiotik, tapi tentunya ini harusdengan resep
dari dokter gigi. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
untukmelakukan check up dan pembersihan seluruh gigi-geligi.
48
Gambar 1. Glositis
B. Etiologi
Glossitis secara umum dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
49
1. Infeksi
Bakteri dan
penyebab
umum
menularnya glossitis. Hal ini sering dikaitkan dengan temuan lain seperti luka
mulut (lepuh, borok), nyeri dan kadang-kadang demam. Di antara penyebab
infeksi mungkin, infeksi herpes simpleks mulut umumnya hasil dalam glossitis.
Infeksi jamur lidah kurang umum dan lebih sering terlihat pada pasien
immunocompromised (HIV, diabetes mellitus tidak terkontrol). Meskipun
berbagai gejala lidah dapat dilihat pada infeksi jamur lidah, glossitis tidak hadir
dalam setiap kasus infeksi sekunder, terutama bakteri, sering terjadi trauma
pada lidah terutaa dengan tindikan yang menjadi tren lebih umum.
2. Trauma
Trauma adalah penyebab umum glossitis dan biasanya akut dengan jelas
etiologi jelas. Ini mungkin karena faktor mekanis atau kimia yang mengiritasi
atau melukai lidah:
a. Burns
b. Makanan, minuman dan suplemen - rempah-rempah, asam, pewarna
buatan terkonsentrasi dan flavorants, vitamin kunyah
c. Produk perawatan gigi (kebersihan oral) - formulasi terkonsentrasi atau
beracun
d. Merokok - tembakau, obat-obatan narkotika
e. Tembakau dan daun sirih / mengunyah pinang
f. Alkohol - menyebabkan trauma kimia ( tincture herbal yang tidak
diencerkan) dan menyebabkan kekurangan vitamin (glossitis atrofi)
g. Bergerigi gigi dan peralatan gigi kurang pas / prostetik seperti jembatan,
implan, gigi palsu dan pengikut - cenderung menyebabkan borok pada sisi
lidah (aspek lateral)
h. Tindik lidah (buruk dilakukan), terutama bila terinfeksi
3. Alergi
Banyak faktor yang sama bertanggung jawab atas trauma lidah juga dapat
menyebabkan alergi glossitis. Ini lebih cenderung terjadi pada individu
hipersensitif.
a. Oral higiene produk
b. Makanan, minuman, permen karet, permen dengan flavorants tertentu,
pewarna atau bahan pengawet
50
c. Tertentu obat
d. Obat
merupakan reaksi alergi. Hal ini terlihat dengan jenis tertentu bronkodilator
(asma, COPD) dan blockers ganglion.
e. Gigi prosthetics
4. Kekurangan Vitamin dan Mineral
Kekurangan vitamin dan mineral adalah penyebab umum dari glossitis
atrofi. Penipisan lapisan mukosa lidah dan atrofi papila eksposur pembuluh
darah yang mendasari menyebabkan kemerahan lidah. Sementara glossitis
atrofi biasanya tidak inflamasi, berbagai gangguan lain dapat mempengaruhi
lidah karena permukaan dikompromikan dan menyebabkan peradangan (lidah
bengkak). Pada anemia pernisiosa, lidah mungkin tampak pucat.
a. Vitamin B12 - anemia pernisiosa
b. Riboflavin (vitamin B2)
c. Niacin (vitamin B3) pellagra
d. Pyridoxine (vitamin B6)
e. Asam folat (vitamin B9)
f. Besi - anemia kekurangan zat besi
g. Kekurangan vitamin C.
5. Penyakit kulit
Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut, termasuk
lapisan mukosa lidah.
C. Diagnosa
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan
menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada
permukaan lidah (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi
sistemik penyebab gangguan tersebut.
D. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan
biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik
51
kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali
sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari.
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur
prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek
samping dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan.
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan
jika penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus
diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya.
Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk
meminimalkan ketidaknyamanan.
XIV.
A. Pengertian
Candidiasis oral merupakan infeksi pada rongga mulut yang disebabkan oleh
pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida terutama Candida albicans.
52
C.pseudotropicalis,
C.lusitaniae,
C.stellatoidea,
dan
C.dubliniensis. Candidiasis oral dapat menyerang semua usia baik usia muda,
usia tua dan pada penderita defisiensi imun seperti AIDS. Pada pasien
HIV/AIDS, Candida albicans ditemukan paling banyak yaitu sebesar 95%
(Miftahullaila M, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Candidiasis oral merupakan suatu infeksi jamur yang umumnya disebabkan
oleh jamur Candida albicans. Faktor predisposisi terjadinya candidiasis oral
terdiri atas faktor lokal dan sistemik.
Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia,
dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan lingkungan
yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Candida yaitu lingkungan dengan pH
yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob.Faktor lokal seperti xerostomia
juga dapat menimbulkan kandidiasis oral. Xerostomia merupakan suatu kondisi di
mana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi
saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi), terapi radiasi dan
kemoterapi. Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan
panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar
liur.Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Candida
seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila produksi
saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka Candida
dapat mudah berkembang.
Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi
imun (HIV/AIDS), kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan
steroid juga dapat menyebabkan timbulnya candidiasis oral. Pada penderita
53
C.
Patogenesis
Adapun mekanisme infeksi Candida
albicans pada sel inang sangat kompleks.
Beberapa
faktor yang
berpengaruh pada
patogenesis dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke
bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi
merupakan proses melekatnya sel Candida albicans ke sel inang. Perubahan
bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan
Candida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai
salah satu cara spesies Candida untuk mempertahankan diri dari obat antifungi.
Ada keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk
ragi tidak bersifat patogen. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl
proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Candida albicans.
54
55
terlokalisir
56
2) Tipe II
gigi
tiruan
3) Tipe III
57
58
59
candidiasis oral yang terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe candidiasis
yang terjadi pada rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat
diperlukan dalam mendukung diagnosa candidiasis oral.
F. Terapi
Perawatan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan
rongga
mulut,
pemberian
obat-obatan
antifungal,
dan
sebisa
mungkin
60
A. Definisi
Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang
lebih dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan
gambaran lesi oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam praktik
sehari-hari. Prevalensi ulkus di mukosa mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga
30% (Casiglia, 2006).
61
dapat bermanifestasi sebagai bisul. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau
luka bakar, aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan
C. Klasifikasi
1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)
Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di mukosa mulut.
Perlu ditanyakan kepada pasien apakah pasien menkonsumsi obat-obatan yang
dapat menjadi penyebab ulkus tersebut
2. Aphtha
Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang dilapisi eksudat
abu-abu dan dikelilingi halo berwarna merah, yang merupakan karakteristik dari
stomatitis aftosa rekuren.
Minor aphtha (Mikuliczs aphtha)
Durasi 7 hingga 10 hari
Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah
Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode
Major aphtha (Suttons ulcers)
Dapat berlangsung selama berbulan-bulan
Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah
Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan bibir
3. Ulkus herpetiformis
Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang nantinya
membesar dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah bagian ventral
dan terdapat manifestasi ekstraoral
4. Sindroma Behets
Dengan adanya riwayat ulkus berulang
5. Eritema Multiformis
Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula eritematosa
berisi cairan yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan nyeri dengan
adanya cairan eksudat serosanguinosa yang nantinya menjadi krusta
6. Ulkus Tunggal dan Multipel
62
D. Terapi
63
(Imuran)
atau
mycophenolate
mofetil
(CellCept)
dengan
Pemberian
terapi
sistemik
imunosupresif
seperti
azathioprine,
mycophenolate mofetil atau leflunomide (Arava) biasa diberikan pada kasus yang
lebih berat meskipun jarang terjadi.
Penatalaksanaan lesi oral non spesifik seperti lesi herpes simplex labialis adalah
dengan mengurangi paparan obat kortikosteroid sistemik dan menggantinya dengan
corticosteroid-sparing drugs seperti azathioprine, mycophenolate mofetil dan
cyclophosphamide yang diberikan sejak awal (Casiglia, 2006).
64
XVI.
XEROSTAMIA (KOMPETENSI 1)
A. Definisi
Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang
disebabkan oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang
berhubungan dengan penurunan sekresi saliva dan perubahan dalam komposisi saliva
seperti saliva menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan
mengunyah, gangguan bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya
infeksi oral. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari
berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala
dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat (Anggarini, 2010).
B. Gambar
Gambar 1. Xerostomia
C. Etiologi
Xerostomia merupakan suatu kondisi kekeringan dalam mulut yang dapat
disebabkan beberapa faktor, yaitu :
1. Obat-obatan
Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari obatobatan
yang
banyak
diresepkan.
Obat-obatan
yang
mempunyai
efek
dapat
menyebabkan
xerostomia.
Banyak
obat-obatan
yang
65
diperlukan untuk salivasi. Dapat juga secara tidak langsung dengan mengubah
cairan dan elektrolit atau dapat juga dengan mempengaruhi aliran darah ke
kelenjar.
Saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual serta
ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusi dalam mulut. Sistem saraf
parasimpatis dan simpatis menginervasi kelenjar saliva. Stimulasi saraf
parasimpatis menyebabkan sekresi yang lebih cair, sedangkan saraf simpatis
memproduksi aliran yang lebih sedikit dan kental.
2. Usia
Xerostomia umumnya terjadi pada orang yang sudah tua. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan
pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
hilang yang digantikan oleh jaringan ikat dan lemak, lining sel duktus
intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah
aliran saliva.
3. Terapi radiasi leher dan kepala
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Jumlah
kerusakan kelenjar saliva tergantung dari jumlah dosis radiasi yang diberikan
selama terapi radiasi. Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari
kelenjar saliva parotis dibandingkan dengan kelenjar saliva sublingualis. Tingkat
perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu, untuk beberapa hari, terjadi
radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi penyusutan parenkim
sehingga
terjadi
pengecilan
kelenjar
saliva
dan
penyumbatan.
Selain
66
hilangnya genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket bila disentuh
dengan jari ataupun ujung gagang instrumen, kondisi kering dan pecah-pecah pada
lidah dan bibir. Pemeriksaan tambahan seperti sialometri dapat dilakukan pada pasien
xerostomia.
E. Terapi
67
Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut
kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau
mengunyah permen karet. Bila keluhan mulut kering disebabkan pemakaian obatobatan, maka mengganti obat dari katagori yang sama mungkin akan dapat
mengurangi pengaruh mulut kering. Pada keadaan berat dapat digunakan zat
perangsang saliva dan zat pengganti saliva
Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika terdapat kelenjar saliva
yang masih aktif . Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam
sitrat dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di
dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak
email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis dapat merangsang
baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi rasa segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat,
natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva. Permen karet
yang mengandung xylitol dapat menginduksi sekresi saliva encer seperti air. Sekresi
saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai
pengaruh merangsang melalui sistem saaraf parasimpatis, seperti pilokarpin,
karbamilkolin dan betanekol.
V.A Oralube, bentuk cairan, pH 7, merupakan zat pengganti saliva untuk
merangsang viskositas dan elektrolit seluruh saliva. Selain itu digunakan juga
Hypromellose, pH 8. Saliva orthana, bentuk spray, pH 7, mengandung musin untuk
memperoleh viskositas. Juga digunakan Glandosan, pH 5,1, tetapi tidak dianjurkan
untuk penderita yang masih mempunyai gigi. Bentuk tablet isap digunakan Polyox,
bermanfaat sebagai pengganti saliva dan juga bermanfaat dalam mencekatkan gigi
palsu.
68
69
Individu berkulit putih yang memiliki pekerjaan diluar lebih beresiko menderita
Oral Squamous Cell Carcinoma. Sering tumor ini didahului oleh keratosis aktini
yang merupakan suatu bentuk displasia atau anaplasia sel-sel epidermis. Radang
kronis berkepanjangan juga merupakan faktor predisposisi oral squamous cell
carcinoma.
Candida sp sering dihubungkan dengan leukoplakia mulut sejak hifa Candida sp
ditemukan pada potongan mikroskopis dari leukoplakia, namun peranannya masih
belum jelas. Candida sp mampu memproduksi nitrosoamines yang bersifat
karsinogenik melalui reaksi biokimia jaringan. Meskipun hubungan dengan
karsinogenesis masih belum jelas, ditemukan Candida sp harus dipertimbangkan
sebagai faktor resiko.
C. Patofisiologi
Patogenesis molekuler karsinoma sel skuamosa mencerminkan akumulasi
perubahan genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi
pada gen-gen yang mengkode protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan
sel, motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan
pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan
peningkatan potensi malignansi.
Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan
morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada karsinoma sel
skuamosa meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor
genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan penyakit
meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan
TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau histonin diasetilasi DNA.
Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel, fungsi imun dan
regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga memainkan
peranan (Bhudy, 2008).
D. Diagnosa
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak
menunjukkan gejala yang jelas. Tidak ada keluhan dan tidak sakit. Umumnya
70
berupa leukoplakia, eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat
berbentuk eksofitik yang berupa papula dan nodul, ataupun endofitik yang dapat
berupa ulser, erosi, fisur.
Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut
mungkin memiliki beberapa perbedaan. Kanker pada mukosa bukal pada dasarnya
tidak menimbulkan keluhan pada tahap awal. Lama timbulnya keluhan rata-rata
adalah sekitar 9 bulan. Kanker pada mukosa bukal biasanya timbul sebagai massa
yang menonjol, kecil serta berulserasi yang paling sering berhubungan dengan
leukoplakia ataupun eritroplakia. Bila tumor bertambah besar, tumor akan mudah
terkena trauma selama pengunyahan, sehingga menjadi berulserasi. Infeksi dapat
menimbulkan pembengkakan pipi dan menimbulkan rasa sakit.
Gejala yang dialami penderita karsinoma lidah tergantung pada letak kanker
tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah
timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3
posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang
dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan.
Kanker pada gingiva dimulai sebagai ulserasi, sering berhubungan dengan
leukoplakia. Adanya kanker pada gingiva dapat menembus jauh kedalam, cukup
cepat menyerang tulang dibawahnya atau bertumbuh keluar secara eksopitik.
Pembengkakan, sakit, dan ulserasi adalah gejala yang paling umum pada
penderita kanker palatum. Kanker pada palatum umumnya menyerang masyarakat
yang mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, karsinoma palatum
berbentuk ulser dilateral garis tengah daerah glandular palatum keras (Arfani, 2010;
Yanto, 2011).
E. Terapi
Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker mulut.
Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan
kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedahan
(Yanto, 2011).
XVIII. LEUKOPLAKIA (KOMPETENSI 2)
A. Pengertian
71
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada
mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau
kikisan (Patterson, 2004).
Leukoplakia
B. Etiologi
Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut
beberapa klinikus, beberapa predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor
yang multipel, yaitu : faktor lokal, faktor sistemik, dan malnutrisi vitamin.
1. Faktor lokal
Faktor lokal bisanya berhubungan dengan segala macam bentuk iritasi
kronis, antara lain: trauma, bahan kimia, atau termal, infeksi bakteri, penyakit
periodontal, oral higiene yang jelek.
2. Faktor sistemik
Faktor sistemik dapat berupa penyakit sistemik seperti sifilis tertier,
anemia sidrofenik, dan xerostomia, dan dapat berupa bahan-bahan yang
diberika secara sistemik antara lain alkhohol, obat-obat anti metabolit, dan
serum antilimfosit.
3. Defisiensi nutrisi
Defisiensi vitamin A diperkirakan meningkatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelanjar dan epitel mukosa
respiratorius.
C. Patogenesis
Perubahan patologis mukosa mulut menjadi leukoplakia terdiri dari dua
tahap. Yaitu tahap praleukoplakia dan tahap leukoplakia. Pada tahap
praleukoplakia mulai terbentuk warna plak abu-abu tipis, bening, translusen,
permukaannya halus dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia
ditandai dengan pelebaran lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal
72
sehingga warna menjadi lebih putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga
mudah membedakannya dengan mukosa sekitarnya.
D. Diagnosa
Leukoplakia bervariasi dalam ukuran, bentuk dan gambaran klinis. Secara
klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal, karena banyak lesi lain memberikan
gambaran klinis yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Lesi ini sering
ditemukan pada daerah alveolar, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar
mulut, ginggiva, mukosa lipatan bucal, serta mandibular alveolar ridge dan
kadang-kadang lidah.
E. Terapi
Dalam stadium awal, leukoplakia bisa disembuhkan dengan terapi untuk
menghilangkan seluruh iritasi yang ada di sekitar rongga mulut. Obat antijamur
akan diberikan secara terus-menerus selama satu sampai dua minggu. Namun, jika
bercak putih sudah meluas, akan dilakukan pengangkatan lesi atau bercak putih
lewat proses pembedahan.
Pada kasus pasien yang mengalami kekurangan vitamin, perawatan dengan
pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C sangat dianjurkan. Peran vitamin C
dalam nutrisi adalah untuk membantu pembentukan substansi semen intersellular
yang penting untuk membangun jaringan penyangga. Fungsi vitamin C sejatinya
hanya untuk perawatan pendukung. Vitamin ini dapat mempercepat regenerasi
jaringan sehingga dapat mempercepat penyembuhan (Rangkuti, 2007)
XIX.
NONCANCEROUS GROWTH
(KOMPETENSI 1)
1. Definisi
Noncancerous growth (Neoplasma Jinak Rongga Mulut) atau yang disebut kista
odontogenik adalah neoplasma jinak yang terdapat di rongga mulut, baik pada
jaringan lunak maupun jaringan keras. Kista odontogenik merupakan struktur epitel
berlapis yang berasal dari epitel odontogenik. Kebanyakan odontogenik kista
didefinisikan berdasarkan lokasi daripada oleh karakteristik histologis.
73
Gambar 2.
Ilustrasi
2. Etiologi
Etiologi dari kista periapikal antara lain:
1. Gigi yang terinfeksi
Toksin keluar dari puncak gigi menyebabkan peradangan periapikal. Peradangan
ini merangsang epitel Malassez yang terletak pada ligamentum periodontal,
sehingga membentuk granuloma periapikal. Selanjutnya epitel ini mengalami
nekrosis yang disebabkan karena kekurangan suplai darah, dan granuloma
berkembang menjadi kista. Lesi biasanya tidak terdeteksi secara klinis ketika
masih kecil, namun paling sering ditemukan sebagai penemuan incidental pada
survey radiografi.
2. Nekrosis pulpa
3. Fraktur gigi
4. Karies dentis
3. Penegakan Diagnosis
Karateristik dari kista ini:
Diawali dengan pulpitis yang menyebabkan kematian pulpa.
Lesi karies dentis yang mencapai pulpa akibat gigi yang patah atau berlubang
74
Kerusakan yang mengakibatkan lamina dura terputus dari gigi yang terlibat
Tidak ada gejala klinis yang dihubungkan dengan perkembangan suatu kista
kecuali kista membesar dan terjadi pembengkakan. Bila kista mencapai ukuran
diameter yang besar, ia dapat menyebabkan wajah menjadi tidak simetri karena
adanya benjolan dan bahkan dapat menyebabkan parestesi karena tertekannya syaraf
oleh kista tersebut.Tekanan kista dapat menggerakan gigi disekitar sehingga gigi
kelihatan renggang dan dapat menjadi goyah. Pada pemeriksaan radiografik terlihat
adanya radiolusensi didaerah apikal dengan batas yang jelas dan tegas. Daerah
lusensi biasanya lebih besar daripada granuloma dan dapat meliputi lebih dari satu
gigi.
4. Terapi
Tindakan terapi yang dilakukan oleh dokter gigi spesialis bedah mulut adalah
ekstirpasi (pengangkatan massa neoplasma), reseksi (reseksi tulang dan massa
neoplasma), dan metode dredging (deflasi/enukleasi tergantung jenis neoplasma yang
dilanjutkan dengan dredging dua sampai tiga bulan kemudian. Jika lesi merupakan
jaringan granulamatous maka tindakan bedah dengan mengangkat jaringan dapat
menghalangi penyembuhan dan perbaikanjaringan, terutama pada lesi besar. Lesi
besar dan kecil mempunyai kemampuan penyembuhanbila iritan penyebab timbulnya
lesi telah dieliminasi.
Kalsium hidroksida digunakan sebagai medikamentosa pada saluran akar
karenamempunyai efek antibakterial dan anti jamur karena pH nya tinggi, dengan
berkontak padajaringan periapikal akan mempengaruhi aktivitas osteoklas dan
memacu perbaikan.
75
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), turgor turun
(-)
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: bibir kering (-), sianosis (-), mukosa pucat (-), cleft lip (+) cleft
palatal(-)
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
Abdomen
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
77
Palpasi
teraba.
Extremitas
:Atas
finger (-/-)
Bawah : oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-),clubbing
finger (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah 15 Juni 2013
Hemoglobin
16,8 g/dL
Hematokrit 52 %
Leukosit
7,2 ribu/uL
5,36 juta/uL
GDS
108 mg/dL
Natrium
133 mmol/L
Kalium
5,0 mmol/L
Clorida
95 mmol/L
Assessment
Tsk PJB sianotik, cleft lip, mikrocephal
Terapi
o O2 head box 4 lpm
o Vitamin B komplek 1 x 1 p.o
78
Riwayat Alergi
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sakit serupa
Riwayat Alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Pemeriksaan Fisik
Kondisi umum : Compos mentis, tampak lemah, gizi kesan kurang
Vital Sign
: TD 100/60 mmHg Nadi 112x/menit RR 30x/menit T 36,50C
Kulit
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), turgor baik
(+)
Kepala
: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak mudah
dicabut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: bibir kering (+), sianosis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-),
lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (+), cavitas
gigi 36, 45, 46 sedalam dentin permukaan oklusal dengan
warna kecoklatan
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
sinistra
Perkusi : Kesan batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-),gallop (-)
Paru
: Depan
Inspeksi
80
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
(+/+)
Belakang
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
(+/+)
Abdomen
: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
teraba.
Extremitas
:Atas
finger (-/-)
Bawah
: oedem (-/-),
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah 19 Juni 2013
Hemoglobin
7,2 g/dL
81
Hematokrit 21 %
Leukosit
0,9 ribu/uL
Trombosit 6 ribu/uL
Eritrosit
2,80 juta/uL
GDS
118 mg/dL
SGOT
47 u/L
SGPT
Ureum
29 u/L
30 mg/dL
125 mmol/L
Kalium
3,9 mmol/L
82
Diagnosis
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi
(-), spider nevi (-), turgor baik (+)
83
Kepala
: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak mudah
dicabut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: bibir kering (+), sianosis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-),
lidah kotor (+), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah
atrofi (+), oral thrush (+)
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan atas :
SIC
II
linea
parasternalis dekstra
Batas jantung kanan bawah: SIC V linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas
SIC
II
linea
parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V, 3 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Kesan
: Depan
Inspeksi
Palpasi
84
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
(-/-)
Belakang
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
sonor / sonor
Auskultasi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
tambahan (-/-)
Abdomen
: Inspeksi
tidak teraba.
Extremitas
:Atas
finger (-/-)
Bawah
: oedem (+/+),
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah 17 Juni 2013
Hemoglobin
12,9 g/dL
Hematokrit 39 %
85
Leukosit
13,6 ribu/uL
3,70 juta/uL
Ureum
19 mg/dL
136 mmol/L
Kalium
3,0 mmol/L
Candidiasis oral sering sulit untuk diterapi, terutama pada individu dengan infeksi
HIV/AIDS atau status imunokompromais lainnya.
86
D. Temuan Kasus Glositis dan Mouth Ulcer di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Identitas Pasien
A. Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Usia
: 70 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Bangsal
: HCU melati 1
No. RM
: 01128378
Tanggal MRS
: 10 Juni 2013
Tanggal Pemeriksaan
Alamat
Diagnosis
: - CHF NYHA IV , hipertensi stage II, Mouth ulcer
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama: Luka di bibir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih
2 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluhkan sesak, sesak dirasakan terus menerus, berkurang dengan
istirahat bertambah dengan aktivitas . Pasien lebih nyaman dengan dengan
posisi duduk. Pasien biasa tidur dengan 2 bantal bangun di malam hari karena
sesak. Sesak saat aktivitas(+) seperti saat mandi. BAK kuning jernih 34x/hari @1/2-1 gelas. BAB 1x/hari warna kuning kecoklatan. Darah (-)
Pasien mengeluhkan nyeri di lidah dan merasakan perih pada bibir bawah.
Rasa perih dirasakan terus menerus . Nafsu makan menurun.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi
kontrol
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Kesadaran
Gizi
: kesan cukup
Vital sign
: Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu : 36,5 oC
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), spider nevi (-), turgor
baik (+)
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Extremitas
88
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah 17 Juni 2013
Hemoglobin
11,2 g/dL
Hematokrit 35 %
Leukosit
10,2 ribu/uL
3,89 juta/uL
PT/APTT
Ureum
19 mg/dL
138 mmol/L
Kalium
4,9 mmol/L
89
Sebagian besar mouth ulcer tidak berbahaya dan akan sembuh dengan sendiri dalam
beberapa hari. Tetapi mouth ulcer jenis lain , seperti Apthous ulcer yg disebabkan
oleh infeksi herpes simplek, memerlukan pengobatan medis.
E. Temuan Kasus Leukoplakia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Usia
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Bangsal
: Melati 1 / 7C
No RM
: 01186784
Tanggal MRS
: 20 Juni 2013
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2013
Alamat
: Banyudono, Boyolali
Diagnosis
: Klinis B20 dengan leukoplakia
Anamnesis
a. Keluhan Utama : diare
b. Riwayat Penyakit Sekarang
3 minggu SMRS pasien mengeluh diare. BAB cair warna kuning
kecoklatan, lendir (-), darah (-). BAB sehari 6-7 kali, kurang lebih setengah gelas
belimbing. Pasien sudah berobat ke dokter tetapi tidak membaik. BAK tidak ada
keluhan. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 minggu yang lalu. Nafsu makan
menurun, berat badan pasien turun 12 kg dalam 3 bulan terakir. Pasien juga
c.
d.
e.
f.
mengeluhkan adanya bercak putih pada bibirnya tetapi tidak terasa nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Sakit Serupa
: disangkal
Riwayat Darah Tinggi
: disangkal
Riwayat Penyakit Gula
: disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Sakit serupa
: disangkal
Riwayat Darah Tinggi
: disangkal
Riwayat Penyakit Gula
: disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
Riwayat Kebiasaan
Merokok
: (+) sejak usia 14 tahun
Minum alkohol
: (+) sejak usia 14 tahun
Seks bebas
: (+) sejak usia 20 tahun
Riwayat Sosial Ekonomi
Pekerjaan
: sopir truk
Pemeriksaan Fisik
Kondisi umum : Compos mentis, tampak lemah, gizi kesan kurang
90
Vital Sign
Kulit
: warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi
(-), spider nevi (-), turgor turun (+)
Kepala
: bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak mudah
dicabut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: bibir kering (+), sianosis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-),
lidah hiperemis(-), lidah tremor (-),
leukoplakia (+)
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Paru
: Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
(-/-)
Belakang
Inspeksi
91
Palpasi
Perkusi
sonor / sonor
Auskultasi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
tambahan (-/-)
Abdomen
: Inspeksi
tidak teraba.
Extremitas
:Atas
finger (-/-)
Bawah : oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-),clubbing
finger (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah 20 Juni 2013
Hemoglobin
11,0 g/dL
Hematokrit 35 %
Leukosit
4,2 ribu/uL
3,75 juta/uL
Ureum
18 mg/dL
130 mmol/L
92
Kalium
3,1 mmol/L
93
DAFTAR PUSTAKA
Adulgopar.
Anodontia.http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf
Arfani.
2009.
2010.
Jaws
Disorder.
Available
from
http//www.scribd.com/doc/44674594/The-Development-Disturbance-of-Jaws
94
Fox
P.C.
2008.
Xerostomia:
Recognotion
Management.http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf
and
Gallois
R.
2006.
Classification
of
Malocclusion.
http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/D5300/Classification%20of
%20Malocclusion%20GALLOIS%2006%20final_BW.pdf
Gottlieb E, Nelson AH, Vogels DS. JCO study of orthodontic diagnosis and treatment
procedures. Part I: Results and trends. J Clin Orthod. 1996;30:615629.
[PubMed)
Grob DJ. Extraction of a mandibular incisor in a Class I malocclusion. Am J Orthod
Dentofac Orthop. 1995;108:533541
Lelyati S. 1996. Kalkulus Hubungannya dengan Penyakit Periodontal dan
Penanganannya.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitP
eriodontal113.pdf/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPeriodontal113.html
Lidral AC, Reising BC (2002). The role of MSX1 in human tooth agenesis.
J Dent Res 81:274-278.
Miftahullaila M. 2010. Kandidiasis Oral Pada Penderita Leukimia Akut yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan (Laporan Kasus).
Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Mihalik CA,Proffit WR,Phillips C (2003).Long term follow-ups of ClassII adults
treated with orthodontic camouflage; a comparison with orthognathic surgery
outcome. Am J Orthod Dentofac Orthop; 123(3):266-78.
Morokuma S., Anami A., Tsukimori K., Fukushima K., Wake N. 2010. Abnormal fetal
movements, micrognathia and pulmonary hypoplasia: a case report abnormal
fetal movements. BMC Pregnancy and Childbirth. 10:46.
Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksilan dengan
kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika
Dental Jurnal 2003;8(2):95
Nirmaladewi A., Handajani J., Tandelilin R.T. 2008. Status Saliva dan Gingivitis pada
Penderita Gingivitis Setelah Kumur Epigalocate Techningallate (EGCG) dari
Ekstrak The Hijau (Camellia sinensis). http://mot.farmasi.ugm.ac.id/
files/79Nirmaladewi_saliva.pdf
95
Leukoplakia.
Qirreish. 2005. Orthodontic aspects of the use of oral implants in adolescents: a 10-year
follow-up study. Eur J Orthod
Rangkuti N.H. 2007. Pebedaan Leukoplakia dan Hairy Leukoplakia di Rongga Mulut.
Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Rifki A. 2010. Perbedaan Efektifitas Menyikat Gigi dengan Metode Roll dan
Horizontal Pada Anak Usia 8 dan 10 Tahun di Medan. Medan, Universitas
Sumatera Utara. Skripsi.
Salmiah
S.
2009.
Gingivitis
pada
Anak.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1183/1/09E01843.pdf
Susanto
A.J.
2009.
Penyakit
Periodontal
(Periodontal
Disease).
http://repository.ui.ac.id
/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c258acfc6ef7f0e 6f9ca.pdf
Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2 nd ed. Jakarta:Cahaya
Sukma;1989,p.145-148
Toothclub. 2011. Available from http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosispoor-oral-hygiene-overview.html
96
2011.
Anodontia
definition
and
diagnose.
http://anodontia
BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4
_001.pdf
Yanto. 2011. Karsinoma Sel Squamosa yang Didahului Inflamasi Kronis Non Spesifik.
Available
from
http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21676/3/Chapter %2011.pdf
Zieve
D.,
Jun
2009.
Glossitis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm
Policresulen
97