Anda di halaman 1dari 9

CLINICAL DENTAL SCIENCE

RESUME
CASE STUDY
Maloklusi dan Etiologi Maloklusi

Dosen Pembimbing :
Drg. Bambang Tri Hartomo
Disusun Oleh:
Yuliandra Afiyah
G1G014045

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2016

A. Macam-Macam Malposisi
Menurut Harty dan Ogston (1995), Malposisi adalah setiap bagian yang mempunyai posisi
abnormal (anomali). Sebelum menentukan diagnosis malposisi dari suatu gigi, kita harus
memperhatikan beberapa hal (Sulandjari, 2008) :
1. Hubungan gigi tersebut dengan gigi lain pada rahang yang sama
2. Hubungan gigi tersebut dengan gigi lain pada rahang berbeda
3. Posisi gigi terhadap gigi sejenis pada rahang yang sama
4. Posisi sumbu atau aksis gigi terhadap sumbu tulang alveolar
Malposisi gigi dapat ditentukan diagnosisnya apabila :
1. Elongasi atau ekstrusi, yaitu keadaan dimana gigi lebih rendah atau tidak mencapai bidang oklusi
2. Depresi atau intrusi, yaitu keadaan dimana gigi lebih tinggi dari garis oklusi
3. Transversi, yaitu posisi gigi berpindah dari kedudukan normal. Transversi dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu :
a. Mesioversi
b. Distoversi
c. Bukoversi
d. Palatoversi
e. Linguoversi
f. Labioversi
g. Torsversi
h. Supraversi
i. Intraversi
j. Transposisi
k. Aksiversi

: gigi lebih ke arah mesial dari posisi normal


: gigi lebih ke arah distal dari posisi normal
: gigi lebih ke arah bukal dari posisi normal
: gigi lebih ke arah palatal dari posisi normal
: gigi lebih ke arah lingual dari posisi normal
: gigi lebih ke arah labial dari posisi normal
: gigi mengalami rotasi pada sumbunya yang panjang
: kedudukan gigi lebih memanjang daripada posisi normal
: kedudukan gigi lebih memendek daripada posisi normal
: perubahan posisi erupsi gigi dari posisi yang normal
: gigi seolah-olah berpindah posisi tetapi posisi ujung sumbu pada akarnya tetap

(Sulandjari, 2008).

Macam-macam Malposisi

(Sulandjari, 2008)

B. Macam-Macam Malrelasi
Malrelasi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan gigi geligi rahang bawah yang tidak tepat
atau menyimpang dari normal. Macam-macam marelasi, antara lain:
1. Overjet
Jarak horisontal antara tepi insisial insisivus atas ke tepi insisal insisivus (sisi labial) bawah
pada saat rahang dalam keadaan sentrik, dengan nilai normal berkisar 2-3 mm. Overjet tergantung
pada kondisi inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan antero-posterior dari lengkung gigi.
Overjet dapat bernilai positif saat insisivus atas terletak pada insisivus bawah pada keadaan oklusi,
namun overjet juga dapat bersifat negatif apabila posisinya berkebalikan, maupun edge to edge.
2. Overbite
Jarak vertikal antara tepi insisial insisivus atas ke tepi insisial insisivus rahang bawah pada
saat rahang dalam keadaan sentrik, dengan nilai normal berkisar 2-3 mm. Dipengaruhi oleh derajat
perkembangan vertikal dari segmen dento-alveolar anterior.
3. Open bite
Keadaan dimana terdapat celah atau ruangan atau tidak ada kontak di antara gigi-geligi
rahang atas dan gigi-geligi rahang bawah saat dalam keadaan sentrik.
4. Deep bite
Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak antara tepi insisal insisivus atas ke tepi insisial
insisivus bawah saat keadaan menutup melebihi 2-3 mm. Pada kasus ini, gigi-geligi sering didapat
linguoversi.
5. Cross bite
Keadaan dimana satu atau beberapa gigi atas terdapat disebelah palatinal atau lingual dari
gigi-geligi bawah pada saat keadaan relasi sentrik. Berdasarkan lokasi terjadinya cross bite dapat
dibagi dua, yaitu:
a. Cross Bite Anterior

Suatu keadaan dimana rahang sedang relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa
gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Cross Bite Posterior
Suatu keadaan dimana rahang sedang relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa
gigi posterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
Macam-macam cross bite posterior ada tiga, yaitu:
1) Cross bite bukal
: keadaan dimana tonjol palatina gigi posterior atas
terdapat disebelah bukal tonjol gigi posterior bawah.
2) Cross bite lingual
: keadaan dimana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat
pada fossa sentral gigi posterior bawah
3) Complete lingual cross bite
: keadaan dimana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat
di sebelah lingual gigi posterior bawah.

(Sulandjari, 2008)
C. Macam-macam Maloklusi
Maloklusi merupakan suatu penyimpangan pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu
fungsi mastikasi, bicara, dan keserasian wajah (Kusuma, dkk., 2014).
Klasifikasi maloklusi yang umumnya digunakan adalah klasifikasi Angle, yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan Skeletal
Klasifikasi berdasarkan skeletal bertujuan untuk mengetahui terhubungnya antara rahang atas
dan rahang bawah dengan basis cranium.
Klasifikasi ini dibagi menjadi 3 (tiga) Klas :
a. Klas I
: maksila dan mandibula relasinya normal (orthognathi)
b. Klas II
: mandibula terlihat lebih kecil daripada maksila (retrognathi)

c. Klas III
: mandibula terlihat lebih besar daripada maksila (prognathi).
2. Klasifikasi Dental Angle
Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi yang menentukan hubungan antara molar pertama
rahang atas dan rahang bawah pada oklusi normal yaitu cusp mesiobukal molar pertama
permanen rahang atas yang beroklusi dengan groove bukal depan molar pertama permanen
rahang bawah. Klasifikasi ini terbagi menjadi 3 (tiga) kelas :
a. Angle Klas I
Pada maloklusi Angle Klas I, cusp mesiobukal gigi molar pertama atas memiliki relasi
dengan buccal groove molar pertama bawah, sehingga gigi di sebelah anterior gigi molar
posisinya dapat berjejal atau renggang (Proffit dan Fields, 1993).
Maloklusi Klas I dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
1) Tipe 1
: gigi anterior berjejal
2) Tipe 2
: lengkung gigi sempit, labioversi gigi anterior maksila, linguoversi gigi anterior
mandibula
3) Tipe 3
: labioversi gigi anterior maksila, crowded di region proksimal
Sedangkan, Dr. Martin Dewey lebih merincikan klasifikasi Klas I ini :
1) Tipe 1 : gigi anterior berjejal, gigi molar normal
2) Tipe 2 : labioversi gigi anterior terutama pada maksila
3) Tipe 3 : cross bite anterior
4) Tipe 4 : cross bite posterior
5) Tipe 5 : molar pertama normal, gigi posterior mengalami mesial drifting

Angle Klas I (Thomas, dkk., 2015)

b. Angle Klas II
Relasi cusp mesiobukal gigi molar pertama maksila beroklusi pada embrassure antara gigi
premolar kedua dan gigi molar pertama (Proffit dan Fields, 1993).
Maloklusi Klas II dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu :
1) Divisi 1
: labioversi gigi maksila
2) Divisi 2
: linguoversi gigi insisivus sentral maksila
3) Subdivisi
: kondisi unilateral dari kedua divisi

Dr. Martin Dewey lebih merincikan klasifikasi Klas II ini :


1) Divisi 1
: protrusif pada gigi anterior
2) Divisi 2
: gigi anterior normal, tetapi gigi insisivus lateral tetap menutupi sebagian
insisivus sentral menjadi overlap diatas gigi insisivus sentral

Molar relation Angles class II (Sigh, 2015)


c. Angle Klas III
Pada Klasifikasi Angle Klas III ini, cusp mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi
paling sedikit setengah cusp terhadap groove distobukal gigi molar pertama rahang bawah.
Maloklusi Klas III dibagi menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu :
1) Tipe 1 : lengkung gigi baik tetapi relasi lengkung abnormal
2) Tipe 2 : lengkung gigi baik dari gigi anterior maksila, tetapi linguoversi dari gigi anterior
mandibula
3) Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang palatoversi gigi anterior maksila,
lengkung gigi mandibula baik
Dr. Martin Dewey lebih merincikan klasifikasi Klas III ini :
1) Tipe 1 : hubungan gigi anterior edge-to-edge
2) Tipe 2 : hubungan molar pertama tetap atas bawah mesioklusi, tetapi gigi anterior normal
3) Tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya adalah crossbite

Molar relation Angles class III (Sigh, 2015)


D. Etiologi Maloklusi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor keturunan atau genetik
Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang tuanya atau
generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya

bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu
tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan percampuran dari
bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai banyak maloklusi.
b. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan
misalnya sumbing atau cleft, bibir sumbing atau hare lip, dan celah langit-langit (cleft palate).
c. Gangguan keseimbangan endokrin
Contohnya seperti gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan
kritinisme dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi tetap.
d. Kekurangan nutrisi dan penyakit
Contohnya Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-beri
(kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat (Rehan, 2014).
2. Faktor Intrinsik
a. Kelainan jumlah gigi
1) Supernumerary teeth (jumlah gigi yang berlebihan)
2) Ageneseis
b. Kelainan ukuran gigi
c. Kelainan bentuk gigi
d. Premature loss
e. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)
f. Kelainan jalannya erupsi gigi
g. Ankilosis yang terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga
lapisan tulang bersatu dengan lamina dura dan sementum
h. Karies gigi
i. Restorasi gigi yang tidak baik (Buschang, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
Buschang, P., 2014, Class I Malocclusion The Development and Etiology of Mandibular Malalignments,
Texas A&M University Baylor College of Dentistry, 20(1):3-15
Harty, F.J., Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi (terj.), EGC, Jakarta
Kusuma, R.H., Adhani, R., Sapta, Rianta., Widodo, 2014, Perbedan Indeks Karies Antara Maloklusi Ringan
Dan Berat Pada Remaja Di Ponpes Darul Hijrah Martapura, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, Volume
2(1):13-17)
Proffit, W. R., Fields, H. W., 1993, Contemporary orthodontics, edisi 2, Mosby, St. Louis
Rehan, A., 2014, Soft Tissue Analysis in Class I and II Skeletal Malocclusions, Pakistan Oral and Dental
Journal, 34(1):87-90
Sigh, Gurkeerat, 2015, Textbook of Orthodontic, Jaypee Brother Medicine Publisher, New Delhi
Sulandjari H, 2008, Buku Ajar Ortodonsia I KGOI, FKG UGM, Yogyakarta
Thomas, dkk.,2015, Textbook of Orthodontic in the vertical dimension, Simultancously, Canada

Anda mungkin juga menyukai