IMPAKSI
PERICORONITIS
PERIODONTITIS
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Impaksi gigi adalah gagalnya gigi untuk tumbuh secara sempurna pada posisinya.Adanya
gigi yang terpendam di dalam tulang rahang atau terhalang jaringan gusi dantidak berhasil
muncul ke permukaan.
1.1.2 Epidemiologi
1.1.3 Etiologi
Lokal
1. Faktor Genetik (ketidaksesuaian antara ukuran rahang yang kecil dengan bentuk gigi
yang besar).
2. Posisi gigi disebelahnya.
3. Kepadatan tulang atau jaringan lunak berlebih yang menutupinya.
4. Ankilosis, perlekatan gigi pada tulang.
5. Odontogenic tumor
6. Cleft lip and palate
7. Supernumerary teeth
Sistemik
1.1.4. Gejala
Gejala impaksi gigi antara lain:
1. Nyeri kepala.
2. Ketegangan atau nyeri pada leher.
3. Nyeri telinga.
4. Nyeri lokal, rasa sakit, atau rasa kaku pada rahang di area gigi yang impaksi.
5. Trismus.
6. Pembengkakan pada gusi di atas gigi yang impaksi.
7. Bau mulut akibat adanya infeksi.
1.1.5. Klasifikasi
Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara
membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua
ke ramus mandibula.
Kelas I Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Kelas II Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
Kelas III Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus mandibula.
Gambar 2.1. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan RelasiAntar Gigi
Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang:
Posisi A Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.
Posisi B Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah bidang oklusal tapi masihlebih
tinggi daripada garis servikal molar kedua.
Posisi C Bagian tertinggi molar ketiga terletak di bawah garis servikal molar kedua.
Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalkan kelas I tipe B,artinya panjang
mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak distalmolar kedua ke ramus
mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah garis oklusaltapi masih di atas servikal gigi
molar kedua.
Gambar 2.2. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory BerdasarkanKedalaman M3 Bawah Terhadap
Tulang Mandibula
Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi
impaksidigolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua.
Posisi- posisi ini dinamakan vertikal, horizontal, inverted, mesioangular (miring ke
mesial),distoangular (miring ke distal), buko angular (miring ke bukal), linguoangular (miringke
lidah), dan posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
Gambar 2.3. Posisi Impaksi Gigi Berdasarkan Sumbu Panjang Gigi Molar KetigaRahang Bawah Menurut
George Winter
1.1.5.3Menurut Archer
Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.Klasifikasi ini
sebetulnya mirip dengan klasifikasi Pell & Gregory. Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi
atas.
Kelas A Bagian terendah molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.
Kelas B Bagian terendah molar ketiga di atas bidang oklusal gigi molar kedua tapi masih di
bawah garis servikal molar kedua.
Kelas C Bagian terendah molar ketiga lebih tinggi dari garis servikal molar kedua.
1.1.6. Komplikasi
2.Crowding gigi/berjejal.
Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah posisi.
3. Gigi berlubang.Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan
menjadi berlubang.
4. Merusak gigi depannya.Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan.
5. Infeksi pada tulang sekitarnya.
6. Kista.Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi gerahamimpaksi
pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput.Jika selaput tersebut
menetap dalam tulang rahang akan terisi oleh cairan yangakhirnya membentuk kista yang dapat
merusak tulang, gigi, dan saraf.
7. Tumor / Karsinoma.
1.1.7. Penanganan
Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai
terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihatmelalui rontgen pada
umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum tumbuh.Dengan demikian pencabutan gigi
geraham bungsu yang impaksi dapat dilakukanantara umur 12-18 tahun atau setelah gigi molar
atau geraham kedua tumbuh. Tentusaja sebagai persiapannya dilakukan rontgen foto sebelum
dilakukan pencabutan.Pencabutan gigi geraham bungsu pada usia 12-18 tahun dikenal dengan
pencabutan preventif dan ini sangat dianjurkan mengingat pada usia tersebut akar gigi
masih pendek sehingga memudahkan operasi dan mempercepat waktu penyembuhan
danmenghindari terkenanya saraf pada rahang. Setelah operasi gigi geraham bungsu pasien akan
mengalami pembengkakan 3-4 hari yang merupakan reaksi normal dari tubuhuntuk
penyembuhan. Pasien tidak perlu khawatir karena pembengkakan yang tidak disertai demam
bukan merupakan gejala infeksi dan pembengkakan ini akan hilang tanpa meninggalkan bekas.
Pasien yang menjalani operasi gigi geraham bungsu cukup mendapat antibiotika, analgetik atau
penahan sakit, dan obat anti inflamasi atau antiradang. Selama pembengkakan pasien dapat
makan makanan lunak, melakukanaktivitas sehari-hari seperti sekolah, atau bekerja tetapi tidak
diperkenankan untuk olahraga terlebih dahulu. Setelah satu minggu benang jahitan dapat dibuka
dan obat sudahdapat dihentikan.Dengan demikian pencabutan gigi geraham bungsu merupakan
tindakan yang bijaksana sebab mencegah komplikasi yang lebih buruk dan kekhawatiran akan
efek operasi tidak akan terjadi sebab dilakukan pada usia yang tepat.
1.2. Perikoronitis
1.2.1. Definisi
Perikoronitis adalah suatu peradangan pada gusi di sekitar mahkota dari gigi yangsedang
mengalami erupsi sebagian. Definisi lain menyebutkan bahwa perikoronitis merupakan
peradangan jaringan lunak di sekeliling gigi yang akan erupsi. Apabilasudah timbul pernanahan
maka disebut abses perikoronal. Perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga
yang biasa terjadi pada akhir masa remaja atau pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis
merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul
berulang, bilamolar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang di antara
gigimolar dan geraham depannya.
1.2.2. Epidemiologi
Pericoronitis lebih sering mengenai molar tiga pada rahang bawah dibandingkanmolar
tiga rahang atas. Hal ini disebabkan insidensi terhadap impaksi partial padarahang atas lebih
jarang terjadi dan juga berhubungan dengan jarak dengan anterior border mandibula.Predileksi
perikoronitis terhadap molar tiga berkaitan dengan umur erupsi gigi.Sebagian besar kasus sering
terjadi pada umur dewasa muda. Tercatat dari 245 pasiendidapatkan 81% berumur 20-29 tahun
dan 13% berumur 30-39 tahun
1. Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi, terutama gigi molar tiga.
2. Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi.
3. Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang tidak erupsi
atau erupsi sebagian.
4. Riwayat perikoronitis sebelumnya.
5. Oral hygiene yang buruk.
6. Infeksi saluran nafas.
1.2.4. Etiologi
Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini penyebabnya belum
diketahui dengan pasti. Beberapa literatur menghubungkan penyebab infeksi inidari flora normal
mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus viridans, Spirochaeta dan Fussobacteria. Penelitian
lain mengatakan adanya campuran infeksi Prevotellaintermedia, Peptostreptococcus micros,
Fusobacterium nucleatu, Actinomycetescomitans, Veilonella dan Capnosytopaga. Walaupun
infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi penyebab mikro
organismenya berbeda dengan yangmelibatkan periodontitis. Hal ini berkaitan erat dengan
patogenesis dimana peradanganterjadi akibat adanya celah pada perikoronal yang menjadi media
subur bagi koloni bakteri, disertai berbagai trauma dari gigi yang bersebelahan. Faktor lain yang
berperandiantaranya stress emosional, merokok, daya tahan tubuh yang rendah,
penyakitsistemik, dan infeksi saluran pernafasan atas.
1.2.5. Patogenesis
Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteridi saku
gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya akumulasi dari plak dan sisa-sisa
makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih saat membersihkan gigi.Pada saku gusi perikoronal
ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala inflamasi, sedangkan bila proses
inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupuntanpa gejala. Apabila debris dan bakteri terperangkap
jauh ke dalam saku gusi perikoronal maka akan terbentuk abses. Inflamasi bisa juga terjadi
karena trauma yangdihasilkan dari erupsi gigi molar rahang atas.
b. Perikoronitis subakut:
c. Perikoronitis kronik:
1.2.7. Perawatan
Dalam keadaan perikoronitis dengan tanda adanya penjalaran regional maka terapidilakukan
seperti diatas dan ditambah dengan terapi antimikroba secepatnya. Ekstraksi ditunda sampai
infeksi telah terlokalisir atau hilang.
1.2.8. Komplikasi
1.2.9. Prognosis
Prognosis penyakit perikoronitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapatdiobati dengan
obat-obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.Pada kasus perikoronitis
berulang sebaiknya dilakukan pencabutan untuk menghindari berbagai komplikasi yang
kemungkinan akan timbul jika tidak dilakukan pencabutan sedini mungkin.
1.3. Operkulitis
1.3.1. Definisi
Merupakan peradangan sebagian kecil gusi yang terdapat di oklusal gigi, biasanyaterdapat pada
gigi molar tiga bawah.
1.3.2 Epidemiologi
Operkulitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi pada akhir masa
remaja atau pada awal usia 20 tahun.
1.3.3. Patofisiologi
Operkulitis terjadi karena tidak sempurnanya resorpsi jaringan lunak di atas gigisehingga
membentuk kantung gigi yang menyebabkan makanan dapat terselip danmenimbulkan proses
inflamasi.
1.3.4. Gejala
Pada operkulitis biasanya tidak disertai gejala, pasien hanya merasakan nyeri padastruktur gigi
yang terlibat tanpa disertai dengan pembengkakan.
1.3.5. Terapi
Terapi yang dapat dilakukan adalah menenangkan proses infeksi. Bila ruangan tidak cukup untuk
erupsi gigi maka dilakukan ekstraksi gigi. Bila ruangan cukup untuk erupsi, maka dapat
dilakukan operkulektomy.
1.3.6. Prognosis
Prognosis penyakit operkulitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapat diobatidengan obat-
obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.
1.4. Periodontitis
1.4.1. Definisi
Periodontitis adalah inflamasi yang mengenai periodontium, yaitu jaringan yang mengelilingi
dan mendukung gigi (gingival, cementum, alveolar bone, periodontal ligament).
1.4.2. Patofisiologi
Periodontitis terjadi ketika peradangan atau infeksi pada gusi (gingivitis yang tidak diobati). lalu
peradangan tersebut menyebar dari gusi (gingiva) ke ligament dan tulangyang mendukung gigi.
Hilangnya dukungan menyebabkan gigi menjadi longgar danakhirnya lepas.Plak dan tartar
terakumulasi di dasar gigi. Peradangan menyebabkan timbulnya sakugusi diantara gusi dan gigi
yang terisi plak dan tartar. Plak terperangkap di dalam jaringan lunak yang membengkak.
Peradangan selanjutnya menyebabkan destruksi jaringan dan tulang diseklitar gigi. Karena plak
mengandung bakteri, maka akan timbulabses gigi yang mengakibatkan destruksi tulang lebih
lanjut.
1.4.3. Etiologi
Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme yang menempel dan tumbuh pada permukaan
gigi.
1.4.4. Klasifikasi
1. Gingivitis
2. Chronic periodontitis
3. Aggressive periodontitis
4. Periodontitis as a manifestation of systemic disease
5. Necrotizing ulcerative gingivitis/periodontitis
6. Abscesses of the periodontium
7. Combined periodontic-endodontic lesions
Luasnya penyakit mengacu pada proporsi gigi yang dipengaruhi oleh penyakit, yaitu persentase
tempat (situs). Situs didefinisikan sebagai posisi di mana pengukuranmenyelidik diambil sekitar
gigi masing-masing dan pada umumnya menyelidiki sekitar enam lokasi setiap gigi, yaitu:
1. mesiobuccal
2. mid-buccal
3. distobuccal
4. mesiolingual
5. mid-lingual
6. distolingual
Jika sampai 30% dari situs di mulut yang terkena, manifestasi adalah klasifikasisebagai lokal,
jika > 30% maka disebut generalisata
Tingkat keparahan penyakit mengacu pada jumlah serat ligament periodontal yangtelah hilang,
disebut clinical attachment loss. Menurut American Academy of Periodontology, klasifikasi
keparahan adalah sebagai berikut:
1.4.5. Gejala
Pada stadium awal, periodontitis memiliki sedikit gejala dan beberapa kasus terjadi progresivitas
karena tidak diobati. Gejala periodontitis, antara lain:
1. Kemerahan atau pendarahan gusi saat menggosok gigi, menggunakan dental floss atau
menggigit makanan yang keras
2. Pembengkakan gusi
3. Halitosis atau bau mulut
4. Resesi gusi yang menyebabkan terlihatnya pemanjangan gigi (dapat disebabkan
olehmenyikat gigi mengggunakan sikat yang keras cara yang tidak tepat)
5. Dalamnya saku antara gigi dan gusi
6. Lepasnya gigi
Gambar 2.10. Gejala periodontitis nyeri, kemerahan, gusi bengkak, denganbanyaknya plak
1.4.6. Pencegahan
1. Menyikat gigi secara teratur (minimal 2 kali sehari) dengan mengarahkan sikatgigi secara
vertikal dari garis gusi ke ujung gigi dengan menggunakan sikat gigi berbulu lembut.
2. Flossing (1 kali sehari) serta membersihkan gigi belakang terakhir, molar ketiga,di setiap
kuartal.
3. Menggunakan obat kumur antiseptik (Chlorhexidine berbasis glukonat)
4. Check-up gigi setiap 6 bulan sekali.
Pada pemeriksaan mulut dan gigi menunjukkan lunak, bengkak, gusi merah-
ungu.Simpanan plak dan kalkulus dapat terlihat di dasar gigi, dengan kantong membesar digusi.
Gusi biasanya tidak menimbulkan rasa sakit atau sedikit nyeri, kecuali jikaterdapat abses gigi.
Gigi dapat lepas dan gusi mungkin akan surut.Radiologi gigi menunjukkan hilangnya pendukung
tulang dan juga dapatmenunjukkan adanya deposit plak di bawah gusi.
1.4.8. Pengobatan
1.4.9. Komplikasi
2.Mansjoer Arif, dkk: Kapita Selekta Kedokteran. Editor Arif Mansjoer, dkk,Edisi 3, Volume 1,
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000.
3.Topazian et al. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. Philadelphia: Saunders.2002.
5.http://en.wikipedia.org/wiki/Periodontitis6.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00
1059.htm