Anda di halaman 1dari 18

OPERKULITIS

IMPAKSI
PERICORONITIS
PERIODONTITIS
Disusun Oleh :

Ratih Juwita (0610205)

Pembimbing :

drg. Luciana Maria K.D.

GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2012
1.1 Impaksi Gigi
1.1.1 Definisi

Impaksi gigi adalah gagalnya gigi untuk tumbuh secara sempurna pada posisinya.Adanya
gigi yang terpendam di dalam tulang rahang atau terhalang jaringan gusi dantidak berhasil
muncul ke permukaan.

1.1.2 Epidemiologi

Seorang ahli bernama Ricketts (1980) menyatakan bahwa evolusi manusiamenyebabkan


berkurangnya ukuran rahang yang berhubungan dengan kondisi dankebiasaan diet/makanan. Jadi
ukuran rahang manusia sekarang cenderung makin kecilsehingga kasus gigi geraham bungsu
yang impaksi sekarang cenderung meningkat.

1.1.3 Etiologi

Lokal

Etiologi lokal antara lain:

1. Faktor Genetik (ketidaksesuaian antara ukuran rahang yang kecil dengan bentuk gigi
yang besar).
2. Posisi gigi disebelahnya.
3. Kepadatan tulang atau jaringan lunak berlebih yang menutupinya.
4. Ankilosis, perlekatan gigi pada tulang.
5. Odontogenic tumor
6. Cleft lip and palate
7. Supernumerary teeth

Sistemik

Etiologi sistemik antara lain:

1. Syndrome cleidocranial dysplasia.


2. Defisiensi hormon-hormon endokrin.
3. Down syndrome
4. Radiasi

1.1.4. Gejala
Gejala impaksi gigi antara lain:

1. Nyeri kepala.
2. Ketegangan atau nyeri pada leher.
3. Nyeri telinga.
4. Nyeri lokal, rasa sakit, atau rasa kaku pada rahang di area gigi yang impaksi.
5. Trismus.
6. Pembengkakan pada gusi di atas gigi yang impaksi.
7. Bau mulut akibat adanya infeksi.

1.1.5. Klasifikasi

1.1.5.1Menurut Pell & Gregory

Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara
membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua
ke ramus mandibula.

Kelas I Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas II Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas III Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus mandibula.

Gambar 2.1. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan RelasiAntar Gigi
Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang:

Posisi A Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.
Posisi B Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah bidang oklusal tapi masihlebih
tinggi daripada garis servikal molar kedua.
Posisi C Bagian tertinggi molar ketiga terletak di bawah garis servikal molar kedua.

Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalkan kelas I tipe B,artinya panjang
mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak distalmolar kedua ke ramus
mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah garis oklusaltapi masih di atas servikal gigi
molar kedua.

Gambar 2.2. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory BerdasarkanKedalaman M3 Bawah Terhadap
Tulang Mandibula

1.1.5.2 Menurut George Winter

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi
impaksidigolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua.
Posisi- posisi ini dinamakan vertikal, horizontal, inverted, mesioangular (miring ke
mesial),distoangular (miring ke distal), buko angular (miring ke bukal), linguoangular (miringke
lidah), dan posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
Gambar 2.3. Posisi Impaksi Gigi Berdasarkan Sumbu Panjang Gigi Molar KetigaRahang Bawah Menurut
George Winter

1.1.5.3Menurut Archer

Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.Klasifikasi ini
sebetulnya mirip dengan klasifikasi Pell & Gregory. Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi
atas.

Kelas A Bagian terendah molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.

Kelas B Bagian terendah molar ketiga di atas bidang oklusal gigi molar kedua tapi masih di
bawah garis servikal molar kedua.

Kelas C Bagian terendah molar ketiga lebih tinggi dari garis servikal molar kedua.

Klasifikasi untuk impaksi kaninus rahang atas diantaranya:

Kelas I Kaninus terletak di palatum


Kelas II Di bukal
Kelas III Di daerah palatum dan bukal/labial.
Kelas IV Prosesus alveolaris
Kelas V Daerah tidak bergigi.

1.1.6. Komplikasi

Komplikasi impaksi gigi antara lain:

1. Pericoronitis.Posisi gigi yang belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan,


debris dan bakteri terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu
sehinggamenyebabkan infeksi pada gusi yang disebut pericoronitis. Jika tidak
segeraditangani infeksi tersebut akan menyebar ke tenggorokan atau leher.

Gambar 2.4. Impaksi molar tiga menyebabkan infeksi gusi diatasnya

2.Crowding gigi/berjejal.

Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah posisi.

Gambar 2.5. Gigi molar tiga mendesak gigi molar dua

3. Gigi berlubang.Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan
menjadi berlubang.

4. Merusak gigi depannya.Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan.
5. Infeksi pada tulang sekitarnya.

6. Kista.Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi gerahamimpaksi
pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput.Jika selaput tersebut
menetap dalam tulang rahang akan terisi oleh cairan yangakhirnya membentuk kista yang dapat
merusak tulang, gigi, dan saraf.

Gambar 2.6. Impaksi gigi molar tiga menyebabkan terbentuknya kista

7. Tumor / Karsinoma.

1.1.7. Penanganan

Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai
terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihatmelalui rontgen pada
umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum tumbuh.Dengan demikian pencabutan gigi
geraham bungsu yang impaksi dapat dilakukanantara umur 12-18 tahun atau setelah gigi molar
atau geraham kedua tumbuh. Tentusaja sebagai persiapannya dilakukan rontgen foto sebelum
dilakukan pencabutan.Pencabutan gigi geraham bungsu pada usia 12-18 tahun dikenal dengan
pencabutan preventif dan ini sangat dianjurkan mengingat pada usia tersebut akar gigi
masih pendek sehingga memudahkan operasi dan mempercepat waktu penyembuhan
danmenghindari terkenanya saraf pada rahang. Setelah operasi gigi geraham bungsu pasien akan
mengalami pembengkakan 3-4 hari yang merupakan reaksi normal dari tubuhuntuk
penyembuhan. Pasien tidak perlu khawatir karena pembengkakan yang tidak disertai demam
bukan merupakan gejala infeksi dan pembengkakan ini akan hilang tanpa meninggalkan bekas.
Pasien yang menjalani operasi gigi geraham bungsu cukup mendapat antibiotika, analgetik atau
penahan sakit, dan obat anti inflamasi atau antiradang. Selama pembengkakan pasien dapat
makan makanan lunak, melakukanaktivitas sehari-hari seperti sekolah, atau bekerja tetapi tidak
diperkenankan untuk olahraga terlebih dahulu. Setelah satu minggu benang jahitan dapat dibuka
dan obat sudahdapat dihentikan.Dengan demikian pencabutan gigi geraham bungsu merupakan
tindakan yang bijaksana sebab mencegah komplikasi yang lebih buruk dan kekhawatiran akan
efek operasi tidak akan terjadi sebab dilakukan pada usia yang tepat.

1.2. Perikoronitis
1.2.1. Definisi

Perikoronitis adalah suatu peradangan pada gusi di sekitar mahkota dari gigi yangsedang
mengalami erupsi sebagian. Definisi lain menyebutkan bahwa perikoronitis merupakan
peradangan jaringan lunak di sekeliling gigi yang akan erupsi. Apabilasudah timbul pernanahan
maka disebut abses perikoronal. Perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga
yang biasa terjadi pada akhir masa remaja atau pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis
merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul
berulang, bilamolar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang di antara
gigimolar dan geraham depannya.

Gambar 2.7. Perikoronitis

1.2.2. Epidemiologi

Pericoronitis lebih sering mengenai molar tiga pada rahang bawah dibandingkanmolar
tiga rahang atas. Hal ini disebabkan insidensi terhadap impaksi partial padarahang atas lebih
jarang terjadi dan juga berhubungan dengan jarak dengan anterior border mandibula.Predileksi
perikoronitis terhadap molar tiga berkaitan dengan umur erupsi gigi.Sebagian besar kasus sering
terjadi pada umur dewasa muda. Tercatat dari 245 pasiendidapatkan 81% berumur 20-29 tahun
dan 13% berumur 30-39 tahun

Gambar 2.8. Lokasi Perikoronitis

1.2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko perikoronitis menurut

British Association of Oral and Maxillofocal Surgeons meliputi :

1. Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi, terutama gigi molar tiga.
2. Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi.
3. Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang tidak erupsi
atau erupsi sebagian.
4. Riwayat perikoronitis sebelumnya.
5. Oral hygiene yang buruk.
6. Infeksi saluran nafas.

1.2.4. Etiologi

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini penyebabnya belum
diketahui dengan pasti. Beberapa literatur menghubungkan penyebab infeksi inidari flora normal
mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus viridans, Spirochaeta dan Fussobacteria. Penelitian
lain mengatakan adanya campuran infeksi Prevotellaintermedia, Peptostreptococcus micros,
Fusobacterium nucleatu, Actinomycetescomitans, Veilonella dan Capnosytopaga. Walaupun
infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi penyebab mikro
organismenya berbeda dengan yangmelibatkan periodontitis. Hal ini berkaitan erat dengan
patogenesis dimana peradanganterjadi akibat adanya celah pada perikoronal yang menjadi media
subur bagi koloni bakteri, disertai berbagai trauma dari gigi yang bersebelahan. Faktor lain yang
berperandiantaranya stress emosional, merokok, daya tahan tubuh yang rendah,
penyakitsistemik, dan infeksi saluran pernafasan atas.

1.2.5. Patogenesis

Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteridi saku
gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya akumulasi dari plak dan sisa-sisa
makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih saat membersihkan gigi.Pada saku gusi perikoronal
ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala inflamasi, sedangkan bila proses
inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupuntanpa gejala. Apabila debris dan bakteri terperangkap
jauh ke dalam saku gusi perikoronal maka akan terbentuk abses. Inflamasi bisa juga terjadi
karena trauma yangdihasilkan dari erupsi gigi molar rahang atas.

Gambar 2.9. Patogenesis Perikoronitis

1.2.6. Manifestasi klinis

Biasanya terjadi secara unilateral. Perikoronitis terbagi dalam bentuk manifestasi:


a. Perikoronitis Akut:

o Rasa sakit menusuk yang hilang timbul


o Trismus dan disfagia
o Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai supurasi.
o Limfadenopati submandibular
o Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya menyebar
ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut
o Sakit pada palpasi
o Rasa tidak enak (foul taste)

b. Perikoronitis subakut:

Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.


Rasa sakit tumpul yang terus menerus.
Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan, dan sakit pada
nodul submandibular.

c. Perikoronitis kronik:

Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.


Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.
Pembentukkan kista paradental

1.2.7. Perawatan

Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi perawatantergantung


dari dua faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang kedua penyebarandari infeksi tersebut.
Untuk infeksi yang telah menyebar ke KGB atau rongga fasialismaka membutuhkan terapi yang
lebih ekstensif.Perikoronitis yang terlokalisasi dan dalam tahap ringan-sedang dapat
ditanganisecara konservatif yaitu dengan debridemen dan drainase dari pericoronal pocket. Jika
terdapat abses maka harus dilakukan drainase yang dilakukan dengan cara insisi. Monitoring
pasca perawatan diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut. Setelah itu perlu dilakukan
koreksi secara operatif, salah satunya adalah reseksi jaringan perikoronal untuk mencegah
berulangnya infeksi. Umumnya debridemen dan drainase memberikan hasil berupa pengurangan
gejala namun beberapa klinisi menggunakan antibiotik sistemik dan sebagian lagi menggunakan
antibiotik topikal walaupun keuntungan baik dari segi efektifitas dan biaya belum diketahui.Jika
gigi yang terkena nonfungsional atau dianggap tidak dapat digunakan karenamalposisi atau
alasan lain ekstraksi biasanya dianggap patut untuk dilakukan. Jika perikoronitis terbatas dan
tidak ada tanda-tanda abses, maka dapat langsung dilakukanekstraksi atau ditunggu sampai fase
akut terlewati namun jika terdapat pus sebelumnyadilakukan irigasi dan drainase, dan jika dalam
keadaan gawat darurat perlu diberikanantibiotik profilaksis sesudah ektraksi

Dalam keadaan perikoronitis dengan tanda adanya penjalaran regional maka terapidilakukan
seperti diatas dan ditambah dengan terapi antimikroba secepatnya. Ekstraksi ditunda sampai
infeksi telah terlokalisir atau hilang.

1.2.8. Komplikasi

Komplikasi perikoronitis antara lain:

1. Perikoronal abses terjadi apabila peradangan / infeksi lebih terlokalisasi.


2. Disfagia terjadi apabila infeksi menyebar ke arah posterior menuju ke
ruangoropharyngeal atau kearah medial pada bagian dasar lidah.
3. Trismus terjadi karena kelainan pada TMJ.
4. Komplikasi toksik sistemik seperti demam, leukositosis, dan malaise.
5. Pembesaran kelenjar getah bening submaxilla, servikal posterior, deep cervical, dan
retrofaring.

1.2.9. Prognosis

Prognosis penyakit perikoronitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapatdiobati dengan
obat-obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.Pada kasus perikoronitis
berulang sebaiknya dilakukan pencabutan untuk menghindari berbagai komplikasi yang
kemungkinan akan timbul jika tidak dilakukan pencabutan sedini mungkin.

1.3. Operkulitis

1.3.1. Definisi

Merupakan peradangan sebagian kecil gusi yang terdapat di oklusal gigi, biasanyaterdapat pada
gigi molar tiga bawah.
1.3.2 Epidemiologi

Operkulitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi pada akhir masa
remaja atau pada awal usia 20 tahun.

1.3.3. Patofisiologi

Operkulitis terjadi karena tidak sempurnanya resorpsi jaringan lunak di atas gigisehingga
membentuk kantung gigi yang menyebabkan makanan dapat terselip danmenimbulkan proses
inflamasi.

1.3.4. Gejala

Pada operkulitis biasanya tidak disertai gejala, pasien hanya merasakan nyeri padastruktur gigi
yang terlibat tanpa disertai dengan pembengkakan.

1.3.5. Terapi

Terapi yang dapat dilakukan adalah menenangkan proses infeksi. Bila ruangan tidak cukup untuk
erupsi gigi maka dilakukan ekstraksi gigi. Bila ruangan cukup untuk erupsi, maka dapat
dilakukan operkulektomy.

1.3.6. Prognosis

Prognosis penyakit operkulitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapat diobatidengan obat-
obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.

1.4. Periodontitis

1.4.1. Definisi

Periodontitis adalah inflamasi yang mengenai periodontium, yaitu jaringan yang mengelilingi
dan mendukung gigi (gingival, cementum, alveolar bone, periodontal ligament).
1.4.2. Patofisiologi

Periodontitis terjadi ketika peradangan atau infeksi pada gusi (gingivitis yang tidak diobati). lalu
peradangan tersebut menyebar dari gusi (gingiva) ke ligament dan tulangyang mendukung gigi.
Hilangnya dukungan menyebabkan gigi menjadi longgar danakhirnya lepas.Plak dan tartar
terakumulasi di dasar gigi. Peradangan menyebabkan timbulnya sakugusi diantara gusi dan gigi
yang terisi plak dan tartar. Plak terperangkap di dalam jaringan lunak yang membengkak.
Peradangan selanjutnya menyebabkan destruksi jaringan dan tulang diseklitar gigi. Karena plak
mengandung bakteri, maka akan timbulabses gigi yang mengakibatkan destruksi tulang lebih
lanjut.

1.4.3. Etiologi

Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme yang menempel dan tumbuh pada permukaan
gigi.

1.4.4. Klasifikasi

Klasifikasi periodontitis antara lain:

1. Gingivitis
2. Chronic periodontitis
3. Aggressive periodontitis
4. Periodontitis as a manifestation of systemic disease
5. Necrotizing ulcerative gingivitis/periodontitis
6. Abscesses of the periodontium
7. Combined periodontic-endodontic lesions

Luasnya penyakit mengacu pada proporsi gigi yang dipengaruhi oleh penyakit, yaitu persentase
tempat (situs). Situs didefinisikan sebagai posisi di mana pengukuranmenyelidik diambil sekitar
gigi masing-masing dan pada umumnya menyelidiki sekitar enam lokasi setiap gigi, yaitu:

1. mesiobuccal
2. mid-buccal
3. distobuccal
4. mesiolingual
5. mid-lingual
6. distolingual
Jika sampai 30% dari situs di mulut yang terkena, manifestasi adalah klasifikasisebagai lokal,
jika > 30% maka disebut generalisata

Tingkat keparahan penyakit mengacu pada jumlah serat ligament periodontal yangtelah hilang,
disebut clinical attachment loss. Menurut American Academy of Periodontology, klasifikasi
keparahan adalah sebagai berikut:

1. Mild : 12 mm of attachment loss


2. Moderate: 34 mm of attachment loss
3. Severe: 5 mm of attachment loss

1.4.5. Gejala

Pada stadium awal, periodontitis memiliki sedikit gejala dan beberapa kasus terjadi progresivitas
karena tidak diobati. Gejala periodontitis, antara lain:

1. Kemerahan atau pendarahan gusi saat menggosok gigi, menggunakan dental floss atau
menggigit makanan yang keras
2. Pembengkakan gusi
3. Halitosis atau bau mulut
4. Resesi gusi yang menyebabkan terlihatnya pemanjangan gigi (dapat disebabkan
olehmenyikat gigi mengggunakan sikat yang keras cara yang tidak tepat)
5. Dalamnya saku antara gigi dan gusi
6. Lepasnya gigi

Gambar 2.10. Gejala periodontitis nyeri, kemerahan, gusi bengkak, denganbanyaknya plak
1.4.6. Pencegahan

Pencegahan periodontitis, yaitu dengan melakukan daily oral hygiene, meliputi:

1. Menyikat gigi secara teratur (minimal 2 kali sehari) dengan mengarahkan sikatgigi secara
vertikal dari garis gusi ke ujung gigi dengan menggunakan sikat gigi berbulu lembut.
2. Flossing (1 kali sehari) serta membersihkan gigi belakang terakhir, molar ketiga,di setiap
kuartal.
3. Menggunakan obat kumur antiseptik (Chlorhexidine berbasis glukonat)
4. Check-up gigi setiap 6 bulan sekali.

1.4.7. Pemeriksaan dan Tes

Pada pemeriksaan mulut dan gigi menunjukkan lunak, bengkak, gusi merah-
ungu.Simpanan plak dan kalkulus dapat terlihat di dasar gigi, dengan kantong membesar digusi.
Gusi biasanya tidak menimbulkan rasa sakit atau sedikit nyeri, kecuali jikaterdapat abses gigi.
Gigi dapat lepas dan gusi mungkin akan surut.Radiologi gigi menunjukkan hilangnya pendukung
tulang dan juga dapatmenunjukkan adanya deposit plak di bawah gusi.

1.4.8. Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan, menghilangkan kantong jika


ada, dan mengobati penyebab yang mendasari. Permukaan gigi atau disekitar gigiharus
diperbaiki. Serta mengobati kondisi lainnya.Membersihkan gigi secara menyeluruh, yaitu cara
menyikat gigi, menggunakan dental floss dan pembersih lidah, penggunaan obat kumur, serta
melakukan pembersihan gigi ke dokter gigi lebih dari 2 kali setahun Pembedahan mungkin
diperlukan. Saku gusi mungkin perlu dibuka dan dibersihkan.Ekstraksi gigi mungkin perlu
dilakukan agar masalah tidak bertambah buruk danmenyebar ke gigi terdekat.

1.4.9. Komplikasi

Komplikasi periodontitis, antara lain:

1. Infection or abscess of the soft tissue (facial cellulitis )


2. Infection of the jaw bones ( osteomyelitis)
3. Return of periodontitis
4. Tooth abscess
5. Tooth loss
6. Tooth flaring or shifting
7. Trench mouth
DAFTAR PUSTAKA

1.Kamus Kedokteran Dorland edisi ke 20. Jakarta: EGC.

2.Mansjoer Arif, dkk: Kapita Selekta Kedokteran. Editor Arif Mansjoer, dkk,Edisi 3, Volume 1,
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000.

3.Topazian et al. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. Philadelphia: Saunders.2002.

4.Pericoronitis.drgreen@greendentalnashville.com.Newman, dkk. Carranzas Clinical


Periodontology. 10th ed. Saunders Elsevier.2006.

5.http://en.wikipedia.org/wiki/Periodontitis6.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00
1059.htm

Anda mungkin juga menyukai