Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TUTORIAL

IMPAKSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)

Dosen Pembimbing
Drg.

Oleh :
Firzada Fannani

01 204 4788

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam filosofi tibet, gigi molar ketiga mempunyai makna khusus hanya dengan
munculnya gigi molar ketigalah akan dapat tercapai hubungan antar gigi yang teratur, harmonis,
keseimbangan dan sempurna secara keseluruhan juga dapat dipertahankan.
Namun kenyataaan pada praktek kedokteran gigi berbeda dengan filosofi diatas dimana
gigi molar ketiga sering dianggap sebagai pembawa masalah. Gigi molar ketiga dapat
menyebabkan gangguan keharmonisan alat pengunyah dan status kesehatan umum dan seringkali
ikut menyebabkan timbunya komplikasi pada hospes.
Di poliklinik gigi Berdikari Yayasan U.P.D.M dari 10 orang pederita ditemukan 2 orang
dengan kelainan M 3 bawah. Di RSCM/ RSPAD GATOT SUBROTO tiap hari dilakukan 3-5
operasi pengeluaran M 3 yang impaksi.
Impaksi dapat menyebabkan berbagai komplikasi mulai dari rasa nyeri, infeksi, resorbsi.
Rasa nyeri yang ditumbulkan dapat disebabkan oleh reaksi peradangan jaringan lunak disekitar
mahkota gigi oleh kotoran mulut dibawah jaringan gusi yang menutupi mahkota yang sedang
tumbuh.

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

1. IMPAKSI
1.1 DEFINISI
Gigi molar tiga (gigi bungsu) adalah gigi yang terakhir tumbuh dan terletak di
bagian paling belakang dari rahang. Biasanya gigi ini tumbuh pada akhir masa remaja
atau pada awal usia 20-an. Pada usia inilah yang dianggap sebagai age of wisdom (usia
di mana seseorang mulai bijaksana), sehingga gigi bungsu dalam bahasa Inggris disebut
wisdom teeth. Normalnya tiap orang memiliki empat gigi molar tiga, masing-masing
satu pada tiap sisi rahang. Tapi ada juga orang-orang yang tidak memiliki gigi bungsu ini.
Pada kebanyakan kasus, rahang seringkali tidak cukup besar untuk menampung gigigigi ini sehingga tidak dapat tumbuh sepenuhnya atau tetap berada di bawah gusi atau di
dalam tulang. Keadaan inilah yang disebut impaksi. Impaksi adalah suatu keadaan di
mana gigi mengalami hambatan dalam arah erupsinya / tumbuhnya, sehingga tidak dapat
mencapai posisi yang seharusnya. Sedangkan embeded adalah tidak ada kekuatan gigi
untuk erupsi, sehingga gigi tertanam seluruhnya. Retensi ( impaksi ) dianggap sebagai
tidak munculnya elemen dengan posisi erupsi normal. Impaksi adalah tidak munculnya
elemen dengan posisi erupsi abnormal. Atau keadaan dimana gigi tumbuhnya terhalang
sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangganya, tulang atau jaringan lunak sekitarnya
untuk mencapai kedudukan normal. Sering kedua istilah tersebut di atas dipakai sebagai
sinonim.

Gambar 1. Impaksi Molar Ketiga


Impaksi gigi molar tiga dapat timbul dalam berbagai posisi, bisa benar-benar
terperangkap dan berada dalam gusi atau tulang, sehingga tidak nampak bila dilihat
dalam mulut. Atau bisa juga sudah menembus gusi tapi hanya tumbuh separuh jalan.
Arahnya bisa horizontal, miring dengan mahkota ke arah gigi molar dua atau sebaliknya,
atau malah menghadap ke arah dalam atau ke luar rahang.

Gambar 2 : Berbagai posisi impaksi gigi molar tiga

1.2 ETIOLOGI(5)
1.2.1. Rahang sempit biasanya konenitalditurunkantidak cukup tempat untuk gig
1.2.2. Benih gigi miring
1.2.3. Infeksi kronik pada gingiva yang menutupi
gigi sulit menembus gingival karena ginggiva menebal
1.2.4. Hiperdensitas tulang yang menutupi
1.2.5. Premature loss gigi sulung

1.3 KLASIFIKASI (1)


Klasifikasi ini diperlukan untuk menetapkan langkah yang akan mempermudah
pembedahan atau pencabutan gigi. Oleh karena dibuatlah suatu klasifikasi.
1.3.1. Retensi vertikal kira-kira sejajar dengan molar didekatnya bersudut 90 terhadap
dataran oklusal. ( Gambar 6 )
1.3.2. Retensi horizontal kira-kira sejajar dengan dataran oklusal dan bersudut 0
1.3.2.1. Sagital
1.3.2.1.1. Mesioangular ( Gambar 5 )
1.3.2.1.2. Distoangular
1.3.2.2. Transversal
1.3.2.2.1. Bukoangular
1.3.2.2.2. Linguoangular
1.3.3. Retensi inkilnasi miring dengan bermacam-macam sudut terhadap dataran oklusal.
1.3.3.1. Mesioangular ( Gambar 3 )
1.3.3.2. Distoangular ( Gambar 4 )
1.3.3.3. Bukoangular
1.3.3.4. Linguoangular
1.3.4. Abberation
Kadang- kadang ditemukan pada rahang atas gigi terutama menyimpang terdapat
disekitar sinus maksilaris, sedang gigi molar bawah dapat terletak pada ramus ascendens
pada dasar mandibula. Penyimpangan sering terjadi pada rahang atas 1,3 % dan rahang
bawah 0,7 %.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

1.4 GEJALA DAN TANDA


Pasien mungkin tidak merasakan keluhan apapun sampai benar-benar terjadi kerusakan
yang berarti. Biasanya penderita umumnya datang dengan keluhan yang dirasakan adalah:

Rasa sakit atau rasa kaku pada rahang di area gigi molar tiga yang impaksi.

Rasa nyeri didaerah gigi yang terkena. Rasa nyeri dapat meluas sekitar mata,
telinga, dan dibelakang telinga. Rasa nyeri sering disertai pusing dan bahkan
demam. Kadang rasa nyeri demikian sampai penderita sukar membuka mulut.

Pembengkakan pada gusi di atas gigi molar tiga yang impaksi

Sakit kepala, sakit pada telinga atau leher.

Bau mulut akibat adanya infeksi

Pemeriksaan ekstra oral sering mendapatkan bengkak daerah pipi dan dagu bagian
belakang sehingga terjadi asimetri wajah, nyeri tekan lokal, hipersalivasi dan trismus. Pada
pemeriksaan intra oral terlihat edema dan kemerahan pada mukosa gingiva.

1.5 DIAGNOSIS
Hal yang paling penting disini adalah mengenai keterangan usia penderita, riwayat
keluarga, disamping gejala dan tanda. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
foto rontgen. (3)

1.6 PENANGANAN
Penanganan yang dilakukan pada impaksi gigi molar tiga adalah pengangkatan gigi
molar (odontectomi) tiga tersebut. Odontectomi radikal selain operculeotomi, yaitu
pencbtan dengan pembukaan flap. Gigi molar yang impaksi atau tumbuh miring tidak
berfungsi dengan baik dalam pengunyahan dan menyebabkan berbagai macam gangguan.
Itulah mengapa gigi tersebut lebih baik diangkat daripada dipertahankan.
Semakin cepat mengangkat gigi molar tiga impaksi akan semakin baik daripada harus
menunggu sampai timbulnya komplikasi dan rasa sakit yang lebih lanjut. Bila menunggu
sampai timbul rasa sakit dan keluhan lainnya, resiko terjadinya komplikasi pada saat
pengangkatan tentunya akan lebih tinggi, bahkan proses penyembuhan mungkin akan lebih
lama. Semakin muda usia pasien, proses pengangkatan akan jauh lebih mudah dan proses
penyembuhannya akan jauh lebih cepat.

1.7 AKIBAT GANGGUAN ERUPSI (IMPAKSI)


1.7.1. Karies gigi.
Gigi molar tiga yang tumbuh ke arah gigi molar dua (dengan posisi mahkota yang
miring dan bersandar pada mahkota gigi molar dua), menyebabkan sisa makanan dan
plak mudah menumpuk di tempat tersebut. Akibatnya gigi-gigi tersebut akan lebih
mudah terkena karies akibat sulitnya pembersihan pada daerah tersebut.
1.7.2. Pericoronitis
Adalah radang pada ginggiva sekitar gigi yang impaksi.
Sering terjadi pericoronitis akibat :
1.7.2.1 Pada sikat gigi sering terjadi radang pada ginggiva yang menutup

operculum (pembesaran ginggiva bentuk menonjol akibat proses erupsi gigi),


1.7.3. Infeksi gusi.
Pada gigi molar tiga yang hanya tumbuh sebagian di atas gusi, akan menyebabkan
mudah masuknya makanan ke celah gusi dan berkumpulnya bakteri di tempat
tersebut. Ini akan menyebabkan terjadinya infeksi pada gusi, sehingga tampak
adanya pembengkakan gusi pada daerah tersebut, rasa sakit, dan bau mulut. Bahkan
pada infeksi yang cukup berat dapat menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut.

Gambar 3 : Impaksi molar tiga menyebabkan infeksi gusi diatasnya


1.7.4. Rasa sakit dan kerusakan pada gigi molar dua karena tertekan gigi molar tiga.
Refernal pain cephalgi.

Gambar 4 : Gigi molar tiga mendesak gigi molar dua


1.7.5. Berjejalnya gigi lain dalam lengkung rahang.
Karena pada saat gigi molar tiga bergerak untuk tumbuh, gigi-gigi lain akan
terdorong oleh gerakan gigi molar tiga tersebut.

1.7.6. Kista
Pada beberapa kasus, gigi molar tiga yang dibiarkan dalam keadaan impaksi
dapat menyebabkan terbentuknya kista dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas
pada rahang dan gigi tetangganya.

Gambar 5 : Impaksi gigi molar tiga menyebabkan terbentuknya kista


1.7.7. Trismus
Merupakan akibat lanjut dari pericoronitis dimana terjadi spasme pada M.Masseter.
1.7.8. Tumor : Ameloblastoma
1.7.9. Fraktur fraktur mandibula tu angulusnya.

1.8 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi pencabutan gigi impaksi yang sering dijumpai:
1.8. 1. Nyeri dan Bengkak
Ketidak nyamanan, bengkak dan rasa nyeri merupakan suatu konsekuensi
tindakan pencabutan gigi impaksi, yang harus diminimalkan. Waktu tindakan yang
lama dan retraksi flap akan menambah pembengkakan. Pada umumnya tindakan
yang dapat dilakukan adalah dengan kompres es dan pemberian preparat steroid
yang mempunyai efek anti inflamasi kuat seperti betametason dan eksametason pra

bedah. Tindakan lain adalah dengan melakukan irigasi cairan fisiologis yang adekuat
selama operasi dan menggunakan anestesi lokal long acting seperti bupivacain.
1.8.2. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf sangat mungkin terjadi pada tindakan operasi gigi molar tiga
impaksi dengan frekuensi berkisar 0,5-5% . Pada umumnya kerusakan saraf akan
mengalami perbaikan secara spontan terutama saraf alveolaris inferior karena
terletak dalam kanalis mandibula sehingga ujung2 saraf yang rusak dapat dengan
lebih baik mendekat secara spontan.
1.8.2.1. Saraf alveolaris inferior
Jejas pada saraf alveolaris inferior terjadi secara primer karena hubungan
anatominya dengan gigi molar tiga bawah. Posisi keduanya dapat ditentukan secara
radiografi dengan foto panoramik. Secara statistik, faktor yang berhubungan dengan
insidensi kerusakan saraf alveolaris inferior pada waktu tindakan pengangkatan gigi
molar tiga adalah full bony impaction, impaksi horizontal, pengggunaan bur, apeks
gigi pada atau dibawah neurovasculer bundle, bundle terlihat pada waktu tindakan
dan perdarahan yang banyak pada waktu waktu operasi. Faktor lain adalah umur
pasien karena makin tua maka semakin sulit tindakan.
1.8.2.2. Saraf lingualis
Kerusakan saraf lingualis lebih sulit diterangkan dan lebih mengganggu
pasien karena akan menyebabkan sensasi rasa yang abnormal dan lebih sulit
mengalami perbaikan. Diseksi anatomi menunjukan variasi posisi saraf lingualis dan
dapat melintas pada daerah retromolar pad. Dengan demikian saraf ini dapat
mengalami kerusakan oleh elevasi flap dan retraksi, pengeluaran folikel dan

penjahitan. Tidak seperti pada saraf alveolaris inferior, maka pada kerusakan saraf
lingualis teknik operasi memegang peran penting. Flap harus didesign lebih kearah
bukal sehingga dapat menghindari retromolar pad. Flap ligual jangan dielevasi,
jangan memakai lingual bone-splitting technique, dan jangan melakukan kuretase
secara agresif serta jahitan pada lingual harus ditempatkan superfisial.
1.8.2.3. Evaluasi kerusakan saraf
Bila terjadi kerusakan saraf, maka daerah yang mengalami sensasi abnormal
harus didokumentasikan sehingga perbaikan saraf dapat dicatat dengan akurat.
Demikian pula dengan sensasi rasa pada lidah (Manis, asin, pahit, asam). Terapi yang
dapat diberikan untuk regenerasi saraf adalah methy cobalt, vitamin B kompleks dan
fisioterapi.
Follow up dilakukan secara periodik. Perbaikan saraf dimulai 6-8 minggu dan
selesai 6-9 bulan. Terdapat pula kemungkinan terjadi perbaikan 18 bulan-24 bulan.
Follow up yang dianjurkan adalah evaluasi tiap 2 minggu selama 2 bulan, evaluasi tiap
6 minggu untuk 6 bulan berikut, evaluasi tiap 6 bulan selama 2 tahun dan evaluasi
tahunan untuk tahun berikutnya.
Kerusakan saraf dapat pula disebabkan oleh hematoma dan fibrosis akibat
penyuntikan anestesi lokal.
1.8.3. Infeksi
Infeksi dapat terjadi baik sebelum maupun setelah tindakan pencabutan gigi molar
tiga. Infeksi akibat gigi molar tiga perlu mendapat perhatian serius karena dapat
menyebar ke spatium kepala dan leher yang berakibat fatal.

Infeksi pada spatium bukal dan buksinator umumnya terlokalisir pada sisi lateral
mandibula. Infeksi pada submaseter akan berada pada spatium antara tepi lateral
madibula dan otot maseter dan menyebabkan trismus.
Infeksi spatium pterigoid interna berada pada ruang antara otot pterigoid interna
dan permukaan medial mandibula yang juga menyebabkan trismus dan masalah jalan
nafas.
Infeksi spatium submandibular dapat menyebabkan gangguan jalan nafas.
Bilateral submandibular infeksi dengan selulitis disebut Ludwig Angina yang dapat
berakibat fatal.
Infeksi spatium parafaringeal terjadi antara mukosa faring dan otot konstriktor
superior yang merupakan kedaruratan yang mengancam jiwa.
Prinsip utama adalah drainase pus dan antibiotika adekuat.
Infeksi lokal yaitu alveolar osteitis yang dikenal dengan dry socket. Infeksi ini
terutama pada pengambilan gigi molar bawah yang sulit dengan trauma yang besar
disertai adanya penyakit periodontal disekitarnya, perokok dan menggunakan lokal
anestetik dengan vasokonstriktore yang banyak. Infeksi ini ditandai oleh adanya bau
mulut yang khas, rasa nyeri yang menyebar dan terjadi 48 jam setelah tindakan.
Komplikasi ini Terapi yang dianjurkan adalah dengan irigasi soket dengan saline hangat
dan aplikasi kassa yodoform sampai gejala hilang. Terapi kuratase jangan dilakukan
karena tidak memperbaiki keadaan penyakit.
1.8.4. Komplikasi sinus maksilaris
Secara anatomis terdapat hubungan yang erat antara gigi premolar dan molar atas
dengan sinus maksilaris, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya resiko

perforasi sinus maksilaris pada waktu pencabutan gigi2 tersebut. Bila perforasi kecil
maka akan sembuh secara spontan dengan adanya bekuan darah dalam soket. Bila tidak
terjadi penutupan, maka diperlukan penutupan baik dengan bukal atau palatal flap
disertai dengan pemberian antibiotika beta laktam atau sefalosforin dan nasal
dekongestan. Bila sudah terjadi sinusitis maka diperlukan irigasi sinus dan teknik
Cadwell Luc untuk membuang dinding sinus yang mengalami infeksi.
1.8.5.Fraktur tulang mandibula
Fraktur mandibula merupakan komplikasi pencabutan gigi molar tiga bawah yang
dapat terjadi pada penderita dengan atropi mandibula, osteoporosis atau adanya kista
ata tumor yang besar. Dapat pula terjadi bila menggunakan terlalu besar tenaga. Bila
terjadi fraktur mandibula maka segera hentikan tindakan, lakukan imobilisasi dan
lakukan foto Panoramik.
1.8.6. Terdorongnya gigi ke spatium sekitarnya
Gigi molar tiga atas dapat terdorong kearah posterosuperior kedalam spatium
infratemporalis bila menggunakan tenaga yang berlebihan pada waktu elevasi kearah
distal tanpa retraktor debelakang tuberositas. Bila terjadi, maka akan sangat
menyulitkan karena terjadi rembesan darah vena yang cukup banyak dari plexus
pterigoid. Dengan demkian maka perlu dijahit dulu, kemudian letak gigi dilokalisasi
dengan foto tiga dimensi atan CT scan dan gigi diangkat dalam 7-10 hari kemudian.
Gigi molar bawah dapat terdorong kearah spatium sublingual melewati otot
milohioid dan masuk ke fasia leher. Komplikasi ini umumnya disebabkan oleh elevasi
lingual dan posterior yang berlebihan pada tulang lingual yang tipis. Bila gigi tersebut

tidak teraba maka luka dijahit dulu, pemberian antibiotika, buat foto 3 dimensi dan gigi
dicabut kemudian sebagai prosedur sekunder melalui tindakan ekstra oral.
1.8.7. Perdarahan
Perdarahan yang terjadi dapat dibagi menjadi perdarahan primer, intermediat atau
sekunder atau perdarahan arteri, vena dan kapiler. Pada tindakan pencabutan gigi molar
tiga pada pasien tanpa kelainan darah, umumnya disebabkan oleh perdarahan kapiler.
Perdarahan sekunder disebabkan oleh oral fibrinolisis akibat terlalu banyak kumur,
infeksi lokal atau trauma pencabutan yang terlalu besar. Terapinya adalah aplikasi
tampon adrenalin, pemberian anti perdarahan kapiler seperti asam trasexamik,
hemostatik lokal seperti spongostan, surgicel dan penjahitan.
1.8.8. Komplikasi pada sendi temporomandibula
Pencabutan

gigi

molar

kadang

akan

mengakibatkan

disfungsi

sendi

temporomandibula terutama pada penderita yang sebelumnya telah mengalami


gangguan sendi, tindakan yang lama dan tenaga yang berlebihan. Komplikasi dapat
diminimalkan dengan pasien menggigit pada bite block pada sisi kontralateral dan
istirahat sebentar durante operasi. Bila terjadi, maka kelainan sendi tersebut diterapi
dengan cara konvensional seperti istirahat, terapi hangat, muscle relaxant dan bila
mungkin dengan terapi splint oklusal.

Beberapa petunjuk perawatan pada pasien setelah pencabutan gigi impaksi adalah:

Dilarang menghisap atau meniup

Dilarang merokok

Minum menggunakan sedotan selama 24 jam

Dilarang berkumur keras walaupun menggunakan obat kumur

Dilarang membersihkan gigi dekat tempat pencabutan

Dilarang olah raga berat selama 24 jam

Dilarang minum panas atau alkohol

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim,

Manajement

of

Pericoronitis,

26

Mei

2009,

avaiable

at

http://www.deoss.org/database/phpmydocumentor2. Anonim, Impaksi molar ketiga, 26 Mei 2009, avaiable at http://klikdokter.com


3. Anonim, Rahang sempit si Bungsu Menebar Rasa Sakit, 26 Mei 2009, avaiable at Intisari
Online http://www.indomedia.com
4. Patterson

dental

supply,

Pericoronitis,

26

Mei

2009,

avaiable

at

http://www.cfdonline.com
5. Penyakit gigi dan mulut, bursa buku senat mahasiswa fakultas kedokteran UNDIP,
Semarang, 2007
6. Prosedur tetap pelayanan medis penyakit gigi dan mulut, RS.DR.Kariadi/ Fakultas
kedokteran UNDIP, Semarang, 1993
7. Schuurs,A.H.B., Patologi gigi- geligi kelainan jaringan keras gigi, Gajahmada university
press, Jogjakarta,

Anda mungkin juga menyukai