b. Klasifikasi
Hypodontia
Oligodontia
Anodontia
Gambar 1.1. Perbedaan Hypodontia, Oligodontia, dan Anodontia
1) Hipodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk berjumlah
antara 1-6 gigi. Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk
adalah gigi premolar dua rahang bawah, insisif dua rahang atas, dan premolar
dua rahang atas.
2) Oligodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk berjumlah
lebih dari 6 gigi.
3) Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh
disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dibagi menjadi:
a) Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada gigi susu
maupun gigi tetap.
b) Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau
lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen
daripada gigi susu.
(Ramil, 2010).
c. Etiologi
Penyebab anodontia, baik complete maupun partial anodontia, secara garis
besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetik. Kegagalan
proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi (misal:
rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau
radioterapi. Mutasi beberapa gen, seperti Msx1 atau Pax9 diketahui menyebabkan
tidak tumbuhnya gigi permanen. Anodontia sering terlihat sebagai bagian gejala dari
sebuah sindroma, terutama yang melibatkan anomali ektodermal (seperti sindroma
ectodermal dysplasia Agenesis gigi kemungkinan disebabkan oleh defek beberapa
gen, yang secara sendiri-sendiri atau bersamaan menyebabkan munculnya gejala
(Wu, 2007).
2
d. Patogenesis
Gigi berasal dari dua jaringan embrional, ektoderm, yang membentuk enamel,
dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga jaringan-jaringan
penunjang. Perkembangan gigi geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke6 intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan
ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial
band. Primary epithelial band yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami
invaginasi ke dasar jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masing-masing
rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen bukal yang
merupakan bakal pipi dan bibir serta pita lamina dentis yang akan berperan dalam
pembentukan benih gigi.
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu
perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi
inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita
anodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel
mulut, yakni pada tahap inisiasi (De Muynckd, 2004).
e. Diagnosis
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk
memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus
hypodontia, pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi
mana saja yang tidak terbentuk (Ramil, 2010).
f. Terapi
Terapi yang diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan dan pemasangan gigi
prostetik (Ramil, 2010).
2. IMPACTED TEETH
a. Definisi
Impacted teeth atau impaksi gigi adalah keadaan dimana gigi tidak dapat
erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau
kedua-duanya. Pengertian gigi impaksi telah banyak didefinisikan oleh para ahli.
Menurut Grace, gigi impaksi adalah gigi yang mempunyai waktu erupsi yang
terlambat dan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk erupsi secara klinis dan
radiografis. Menurut Londhe, gigi impaksi adalah keadaan dimana terhambatnya
erupsi gigi yang disebabkan karena terhambatnya jalan erupsi gigi atau posisi ektopik
dari gigi tersebut. Menurut Sid Kirchheimer, gigi impaksi adalah gigi yang tidak
dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan lunak atau
kedua-duanya. (Irfan, 2011).
b. Gambar
c. Etiologi
Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, penyebab
gigi terpendam antara lain sebagai berikut:
1) Kausa Lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah:
a) Posisi gigi yang abnormal
b) Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
c) Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d) Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
e) Persistensi gigi desidui (tidak mau tanggal)
f) Pencabutan prematur pada gigi
g) Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
h) Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses
i) Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak.
2) Kausa Umur
Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada
kausa lokal antara lain:
a) Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan miscegenation.
b) Kausa Postnatal, yaitu
2.) Kelas II: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak
antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.
molar kedua
Gambar 2.10. Kasifikasi Maloklusi Posisi A, B, dan C
(Paul, 2009)
c. Berdasarkan posisi aksis panjang gigi impaksi terhadap molar kedua seperti
klasifikasi yang dikemukakan George Winter.
e. Diagnosis
7
Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi impaksi.
Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi
impaksi adalah :
1. Inflamasi,yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi
disekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).
Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah adanya pembengkakan,
pembesaran limfonodi (KGB), dan parastesi. Sedangkan pada pemeriksaan intra oral
yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak, karies, perikoronitis,
adanya parastesi, warna mukosa bukal, labial dan gingival, adanya abses gingival,
posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi dengan ramus
(pada molar tiga mandibula). Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah
pemeriksaan radiografik. Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
1) Periapikal, tomografi panoramik (atau oblique lateral) dan CT scan untuk gigi molar
tiga rahang bawah.
2) Tomografi panoramik (atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat) untuk gigi
molar tiga rahang atas.
3) Parallax film (dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal) untuk gigi
kaninus rahang atas.
(Obiechina, 2001).
f. Terapi
Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga,
caninus, premolar, incisivus. Pencabutan gigi yang impaksi dengan pembedahan
A
C
B
D
kesulitan
dalam
pembersihan.
Tanggalnya
gigi-gigi
akan
11
b. Gambar
Gambar 5.1. Labial dan palatal cleft dibandingkan dengan kondisi normal.
c. Etiologi
Secara garis besar, penyebab labial dan palatal cleft dibagi menjadi dua,
genetik dan lingkungan. Resiko seorang anak terkena labial dan palatal cleft sekitar
4% jika salah satu orang tua atau salah satu saudara juga menderita labial dan palatal
cleft. Namun resiko ini meningkat menjadi 17% apabila keduanya (salah satu orang
13
tua dan salah satu saudara) terkena. Peningkatan risiko tersebut mengindikasikan
adanya faktor genetik sebagai salah satu komponen etiologi (CCA, 2009).
Faktor lingkungan di dalam kandungan juga berperan penting pada kejadian
labial dan palatal cleft. Defisiensi suplemen gizi maupun paparan zat teratogenik
dapat meningkatkan kejadian labial dan palatal cleft. Suplementasi gizi dengan
vitamin B6 dan asam folat selama trimester pertama kehamilan terbukti menurunkan
resiko terjadinya rekurensi pada wanita yang sebelumnya melahirkan anak dengan
labial dan palatal cleft. Teratogen yang dihubungkan dengan kejadian ini termasuk
kortison, antikonvulsan seperti fenitoin, salisilat, aminopterin, organik solvents,
alkohol, merokok, diabetes melitus maternal, rubela, dan usia dari orang tua. Merokok
selama kehamilan merupakan faktor resiko yang paling jelas pada kejadian labial dan
palatal cleft. Merokok dapat menyebabkan polimorfisme gen TGF-alfa yang
kemudian dapat meningkatkan resiko kejadian palatal cleft. Secara statistik,
ditemukan peningkatan signifikan dari laktat dehidrogenase dan kreatin fosfokinase
pada cairan amnion fetus dengan labial/palatal cleft (CCA, 2009).
d. Patogenesis
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan
ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut
bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah
dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan
terbentuk celah pada bibir atas atau langitlangit rongga mulut.
Sebenarnya penyebab jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum
diketahui dengan pasti. Namun, faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita
ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan.
Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau
orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun
ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu.
Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
e. Klasifikasi
Klasifikasi celah bibir veau:
14
1) Kelas I: terdapat takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir
2) Kelas II: Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai
dasar hidung
3) Kelas III: Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke
dasar hidung.
4) Kelas IV: Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak
sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna
Klasifikasi celah langit-langit veau:
1) Kelas I: celah palatum lunak sampai ke uvula
2) Kelas II: celah palatum lunak dan keras di belakang foramen incisivum
3) Kelas III: celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada
satu sisi
4) Kelas IV: celah palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan bibir pada
kedua sisi
f. Diagnosis
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit
rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Besarnya cleft bukan indikator
seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya
dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi
tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut (Naidich,
2003).
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini
disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia
(saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak
normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat
menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan
kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau
bahkan
kehilangan
pendengaran
sementara.
Biasanya
cleft
palate
dapat
mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigigeliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya
rahang (Naidich, 2003).
15
g. Terapi
Tindakan bedah plastik dilakukan pada bayi kondisi baik. Pembedahan biasanya
dilakukan ketika anak berumur sekitar 3 bulan. Tujuan operasi plastik ini adalah:
1) Memulihkan struktur anatomi.
2) Mengoreksi cacat.
3) Menormalkan fungsi menelan, napas, bicara.
(Budiono, 2011)
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh tim labio-palatoschizis yang
terdiri dari spesialistik bedah maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi,
ortodonsi, psikolog, dan perawat spesialis.
Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing:
1) Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg ,
Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasihat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga
membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi
tidak cukup.
2) Pada tahapan operasi yang diperhatikan adalah kesiapan tubuh si bayi menerima
perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia
optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini
dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga
jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap
menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal
pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum
anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti
dengan tindakan speech theraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau
pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
16
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang
salah.
Bila
gusi
juga
terbelah
(gnatoschizis)
kelainannya
menjadi
bermanfaat.
Adapun
operasi
yang
bisa
dilakukan
untuk
kasus
labiopalatoschizis adalah:
a. Chieloraphy/ labioplasti
: 3 bulan
b. Palatoraphy
: 10-12 bulan
c. Speech Theraphy
: 4 tahun
d. Pharyngoplasty
: 5-6 tahun
e. Perawatan Orthodontis
: 8-9 tahun
: 9-10 tahun
g. Le Fort I Osteotomy
:17-18 tahun
(CCA, 2009).
b. Gambar
a. Definisi
Istilah macrognatia mengarah pada kondisi di mana ukuran rahang lebih dari
normal. Macrognathia juga disebut dengan megagnitia. Macrognathia
mengalami gambaran klinis yaitu dagu berkembang lebih besar. Sebagian besar
macrognatia tidak menyebabkan terjadinya maloklusi (Patel, 2009).
b. Gambar
macrognatia
berhubungan
dengan
perkembangan
protuberantia yang berlebih, dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat
didapat melalui penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan
macrognatia adalah gigantisme pituitary, pagets disease, dan akromegali.
Pertumbuhan berlebihan ini akibat pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan
yang disebabkan oleh tumor hipofisa jinak (adenoma). Penderita biasanya
menunjukkan hipertiroidisme, lemah otot, parestesi, pada tulang muka dan
rahang terlihat perubahan orofasial seperti penonjolan tulang frontal, hipertrofi
tulang hidung, dan pertumbuhan berlebih tulang rahang (mandibula) yang
dapat menyebabkan rahang menonjol (prognatisme) (Morokumo, 2010).
19
BAB II
FOKUS INFEKSI
1. DEBRIS
a. Definisi
Debris memiliki arti kotoran. Sisa makanan yang menetap di rongga mulut
setelah makan, yang terakumulasi di leher gigi dan di sela-sela gigi inilah yang
berkontribusi pada debris gigi. Sisa makanan ini dapat mendorong terbentuknya plak
dan terjadinya akumulasi plak.
Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah
dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan
menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi
dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau
tusuk gigi) (Toothclub, 2011).
b. Gambar
Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa
makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu tersebut adalah:
Rahang atas:
a. Gigi 6 kanan kiri permukaan bukal
b. Gigi 1 kanan permukaan lingual
Rahang bawah :
a. Gigi 6 kanan kiri permukaan lingual
b. Gigi 1 kiri permukaan labial
Tabel 6.1. Kriteria pemeriksaan Debris Index (DI) menurut Depkes RI 1999
No
1
Kriteria
Nilai
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan
0
menutupi permukaan tersebut, seluas > 1/3 gigi tetapi < 2/3
4
permukaan gigi
Pada pemukaan gigi yang terlihat, ada debris yang menutupi
21
= Baik
2) 0,7-1,8
= Sedang
3) 1,9-3,0
= Buruk
(Nurhayani, 2004)
22
b. Gambar
23
Penurunan aliran air liur adalah salah satu hal yang mempercepat pembentukan
karang gigi, terutama jika penyikatan gigi tidak optimal. Air liur sangat berperan
untuk self-cleaning, dengan adanya air liur, sisa makanan dan plaque yang terdapat di
permukaan gigi akan terbilas secara mekanis namun hanya efektif pada daerah 2/3
mahkota gigi dan tidak pada daerah leher gigi. Oleh karena itu karang gigi paling
banyak terbentuk di daerah leher gigi yaitu daerah mahkota gigi yang berbatasan
dengan gusi, yang terlihat sebagai garis kekuningan atau kecoklatan (Mozharta,
2010).
d. Pemeriksaan
Kriteria perhitungan Calculus Index (CI) sebagai berikut:
1) Nilai 0, jika tidak terdapat calculus
2) Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada sepertiga permukaan gigi.
3) Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih
dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada
cervical gigi.
4) Nilai 3, jika terdapat kalkulus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan
gigi atau terdapat calculus subginggiva disepanjang cervical gigi.
= Baik
2) 0,7-1,8
= Sedang
3) 1,9-3,0
= Buruk
24
= 0;
2) Baik
= 0,1-1,2;
3) Sedang
= 1,3-3,0;
4) Buruk
= 3,1-6,0.
(Findya, 2010)
e. Terapi
Untuk menghilangkan dental plaque dan calculus perlu dilakukan scaling atau root
planing, yang merupakan terapi periodontal konvensional atau non-surgikal. Terapi ini
selain mencegah inflamasi juga membantu periodontium bebas dari penyakit.
Prosedur scaling menghilangkan plaque, calculus, dan noda dari permukaan gigi
maupun akarnya. Prosedur lain adalah root planing, terapi khusus yang
menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi calculus,
mikroorganisme, serta racun-racunnya. Scalling dan root planning digolongkan
sebagai deep cleaning, dan dilakukan dengan peralatan khusus seperti alat ultrasonik,
seperti periodontal scaler dan kuret (Findya, 2010).
3. PLAQUE
a. Definisi
Plaque gigi adalah suatu lapisan yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan
(Pintauli, 2008).
25
Plaque gigi adalah lapisan lunak atau keras yang terdiri dari kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan dan sukar dilihat. Ada tiga
komposisi plaque dental yaitu :
1) Mikroorganisme
2) Matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik
3) Protein
(Rifki, 2010).
b. Gambar
Etiologi
Plaque merupakan kumpulan dari koloni bakteri dan mikroorganisme
lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan.
Metabolisme anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan:
1) Demineralisasi permukaan gigi
2) Iritasi gusi di sekitar gigi menyebabkan ginggivitis (merah, bengkak, gusi
berdarah)
3) Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
d. Patofisologi
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan
pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan
pematangan plak. Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan
protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari
26
saliva dan cairan sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut
oleh pelikel glikoprotein.
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam
didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus
sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius,
Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii. Pengkoloni awal tersebut
melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada
pada permukaan bakteri.
Pada tahap kolonisasi sekunder dan pematangan plak, plak akan meningkat
jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah,
yaitu multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi dan
multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru.
e.
Komposisi Plaque
Komposisi utama plaque dental adalah mikroorganisme. Satu gram plaque
(berat basah) mengandung sekitar 2 x 10 bakteri. Diperkirakan lebih dari 325
spesies bakteri dijumpai di dalam plaque. Mikroorganisme non-bakteri yang
dijumpai dalam plaque adalah spesies Mycoplasma, ragi, protozoa dan virus.
Mikroorganisme tersebut terdapat diantara matriks interseluler yang juga
mengandung sedikit sel jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag, dan leukosit
(Walton dan Torabinejad, 1998).
Matriks interseluler plaque mengandung 20% 30% massa plaque, terdiri
dari bahan organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkular, dan
produk bakteri. Bahan organiknya mencakup polisakarida, protein, glikoprotein, dan
lemak. Glikoprotein saliva adalah komponen penting dari pelikel yang pertama-tama
membalut permukaan gigi yang tadinya bersih, disamping terlibat dalam
pembentukan biofilm plaque. Polisakarida yang diproduksi oleh bakteri terdiri dari
dekstran (paling dominan) dan albumin (diduga berasal dari cairan sulkular). Bahan
lemaknya terdiri dari debris membrane bakteri yang hancur dan sel-sel pejamu, serta
kemungkinan pula debris makanan (Walton dan Torabinejad, 1998).
Komponen anorganik plaque yang paling utama adalah kalsium dan posfor,
sejumlah kecil mineral lain seperti natrium,kalium,dan fuor. Sumber bahan
anorganik plaque supragingival adalah saliva. Sebaliknya komponen anorganik
27
plaque subgingival berasal dari cairan sulkular yang merupakan transudat (Walton
dan Torabinejad, 1998).
f.
biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri
fakultatif gram positif menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen. Dimana
yang dominan adalah mikroorganisme anaerob gram negatif.
7) Kolonisasi Sekunder dan Pematangan Plaque
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai
pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih, diantaranya Prevotella
intermedia, Prevotella Loescheii, Spesies Capnocytophaga, Fusobacterium
Nucleatum, dan Porphyromonas Gingivalis.
Mikroorganisme tersebut melekat ke sel bakteri yang telah berada
dalam
massa
plaque.
Proses
perlekatannya
adalah
berupa
interaksi
29
1 = dijumpai lapisan tipis plaque yang melekat pada margin gingiva di daerah yang
berbatasan dengan gigi tetangga
2 = dijumpai tumpukan sedang plaque pada saku gingiva dan pada margin gingiva
dan atau pada permukaan gigi tetangga yang dapat dilihat langsung
3 = terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gingiva dan atau pada margin dan
permukaan gigi tetangga.
30
dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut sekitar 30 detik baru dibuang
(Anggraeni, 2007)
i.
Terapi
Cara terbaik untuk menghilangkan plaque adalah dengan menyikat gigi
(terutama di malam hari dan pagi hari), dengan pembersihan interdental oleh benang
gigi, tusuk gigi atau sikat antar gigi. Lebih ideal jika menggunakan bantuan
disclosing agent untuk melihat apakah penyikatan gigi yang dilakukan sudah benarbenar sempurna. Gigi yang terbebas dari plaque ditandai dengan tidak adanya
pewarnaan oleh disclosing pada gigi. Selain itu perabaan dengan lidah
mengidentifikasikan dalam bentuk gigi terasa kesat, bukan licin. Jika masih terasa
licin maka masih terdapat plaque (Anggraeni, 2007).
Definisi
Dental decay atau karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu
email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya (Noriyuki, 2008).
b. Gambar
31
Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor/komponen yang saling berinteraksi
yaitu:
1) Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi: komposisi gigi,
morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.
2) Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu menghasilkan
asam melalui peragian yaitu: Streptococcus, Lactobasillus.
3) Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makanan yang mengandung
karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan membentuk asam.
4) Komponen waktu: kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses
karies, menandakan bahwa roses tersebut terdiri atas periode perusakan dan
perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva berada dalam lingkungan
gigi, maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau
minggu, melainkan dalam hitungan bulan.
(Kidd, 1992).
d. Patogenesis
Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi
pada enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh
bakteri. Gula akan dicerna oleh bakteri dan energy yang dihasilkan akan dipakai
bakteri untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan menyebabkan
demineralisasi kristal hidroksiapatit pembentuk enamel. Karies enamel yang tidak
ditangani dapat berkembang menjadi karies dentin (Tarigan, 2010).
Dentin terdiri dari saluran-saluran mikroskopis (tubula dentin) yang
menghubungkan pulpadengan enamel. Bentukan tubula dentin inilah yang
menyebabkan karies dentin berkembang lebih cepat. Ketika ada infeksi bakteri,
dentin menghasilkan immunoglobulin sebagai mekanisme pertahanan. Sementara itu
juga terjadi peningkatan mineralisasi di dentin.Kedua keadaan ini menyebabkan
konstriksi tubula dentin sehingga penyebaran bakteri terhalang. Bila demineralisasi
terus berlangsung, karies dapat berkembang ke profunda dan mencapai rongga pulpa
(Tarigan, 2010).
e.
Klasifikasi
32
ii)
iii)
f.
Diagnosis
1) Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara
klinis, berupa bercak putih setempat pada email.
Anamnesis
Intra oral
Terapi
2) Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email
sebagai lanjutan dari karies dini.
Anamnesa
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan.
(Tarigan, 2010).
g.
Terapi
Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:
1) Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut.
Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi
atau hiperemia pulpa.
2) Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah
terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat
restorasi.
3) Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi,
ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu
(denture), implant atau jembatan (brigde).
(Tarigan, 2010).
Pencegahan karies gigi:
34
1) Menjaga kebersihan mulut (oral hygiene) dengan baik dengan menggosok gigi
dengan benar dan teratur, flossing, obat kumur (mouthwash), memeriksakan gigi
2 kali setahun.
2) Diet rendah karbohidrat
3) Fluoride melalui pasta gigi, mouthwash, suplemen, air minum, gel fluoride.
4) Penggunaan pit and fissure sealant (dental sealant).
5. PULPITIS
a.
Definisi
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri.
Pulpa terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga peradangan pulpa akan
Etiologi
Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama proses perawatan gigi.
2) Paparan cairan yang men-demineralisasi gigi, pemutih gigi, asam pada makanan
dan minuman.
3) Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang berasal dari
abses gigi.
(Medicastore, 2012).
d. Klasifikasi
1) Pulpitis reversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang,
dapat sembuh bila penyebab pulpitis telah dihapus dan gigi diperbaiki. Obatobatan tertentu dapat digunakan selama prosedur restorative dalam upaya untuk
mempertahankan gigi tetap vital (hidup).
35
ii)
iii)
b) Pemeriksaan Objektif:
i)
ii)
ii)
Pemeriksaan Objektif
-
Intra oral: kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan, pulpa
terbuka bisa juga tidak, sondase (+), Chlor ethil (+), perkusi bisa
(+) bisa (-).
iii)
36
panas,
dingin,
asam,
manis),
penderita
masih
bisa
Pemeriksaan Objektif
-
Anamnesis: nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah
nyeri spontan, bau mulut, gigi berubah warna, lesi radiolusen yang
berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau
beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
ii)
iii)
Pemeriksaan Objektif:
-
Terapi : perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apkes gigi lebar/
terbuka dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai,
saluran akar diisi dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar
dan ditumpat tetap. Evaluasi secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi
penutupan apeks (dengan menggunakan pemeriksaan radiografik).
(Medicastore, 2012).
6. PERIODONTITIS
a.
Definisi
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi
yaitu yang melibatkan gingival, ligament periodontal, sementum, dan tulang
alveolar. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi
pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah
37
gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal
(Orstavik, 2007).
b. Etiologi
Penyebab utama periodontitis adalah plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak
yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Selain plak gigi sebagai penyebab
utama periodontitis, ada beberapa faktor yang menjadi faktor resiko periodontitis.
Faktor ini bisa berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap
host. Secara umum faktor resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang
buruk, penyaki sistemik, umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan
(Orstavik, 2007).
Periodontitis dimulai dengan gingivitis. Gingivitis yang tidak dirawat akan
menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan
dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang kemudian
toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan
pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku
(poket periodontal) yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang dan
jaringan pendukung yang rusak.
Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan antara
epitelium junction dengan tulang alveolar.
Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari
puncak tulang alveolar (Orstavik, 2007).
38
Diagnosis
Pasien bisa saja datang tidak dengan keluhan sakit gigi atau gejala lainnya,
namun melalui anamnesis dan pemeriksaan gigi, tanda-tanda periodontitis yang
perlu diperhatikan adalah:
1) Gusi berdarah saat menggosok gigi,
2) Gusi berwarna merah, bengkak dan lunak,
3) Terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,
4) Terdapat nanah diantara gigi dan gusi,
5) Gigi goyang.
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik yang
digunakan untuk mengukur kedalaman pocket periodontal (kantong yang terbentuk
di antara gusi dan gigi). Kedalaman pocket ini dapat menjadi salah satu petunjuk
seberapa jauh kerusakan yang terjadi. Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik
(x-rays) juga perlu dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang
(Orstavik, 2007).
d. Terapi
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah
periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini
adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
39
Definisi
Gingivitis adalah sebuah inflamasi dari gusi yang disebabkan oleh akumulasi
plaque dan bakteri. Gingivitis adalah suatu kelainan berupa peradangan pada gusi.
Gingivitis adalah suatu bentuk dari penyakit periodontal. Penyakit periodontal
terjadi ketika inflamasi dan infeksi menghancurkan jaringan yang menghancurkan
gigi, termasuk gusi, ligamen periodontal, soket gigi (tulang alveolar). Gingivitis
disebabkan efek jangka panjang dari penumpukan plaque (RSMK, 2011).
Karakteristik ginggiva yang sehat adalah warnanya merah muda, bagian tepi
ginggiva tipis dan tidak bengkak, permukaan ginggiva tidak rata tapi stippled, sulkus
ginggiva tidak dalam (< 2 mm, jika lebih disebut poket), tidak ada eksudat, tidak
mudah berdarah, konsistensi kenyal. Sedangkan pada ginggivitis warnanya merah
keunguan, bagian tepinya bengkak, ada eksudat, mudah berdarah, konsistensinya
empuk/lunak (Salmiah, 2009).
b. Gambar
41
d. Gejala
1) Mulut kering
2) Pembengkakan pada gusi
3) Warna merah menyala atau merah ungu pada gusi
4) Gusi terlihat mengkilat
5) Perdarahan pada gusi
6) Gusi lunak pada saat di sentuk tapi tanpa rasa sakit.
(RSMK, 2011).
e.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Gusi yang meradang tampak merah, membengkak dan mudah berdarah
(Medicastore, 2012).
f.
Terapi
Kondisi yang menyebabkan dan memperburuk gingivitis harus diatasi. Plaque
dibersihkan dan kebersihan mulut diperbaiki. Pasien diedukasi untuk melakukan
sikat gigi minimal dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari
sebelum tidur. Selain itu, flossing dilakukan sekali dalam sehari untuk
membersihkan plaque dan sisa makanan di celah gigi. Bila terdapat kalkulus, dapat
42
b. Gambar
43
Etiologi
1) Faktor Lokal
a) Perubahan epitel pada barier mukosa oral seperti atrofi, hiperplasi atau
displasia
b) Kondisi saliva: penurunan kualitas dan kuantitas saliva (misal pada pasien
dengan DM, kemoterapi, dan radioterapi), perubahan pH saliva.
c) Penurunan sistem fagosit di pertahanan mukosa (misal pada pasien dengan
AIDS dan candidiasis mukokutaneus kronik
d) Morfogenesis mikroorganisme: bentuk hifa lebih invasif dan patogenik
terhadap host.
2) Faktor Sistemik
a) Individu yang imunokompromis: DM, HIV, leukemia, limfoma
b) Individu dengan gangguan nutrisi: defisiensi besi, defisiensi vitamin
3) Faktor Iatrogenik
a) Terapi antibiotik
b) Terapi kortikosteroid
44
dihilangkan dengan kerokan halus. Lesi paling sering muncul bilateral pada
regio komisura mukosal buccal dengan prevalensi paling tinggi pada lakilaki setengah baya yang merokok. Hal yang penting diketahui dari bentuk
infeksi ini adalah hubungannya dengan perubahan ke arah keganasan.
Secara in vitro, sel ragi terbukti dapat menghasilkan nitrosamin
karsinogenik, N-nitrosobenzylmethylamine dari molekul prekursor.
2) Bentuk Sekunder
a. Keilitis Angular
Keilitis angular adalah kondisi di mana lesi timbul pada sudut mulut
dan secara mikrobiologis sampel lesi menunjukkan adanya C.albicans,
sering bersama dengan bakteri S.aureus.Peranan Candida pada bentuk ini
masih belum jelas, namun penting diperhatikan bahwa keilitis angular
sering terjadi pada pasien dengan candidosis oral di mana jumlah spesies
Candida meningkat.
Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai keadaan
rongga mulut yang dialami pasien. Keluhan yang bisa terjadi pada candidiasis oral
seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga
mulut. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi yang
terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis candidiasis oral yang terlihat bisa
46
berbeda-beda sesuai dengan tipe candidiasis yang terjadi pada rongga mulut pasien.
Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif,
kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat diperlukan dalam mendukung diagnosa
candidiasis oral (Sufiawati dan Rahmayanti, 2011).
f.
Terapi
Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga kelas
agen antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal Polyenes
mencakup Amphotericin B dan Nystatin. Amphotericin B dihasilkan oleh
Streptomyces nodosus dan memiliki aktivitas antijamur yang luas. Di samping
keuntungannya, antifungal ini dapat menimbulkan efek nefrotoksik. Obat antifungal
lain yang sekarang banyak digunakan adalah Nystatin. Azoles dibagi dalam dua
kelompok yaitu imidazoles dan triazoles. Azoles akan menghambat ergosterol yang
merupakan unsur utama sel membran jamur sedangkan Caspofungin termasuk
golongan antifungal echinocandins yang digunakan untuk pengobatan terhadap
infeksi jamur Kandida dan spesies aspergillus (Andryani, 2010).
Obat anti jamur dapat diberikan secara topikal maupun sistemik, dengan
syarat pemakaiannya harus sesuai dengan tipe kandidiasis yang akan dirawat. Obat obat anti jamur yang dapat diberikan secara topikal berupa: clotrimazole lozenge,
nystatin pastiles, dan nystatin suspensi oral, sedangkan obat anti jamur yang dapat
dibenkan secara sistemik yaitu: ketoconazole tablet, itraconazole tablet, fluconazole
tablet. Hal yang sangat penting dilakukan oleh pasien adalah menjaga kebersihan
rongga mulut, sehingga kandida albikans yang merupakan mikroorganisme
komensal dan flora normal di rongga mulut tidak berubah menjadi agen infeksius
opportunistik penyebab kandidiasis oral. Pasien juga harus menghindari faktorfaktor predisposisi yang dapat menimbulkan kandidiasis (Andryani, 2010).
9. MOUTH ULCER
a. Definisi
Mouth ulcer adalah menghilangnya atau adanya erosi pada bagian membran
mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam, lidah dan bawah lidah, gusi,
47
langit-langit). Gambaran sariawan itu sendiri berupa suatu luka yang terdapat pada
selaput lendir atau mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam, lidah dan
bawah lidah, gusi, langit-langit) yang terkadang dapat dilapisi dengan suatu lapisan
putih (Scully, 2003).
Terdapat 3 jenis mouth ulcer: minor, mayor, dan herpetiform. Tipe minor itu
adalah yang sering kita jumpa sehari-hari, bisa satu atau multiple berukuran kurang
dari 1cm dan luka tidak terlalu dalam. Tipe mayor luka lebih besar dan lebih dalam
(biasanya pada keganasan, kasus gizi buruk). Bentuk herpetiform berupa
gelembung-gelembung bergerombol seperti buah anggur (biasanya pada infeksi
herpes simplek virus) (Scully, 2003).
b. Gambar
C
Gambar 14.1 A = Minor ulcer, B = Major ulcer, C = Herpetiform Ulcer.
c.
Etiologi
1) Trauma
a. Minor physical injuries
Trauma yang terjadi pada mulut merupakan penyebab yang umum
terjadinya mouth ulcer. Cedera - seperti bergesekan dengan gigi palsu atau
kawat gigi, tergores dari sikat gigi yang keras,begesekan dengan gigi yang
tajam, dan lain-lain.
48
b. Chemical injuries
Bahan-bahan kimia seperti aspirin dan alkohol dapat menyebabkan mukosa
oral menjadi nekrosis yang akan menyebabkan terjadinya ulcer. Selain .
Sodium lauryl sulfate (SLS), adalah bahan utama yang terdapat pada
kebanyakan pasta gigi, juga meningkatkan insiden terjadinya mouth ulcer.
2) Infeksi
a. Viral
Yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang menyebabkan
herpetiform ulcerations yang berulang.
b. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya mouth ulcer antara lain adalah
Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis).
c. Jamur
Coccidioides
immitis
(demam
lembah),
Cryptococcus
neoformans
Defisiensi dari vitamin B12, zat besi dan asam folat diduga merupakan
penyebab terjadinya mouth ulcer.
5) Kanker pada mulut.
(Scully, 2003).
d. Gejala
Mouth ulcer biasanya didahului oleh adanya sensasi terbakar. Kemudian
setelah beberapa hari membentuk sebuah titik merah atau benjolan, diikuti oleh luka
terbuka. Mouth ulcer muncul dengan lingkaran atau oval yang berwarna putih atau
kuning dengan tepi merah meradang. Ulkus yang terbentuk sering sekali sangat
perih terutama pada saat berkumur atau menyikat gigi, atau juga ketika ulkus
teriritasi dengan salty, spicy atau sour foods. Selain itu juga bisa ditemukan adanya
pembesaran dari kelenjar getah bening pada submandibula. Berkurangnya nafsu
makan biasa ditemukan pada mouth ulcer (Scully, 2003).
e. Diagnosis
Penting untuk menetapkan penyebab ulkus mulut. Beberapa penyelidikan
meliputi:
1) Pemeriksaan fisik - tergantung pada berat ringannya penyakit tersebut. Sebagai
contoh, jika luka besar dan kuning, itu kemungkinan besar disebabkan oleh
trauma. Cold sores di dalam mulut cenderung sangat banyak dan tersebar di
sekitar gusi, lidah, tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam menandakan
lika dapat disebabkan oleh infeksi herpes simpleks.
2) Darah rutin - untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
3) Biopsi kulit - jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.
(Scully, 2003).
f. Klasifikasi
Klasifikasi lesi ulkus di mukosa mulut:
1. Lesi Multipel Akut
a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
50
b. Eritema Multiformis
c. Stomatitis Alergika
51
b. Sindrom Behcets
52
b. Pemphigus Vegetan
c. Pemphigoid Bulosa
d. Pemphigoid Sikatrik
e. Lichen Planus Bulosa Erosif
53
4. Ulkus Tunggal
a. Histoplamosis
b. Blastomikosis
c. Mucormikosis
g. Terapi
Pada kebanyakn kasus, mouth ulcer dapat sembuh dengan sendirinya pada
beberapa hari. Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa
sakit dan kesulitan makan:
1) Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas
2) Hindari minuman soda atau air jeruk
3) Pakai sedotan waktu minum
4) Berkumur dengan air garam
5) Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit
6) Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung natrium lauryl
sulfat (SLS).
(Scully, 2003).
Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit. Mungkin juga
membantu luka untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk mencegah
luka menjadi terinfeksi. Obat kumur chlorhexidine biasanya digunakan dua kali
sehari (Scully, 2003).
g. Pencegahan
Cara untuk mengurangi kemungkinan mouth ulcer meliputi:
1) Menyikat gigi setidaknya dua kali setiap hari.
2) Floss secara teratur.
3) Mengunjungi dokter gigi secara teratur.
4) Sikat gigi dengan lembut
5) Makan makanan yang bergizi yang sehat dan seimbang
6) Pastikan bahwa kondisi-kondisi yang mendasari, seperti diabetes melitus dan
penyakit inflamasi usus, dikelola dengan tepat.
(Scully, 2003).
h. Komplikasi
Jika mouth ulcer tidak diobati atau dibiarkan maka akan dapat menyebabkan
beberapa komplikasi yaitu :
1) Infeksi bakteri
2) Inflamasi pada mulut
3) Tooth absess
(Scully, 2003).
55
15. GLOSSITIS
a. Definisi
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Hal ini menyebabkan
lidah membengkak dan perubahan warna (Zieve dan Juhn, 2009).
b. Gambar
56
g) Bergerigi gigi dan peralatan gigi kurang pas/ prostetik seperti jembatan,
implan, gigi palsu dan pengikut - cenderung menyebabkan borok pada sisi
lidah (aspek lateral)
h) Tindik lidah (buruk dilakukan), terutama bila terinfeksi
3) Alergi
Banyak faktor yang sama bertanggung jawab atas trauma lidah juga dapat
menyebabkan alergi glossitis. Ini lebih cenderung terjadi pada individu
hipersensitif.
4) Kekurangan Vitamin dan Mineral
Merupakan penyebab umum dari glossitis atrofi. Penipisan lapisan mukosa lidah
dan atrofi papila eksposur pembuluh darah yang mendasari menyebabkan
kemerahan lidah. Vitamin dan mineral tersebut meliputi:
a) Vitamin B12 - anemia pernisiosa
b) Riboflavin (vitamin B2)
c) Niacin (vitamin B3) - pellagra
d) Pyridoxine (vitamin B6)
e) Asam folat (vitamin B9)
f) Besi - anemia kekurangan zat besi
g) Kekurangan vitamin C.
5) Penyakit kulit
Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut, termasuk
lapisan mukosa lidah.
(Zieve dan Juhn, 2009).
d. Diagnosis
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan
lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah
(papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi sistemik penyebab
gangguan tersebut (Zieve dan Juhn, 2009).
e. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan
biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik
kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali
sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari (Zieve dan Juhn, 2009).
57
58
BAB III
KEGANASAN
1. NONCANCEROUS GROWTH
a.
Definisi
Terdapat banyak tipe pertumbuhan non-kanker pada rongga mulut, dan dapat
terjadi pada semua orang di semua umur. Pertumbuhan massa dapat berasal dari kista
yang berisi cairan, pertumbuhan tulang yang berlebihan, atau jaringan yang fibrosis
(De Pietro, 2010).
b. Gambar
C
Gambar 16.1. A = Torus Palatinus, B = Papiloma, C = Epulis Fibromatosa
c.
Etiologi
Noncancerous growth di rongga mulut dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Misalnya peningkatan pertumbuhan C.albicans yang menyebabkan candidiasis oral,
menyebabkan suatu growth yang disebut trush. Sariawan sering disebabkan oleh
trauma di area mulut. Fibroma dan mukokel sering disebabkan bibir atau bukal yang
59
tidak sengaja tergigit. Jenis lain seperti torus palatinus tidak diketahui penyebabnya
(De Pietro, 2010).
d. Macam-macam Noncancerous Growth
Massa rongga mulut yang biasa terjadi termasuk di dalamnya adalah sariawan.
Tipe lain dari massa pada rongga mulut termasuk papiloma, lipoma, dan fibroma.
Mukokel, torus palatinus dan kandidiasis yang juga disebut sebagai oral trush, juga
merupakan tipe lain dari massa non kanker di rongga mulut (De Pietro, 2010).
2. LEUKOPLAKIA
a. Definisi
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa
mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan
(Rangkuti, 2007).
b. Gambar
mulai terbentuk warna plaque abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus
dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia ditandai dengan pelebaran lesi
ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih putih,
berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan mukosa
sekitarnya.
(Patterson, 2004).
d. Klasifikasi
Berdasarkan bentuk klinisnya Bucket dalam Patterson (2004) menggolongkan
leukoplakia dalam 3 jenis:
1) Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks)
Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola
yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis
halus, keriput atau papilomatous.
2) Nodular leukoplakia (bintik-bintik)
Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil
tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplaqueik) dari mukosa.Dua pertiga
dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada
pemeriksaan histopatologik.
3) Verrucous leukoplakia
Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan
seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada
dorsum lidah.
e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan
klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan
perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang
terakhir dengan pemeriksaan biopsi.
a. Anamnesis
Anamnesis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan
sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil
tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat
penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda
61
akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang
karena sudah banyak wanita yang merokok.
b. Gambaran Klinis
Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih
keruh. Selanjutnya plaque meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur.
Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih,
menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah
pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang
didasar mulut) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular,
speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai
displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi
ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular.
c. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan
pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE).
d. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
Digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan. Pemeriksaan sitologik
eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini
mungkin dan merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari
biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan
adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan
hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit
untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.
(Amin, 2010).
f. Terapi
Perawatan dan pencegahan yang paling pas adalah mengurangi atau
menjauhi faktor-faktor penyebabnya, seperti berhenti merokok atau konsumsi
alkohol. Ketika ini cara itu sudah ditempuh dan tidak efektif atau menunjukkan
tanda-tanda awal kanker, kemungkinan untuk menyembuhkannya dengan operasi
atau laser untuk menghancurkan sel-sel kanker (Amin, 2010; Medineplus, 2012).
3. ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA
a. Definisi
62
Oral squamous cell carcinoma adalah suatu neoplasma malignant yang timbul
dari jaringan epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma
(sel epitel gepeng berlapis) dan terjadi akibat rangsangan menahun, juga beberapa
penyakit-penyakit tertentu (premalignant) seperti syphilis dan plumer vision
syndrome, leukoplasia, reytoplasia. Kanker ganas ini dapat menginfiltrasi ke daerah
sekitarnya, di samping itu dapat melakukan metastase secara limfogen dan hematogen
(Sararock, 2010).
b. Gambar
63
Faktor pendukung lain yang dimaksudkan di sini antara lain adalah faktor
penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, dan faktor
lingkungan.
a) Penyakit kronis
Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya
keganasan. Penyakit tersebut antara lain sifilis dan liken planus.
b) Faktor gigi dan mulut
Tingkat oral hygiene yang rendah, restorasi yang tidak tepat, tepi gigi geligi
yang tajam, gesekan gigi tiruan yang longgar, bersama faktor-faktor lain
diperkirakan sebagai salah satu faktor penyebab berkembangnya keganasan
dalam rongga mulut. Jika etiologi kanker dimulai oleh sebab lain, faktorfaktor ini dapat memperhebat proses yang sudah terjadi.
c) Defisiensi nutrisi
Defisiensi
riboflavin
menyebabkan
perubahan
displastik
mukosa
Immunodeficiency
Virus
(HIV)
memgang
peranan
dalam
BAB IV
66
Pasien xerostomia sering mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada mulut,
halitosis (bau mulut), sakit pada lidah, sulit berbicara, sulit untuk memakai
gigi tiruan, sulit mengunyah, sulit menelan, dan hilang pengecapan.
2) Gejala dan tanda klinis
Produksi saliva yang berkurang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis,
seperti: kering dan pecah-pecah pada lidah dan bibir, pipi kering, lidah
berlapis, gingivitis, candidiasis dan merah pada mukosa bibis, lidah dan pipi,
adanya karies.
3) Pemeriksaan tambahan
Kondisi mulut pasien juga dapat dinilai dengan menggunakan kaca mulut yang
ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel dapat dipastikan pasien
menderita xerostomia. Saliva yang kental yang menempel pada kaca mulut
jika ditarik juga menandakan keadaan xerostomia pada pasien.
(Philip, 2008; Ronald, 1996).
f. Terapi
Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadi nya xerostomia.
Terapi utama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obat-obatan,
gangguan sekresi saliva, dan gangguan organ terkait. Selain itu juga dapat diberikan
obat perangsang saliva (Lukisari, 2010).
2. ANGINA LUDWIG
a. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat
(selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup
penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti
gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina
Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta
kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi
(bilateral).
b. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.
Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan
68
c. Manifestasi Klinis
69
Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras
seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang
submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema
pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan
peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam
artikulasi bicara (disarthria).
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan
karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat
dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular
yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan
menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien
tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan
sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat
penanganan segera.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu
terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan
mengalami
kesulitan
membuka
mulut,
berbicara,
dan
menelan,
yang
Pencitraan:
USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif
dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk
menentukan letak abses.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang
lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta
mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti
dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.
Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)
merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya
prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan
metronidazole,
clindamycin,
cefoxitin,
piperacilin-tazobactam,
amoxicillin-
BAB V
72
FOCAL INFEKSI
1. STROKE
a. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dibagi menjadi stroke hemoragik
dan stroke iskemik (PAPDI, 2011).
b. Patofisiologi
1. Mekanisme langsung agen infeksi dalam pembentukkan atheroma
P. gingivalis dapat melakukan invasi dan proliferasi pada sel endotel
menginduksi agregasi dari platelet trombus ischemik stroke
2. Mekanisme tidak langsung
Penyebab infeksi (infectious agents) dapat merangsang atau meningkatkan
proses kejadian aterosklerosis
2. DIABETES MELITUS
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop electron (PAPDI, 2011).
Hasil dari penelitian longitudinal, menunjukkan bahwa pada dasarnya
periodontitis yang berat berhubungan dengan control glikemik yang buruk dan
komplikasi diabetes. Penyakit periodontal dapat menyebabkan peningkatan inflamasi
sistemik kronis. Infeksi bakteri akut dan virus dapat meningkatkan resistensi insulin
pada orang tanpa diabetes, dimana kondisi ini sering berlangsung selama bermingguminggu sampai berbulan-bulan setelah pemulihan klinis dari penyakit. Infeksi
periodontal kronis gram-negatif juga dapat mengakibatkan peningkatan resistensi
insulin dan control glikemik yang buruk.
Sedangkan pada penderita diabetes melitus, diabetes melitus ini merupakan
salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan
periodonsium. Terdapat beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga
penyakit ini cenderung memperparah kesehatan jaringan periodonsium dan
73
Diabetes melitus
Pada orang DM
Pada penderita DM kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan sulkus
ginggiva dan darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan dari
mikroflora dalam rongga mulut (asam) keparahan dari penyakit periodontal
74
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni
(2007).
Plaque
gigi
sumber
penyakit
gigi
dan
mulut.
http://www.answers.com/topic/dental-plaque-1/ Diakses tanggal 10 November
2013.
Benediktsdttir and Sara. 2003. Predictors of dental implant survival. J MA Dent Soc 54:3438.
Childrens Craniofacial Association (CCA) ( 2009). A guide to understanding cleft lip and
palate. http://www.ccakids.com/Syndrome/CleftLipPalate.pdf9 Diakses tanggal 11
November 2013.
Elih dan Salim ( 2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar edgewise.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdf
Diakses tanggal 11 November 2013
75
Gottlieb E, Nelson AH, Vogels DS. JCO study of orthodontic diagnosis and treatment
procedures. Part I: Results and trends. J Clin Orthod. 1996;30:615629. [PubMed
76
Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksilan dengan
kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental
Jurnal 2003;8(2):95
Obiechina AE (2001). Third Molar Impaction: evaluation of the symptoms and pattern of
impaction of mandibular third molar teeth in nigerians. Odonto Stomatologie
Tropicale Vol. 93.
Orstavik D (2007). Apical periodontitis: microbial infection and host responses.
http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_cha
pter/9781405149761/9781405149761_4_001.pdf. Diakses 11 November 2013
Philip C (2008). Xerostomia: recognition and management. American Dental Hygienist: pp 17.
Pintauli S (2008). Fairway to oral health in general practice. Medan: USU Press
Qirreish. 2005. Orthodontic aspects of the use of oral implants in adolescents: a 10-year
follow-up study. Eur J Orthod
77
Rangkuti NH (2007). Pebedaan leukoplakia dan hairy leukoplakia di rongga mulut. Medan:
Universitas Sumatera Utara. Skripsi
Rifki A (2010). Perbedaan efektifitas menyikat gigi dengan metode roll dan horizontal pada
anak usia 8 dan 10 tahun di medan. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Ronald LE (1996). Review: Xerostomia: A symptom which acts like a disease. Age and
Ageing Vol. 26: pp 409-412.
Sararock (2010). Merokok merupakan pemicu utama terjadinya kanker lidah. Diakses
tanggal 11 November 2013.
Scully C (2010). Candidiasis, mucosal. http://emedicine.medscape.com/article/ 1075227overview#showall Diakses tanggal 11 November 2013
Setiani dan Sufiawati (2005). Efektifitas heksetidin sebagai obat kumur terhadap frekuensi
kehadiran jamur candida albicans pada penderita kelainan lidah.
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/EFEKTIVITAS
%20HEKSETIDIN%20SBG%20OBAT%20KUMUR.pdf Diakses tanggal 11
November 2013.
78
Syafriza D (2000). Skripsi: diagnosa dini karsinoma sel skuamosa di rongga mulut. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
: Tn. ST
: 61 tahun
: Laki-laki
: Nglorog, Sragen
: Melati 3 / 9C
: 7 Oktober2014
: 01273083
79
2) Anamnesis
a. Keluhan Utama : bercak putih pada mulut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh muncul bercak putih pada mulut sejak 1 bulan yang lalu pada
lidah, langit mulut, serta pipi kanan dan kiri. Bercak dirasakan makin lama
makin banyak. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri saat mengunyah
serta menelan sehingga nafsu makan pasien menurun.
: disangkal
80
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
A. Oral Status
1. Extra oral
Maxilla
:
: tak ada kelainan
Palatum
Lingua
Right Bucal
3. Oral higiene
Sedang
81
B. Dental Formula
Permanen Teeth
1
10
11
12
13
14
15
16
32
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
Element
:-
Sondation
: tidak dilakukan
Palpation
: lunak
Percution
: tidak dilakukan
Chlor etil
: tidak dilakukan
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
:
Anterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:
: Ictus cordis tidak tampak
: Ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI LMCS
: Batas jantung kesan tidak melebar
: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
: statis: permukaan dada kanan = kiri
dinamis: pengembangan dada kanan = kiri
: fremitus raba kanan = kiri
: sonor / sonor
: suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-), RBK (+/+)
: statis: permukaan dada kanan = kiri
dinamis: pengembangan dada kanan = kiri
: fremitus raba kanan = kiri
: sonor / sonor
: suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-), RBK (+/+)
: dinding perut sejajar dinding dada
: BU (+) normal
: timpani
: supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
82
Rectal toucher
Ekstremitas
4) Pemeriksaan Laboratorium
Hb
: 12.6 g/dl
Hct
: 34 %
AL
: 11,9 x 103/ul
AT
: 367 x103/ul
AE
: 4.80 x 106/ul
PT
: 13.4 detik
APTT : 26.1 detik
GDS
: 133 mg/dl
Albumin: 2.8 g/dl
Kreatinin: 0.9 mg/dl
Ureum : 30 mg/dl
Natrium : 127 mmol/l
Kalium : 3,5 mmol/l
Klorida : 97 mmol/l
Hbs Ag : non reactive
PSA
: 6,54 ng/ml
CEA
: 47,73 ng/ml
5) Assessment
Tumor rectosigmoid
candidiasis oral
Terapi
Mondok bangsal interna
Bed rest total
IVFD NaCl 0,9% : KAEN 3B : Aminovel = 1 : 1 : 1
Plasbumin 25%
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
Injeksi metamizol 1 g/8 jam
Paracetamol 3x500mg
Jaga higienitas mulut
Nystatin 5 x gtt 1
7) Prognosis
Ad vitam
Ad sanam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
83
84