Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rongga mulut adalah pintu gerbang sistem pencernaan manusia yang


berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Di
dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan
saliva berupa perubahan viskositas, derajat keasaman (pH), susunan ion dan
protein saliva. Saliva merupakan cairan mulut kompleks yang terdiri dari
campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang terdapat dalam rongga
mulut dan juga hasil reaksi atas rangsangan pengecapan dan pengunyahan
makanan untuk membantu pencernaan dan penelanan makanan. Pada saat makan
saliva juga berfungsi untuk mempertahankan intergritas gigi, lidah dan membrana
mukosa mulut.

Derajat keasaman (pH) saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan


kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat,
karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar
saliva. Dalam keadaan normal pH saliva berkisar antara 5,6 – 7,0 dengan rata-rata
6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva
antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut dan
kapasitas buffer saliva. Bakteri dapat hidup dalam saliva pada pH 6,5–7,5 dan
apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan
pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

Saliva memiliki peran penting dalam mempertahankan integritas enamel


dengan modulasi remineralisasi untuk mencegah terjadinya karies gigi. Saliva
mengatur keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi gigi yang berhubungan
terhadap pH saliva dan pH plak rongga mulut (Axelsson, 2000). Di dalam saliva
juga terdapat ion-ion yang merupakan komponen pembentuk struktur gigi, seperti
kalsium dan fosfat (Putri etal, 2010). Selain berperan dalam mengurangi
pembentukan asam pada plak, saliva juga mengandung mekanisme buffer spesifik
seperti bikarbonat, fosfat, dan beberapa protein yang tidak hanya memiliki efek
buffer tetapi juga menghasilkan kondisi ideal yang secara langsung mengurangi
pembentukan komponen bakteri yang membutuhkan pH rendah untuk bertahan
hidup. Aktifitas buffer di atas bekerja ketika aliran saliva terstimulasi meningkat
(Carmen, 2006). Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui saliva berperan penting
dalam menjaga kesehatan rongga mulut dari penyakit karies dan periodontal.

PH rongga mulut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penyakit


dirongga mulut. Penyakit yang sering terjadi di rongga mulut adalah karies dan
periodontitis. Penyebabnya adalah plak bakteri baik sebagai pencetus maupun
faktor yang memperparah kondisi penyakit di rongga mulut (Endarti et al, 2007).
Prevalensi karies gigi pada anak kelompok usia 12 tahun meningkat dari 69,74%
menjadi 76,92% tahun 2007. Hasil studi morbiditas SKRT (Survei Kesehatan
Rumah Tangga) dan survey yang dilakukan Departemen Kesehatan RI tahun 2007
menunjukkan bahwa secara umum prevalensi penyakit gigi dan mulut tertinggi
meliputi 72,1% penduduk, 46,6% merupakan karies aktif. Data dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) dimana prevalensi karies aktif di Sumatera
Barat sebesar 41,6% dan pengalaman karies sebesar 70,6% (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan status periodontal, 46% penduduk usia 10 tahun keatas memiliki
kalkulus (karang gigi) dan 9% penduduk menderita periodontitis (Depkes RI,
2008). Berdasarkan data di atas maka penting dilakukan tindakan pencegahan
untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut.

Berdasarkan uraian diatas kelompok 2 melakukan penelitian untuk


mengetahui perbedaan pH rongga mulut pada penderita karies, gingivitis &
periodontitis.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut:
 Apa perbedaan pH rongga mulut pada penderita karies, gingivitis &
periodontitis ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengidentifikasi perbedaan pH rongga mulut pada penderita karies, gingivitis &
periodontitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saliva

Saliva adalah sekresi yang kompleks. 93% disekresi oleh glandula salivarius
mayor dan sisanya yaitu 7% disekresikan oleh glandula salivarius minor.
Glandula-glandula ini terletak hampir diseluruh regio dalam mulut kecuali pada
daerah regio gingiva dan bagian anterior dari palatum durum. Saliva dalam
keadaan steril pada saat disekresikan namun akan segera terkontaminasi segera
setelah saliva tercampur dengan GCR (Gingival Crevicular Fluid), sisa-sisa
makanan, mikroorganisme, sel-sel mukosa oral yang mati.

Saliva merupakan cairan rongga mulut yang dihasilkan oleh sekresi


glandula salivarius dan juga hasil dari gingival crevikular fluid. Glandula
salivarius terbagi 2 yaitu glandula saliva mayor dan minor. Glandula saliva mayor
terbagi atas 3 yaitu glandula parotid yang mensekresikan saliva yang bersifat
serous yang mengandung banyak komponen protein, glandula submandibula
mensekresikan saliva yang bersifat mucous yang mengandung kandungan protein
lebih rendah, dan glandula sublingual yang juga mensekresikan saliva yang
bersifat mucous. Glandula saliva minor terdiri dari glandula lingual, glandula
labial, glandula bukal, glandula palatinal, dan glandula glossopalatinal.

Glandula saliva terdiri dari sel-sel acinar dan ductal. Sel acinar dari glandula
parotid memproduksi tipe saliva yang bersifat serous. Walaupun glandula ini
memproduksi alfa-amilase paling banyak, namun glandula ini memproduksi lebih
sedikit kalsium daripada glandula submandibular. Saliva yang bersifat mukus
lebih banyak disekresikan dari glandula submandibular dan sublingual; dan saliva
yang kaya akan kandungan prolin dan histatin lebih banyak disekresikan oleh
glandula parotid dan submandibular. Untuk glandula salivarius minor umumnya
mensekresikan saliva yang bersifat mukus. 99% dari komponen saliva adalah air,
sisanya adalah molekul organik dan inorganik. Saliva adalah indikator kadar
plasma yang baik dari berbagai macam substansi seperti hormon dan obat-obatan,
dan juga dapat digunakan sebagai metode non-invasif untuk memonitor
konsentrasi plasma dalam medikasi atau substansi lainnya.

Kuantitas dari saliva itu penting, begitu juga kualitasnya. Variasi dari aliran
saliva mungkin saja dipengaruhi, secara reversibel ataupun ireversibel, oleh
bermacam-macam faktor patologi dan psikologi. Saliva berperan dalam
mempertahankan integritas struktur rongga mulut, sistem pencernaan, dan
mengontrol infeksi dalam rongga mulut. Fungsi saliva sebagai proteksi dari karies
ada empat aspek yaitu: melapisi dan mengeliminasi gula dan substansi lainnya,
kapasitas buffernya, menyeimbangkan proses demineralisasi dan remineralisasi,
serta bersifat antimikroba.

Secara fisiologis saliva mempunyai dua fungsi utama. Pertama, saliva


berfungsi melumasi makanan agar mudah dicerna dan ditelan serta menginisiasi
proses digesti lewat aksi dari enzim ptialin. Kedua, saliva berfungsi sebagai
protektor untuk jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Fungsi
kedua ini berkaitan dengan fungsi lainnya seperti sistem buffer, pembersihan
mekanis dalam rongga mulut, dan kandungannya yang berfungsi sebagai
antimikroba dan antisolubility (anti larut).

Dikarenakan fungsi-fungsi saliva yang sangat penting dalam rongga mulut,


maka aliran saliva normal dalam rongga mulut harus dijaga dan dipertahankan
untuk mencegah berbagai macam kelainan/ penyakit rongga mulut. Hal ini
dibuktikan dengan observasi klinik yang memperlihatkan terjadinya rampan
karies, gingivitis, rasa terbakar, dan xerostomia. Xerostomia dapat terjadi akibat
operasi pengangkatan kelenjar saliva, DM, radiasi sinar-X, sialolithiasis, dan
implikasi dari penyakit lainnya.

Saliva juga berfungsi sebagai (pembantu) indra perasa dan berbicara. Saliva
mempengaruhi rasa dengan memecah partikel makanan dan terus-menerus
membersihkan substansi partikel makanan pada taste buds (papila lidah). Fungsi
saliva dalam berbicara yaitu melumasi lidah dan pipi serta menjaga kelembapan
bibir. Sekresi normal saliva dalam satu hari bervariasi antara 1000-1500 ml.
Jumlah yang tersekresi dalam keadaan tidak terstimulasi berkisar 0,32ml/menit.
Dalam keadaan terstimulasi berkisar antara 3-4ml/menit. Secara umum pada
orang dewasa aliran sekresi saliva adalah 1 ml sampai 2 ml per menit. Bila
sekeresi saliva kurang dari 0,06 ml/menit maka daerah rongga mulut akan kering.
pH saliva normal berkisar antara 6,7-7,3.

Jumlah sekresi saliva harian dimulut umumnya sekitar 1,1l. Produksi saliva
dikontrol oleh sistem saraf autonom. Dalam keadaan istirahat, kisaran sekresi
yaitu dari 0,25-0,35 ml/menit dan kebanyakan diproduksi oleh glandula
submandibular dan sublingual. stimulus sensorik, elektrik, ataupun mekanis dapat
menaikkan sekresi berkisar 1,5 ml/ menit. Volume saliva terbanyak diproduksi
yaitu pada saat sebelum, sedang, dan setelah makan, dan mencapai puncaknya
sekitar jam 12 siang, dan akan menurun pada saat malam hari ketika tidur.

2.2. Karies

Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi yaitu
email, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies gigi
terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm
dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri
plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat. Yang ditandai dengan adanya
demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat
terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya
invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan
periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi.

Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang dapat menyerang seluruh


lapisan masyarakat. Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan
faktor-faktor penting seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.
Ada yang membedakan faktor etiologi atas faktor penyebab primer yang langsung
mempengaruhi biofilm atau lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang
berasal dari saliva dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi
biofilm.

Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam proses terjadinya karies.
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya suatu karies.
Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin
diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah :

a) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit bukal molar
dan pit palatal insisif.
b) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak
c) Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
d) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya
plak pada pasien dengan resesi ginginva karena penyakit periodontium.
e) Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
f) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies.
Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama
anorganik saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium,
kalsium, magnesium, klorida, dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti
musin, lipid, asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan
dan pertukaran zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang
terkandung dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini. Selain
mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak saliva juga
mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat menyebabkan
karies gigi yang tidak terkendali. Komponen-komponen tersebut dipengaruhi oleh
derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya, irama siang-malam, obat, usia, efek
psikis, hormonal dan jenis kelamin.
2.3. Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi


yaitu yang melibatkan gingival, ligament periodontal, sementum, dan tulang
alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingival (gingivitis)
yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di
bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan
berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi
menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karakteristik periodontitis dapat
dilihar dengan adanya inflamasi gingival, pembentukan poket periodontal,
kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian
atau seluruh gigi.

Gejala penyakit ini biasanya tidak dirasakan sampai penyakit sudah lanjut,
gejala tersebut berupa bau mulut yang tidak hilang, gusi merah dan membengkak,
gusi yang sakit dan berdarah, rasa sakit pada saat mengunyah, gigi goyang dan
gigi sensitif. Terdapat beberapa sub-tingkatan dari penyakit periodontal, tetapi
tingkat utamanya hanya ada tiga. Tingkat pertama adalah periodontitis I, juga
dikenal sebagai gingivitis. Gingivitis dikenal melalui gingiva yang gembung dan
berdarah saat dilakukan pengukuran dalam dari poket gingiva (dalam dari daerah
antara gingiva dan gigi).

Pasien yang menderita gingivitis akan memiliki kedalaman poket sedalam 3


mm; pasien normal memiliki kedalaman poket kurang dari 3 mm (Hafernick).
Tingkat kedua dari penyakit periodontal adalah periodontitis II; ini dikenal
melalui penggelembungan, gingiva yang berdarah dengan kedalaman poket
hingga 5 mm dan kehilangan tulang tahap awal (Hafernick). Tingkat tertinggi dari
penyakit periodontal adalah periodontitis III; ini dikenal dengan pembengkakan,
gusi yang berdarah dan kehilangan tulang yang lebih banyak, resesi gingiva dan
kedalaman poket hingga 6 mm.
Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan
penyebab yang berada pada lingkungan di sekitar gigi, sedangkan faktor sistemik
dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.

Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh


faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan
keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan
pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi
menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar. Faktor lokal :
a)Plak bakteri
b)Kalkulus
c)Impaksi makanan
d)Pernafasan mulut
e)Sifat fisik makanan
f) Iatrogenik dentistry
g)Trauma dari oklusi

Respon jaringan terhadap bakteri, ransangan kimia serta fisik dapat


diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan
material – material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila
keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang
berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang
dibutuhkan oleh sel – sel penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya
dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya
gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal. Faktor – faktor sistemik ini meliputi :
a)Demam yang tinggi
b)Defisiensi vitamin
c)Pemakaian obat – obatan
d)Hormonal
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1. Alat dan Bahan

Sonde Kaca Mulut

Alkohol 70% (sterilisasi alat) Kamera

Kertas Lakmus Alat Tulis


3.3. Cara Kerja

 Carilah 5 orang pasien karies, 5 orang pasien gingivitis dan 5 orang pasien
periodontitis.
 Catat informasi dan keluhan dari pasien tersebut.
 Check rongga mulut pasien dengan menggunakan sonde dan kaca mulut,
lalu catat keadaan rongga mulut pasien tersebut.
 Letakkan kertas lakmus di daerah karies/gingivitis/periodontitis hingga
kertas lakmus berubah warna.
 Check perubahan warna pada indikator warna, dan catat berapa pH pasien
tersebut sesuai warna dari kertas lakmus tersebut.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1. Hasil Percobaan


1. KARIES (minimal karies media)
a.
 Umur : 11 tahun
 Sex : laki- laki
 Alamat:kurao, kapalo banda. Kec kuranji
 Ph :6,8
 Riwayat penyakit: -
 Daerah karies: C kiri bawah, M1 kiri bawah, P1 atas kanan, M1
kiri atas
 Foto :

b.
 Umur : 8 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat:kurao, kapalo banda. Kec kuranji
 Ph :6,8
 Riwayat penyakit: -
 Daerah karies: M1 M2 kiri bawah, M1 M2 kanan bawah
 Foto :
c.
 Umur : 5 tahun
 Sex : laki-laki
 Alamat :kurao, kapalo banda. Kec kuranji
 Ph :6,8
 Riwayat penyakit: geographic tongou, demam
 Daerah yang karies: gigi 51, 52, 61, & 84

 Foto :

d.
 Umur : 6 tahun
 Sex : laki-laki
 Alamat:kurao, kapalo banda. Kec kuranji
 Ph :6,8
 Riwayat penyakit: I1 I2 kanan atas, I1 I2 kiri atas( 51,52& 61,62)
 Daerah karies:
 Foto :
e.
 Umur : 7 tahun
 Sex : laki-laki
 Alamat:kurao, kapalo banda. Kec kuranji
 Ph : 7,2
 Riwayat penyakit:
 Daerah yang karies: 68bagian oklusal, (53 bagian proksimal , 64
bagian servikal
 Foto :

2. Gingivitis

a.
 Umur : 18 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: Siteba
 Ph : 7,0
 Riwayat penyakit:-
 Derah gingivitis: pada daerah gigi 25 terlihat sedikit udem terjadi
perubahan warna
 Foto :
b.
 Umur : 18 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: Siteba
 Ph : 7,4
 Riwayat penyakit: -
 Daerah gingivitis: di daerah gigi 23 sedikit mengeluarkan darah
pada ginggiva
 Foto :

c.
 Umur : 31 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: Siteba
 Ph : 7,0
 Riwayat penyakit: -
 Daerah gingivitis: pada daerah anterior pada gigi 13 dan 14
 Foto :
d.
 Umur : 13 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: dadok tunggul hitam
 Ph : 6,9
 Riwayat penyakit:
 Daerah gingivitis: pada daerah gigi 24 dan 25
 Foto :

e.
 Umur : 21 tahun
 Sex : Laki-laki
 Alamat: Maransi
 Ph : 7,0
 Riwayat penyakit:
 Daerah gingivitis: antara gigi premolar 2 dan molar 1
 Foto :
3. PERIODONTITIS
a.
 Umur : 38 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: dadok tunggul hitam
 Ph : 6,2
 Riwayat penyakit:
 Daerah periodontitis: gigi 24 25
 Foto :

b.
 Umur : 54 tahun
 Sex : laki-laki
 Alamat: dadok tunggul hitam
 Ph : 7,4
 Riwayat penyakit:
 Daerah periodontitis: gigi 41 , 31 &32
 Foto :

c.
 Umur : 29 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: dadok tunggul hitam
 Ph : 7,4
 Riwayat penyakit:
 Daerah periodontitis: gigi 43
 Foto :

d.
 Umur : 36 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat: dadok tunggul hitam
 Ph : 7,4
 Riwayat penyakit:
 Daerah periodontitis:31& 41
 Foto :
e.
 Umur : 60 tahun
 Sex : perempuan
 Alamat : dadok tanggul hitam
 Ph : 6,4
 Riwayat penyakit: paru-paru
 Daerah periodontitis: 41 42 & 43
 Foto :

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan diatas bahwa pH dari setiap orang ada yang
sama dan ada juga yang berbeda walaupun seseorang tersebut menderita penyakit
yang sama. Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala pH,
yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H+ ( dan juga OH- )
didalam tiap larutan dengan keasaman berkisar antara 1,0M H + dan 1,0 M OH- .
Nilai pH 7 bagi larutan yang benar-benar netral bukan merupakan angka
yang
dibuat, tetapi diturunkan dari harga absolut produk ion air pada 250 C. Larutan
yang mempunyai pH lebih dari 7 bersifat basa karena konsentrasi OH-
lebih besar dari konsentrasi H+ . Sebaliknya larutan yang mempunyai pH lebih
kecil 7 adalah asam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH dalam saliva :

Derajat asam dan kapasitas buffer ludah selalu dipengaruhi perubahan


perubahan antara lain:

 Irama siang dan malam.


 Diet.
 Perangsangan kecepatan sekresi.

Sehubungan dengan pengaruh irama siang dan malam ternyata, bahwa


pH dan kapasitas buffer adalah:

 Tinggi, segera setelah bangun ( keadaan istirahat ), tetapi kemudian


cepat turun.
 Tinggi, seperempat jam setelah makan ( stimulasi mekanik ), tetapi
biasaanya dalam waktu 30-60 menit turun lagi.
 Agak naik sampai malam, tetapi setelah itu turun.

Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer ludah. Diet kaya karbohidrat


misalnya menurunkan kapasitas buffer, sedangkan kaya sayuran, yaitu bayam, dan
diet kaya protein mempunyai efek menaikkan pH saliva.

Faktor yang terpenting yang mempengaruhi pH saliva adalah kebersihan


rongga mulut. untuk menjaga pH rongga mulut tetap stabil dan tidak
menimbulkan berbagai resiko kerbersihan rongga mulut harus dijaga dan
diperhatikan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang di lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :


 Karies
No Umur Jenis Kelamin PH
1 11 Tahun Laki-laki 6,8
2 8 Tahun Perempuan 6,8
3 5 Tahun Laki-laki 6,8
4 6 Tahun Laki-laki 6,8
5 7 Tahun Laki-laki 7,2

 Gingivitis
No Umur Jenis Kelamin PH
1 18 Tahun Perempuan 7,0
2 18 Tahun Perempuan 7,4
3 31 Tahun Perempuan 7,0
4 13 Tahun Perempuan 6,9
5 21 Tahun Laki-laki 7,0

 Periodontitis
No Umur Jenis Kelamin PH
1 38 Tahun Perempuan 6,2
2 54 Tahun Laki-laki 7,4
3 29 Tahun Perempuan 7,4
4 36 Tahun Perempuan 7,4
5 60 Tahun Perempuan 6,4

Berdasarkan hasil percobaan bahwa rata-rata pasien karies memiliki pH


sekitas 6,8 sedakan pasien gingivitis dan periodontitis rata-rata 6 – 7,4. Hal ini
dipengaruhi oleh derajat asam dan kapasitas buffer ludah selalu dipengaruhi
perubahan, perubahannya antara lain:

 Irama siang dan malam.


 Diet.
 Perangsangan kecepatan sekresi.

Serta dipengaruhi oleh kebersihan rongga mulut pasien tersebut, pengukuran


pH pada penderita karies, gingivitis dan periodontitis ini bisa saja terjadi
kesalahan dalam melakukan percobaan.

5.2. Saran

Semoga laporan percobaan ini bermanfaat dan dapat di jadikan sebagi bahan
evaluasi dalam pratikum khusunya di mata kuliah biologi rongga mulut IV.
DAFTAR PUSTAKA

Pramesta, Bimo. 2014. “Deteksi derajat kesamaan pH saliva pada pria perokok
dan non perokok”. Laporan Penelitian. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Rekta, Mega. 2014. “Pengaruh Kontrasepsi Oral Terhadap pH dan Volume


Saliva”. Jakarta

UNDIP. “Indeks Karies”.


eprints.undip.ac.id/44896/3/Uun_22010110110089_bab2KTI.pdf diakses 3
mei 2017.

USU. “Penyakit Periodontal”.


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20431/4/Chapter%20II.pdf
diakses 3 mei 2017.

Yazid dkk. 2016. “Jurnal Kedokteran Gigi: Hubungan Kadar pH dan Volume
Saliva Terhadap Indeks Karies Masyarakat Menginang Kecamatan
Lokpaikat Kabupaten Tapih”. Banjarmansin: FK UNILAM

Anda mungkin juga menyukai