Anda di halaman 1dari 17

1

LAPORAN PRAKTIKUM STOGMATOGNATHI


PENGARUH PENGUNYAHAN PADA PH SALIVA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK B1
MARGARETA GALUH INTAN PERMATASARI 10613083
MARGARTHA AYU WERDATI

10613037

MARIA ALBERTINA DOUTEL SARMENTO

106130112

MARIA YOPITA ENILIANA KOLIN

10613054

MEITA SYAHRINA

10613084

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saliva merupakan cairan eksokrin yang dikeluarkan ke dalam rongga mulut
melalui kelenjar saliva. Secara umum, saliva berperan dalam proses pencernaan
makanan, pengaturaan keseimbangan air, menjaga integritas gigi, aktivitas
antibakterial, buffer, dan berperan penting bagi kesehatan rongga mulut
(Edgar,1992).
Kecepatan aliran sekresi saliva berubah-ubah pada setiap individu atau bersifat
kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal
pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva
juga tidak diproduksi dalaam jumlah besar secara tetap, hanya paada waktu tertentu
saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istirahat,
150 ml/jam pada saat makan daan 20-50 ml selama tidur (Harris ON,1995)
Salah satu mekanisme sekresi saliva merupakan kegiatan refleks tidak bersarat
yang stimulusnya berasal dari dalam rongga mulut. Stimulus tersebut terdiri atas
stimulus mekanik dan stimulus kimiawi. Stimulus mekanik tampak dalam bentuk
pengunyahan, sedangkan stimulus kimiawi tampak dalam bentuk efek kesan
pengecepan (Amerongen,1992). Kedua jenis stimulus tersebut membangkitkan
kegiatan refleks salivasi.
Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya makanan, asam
dapat meningkatkan laju aliran saliva hingga 10 kali lipat atau lebih. Pada orang
normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar 0,3-0,4 ml/ menit.
Ketika saliva distimulasi , laju aliran saliva meningkat hingga mencapai 1,5-2,5
ml/menit (Indriana,2011).
Peningkatan laju aliran saliva akan meningkatkan pH karena adanya ion
bikarnonat sehingga kemampuan mempertahankan pH saliva (kapsitas dapar) juga
akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat sehingga akan terjadi
keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi (Indriana,2011). Berbagai
efek saliva terhadap berbagai rangsang menimbulkan banyak perhatian sehingga
layak untuk diteliti. Terdapat banyak penenlitian mengenai efek pengunyahan
berbagai makanan terhadap sekresi saliva.
1

2
3

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kecepatan aliran


dan pH saliva karena pengaruh stimulasi pengunyahan dan pengecapan secara
serentak. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas kami melakukan
praktikum untuk meneliti Pengaruh Pengunyahan Pada Saliva.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui perbedaan laju aliran saliva dan pH
karena pengaruh stimulus mekanis (pengunyahan) dan stimulus kimiawi
(pengecapan)
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui pengaruh pengunyahan pada saliva
2. Untuk mengetahui peranan aliran saliva dalam menajga kesehatan gigi dan
mulut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saliva
Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu
sodium, potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri dari
protein yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein
mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan
rongga mulut (Amerongen, 1992).
2.1.1 Komposisi Saliva
Menurut Edgar (1992), Saliva terdiri dari 99,5% air dan 0,5% subtansi yang larut.
Beberapa komposisi saliva adalah :
1. Protein
Beberapa jenis protein yang terdapat didalam saliva adalah :
a) Mucoid
Merupakan sekelompok protein yang sering disebut dengan mucin dan
memberikan konsistensi mukus pada saliva. Mucin juga berperan sebagai
glikoprotein karena terdiri dari rangkaian protein yang panjang dengan
ikatan rantai karbohidrat yang lebih pendek.
b) Enzim
Enzim yang ada pada saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva dan beberapa
diantaranya merupakan produk dari bakteri dan leukosit yang ada pada
rongga mulut. Beberapa enzim yang terdapat dalam saliva adalah
amylase dan lysozyme yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan
bakteri di rongga mulut.
c) Protein Serum
Saliva dibentuk dari serum maka sejumlah serum protein yang kecil
ditemukan didalam saliva. Albumin dan globulin termasuk kedalam
serum saliva
3

4 5

d) Waste Products
Pada saliva juga ditemukan sebagian kecil dari waste product pada
serum, urea dan uric acid.
2. Ion-ion Inorganik
Ion-ion utama yang ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang
berperan penting dalam pembentukan kalkulus. Ion-ion lain yang memiliki
jumlah yang lebih kecil terdiri dari sodium, potasium, klorida, sulfat dan ionion lainnya.
3. Gas
Pada saat pertama sekali saliva dibentuk, saliva mengandung gas oksigen yang
larut, nitrogen dan karbon dioksida dengan jumlah yang sama dengan serum.
Ini memperlihatkan bahwa konsentrasi karbon dioksida cukup tinggi dan hanya
dapat dipertahankan pada larutan yang memiliki tekanan didalam kelenjar
duktus, tetapi pada saat saliva mencapai rongga mulut banyak karbon dioksida
yang lepas
4. Zat-zat Aditif di Rongga Mulut
Merupakan berbagai substansi yang tidak ada didalam saliva pada saat saliva
mengalir dari dalam duktus, akan tetapi menjadi bercampur dengan saliva
didalam rongga mulut. Yang termasuk kedalam zat-zat aditif yaitu
mikroorganisme, leukosit dan dietary substance

2.1.2 Fungsi Saliva


a) Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk didalam acini bersifat isotonik, saliva mengalir
melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan
hipotonik saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki
kapasitas untuk memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan
gustatory buds merasakan aroma yang berbeda.
b) Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
Saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan
melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi.

5
6

Mucin sebagai protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas,


perlindungan

terhadap

dehidrasi,

dan

dalam

proses

pemeliharaan

viskoelastisitas saliva.
c) Kapasitas Buffering
Buffer adalah suatu substansi yang dapat membantu untuk mempertahankan
agar pH tetap netral. Buffer dapat menetralisasikan asam dan basa. Saliva
memiliki kemampuan untuk mengatur keseimbangan buffer pada rongga
mulut.
d) Integritas Enamel Gigi
Saliva juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas kimia
fisik dari enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan
demineralisasi. Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah
hidroksiapatit sebagai konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium,
fosfat, dan fluor didalam larutan dan didalam pH saliva.
e) Menjaga Oral Hygiene
Saliva berfungsi sebagai self cleansing terutama pada saat tidur dimana
produksi saliva berkurang. Saliva mengandung enzim lysozyme yang berperan
penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.
f) Membantu Proses Pencernaan
Saliva bertanggung jawab untuk membantu proses pencernaan awal dalam
proses pembentukan bolus-bolus makanan. Enzim -amylase atau enzim
ptyalin merupakan salah satu komposisi dari saliva yang berfungsi untuk
memecah karbohidrat menjadi maltose, maltotriose dan dekstrin.
g) Perbaikan Jaringan
Saliva memiliki peranan dalam membantu proses pembekuan darah pada
jaringan rongga mulut, dimana dapat dilihat secara klinis waktu pendarahan
menjadi lebih singkat dengan adanya bantuan saliva.
h) Membantu Proses Bicara
Lidah memerlukan saliva sebagai pelumas selama bicara, tanpa adanya saliva
maka proses bicara akan menjadi lebih sulit.
i) Menjaga Keseimbangan Cairan

67

Penurunan aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang
dapat meningkatkan intake cairan tubuh (Edgar, 1992).
2.1.3 Mekanisme Sekresi Saliva
Saliva disekresi sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari. Tingkat perangsangan
saliva tergantung pada kecepatan aliran saliva yang bervariasi antara 0,1 sampai 4
ml/menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar
parotis (saliva encer) dan kelenjar submandibularis (saliva kaya akan musin),
sisanya disekresi oleh kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa
mulut. Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu, tanpa adanya rangsangan
yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf
parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva berfungsi untuk menjaga mulut dan
tenggorokan tetap basah setiap waktu (Indirana, 2011).
Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui reflek saliva terstimulasi dan refleks
saliva tidak terstimulasi. Refleks saliva terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor
atau reseptor tekanan di dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan.
Reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serat saraf aferen yang membawa
informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim
impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan
sekresi saliva (Indirana, 2011).
Gerakan mengunyah merangsang sekresi saliva walaupun tidak terdapat
makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor tekanan yang terdapat di
mulut. Pada refleks saliva tidak terstimulasi, pengeluaran saliva terjadi tanpa
rangsangan oral. Hanya berpikir, melihat, membaui, atau mendengar suatu
makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui refleks ini. Pusat
saliva mengontrol derajat pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensarafi
kelenjar saliva (Indirana, 2011).
Stimulasi simpatis dan parasimpatis meningkatkan sekresi saliva tetapi jumlah,
karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis
berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva encer
dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis menghasilkan volume
saliva yang jauh lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus. Karena

78

rangsangan simpatis menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut


terasa lebih kering daripada biasanya saat sistem simpatis dominan, misalnya pada
keadaan stres (Indirana, 2011).
2.1.4 Laju Aliran Saliva
Laju aliran saliva sangat mempengaruhi kuantitas saliva yang dihasilkan. Laju
aliran saliva tidak terstimulasi dan kualitas saliva sangat dipengaruhi oleh waktu
dan berubah sepanjang hari. Terdapat peningkatan laju aliran saliva saat bangun
tidur hingga mencapai tingkat maksimal pada siang hari, serta menurun drastis
ketika tidur. Refleks saliva terstimulasi melalui pengunyahan atau adanya
makanan, asam dapat meningkatkan laju aliran saliva hingga 10 kali lipat atau
lebih (Indirana, 2011).
Pada orang normal, laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar
0,3-0,4 ml/menit. Jumlah sekresi saliva per hari tanpa distimulasi adalah 300 ml.
Sedangkan ketika tidur selama 8 jam, laju aliran saliva hanya sekitar 15 ml.
Dalam kurun waktu 24 jam, saliva rata-rata akan terstimulasi pada saat makan
selama 2 jam. Lalu saliva berada dalam kondisi istirahat selama 14 jam, dengan
total produksi saliva 700-1500 ml (Indirana, 2011).
Sisanya merupakan saliva dalam kondisi istirahat. Ketika saliva distimulasi,
laju aliran saliva meningkat hingga mencapai 1,5-2,5 ml/menit. Pasien disebut
xerostomia jika saat terstimulasi laju aliran saliva kurang dari 0,7 ml/menit.Aliran
saliva distimulasi oleh rasa dan pengunyahan, termasuk rasa permen karet yang
mengandung xylitol dan pengunyahannya. Peningkatan laju aliran saliva akan
meningkatkan pH karena adanya ion bikarbonat sehingga kemampuan
mempertahankan pH saliva (kapasitas dapar) juga akan meningkat. Ion kalsium
dan fosfat juga meningkat sehingga akan terjadi keseimbangan antara
demineralisasi dan remineralisasi.
2.2 Sorbitol
Sorbitol merupakan salah satu pemanis alternatif yang sering digunakan dalam
makanan, termasuk kedalam golongan gula alkohol dan berfungsi sebagai
pengganti sukrosa dalam mencegah terjadinya karies gigi dan jenis gula ini telah

89

dianjurkan dikomsumsi pada penderita diabetes melitus untuk mencegah


peningkatan kadar glukosa dalam darah. Sorbitol merupakan salah satu jenis gula
yang memiliki potensi kariogenik yang rendah (hypoacidogenic).
Sorbitol (C6H14O6) ditemukan pada tahun 1972, ditemukan secara alami di
dalam buah-buahan, misalnya buah beri, pir, apel, cerry, peach, dan juga
terkandung dalam tanaman singkong dan alga merah. Sorbitol diproduksi dengan
penambahan hidrogen pada glukosa. Sorbitol memiliki struktur gula alkohol
(polyols) dengan enam atom karbon (heksitol), merupakan bentuk tereduksi dari
fruktosa. Rasa manisnya sekitar 60% dari sukrosa dan kalorinya yang lebih kecil
dari sukrosa, dimana sorbitol menghasilkan 2,6 kalori per 1 gram (Milgrom et.al,
2006).
Kerugian sorbitol apabila dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya diare karena sorbitol sangat sedikit diabsorbsi oleh usus
halus dan akan langsung masuk ke usus besar sehingga dapat menunjang terjadinya
diare dan perut gembung.24 Di Indonesia, sorbitol lebih banyak digunakan daripada
jenis gula alkohol lainnya karena bahan dasar pembuatannya lebih mudah diperoleh
dan harganya lebih murah dari tepung tapioka (Milgrom et.al, 2006).
2.3 Xylitol
Xylitol merupakan pemanis alami non-kariogenik yang banyak ditemukan pada
tanaman plum, strawberry, kembang kol, raspberry, serat kayu pohon birch yang
banyak terdapat di Firlandia. Xylitol merupakan substansi gula dengan kemanisan
yang sama dengan kemanisan sukrosa akan tetapi memiliki kalori yang lebih kecil
40% dari sukrosa. Nilai kalori dari xylitol adalah berkisar 2,4 kcal/gr atau lebih
rendah. Xylitol merupakan sejenis pemanis polyols yang bersifat non-asidogenik
dan non-kariogenik (Milgrom et.al, 2006).
Xylitol merupakan gula alkohol (polyols) yang mempunyai lima ikatan rantai
karbon dengan rumus kimia C5H12O5. Peranan xylitol dalam bidang kedokteran
gigi adalah memberikan efek terhadap metabolisme rongga mulut, menghambat
pertumbuhan plak, menghambat pertumbuhan bakteri Streptoccocus mutans,
mendorong proses remineralisasi, meningkatkan pH plak dan pH saliva,
menstimulasi saliva, menetralkan kadar kalsium dan fosfat serta menghambat

9
10

perkembangan karies. Dalam bidang Kedokteran Gigi, xylitol telah banyak


diaplikasikan dalam berbagai macam produk seperti permen karet, tablet hisap, obat
kumur dan pasta gigi (Milgrom et.al, 2006).

11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 ALAT DAN BAHAN


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Air dalam kemasan untuk berkumur


Kasa steril
Beker glass
Gelas kur
pH meter
Kertas lakmus
Indikator pada kertas lakmus
Permen karet yang mengandung xylitol dan sorbitol

3.2 CARA KERJA


1. Dilakukan pemilihan subjek sebanyak 2 orang yang mempunyai oral hygiene
yang baik serta bebas karies
2. Masing-masing subjek diminta untuk berkumur menggunakan air mineral.
3. Selanjutnya masing-masing subjek diminta untuk mengunyah kapas steril
selama 10 menit, sambil menampung saliva dalam glass ukur.
4. Mengukur pH saliva yang didapakan menggunakan pH meter dan kertas lakmus.
5. Untuk menjaga akurasi pH meter, dilakukan pencucian menggunakan air
mineral dalam kemasan dan dikeringkan menggunakan tissue.
6. Saliva kemudian ukur pH dengan menggunakan kertas lakmus dan pH meter.
7. Selanjutnya :
a. Subjek pertama diminta untuk mengunyah permen karet yang
mengandung gula sukrosa semla 10 menit sambil menampung saliva
dalam glass ukur.
b. Subjek kedua diminta untuk mengunyah permen karet yang mengandung
11
gula xylitol selama 10 menit sambil menampung saliva dalam glass

ukur.
8. Setelah mengunyah permen kaet, terhadap hasil pengupulan saliva dari subjek
pertama dan kedua dilakukan pemeriksaan pH.
9. Catat hasil dari pengukuran pH pada
kedua subjek tersebut.
10

12

13

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Subyek

Mengunyah kain kasa

Istirahat 15

Mengunyah

Mengunyah

10 mnt
1. Subyek Vol = 38 ml
pH = 9 */5,9 **
1

mnt
Istirahat

Xylitol 10 mnt
-

Sorbitol 10 mnt
Vol = 30 ml
pH = 9*/5,6**

2. Subyek Vol = 21 ml
pH = 9 */5,9 **
2

Istirahat

Vol = 20 ml
pH = 10*/4,5**

Keterangan : Subyek 1 = laki-laki


Subyek 2 = perempuan
* = pH yang diukur dengan kertas pH meter
**= pH yang diukur dengan alat pH meter
4.2 Pembahasan
Dari praktikum yang dilakukan pada saliva dengan menggunakan stimulus
mekanik yakni mengunyah kasa selama 10 menit, dan stimulus kimiawi yakni xylitol
dan sorbitol selama 10 menit, diperoleh perbedaan yang signifikan antara volume saliva
dari subyek 1 dan subyek 2. Sementara itu pada pH saliva tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dari subyek 1 dan subyek 2 yaitu pH berkisar 9-10, yang diukur dengan
menggunakan kertas pH meter.

Pada stimulus mekanik yakni pengunyahan kasa,

subyek 1 (laki-laki) mempunyai volume saliva lebih besar yakni 38 ml dari subyek 2
(perempuan) yang hanya 21 ml. Pada stimulus kimiawi, subyek 1 (laki-laki)
menggunakan xylitol volume saliva lebih besar yakni 30 ml sedangkan subyek 2
(perempuan) yang menggunakan sorbitol volume saliva 20 ml.
Stimulus mekanis dapat merangsang peningkatan sekresi saliva, sedangkan
sensasi pengecapan rasa manis dan menthol dari xylitol dan sorbitol merupakan
stimulus kimiawi yang dapat meningkatkan aliran saliva. Saliva yang dihasilkan dari
proses mastikasi pada percobaan dengan mengunyah kain kasa merupakan suatu
kegiatan refleks yang tidak bersyarat di rongga mulut. Menurut penelitian Yeh Ck
(2000), semakin besar kekuatan mastikasi diberikan maka semakin cepat aliran saliva

13
14

yang diproduksi. Selama proses mastikasi kecepatan sekresi bertambah besar 0,6
ml/menit dan 70% hasil sekresi tersebut diproduksi oleh kelenjar parotis.
Kelenjar parotis lebih mudah dirangsang dibandingkan dengan kelenjar mayor
lainnya, hal ini dipengaruhi oleh karena letak kelenjar parotis terletak dekat otot
masseter bukan didasar mulut, dan juga letak duktus kelenjar parotis bersilangan dengan
otot masseter dan businator. Hasil viskositas dari saliva terhadap stimulus mastikasi
12

(pengunyahan) adalah serous hal tersebut dikarenakan sekresi dari kelenjar parotis
bersifat serous . Pada ramgsangan kimiawi , stimulus yang terjadi dibantu indera perasa,
dimana sensasi rasa akan ditangkap oleh reseptor yang ada yaitu reseptor manis, asin,
pahit, dan asam. Pada proses ini kelenjar submandibula dan sublingual lebih mudah
dirangsang dan mengeluarkan saliva yang bersifat mucous (kental).
Maguire,A (2003) menyatakan bahwa mengunyah permen karet telah dibuktikan
oleh banyak penelitian dapat menstimulasi pengeluaran saliva. Jumlah saliva meningkat
menguntungkan karena membantu memelihara kesehatan mulut melalui berbagai
proses. Peningkatan berbagai produksi saliva terjadi setelah 5 sampai 7 menit
mengunyah permen karet karena sebagian besar pemanis dan rasa dari permen telah
terurai dalam mulut. Seluruh permen karet dapat digunakan untuk meningkatkan
produksi saliva, namun permen karet yang mengandung jenis xylitol dan sorbitol lebih
sesuai karena mengandung kadar gula lebih rendah, bahkan menurut penelitian Milgrom
et.al (2006), permen karet mengandung xylitol mampu meningkatkan kuantitas saliva
lebih tinggi dibandingkan permen karet non xylitol.
Hasil praktikum tentang pengaruh pengunyahan pada saliva terhadap volume,
kecepatan aliran, viskositas, pH saliva terdapat perbedaan yang signifikan pada volume
saliva subyek 1 dan subyek 2, tetapi pada pH saliva tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Respon praktikum terhadap volume saliva tertinggi pada mengunyah kain
kasa (subyek 1), kemudian mengunyah sorbitol (subyek 1), dan tersedikit mengunyah
xylitol (subyek 2). Perbedaan volume ini karena kecepatan aliran saliva dipengaruhi
oleh rangsang mekanis seperti kekerasan makanan dalam hal ini mengunyah kain kasa,
sehingga mempengaruhi kecepatan aliran saliva lebih cepat sehingga volume saliva
lebih banyak. Pada sorbitol dan xylitol rasanya manis, sehingga rasa manis ini dapat
menstimulasi sekresi kelenjar saliva (Amarongen, 1992).
Respon praktikum terhadap viskositas saliva terkental yang mengandung xylitol
(subyek 2) . Hal ini karena permen karet pengandung xylitol mempunyai kandungan
mentol yang banyak, sehingga mentol merangsang sekeresi mukus (kelenjar lingualis

14
15

dan kelenjar submandibularis). Kecepatan aliran saliva tidak mempengaruhi saliva


muskus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian walaupun xylitol mempengaruhi
kecepatan aliran saliva, tidak menyebabkan saliva lebih encer (Devine, 2009).
Respon praktikum terhadap pH saliva tertinggi adalah pada pengunyahan xylitol
(pH 10), kemudian pengunyahan kain kasa, dan sorbitol. Xylitol merupakan pemanis
yang memiliki 5 atom karbon, sehingga bakteri tidak memfementasi. Kecepatan aliran
mempengaruhi konsentrasi komponen saliva, dengan demikian Na dan karbonat akan
meningkat, hal ini akan meningkatkan pH saliva. Sorbitol merupakan pemanis yang
memiliki 6 atom karbon (heksitol) (Berger, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian klinis dinyatakan bahwa sorbitol dapat menurunkan
pH tetapi tidak lebih dari 5,7. Sorbitol dapat menyebabkan terjadinya sedikit penurunan
pH plak dan stelah proses adaptasi bakteri plak mampu memfermentasi sorbitol (Berger,
2010). Hal ini sejalan dengan hasil praktikum, pH saliva tertinggi yaitu dengan
pengunyahan xylitol. Selain rangsangan mekanik dan kimiawi yang mempengaruhi
saliva, jenis kelamin juga dapat mempengaruhi saliva. Anak laki-laki diketahui bahwa
mempunyai produksi saliva tinggi dibandingkan anak perempuan.
Hal ini dapat terjadi karena pengaruh ukuran kelenjar saliva wanita yang lebih
kecil dibandingkan laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil praktikum, dimana volume
saliva lebih banyak pada subyek 1 yaitu laki-laki, dibandingkan dengan subyek 2 yaitu
perempuan. Kedua subyek mempunyai oral hyegine (OH) yang baik, serta bebas karies.

16

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Sekresi saliva di peroleh dengan merangsang kelenjar saliva melalui rangsangan
mekanik (pengunyahan) dan rangsangan kimiawi (pengecapan). Stimulus mekanis
dapat merangsang peningkatan sekresi saliva, sedangkan sensasi pengecapan rasa
manis dan menthol merupakan stimulus kimiawi yang dapat meningkatkan aliran
saliva. Dimana semakin besar kekuatan mastikasi diberikan maka semakin cepat
sekresi saliva yang diproduksi, dan semakin banyak rangsangan kimia yang
diperoleh (rasa manis dan menthol) semakin cepat aliran salivanya sehingga
semakin besar volume saliva yang dihasilkan.

15

17

DAFTAR PUSTAKA
Amerongan A.V, (1992), Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi, Edisi
kelima, Gajah Mada University, Yogyakarta.
Berger, S, (2010), The Many Sides Of Xylitol, Dental Tribune Internasional.
Devine, D.A; Philip Matsh, (2009), Prospects For Thes Development Of Probiotics and
Prebiotics For Oral Applications, Journal Of Oral Microbiology, Vol.1.
Edgar, W.M, (1992), Saliva Its Secretion, Composition, and Function, British Dentist
Journal ; 172. hal.305-12.
Harris On ; Christen A.G, (1995), Primary Preventive Dentistry, Norwalk Connecticut,
Appleton and Lange.hal.232-56.
Magure, A; A.J Kugg Gunn, (2003), Xylitol and Caries Prevention Is It a Magic Bullet,
British Dental Journal.Vol 194.
Milgrom, P; K.A.,Ly; M.C, Roberts; M, Rothan; G, Mueller; and D.K, Yamaguchi,
(2006), Mutans Streptococci Respone To Xylitol Chewing Gum, Journal Dent
Research.Vol.85(2) : 177-181
Tecky Indriana, (2011), Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH Karena Pengaruh
Stimulus Kimiawi dan Mekanis, Journal Kedokteran Meditek. Vol.17.No.44
Mei-Agustus.
Yeh, C.K, (2000), Assosiation Of Saliva Flowrate With Maximal Bite, Force, Dent
Research.

16

Anda mungkin juga menyukai