Anda di halaman 1dari 31

27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rongga mulut manusia sangat berperan penting dalam proses pencernaan
makanan. Pencernaan makanan dalam mulut tentu saja tidak terjadi tanpa
adanya bantuan zat lain yang dapat mencerna makanan secara mekanis dan
kimiawi. Gigi berperan dalam proses pencernaan makanan secara mekanis
tapi tentu saja makanan tidak akan dapat ditelan apabila tidak terdapat zat
penlicin dalam rongga mulut yang dapat memberikan kemudahan dalam
proses penelanan.
Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki konsistensi
seperti lendir dan merupakan hasil sekresi kelenjar yang membasahi gigi serta
mukosa rongga mulut yang berfungsi untuk melindungi gigi dan mulut,
membantu menelan, berbicara, dan awal proses pencernaan. Laju aliran saliva
di dalam rongga mulut pada umumnya pada individu sering berubah-ubah,
karena dipengaruhi oleh adanya rangsangan. Dalam saliva terkandung
senyawa-senyawa berupa musin, tiosianat, dan senyawa anorganik.
Secara mekanis saliva berperan mencampur saliva dengan makanan agar
menjadi lunak yang disebut bolus sehingga mudah untuk ditelan. Kemudian
saliva juga memiliki pengaruh antara temperature dan aktivitas ptyalin saliva.
Derajat keasaman pH saliva juga sangat bervariasi pada setiap orang.
Perubahan pH saliva dalam keadaan rendah dapat mengakibatkan rongga
mulut menjadi asam.
Dalam saliva pula terdapat senyawa yang menghambat aktivitas bakteri
pada amilase saliva. Adapun senyawa-senyawa yang dapat menghambat
aktivitas enzim amylase adalah Fenol dan HgCl 2. Hal ini dikarenakan
senyawa-senyawa tersebut bersifat asam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat musin dalam saliva?


27

2. Apakah terdapat tiosianat dalam saliva?


3. Apakah senyawa anorganik senyawa saliva?
4. Bagaimana pengaruh temperatur terhadap aktivitas ptyalin?
5. Seberapa banyak jumlah amilase atau ptialin yang digunakan untuk
menghidrolisis pati melalui tes ptyalin?
6. Berapa pH yang cocok untuk kerja saliva?
7. Efek senyawa apa saja yang dapat menghambat/menghancurkan aktivitas
bakteri pada amilase saliva?
C. Tujuan
Berdasarkan pada latar belakang dan sesuai dengan permasalahan yang ada,
maka percobaan ini bertujuan :
1. Mengetahui test musin
2. Mengetahui test tiosianat
3. Mengetahui test senyawa anorganik senyawa saliva
4. Mengetahui test pengaruh temperatur terhadap aktivitas ptyalin
5. Mengetahui test ptyalin
6. Mengetahui test penentuan pH yang cocok untuk kerja saliva
7. Mengetahui efek senyawa yang menghambat/menghancurkan aktivitas
bakteri pada amilase saliva.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh setelah melakukan percobaan ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui test musin
2. Mahasiswa dapat mengetahui test tiosianat
3. Mahasiswa dapat mengetahui test senyawa anorganik senyawa saliva
4. Mahasiswa dapat mengetahui test pengaruh temperatur terhadap aktivitas
ptyalin
5. Mahasiswa dapat mengetahui test ptyalin
6. Mahasiswa dapat mengetahui test penentuan pH yang cocok untuk kerja
saliva
7. Mahasiswa dapat mengetahui efek senyawa yang
menghambat/menghancurkan aktivitas bakteri pada amilase saliva.
27

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Saliva
Rongga mulut mengandung saliva yang disekresi oleh 3 pasang kelenjar
ludah, yaitu kelenjar parotis, submaksilaris, dan sublingualis. Sekitar 99,3%
saliva adalah air dan 0,7% zat padat, yang berupa zat organik dan juga zat
anorganik (Sumardjo, 2006 :20). Saliva adalah suatu cairan mulut yang
kompleks, tidak berwarna, dan disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan
minor untuk mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut. Saliva
terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang selanjutnya dapat melapisi
seluruh bagian jaringan dalam rongga mulut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 2).
Menurut (Kidd dan Bechal, 1991 :66) Saliva adalah suatu cairan oral yang
kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil
yang ada pada mukosa oral.
B. Letak Saliva
Menurut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 16), saliva dihasilkan oleh
kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor serta beberapa
kelenjar saliva minor. Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari
rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga
mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis yang terletak dibagian
bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis yang
terletak dibagian bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis yang
terletak dibawah lidah. Cap saicinoid, glikosida, dan capsanthin adalah
senyawa bioaktif utama yang ada dalam cabai yang bermanfaat untuk
kesehatan usus dan stimulasi pencernaan. Senyawa ini meningkatkan aktivitas
enzim pencernaan dengan meningkatkan sekresi saliva, aktivitas amilase
saliva, sekresi empedu,dan konsentrasi asam empedu (Sharma dkk, 2021:11).
C. Kandungan dan Manfaat Saliva
Kandungan saliva yaitu terdiri atas 99,5% air berperan sebagai pelicin
rongga mulut dan membasahi makanan sewaktu dikunyah. Terdiri atas 99,24%
air, 0,58 % ion Ca++, Mg++, Na+, K+, PO43-, CI-, HCO3-, SO42-. Zat zat organik
27

seperti musin dan enzim yang memecahkan pati yaitu amilase saliva (ptialin).
pH saliva sedikit asam berkisar 6,0 sampai 7,0 (Rinidar dan Isa, 2017: 61).
Saliva memiliki beberapa manfaat penting yaitu; (1) Melicinkan dan
membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan
makanan. (2) Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah
cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, (3) Membersihkan
rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman (4) Mempunyai aktivitas
antibacterial dan sistem buffer, (5) Membantu proses pencernaan makanan
melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, (6)
Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat
faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva dan (7)
Menghindari dehidrasi. serta (8) Membantu dalam berbicara (pelumasan pada
pipi dan lidah) (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 32).
Walaupun saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, dan
diperlukan bagi pengoptimalan fungsi alat pengecap, perannya yang paling
penting adalah untuk mempertahankan integritas gigi,lidah, dan membrana
mukosa daerah oral dan orofaring. Cara perlindungan yang dilakukan saliva
bisa berupa : membentuk lapisan mukus pelindung pada membrana mukosa
yang akan bertindak sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah ke
keringan. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris sel,dan bakteri
yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak. Mengatur pH rongga
mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan protein amfoter. Membantu
menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kan dungan kalsium dan
fosfatnya (Kidd dan Bechal, 1991 :67).
D. Mekanisme Kerja Saliva
Secara mekanis saliva berperan mencampur saliva dengan makanan agar
menjadi lunak yang disebut bolus sehingga mudah untuk ditelan. Sedangkan
secara kimiawi berfungsi dalam melarutkan makanan yang kering misalnya
dalam bentuk butiran gula atau garam yang akan larut dengan adanya peranan
saliva (Ping dkk, 2022 : 380). Kelenjar saliva merupakan kelenjar eksokrin
yang berperan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. Saliva
27

sebagian besar terdiri atas air yakni sekitar 99% dari total volume. 1%
komponen sisanya terdiri atas elemen lain yang memiliki peranan penting
seperti agen bakteriosid dan faktor pertumbuhan (Ningsih, 2018 : 121).
E. Identifikasi Komponen Saliva
1. Musin
Air liur juga mengandung musin yang berfungsi sebagai pelumas
dan memfasilitasi dalam proses menelan serta melindungi permukaan
bukal. Sedangkan kelenjar parotis mengeluarkan saliva yang mengandung
enzim, kelenjar submandibula dan sublingual mengeluarkan kombinasi
jenis serous dan lendir air liur. Untuk melindungi rongga mulut ada
kelenjar bukal yang menghasilkan lender (Rinidar dan Isa, 2017: 62).
2. Ion Tiosianat
Saliva juga merupakan pembawa untuk eksresi obat-obat tertentu
seperti alkohol dan morfin dan ion-ion anorganik seperti K+. Ca++, HCO3-,
tiosianat (SCN-) dan Yodium (Rinidar dan Isa, 2017: 61). Kelenjar liur
berfungsi sebagai bakteriostatik melalui enzim lisozim berguna untuk
menghidrolisis dinding sel bakteri sehingga mudah dihancurkan oleh ion-
ion tiosianat dalam kelenjar liur (Rahmawati dkk, 2018: 250). Saliva encer
direaksikan dengan FeCl2 dan HCl. Adapun reaksinya:
FeCl2(aq) + 2SCN-(aq) [Fe(SCN)2] + 2 Cl-
(Svehla, 1979: 334).
3. Senyawa Anorganik
1). Ion Cl-
Saliva mengandung elektrolit seperti ion H+ dan Clsehingga
menyebabkan reaksi elektro kimia (Aditya dkk, 2019 : 17). Adanya ion
Cl- yang direaksikan dengan AgNO3 akan menghasilkan AgCl berupa
endapan putih. Adapun reaksinya:
AgNO3(aq) + Cl- AgCl(s)↓ + NO3-
(Endapan putih)
(Svehla, 1979: 346).
2). Ion PO43-
27

Remineralisasi dapat terjadi apabila pH saliva kembali normal


dan terdapat ion kalsium (Ca2+) dan ion fosfat (PO4)3- yang tinggi dalam
rongga mulut sehingga mineral-mineral penyusun hidroksiapatit dapat
kembali ke dalam enamel gigi. Remineralisasi yang alami terjadi
dengan adanya reuptate ion kalsium dan fosfat dari saliva yang
didukung dengan adanya fluoride (Tifanny dan Wahyuni, 2020: 16).
Pengujian dapat dilakukan dengan mereaksikan filtrat dengan HNO3
encer.Adapun reaksinya:
HPO42- + 3NH4+ + 12MoO42- + 23H+ (NH4)3[P(Mo3O10)4]↓ + 12H2O
(Endapan kuning)
(Svehla, 1979: 379).
3). Ion SO42-
Saliva membantu melindungi gigi dari karies gigi, sebagai alat
pembersihan, dan mekanisme buffer dari saliva, serta mengendalikan
konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva dan sekitar gigi. 8 Derajat
keasaman (pH) saliva bersama konsentrasi ion kalsium dan fosfat
adalah faktor yang signifikan untuk menjaga keutuhan hidroksiapatit
enamel gigI (Rachmawati dkk, 2020 : 282). Adapun reaksi yang terjadi:
SO42- + BaCl2 + HNO3 BaSO4↓ + HNO3 + 2Cl-
(Endapan putih)
SO42- + Ba2+ BaSO4↓
(Svehla, 1979: 369).
4). Ion Ca2+
Saliva terdiri atas 99,24% air, 0,58 % ion Ca ++, Mg++, Na+, K+,
PO43-, CI-, HCO3-, SO42- (Rinidar dan Isa, 2017: 61). Adapun reaksi
yang terjadi:
Ca2+ + (COO)22- Ca(COO)2↓
Ca2+ + (NH4)2C2O4 CaC2O4↓ + 2NH4+
(Endapan putih)
(Svehla, 1979: 302).
27

4. Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim ptyalin


Air liur mengandung berbagai senyawa protein untuk tujuan yang berbeda
dan perubahan ini tercermin dalam setiap sekresi kelenjar setiap. Air liur juga
mengandung sejumlah besar cairan dan ion, serta bikarbonat (HCO 3) untuk
keperluan buffering. Komponen utama dari air liur adalah jenis serous yang
dapat mensekresikan enzim ptyalin (amilase) untuk menghidrolisis pati. pH air
liur yang berkisar 6,0-7,0, kondisi ini memungkinkan amilase dapat bekerja
dengan baik (Rinidar dan Isa, 2017: 62).
5. Estimasi enzim
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga
menyebabkan reaksi menurun secara tajam peningkatan konsentrasi enzim
akan meningkatkan kecepatan reaksi bila substrat tersedia secara berlebih.
Kecepatan reaksi enzim berbanding lurus dengan konsentrasi enzim, dimana
semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi
juga, akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu (Nugroho dkk, 2022 :86-87).
6. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim
Enzim amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi
maltosa dengan proses hidrolisis Enzim bekerja optimal pada pH 6,6 dan tidak
aktif pada pH 4.4. sehingga aktivitas pencernaan makanan di dalam mulut akan
terhenti begitu lingkungan asam lambung menembus partikel makanan dan
akan dilanjutkan oleh amilase pankreas yang mampu menyelesaikan
pencernaan pati/amilum secara sempurna di dalam lambung enzim hanya dapat
bertahan 15-30 menit.Ini berarti bahwa air liur membantu menetralkan pH
rumen dari efek asam (Rinidar dan Isa, 2017: 61 & 63).
α-amilase adalah salah satu enzim penting yang bertanggung jawab untuk
pengaturan kadar glukosa darah. Menghambat aktivitas enzim ini adalah salah
satu caranya untuk mengontrol kadar glukosa (Anjali dkk, 2022:184). Α-
amilase mengkatalisis hidrolisis ikatan -1, 4-glukosidik pati, glikogen, dan
berbagai oligosakarida, dan penghambatan α -amilase dipandang sebagai salah
satu strategi penting untuk konsentrasi glukosa pria penuaan dengan
menurunkan kadar glukosa darah (Bohara dkk, 2022:5).
27

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain: Tabung
reaksi sebanyak 30 buah, pipet tetes sebanyak 20 buah, gelas ukur 10 mL
sebanyak 2 buah, gelas ukur 20 mL sebanyak 2 buah, gelas kimia 50 mLs
sebanyakn 1 buah, Gelas kimia 250 mL sebanyak 1 buah, gelas kimia 600
mL sebanyak 1 buah, kaki tiga dan kasa asbes berjumlah 1 set, spiritus
berjumlah 1 buah, corong biasa berjumlah 1 buah, termometer 110oC
berjumlah 1 buah, stopwatch berjumlah 1 buah, batang pengaduk 1 buah,
rak tabung reaksi kecil sebanyak 1 buah, hotplate berjumlah 1 buah, lap
kasar berjumlah 1 buah, lap halus sebanyak 2 buah.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain:
Saliva, aquades (H2O), larutan barium klorida 5% (BaCl2), larutan NH4-
Oksalat 4% ((NH4)2C2O4), larutan asam asetat 2 N dan 0,1 N (CH 3COOH),
parutan pati 1%, pereaksi millon, pereaksi benedict, pereaksi molisch,
larutan Iodium 0,01 M (I2), larutan Natrium Klorida 0,1 M (NaCl), kertas
saring, toluene, larutan asam klorida pekat (HCl), kloroform (CHCl 3),
larutan Raksa klorida 1% (HgCl), larutan fenol 2% (C 6H5OH), larutan
perak nitrat (AgNO3), larutan asam nitrat encer (HNO3), larutan buffer (pH
8, 7,4, 6,8, 6, 5,2) (C6H5OH), besi(II) klorida 0,1 M (FeCl 2), tissue,
korek api, label.

B. Prosedur Kerja
Percobaan Saliva terdiri dari tujuh pengujian yaitu:
1. Test musin
Larutan uji dibuat dengan cara 4 mL saliva dimasukkan kedalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes CH3COOH 0,1 M, dan endapan disaring.
Kemudian pembuatan kontrol positif dengan 5 mL H 2O dimasukkan kedalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes CH3COOH 0,1 M, dan endapan
27

disaring. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan menyiapkan 6 buah tabung


reaksi. Tabung reaksi 1, 2, 3 dilakukan pengujian untuk larutan uji, dengan
menambahkan larutan uji (Saliva) ke dalam tabung reaksi 1,2,3, kemudian
masing-masing tabung reaksi diberi pereaksi yang terdiri dari tabung reaksi 1
(berisi 2 tetes pereaksi millon), tabung reaksi 2 (berisi 2 tetes pereaksi benedict)
dan di panaskan pada suhu 38oC, kemudian tabung reaksi 3 (berisi 2 tetes pereaksi
molisch) dan ditambahkan 2 tetes H2SO4.Setelah itu, diamati setiap perubahan
pada masing-masing tabung reaksi.
2. Test tiosianat
Pengujian ini dilakukan dengan cara membuat terlebih dahulu larutan uji
pada tabung reaksi dengan menambahkan 5 mL saliva, 5 tetes FeCl 2 0,1 M, 1 tetes
HCl pekat, 5 tetes HgCl 1 %, dan diamati perubahan warna pada tabung reaksi
(Jika berwarna merah tetap berarti ada tiosianat, jika warna merah hilang maka
tidak ada tiosianat). Selanjutnya pembuatan kontrol positif dengan 5 mL H2O, 5
tetes FeCl2 0,1 M, 1 tetes HCl pekat, 5 tetes HgCl 1 %, dan diamati perubahan
warna pada tabung reaksi (Jika berwarna merah tetap berarti ada tiosianat, jika
warna merah hilang maka tidak ada tiosianat).
3. Test penyusun senyawa anorganik pada saliva
Pengujian penyusun senyawa anorganik pada saliva dibuat dengan
membuat terlebih dahulu larutan/campuran dengan 15 mL saliva, asam asetat 2 N
teteskan hingga keruh atau terdapat endapan, kemudian dipanaskan hingga
mendidih, setelah itu disaring (filtrat). Selanjutnya dilakukan pengujian yang
terdiri dari uji klorida dengan 3 mL filtrat, 3 tetes HNO 3, dan ditambahkan 3 tetes
AgNO3. Uji fosfat dengan 3 mL filtrat, 3 tetes HNO 3, dan ditambahkan 3 tetes
amonium molibdat. Uji kalsium degan 3 mL filtrat, dan 3 tetes HNO 3, dan
ditambahkan 3 tetes NH4Oksalat. Setelah itu diamati perubahan yang terjadi pada
ketiga tabung reaksi.
4. Test pengaruh temperatur terhadap aktivitas ptyalin
Pengujian pengaruh temperatur terhadap aktivitas ptialian dilakukan
dengan cara membuat terlebih dahulu saliva encer dengan 1 mL saliva dan
ditambahkan 9 mL aquades. Selanjutnya dibuat larutan uji dengan menyiapkan 3
27

buah tabung reaksi dan diisi dengan masing-masing 5 mL pati 1 %, kemudian


tabung reaksi I (disimpan dalam es batu) ditambahkan 2 tetes saliva encer dan 1
tetes iod 0,01 M ; tabung reaksi II (disimpan pada suhu ruang) ditambahkan 2
tetes saliva encer dan 1 tetes iod 0,01 M, tabung reaksi III (dipanaskan sampai
38oC) ditambahkan 2 tetes saliva encer dan 1 tetes iod 0,01 M, tabung reaksi IV
ditambahkan 2 tetes saliva encer yang telah dipanaskan selama 5 menit dan
ditambahkan 1 tetes iod 0,01 M. Diamati perubahan warna yang terjadi pada
masing-masing tabung.
5. Tets estimasi enzim ptyalin
Pengujian ini dilakukan dengan cara membuat saliva encer terlebih dahulu
dengan 1 mL saliva ditambahkan 9 mL aquades. Kemudian di buat larutan uji
dengan mencampurkan 10 mL pati 1 % dengan 2 mL NaCl 0,1 M pada tabung
reaksi, setelah itu dipanaskan pada suhu 38oC. Selanjutnya dilakukan pengujian,
tabung reaksi I diisi dengan 3 mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan
dalam detik ke-30 ditambahkan 2 tetes larutan uji. Tabung reaksi II diisi dengan 3
mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan dalam detik ke-60 ditambahkan
2 tetes larutan uji. Tabung reaksi III diisi dengan 3 mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1
mL saliva encer, dan dalam detik ke-90 ditambahkan 2 tetes larutan uji. Tabung
reaksi IV diisi dengan 3 mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan dalam
detik ke-120 ditambahkan 2 tetes larutan uji. Tabung reaksi V diisi dengan 3 mL
air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan dalam detik ke-150 ditambahkan 2
tetes larutan uji. Tabung reaksi VI diisi dengan 3 mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL
saliva encer, dan dalam detik ke-180 ditambahkan 2 tetes larutan uji. Tabung
reaksi VII diisi dengan 3 mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan dalam
detik ke-210 ditambahkan 2 tetes larutan uji. Tabung reaksi VIII diisi dengan 3
mL air, 3 tetes iod 0,01 M, 1 mL saliva encer, dan dalam detik ke-240
ditambahkan 2 tetes larutan uji. Diamati perubahan warna yang terjadi pada
masing-masing tabung reaksi.
6. Test penentuan pH yang cocok untuk kerja saliva
Pengujian ini dilakukan dengan cara menyiapkan 3 buah tabung reaksi
yang masing-masing diisi dengan 10 mL larutan buffer dengan pH 9,7,dan 4,
27

kemudian ditambahkan 5 mL pati 1 % kedalam masing-masing tabung, dan 2 mL


NaCl 0,1 M kedalam masing-masing tabung. Setelah itu, ditambahkan 2 mL
saliva encer (1:9) kedalam masing-masing tabung dan amati perubahan yang
terjadi pada masing-masing tabung.
7. Test efek senyawa yang dapat menghambat/menghancurkan aktivitas bakteri
pada amilase saliva
Disiapkan tabung reaksi dan diisi dengan 2 mL saliva, 8 mL air, dan aduk.
Setelah itu, siapkan 6 buah tabung reaksi dan masing-masing tabung diisi dengan
1 mL saliva. Kemudian tabung reaksi I (diisi 5 tetes toluen), tabung reaksi II (diisi
5 tetes kloroform), tabung reaksi III (diisi 5 tetes HgCl 2 1 %), tabung reaksi IV
(diisi 5 tetes fenol 2 %), tabung reaksi V (diisi 5 tetes air), setelah itu kelima
tabung reaksi didiamkan selama 10 menit sambil sesekali di aduk, kemudian
ditambahkan 5 mL larutan pati 1 % kedalam 5 tabung reaksi tadi. Setelah itu,
kelima tabung reaksi dipanaskan pada suhu 38oC selama 15 menit. Selanjutnya,
masing-masing tabung reaksi dibagi menjadi II bagian (bagian I ditambahkan 2
tetes larutan I2 dan bagian II ditambahkan 2 tetes pereaksi benedict). Kemudian
dipanaskan masing-masing tabung bagian II sampai berubah warna menjadi
merah bata. Amati dan catat hasil yang diperoleh pada masing-masing tabung
reaksi.
27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
NO Percobaan Hasil
.
1. Test Musin
a) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Endapan putih
tetes mollisch
b) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Larutan berwarna biru
tetes benedict.
c) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Larutan berwarna merah
tetes 2 tetes millon
2.
Test Tiosianat
 Larutan uji
Larutan keruh
 5 mL Saliva + 5 tetes FeCl 3 0,1
M + 1 tetes HCl pekat + 5 tetes
HgCl 1%
 Kontrol Positif Larutan tidak berwarna
 5 mL Aquades + 5 tetes FeCl3
0,1 M + 1 tetes HCl pekat + 5
tetes HgCl 1%
3.
Test Penyusun Senyawa Anorganik
pada Saliva Larutan keruh
a) Larutan / campuran
2 mL saliva + beberapa tetes asam
asetat 2 N + panaskan + saring
b) Pengujian Endapan putih
 Uji klorida
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2
tetes AgNO3 Larutan keruh
 Uji fosfat
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2 Endapan putih
tetes Ammonium molibdat
 Uji sulfat
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2 Endapan putih
tetes BaCl2
 Uji kalsium
4. 2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2
tetes NH4 Oksalat

Test pengaruh temperatur terhadap


27

aktivitas ptyalin Larutan tidak berwarna


a) Larutan/campuran
1 mL saliva + 9 mL aquades
b) Pengujian Larutan tidak berwarna
 Tareks 1
mL pati 1% + disimpan dalam
es batu + tetes saliva encer + 1
Larutan tidak berwarna
tetes iod 0,01 M.
 Tareks 2
mL pati 1% + disimpan dalam
suhu ruang + tetes saliva encer Larutan tidak berwarna
+ 1 tetes iod 0,01 M.
 Tareks 3
mL pati 1% + disimpan dalam
tengas air 38oC + tetes saliva Larutan tidak berwarna
encer + 1 tetes iod 0,01 M.
5.  Tareks 4
mL pati 1% + tetes saliva encer
yang telah dipanaskan ditangas
air 5 menit + 1 tetes iod 0,01 M. Larutan keruh
Test estimasi enzim ptyalin Larutan keruh
a) Saliva encer
mL saliva + mL aquades
b) Larutan uji (pati)
mL larutan pati 1% + mL NaCl 0,1 Larutan tidak berwarna
M + dipanaskan pada suhu 38oC
c) Pengujian
 Tareks 1
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke 30 Larutan tidak berwarna
+ 2 tetes larutan uji.
 Tareks 2
Larutan tidak berwarna
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke 60
+ 2 tetes larutan uji.
 Taresk 3 Larutan tidak berwarna
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke 90
+ 2 tetes larutan uji.
 Tareks 4 Larutan tidak berwarna
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke
120 + 2 tetes larutan uji.
 Tareks 5 Larutan tidak berwarna
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
27

saliva encer + dalam detik ke


150 + 2 tetes larutan uji.
 Tareks 6 Larutan tidak berwarna
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke
180 + 2 tetes larutan uji.
Larutan tidak berwarna
 Tareks 7
6. mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke
210 + 2 tetes larutan uji.
 Tareks 8
mL air + tetes iod 0,01 M + mL
saliva encer + dalam detik ke Larutan tidak berwarna
240 + 2 tetes larutan uji.

Test penentuan pH yang cocok untuk Larutan tidak berwarna


kerja saliva
a) Larutan/campuran
1 mL saliva + 9 mL aquades
Larutan tidak berwarna
b) Pengujian
 Tareks 1
10 mL buffer pH 4 + 5 mL pati
1 % + 2 mL NaCl 0,1 M + 2 Larutan tidak berwarna
saliva encer.
7.  Tareks 2
10 mL buffer pH 7 + 5 mL pati
1 % + 2 mL NaCl 0,1 M + 2
saliva encer.
 Tareks 3
10 mL buffer pH 9 + 5 mL pati
Larutan tidak berwarna
1 % + 2 mL NaCl 0,1 M + 2
saliva encer.

Test senyawa yang Tabung iod :


menghambur/menghancurkan aktivitas
bakteri ada amylase saliva
a) Larutan uji
2 mL saliva + 8 mL air
b) Pengujian
 Tareks 1
1 mL larutan uji + 5 tetes Berwarna bening
tolluen + dibiarkan 10 menit + 5
mL pati 1% + panaskan suhu
38oC selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
27

+dipanaskan).
 Tareks 2
1 mL larutan uji + 5 tetes Berwarna merah bata
kloroform + dibiarkan 10 menit
+ 5 mL pati 1% + panaskan
suhu 38oC selama 15 menit +
dibagi menjadi 2 bagian I (2
tetes iod) II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
 Tareks 3 Berwarna merah bata
1 mL larutan uji + 5 tetes HgCl2
+ dibiarkan 10 menit + 5 mL
pati 1% + panaskan suhu 38oC
selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
Berwarna merah bata
 Tareks 4
1 mL larutan uji + 5 tetes fenol
2 % + dibiarkan 10 menit + 5
mL pati 1% + panaskan suhu
38oC selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan). Berwarna merah bata
 Tareks 5
1 mL larutan uji + 5 tetes 0,4
mg NaF + dibiarkan 10 menit +
5 mL pati 1% + panaskan suhu
38oC selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
 Tareks 6
1 mL larutan uji + 5 tetes H 2O +
dibiarkan 10 menit + 5 mL pati
1% + panaskan suhu 38oC
selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).

B. Pembahasan
Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, dan
disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan
27

homeostasis dalam rongga mulut. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-
0,01 mm yang selanjutnya dapat melapisi seluruh bagian jaringan dalam
rongga mulut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 2). Kandungan saliva yaitu
terdiri atas 99,5% air berperan sebagai pelicin rongga mulut dan membasahi
makanan sewaktu dikunyah. Terdiri atas 99,24% air, 0,58 % ion Ca ++, Mg++,
Na+, K+, PO43-, CI-, HCO3-, SO42-. Zat zat organik seperti musin dan enzim yang
memecahkan pati yaitu amilase saliva (ptialin). pH saliva sedikit asam berkisar
6,0 sampai 7,0 (Rinidar dan Isa, 2017: 61). Pada percobaan kali ini dilakukan
beberapa percobaan :
1. Tes Musin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya musin dalam saliva.
Musin merupakan protein berbentuk lendir dan memiliki karakteristik untuk
membentuk, memproduksi, serta mengeluarkan gel yang berfungsi sebagai
pelumas untuk menghambat molekul asing yang masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pencernaan (Nonutu dkk., 2019: 241). Musin dapat melindungi
permukaan mukosa dari bahaya fisik, kimia, dan pengaruh biologis. Secara
paralel, ditunjukkan bahwa musin dalam saliva yang dapat melindungi email
gigi sehingga mampu mencegah karies gigi (Szkaradkiewicz-Karpińska1 dkk.,
2019: 244). Tes musin dilakukan dengan menambahkan empedu encer
menggunakan larutan asam asetat yang akan mengendapkan musin dalam
empedu (Wan dkk., 2020: 116).
Percobaan ini diawali dengan mereaksikan saliva encer (tidak
berwarna) dengan asam asetat (tidak berwarna) sehingga menghasilkan larutan
yang tidak berwarna. Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan
senyawa musin dalam saliva (Wan dkk., 2020: 116). Campuran asam asetat
dan saliva kemudian disaring yang berfungsi untuk memisahkan endapan dan
filtrat. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian untuk dilakukan
pengujian menggunakan pereaksi millon, pereaksi benedict, dan pereaksi
molisch. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang dilakukan maka
perlu digunakannya kontrol positif dalam percobaan yang berfungsi sebagai
27

pebanding antara keberhasilan dan kegagalan dalam percobaan yang telah


dilakukan (Petersen dkk., 2021: 369).
1. Uji Millon
Uji Millon merupakan salah satu metode uji kualitatif yang dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya protein yang mengandung tirosin dalam suatu
sampel. Prinsip pengujian Millon ini adalah dengan menghomogenkan 1-3 tetes
reagen Millon dengan tabung reaksi yang sudah diisi dengan larutan yang akan
diidentifikasi (Subroto dkk., 2020: 30). Tujuan uji Millon adalah untuk
mengetahui kandungan protein pada saliva. Uji millon dilakukan dengan
mereaksikan larutan uji dengan pereaksi Millon. Untuk mengetahui keberhasilan
dari percobaan yang dilakukan maka perlu digunakannya control positif dalam
percobaan yang berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dalam percobaan
(Petersen dkk., 2021: 369). Hasil yang diperoleh adalah terbentuknya larutan
berwarna merah. Hal ini telah sesuai dengan teori Bintang (2010: 100-101), yang
menyatakan bahwa pereaksi millon adalah campuran larutan raksa dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi millon ditambahakan ke dalam larutan protein akan
dihasilkan uji positif berupa larutan yang berwarna merah. Berdaarkan hasil yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa saliva mengandung protein yang mengandung
tirosin karena memberikan hasil positif (larutan merah). Adapun reaksi yang
terjadi:

2. Uji Benedict
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui kandungan gula pereaksi pada saliva.
Uji benedict dilakukan dengan mereaksikan larutan uji dengan pereaksi benedict
(Cu2+). Campuran dipanaskan sampai suhunya mencapai 380C dengan tujuan unuk
27

mempercepat terjadinya reaksi. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan


yang dilakukan maka perlu digunakannya kontrol positif dalam percobaan yang
berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dan kegagalan dalam percobaan
yang telah dilakukan (Petersen dkk., 2021: 369). Hasil yang diperoleh adalah
larutan berwarna biru. Hal ini menandakan bahwa pada saliva tidak mengandung
gula pereduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori Bintang (2010: 88), yang
menyatakan uji benedict yang berisi larutan alkali dari tembaga akan direduksi
oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas dengan membentuk
Cu2O yang merupakan endapan merah bata. Ketidaksesuaian antara hasil
percobaan dan teori yang ada disebabkan karena reagen benedict yang digunakan
sudah terlalu lama dan juga proses pemanasan yang tidak maksimal. Adapun
reaksi yang harusnya terjadi adalah:

(Bintang, 2010: 88).


3. Uji Molisch
Uji molisch bertujuan untuk mengetahui adanya karbohidrat pada saliva.
Uji molisch dilakukan dengan mereaksikan larutan uji dengan pereaksi molisch.
Campuran kemudian ditambahkan dengan larutan H2SO4 dengan tujuan untuk
mempercepat terjadinya reaksi. Selain itu, H 2SO4 berfungsi juga untuk
menghidrolisis glukosa (heksosa) → hidroksimetil fufural atau arabinosa
(pentosa) → furufural. Hasil yang diperoleh adalah terbentuk endapan putih.
Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang dilakukan maka perlu
digunakannya kontrol positif dalam percobaan yang berfungsi sebagai
pembanding antara keberhasilan dalam percobaan (Petersen dkk., 2021: 369).
Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori Bintang (2010: 87), yang
menyatakan bahwa pereaksi molisch terdiri dari larutan α-naftol dalam pelarut
alkohol. Jika pereaksi ini ditambahkan pada larutan glukosa, kemudian
ditambahkan H2SO4 pekat maka akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas
kedua lapisan itu terbentuk cincin berwarna ungu akibat terjadi reaksi kondensasi
27

antara α-naftol dan furfural. Ketidaksesuaian yang diperoleh dikarenakan pada


percobaan ini tidak ditambahkan H2SO4 pekat untuk membentuk furfural. Adapun
reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah:

2. Tes Tiosianat
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion tiosianat (SCN-)
yang terdapat pada saliva. Saliva mengandung ion tiosianat dalam jumlah yang
sangat kecil. Ion tiosianat merupakan hasil reaksi antara sianida sebagai hasil
pemecahan protein dengan senyawa belerang dalam hati. Ion tiosianat terbentuk
karena adanya perubahan yang terjadi pada proses penghilangan sifat racun
sianida oleh senyawa belerang yang terdapat dalam hati (Tim Dosen Biokimia,
2019: 6). Pada percobaan ini, saliva encer direaksikan dengan FeCl 2 dan HCl. HCl
berfungsi sebagai katalis, sedangkan FeCl2 berfungsi sebagai penyedia ion Fe2+
yang akan berikatan dengan tiosianat (SCN-) membentuk kompleks [Fe(SCN)2].
Kompleks [Fe(SCN)2] yang terbentuk direaksikan dengan HCl pekat
menghasilkan larutan keruh. Kemudian direaksikan dengan HgCl2 1% yang
berfungsi untuk membentuk [Hg(SCN)2] yang menghasilkan endapan putih atau
menghasilkan larutan berwarna putih, sehingga mudah untuk mengidentifikasi
adanya SCN- dalam saliva. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang
dilakukan maka perlu digunakannya control positif dalam percobaan yang
berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dalam percobaan (Petersen dkk.,
27

2021: 369). Hasil akhir yang diperoleh adalah berupa larutan yang tidak berwarna.
Dimana hal ini menandakan bahwa saliva tidak terdapat ion tiosianat. Hal ini
menyimpang dari teori yang ada yang menyatakan bahwa uji positif yang akan
diperoleh jika mengidentifikasi ion tiosianat dalam saliva adalah terdapatnya
warna merah yang menandakan bahwa terdapat ion tiosianat yang membentuk
kompleks [Fe(SCN)]2+ berdasarkan reaksi:
FeCl2(aq) + 2SCN-(aq) [Fe(SCN)2] + 2 Cl-
(besi (II) klorida) (tiosianat) (besi (II) tiosianat) (klorida)
(Nora dkk., 2017: 17).
3. Tes Penyusun Senyawa Anorganik Pada Saliva
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa-senyawa
anorganik pada saliva. Ion-ion yang akan diuji adalah Cl-. PO43-, SO42-, dan Ca2+.
Uji ini dilakukan dengan cara mereaksikan saliva encer dengan asam asetat.
Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan senyawa musin dalam
saliva (Wan dkk., 202: 116). Campuran kemudian dipanaskan dengan tujuan
untuk mempercepat terjadinya reaksi. Larutan yang diperoleh adalah larutan keruh
dan terdapat endapan sehingga dilakukan penyaringan, ang berfungsi untuk
memisahkan endapan dan filtrat. Filtrat yang dihasilkan digunakan untuk uji
senyawa anorganik. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang
dilakukan maka perlu digunakannya control positif dalam percobaan yang
berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dalam percobaan (Petersen dkk.,
2021: 369).
a. Ion Cl-
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion Cl- pada saliva.
Pengujian ini dilakukan dengan mereaksikan filtrat dengan HNO3 encer. HNO3
berfungsi sebagai katalis dan memberikan suasana asam, larutan yang dihasilkan
adalah tidak berwarna. Larutan yang tidak berwarna kemudian direaksikan dengan
AgNO3 yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya ion Cl- yang ditandai
dengan terbentuknya endapan putih (AgCl). Uji positif perobaan yaitu terdapat
endapan putih yang menandakn bahwa telah sesuai dengan teori yang mengatakan
27

bahwa dengan adanya ion Cl- yang direaksikan dengan AgNO3 akan
menghasilkan AgCl berupa endapan putih. Adapun reaksinya:
AgNO3(aq) + Cl- AgCl(s)↓ + NO3-
(perak nitrat) (klorida) (perak klorida) (nitrat)
(Endapan putih)
(Svehla, 1979:
346).
Hasil yang diperoleh adalah terdapat endapan putih. Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya ion Cl- yang direaksikan
dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan putih AgCl (Svehla, 1979: 346).
Pernyataan ini didukung pula oleh teori Rukmo (2017: 27), yang menyebutkan
bawah di dalam saliva terkandung ion-ion anorganik seperti Cl-.
b. Ion PO43-
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion PO 43- pada saliva.
Identifikasi iom fosfat dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam nitrat
dan pereaksi ammonium molibdat (Purbaya dan Suwardin, 2017: 110). HNO3
berfungsi sebagai katalis dan pemberi suasana asam. Campuran kemudian
ditambahkan dengan amonium molibdat, fungsi amonium molibdat berfungsi
sebagai reagen yang akan menghasilkan endapan amonium fosfomolibdat yang
kuning kristal apabila direaksikan dengan fosfat. Uji positif ketika suatu senyawa
diketahui mengandung fosfat adalah terbentuknya endapan kuning sesuai reaksi:

PO43- + 3NH4+ + 12MoO42- + 23H+ → (NH4)3[P(Mo3O10)4]↓ + 12H2O


(fosfat) (Ammonia) (molibdat) (hidrogen) (ammonium molibdat) (air)
(kuning)
(Svehla, 1985: 379).
Hasil yang diperoleh yaitu larutan keruh yang menandakan bahwa sampel saliva
yang digunakan tidak mengandung fosfat. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
dijelaskan sebelumnya bahwa ketika suatu senyawa mengandung ion fosfat dan
direaksikan dengan ammonium molibdat akan membentuk endapan kuning. Hasil
yang diperoleh meyimpang dari teori Rukmo (2017: 27), yang menyebutkan
27

bawah di dalam saliva terkandung ion-ion anorganik seperti PO43-. Penyimpangan


ini dapat terjadi karena sampel saliva yang digunakan tidak terlalu murni dan juga
karena tidak dilakukannya pemanasan yang dapat mempercepat terjadinya reaksi.
c. Ion SO42-
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion SO 42- pada saliva.
Pengujian dilakukan dengan mereaksikan saliva (filtrat) dengan HNO 3 dan BaCl2.
BaCl2 berfungsi untuk meningkatkan ion SO42- sehingga membentuk endapan
barium sulfat (BaSO4) yang berwarna putih. Uji positifnya adalah terbentuk
endapan putih dari larutan asam nitrat (HNO3) dan barium klorida (BaCl2) yang
bereaksi membentuk endapan putih BaSO4 (Purbaya dan Suwardin, 2017: 111).
Adapun reaksi yang terjadi:
−¿¿
2−¿+ BaCl2 HCl BaSO4 ↓ +2Cl ¿
SO 4 →

(sulfat) (barium klorida) (barium sulfat)


(klorida)
(Endapan putih)
SO42- + Ba2+ BaSO4↓
(sulfat) (barium) (barium sulfat)
(Svehla, 1985: 369).
Hasil yang diperoleh adalah terdapat endapan putih. Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya ion SO 42- yang
direaksikan dengan asam nitrat (HNO3) dan barium klorida (BaCl2) akan
menghasilkan endapan putih AgCl (Svehla, 1979: 346). Pernyataan ini didukung
pula oleh teori Rukmo (2017: 27), yang menyebutkan bawah di dalam saliva
terkandung ion-ion anorganik seperti SO42-.
d. Ion Ca2+
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion Ca 2+ pada saliva.
(NH4)2C2O4 berfungsi untuk mengikat Ca2+ atau sebagai penyedia gugus
oksalat (C2O4) yang akan berikatan dengan ion Ca2+ membentuk endapan
putih kalsium oksalat (CaC2O4). Adapun reaksi yang terjadi:
Ca2+ + (COO)22- Ca(COO)2↓
(kalsium) (oksalat) (kalsium oksalat)
27

Ca2+ + (NH4)2C2O4 CaC2O4↓ + 2NH4+


(kalsium) (ammonium oksalat) (kalsium oksalat) (ammonium)
(Endapan putih)
(Svehla, 1985: 302).
Hasil yang diperoleh adalah terdapat endapan putih sehingga hal ini telah sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa identifikasi iom sulfat dapat dilakukan
dengan menggunakan pereaksi asam nitrat (HNO3) dan barium klorida (BaCl2)
membentuk endapan putih (Purbaya dan Suwardin, 2017: 111). Pernyataan ini
didukung pula oleh teori Rukmo (2017: 27), yang menyebutkan bawah di dalam
urine terkandung garam-garam anorganik yang berupa kation seperti Ca2+.

4. Tes Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim Ptialin


Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
temperatur terhadap aktivitas enzim amilase (ptyalin). Amilase adalah enzim yang
mempunyai kemampuan memecah ikatan glukosida pada polimer. Suhu adalah
faktor yang memberikan dampak besar pada aktivitas enzim amilase. Umumnya
suatu enzim tidak memiliki aktivitas optimal pada suhu yang sangat rendah. Hal
tersebut dikarenakan reaksi yang melibatkan enzim memerlukan suatu pemanasan
terkontrol yang akan menyediakan energi aktivasi yang cukup untuk memulai
reaksi. Kenaikan suhu pada reaksi enzimatik akan meningkatkan energi kinetik
molekul yang bereaksi sehingga mempercepat tumbukan antar molekul. Namun,
suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan protein pada enzim terdenaturasi dan
kehilangan aktivitasnya. Pada suhu optimum enzim, tumbukan antar molekul
terjadi sangat efektif namun tanpa terjadinya denaturasi protein Enzim ptialin
memiliki suhu optimum 30o-50oC (Nangini dan Sutrisno, 2015: 1034, 1036).
Percobaan ini diakukan dengan mereaksikan larutan pati dan saliva encer.
Dimana diberikan perlakuan yang berbeda, pada campuran ke-1 (saliva dan pati)
didiamkan pada suhu kamar, campuran ke-2 dipanaskan sampai suhu 38 oC dan
campuran ke-3 adalah campuran saliva dan pati, dimana saliva encer sudah
dipanaskan. Masing-masing campuran ditambahkan iod, dan menghasilkan
perubahan yang berbeda. Larutan iod (I2) dalam percobaan ini sebagai indikator
27

yang menentukan aktivitas enzim ptialin pada suhu yang sesuai, yang ditandai
dengan hilangnya warna iod (kekuningan) yang menandakan bahwa aktivitas
enzim dalam menghidrolisis pati. Indikator adanya enzim amilase yang dihasilkan
oleh isolat yang diuji dapat digunakan pereaksi iod. Adanya zona bening pada
media uji mengindikasikan adanya enzim amylase (ptyalin) yang diproduksi oleh
isolat uji, sehingga amilum yang terkandung dalam media sampel sudah
terhidrolisis secara maksimum (Soeka, 2016: 190).
Campuran ke-1 (suhu kamar) menghasilkan larutan tidak berwarna,
campuran ke-2 (dipanaskan 38oC) menghasilkan larutan tidak berwarna, dan
campuran ke-3 (pati dan saliva encer yang dipanaskan) menghasilkan larutan yang
tidak berwarna. Berdasarkan ketiga hasil percobaan diperoleh bahwa larutan uji
mengandung pati yang telah terhidrolisis sempurna yang ditandai dengan
hilangnya warna biru pada iod menjadi larutan yang tidak berwarna sesuai dengan
teori yang telah dijelaskan sebelumnya.
Apabila suhunya dinaikkan secara terus menerus, hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya jumlah enzim yang aktif. Hal ini dikarenakan enzim
mengalami denaturasi atau rusak. Pada suhu optimum, maka kecepatan reaksi
enzimatik mencapai akan berada pada puncaknya, dan 37°C merupakan suhu
optimum enzim dalam tubuh manusia. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif
pada pemanasan sampai ± 60°C, karena terjadinya proses denaturasi protein di
dalam enzim (Damira dkk., 2021: 117-118).
5. Tes Estimasi Ptialin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan enzim
untuk menghidrolisis pati. Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan pati
dengan NaCl pada suhu 38oC. Fungsi NaCl adalah sebagai inhibitor kompetitif.
Hal ini dikarenakan NaCl mengandung ion logam Na + yang dapat berperan
sebagai inhibitor kompetitif pada enzim sehingga dapat menurunkan aktivtas
enzim. . Ion-ion logam seperti Fe3+, Na+ dan Ba2+ dapat menurunkan aktivitas
enzim dengan mendenaturasi suatu protein dalam enzim (Khairunnisa dkk., 2021:
44). Dilakukan pada suhu 38oC, karena suhu 30-50oC merupakan suhu kerja
enzim ptialin yang optimum (Nangini dan Sutrisno, 2015: 1036). Larutan
27

kemudian ditambahkan dengan iod yang berperan sebagai indikator. Hal ini
menandakan bahwa enzim ptialin pada suhu 38oC dapat menghidrolisis pati yang
ditandai dengan perubahan warna dari kuning (larutan iod + air) menjadi tidak
berwarna. Adanya zona tidak berwarna pada media uji mengindikasikan adanya
enzim amylase (ptyalin) yang diproduksi oleh isolat uji, sehingga amilum yang
terkandung dalam media sampel sudah terhidrolisis (Soeka, 2016: 190).
Larutan uji yang telah dibuat (pati dan NaCl) kemudian ditambahkan ke
dalam tabung yang telah berisi larutan iod, aquades dan saliva encer. Penambahan
dilakukan setiap selang waktu 30 detik dengan tujuan untuk memperoleh
perbandingan suhu yang paling akurat. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh
bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka akan semakin maksimal proses
hidrolisis pati yang ditandai dengan larutan menjadi lebih jernih. Hal ini telah
sesuai dengan taori (Soeka, 2016: 190), yang menyatakan bahwa dengan adanya
zona bening pada media uji mengindikasikan adanya enzim amylase (ptyalin)
yang diproduksi oleh isolat uji, sehingga amilum yang terkandung dalam media
sampel sudah terhidrolisis secara maksimum. Sehingga dapat diperoleh waktu
yang dibutuhkan untuk menghidrolisis pati adalah selama 30-240 detik.
6. Tes Penentuan Ph Yang Cocok Untuk Saliva
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pH yang cocok atau pH yang
optimum untuk kerja saliva. pH yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pH =
4, , pH = 7 dan pH = 9. Larutan-larutan buffer direaksikan dengan pati, NaCl dan
saliva. Fungsi NaCl adalah sebagai inhibitor kompetitif. Hal ini dikarenakan NaCl
mengandung ion logam Na yang dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif pada
enzim sehingga dapat menurunkan aktivtas enzim. Ion-ion logam seperti Fe3+, Na+
dan Ba2+ dapat menurunkan aktivitas enzim dengan mendenaturasi suatu protein
dalam enzim (Khairunnisa dkk., 2021: 44). Larutan dipanaskan pada suhu 38oC
yang merupakan suhu optimum enzim amilase. Salah satu fungsi saliva yaitu
kemampuan buffer dimana kemampuan ini dapat menahan turunnya pH atau
meningkatkan asam mulut (Wirawan, 2017: 28-29).
Hasil percobaan yang diperoleh, setelah campuran larutan buffer yang
telah dipanaskan, direaksikan dengan I2 maka larutan buffer pH = 4 menghasilkan
27

larutan tidak berwarna, pH = 7 menghasilkan larutan tidak berwarna, dan pH = 9


menghasilkan larutan tidak berwana. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa pH yang cocok untuk saliva adalah pH asam yang ditandai
dengan hilangnya warna iod saat ditetesi ke dalam campuran pati dan saliva. Hal
ini sesuai teori yang menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) saliva adalah
bersifat asam dengan skala keasaman 6-7 (Pratiwi dkk., 2019: 93).
7. Efek Senyawa Yang Menghambat/ Menghancurkan Aktivitas Ptialin Pada
Amilase Saliva
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap beberapa
senyawa yang menghambat aktivitas bakteri amilase pada saliva. Percobaan
dilakukan dengan menambahkan saliva ke dalam toluena, fenol, HgCl2 dan
aquades, yang kemudian ditambahkan pati dan dipanaskan hingga suhu 38 oC.
Suhu 38oC dikarenakan suhu tersebut merupakan kisaran pada suhu optimum
kerja enzim ptyalin (Nangini dan Sutrisno, 2015: 1034, 1036). Selanjutnya
dilakukan pengujian menggunakan larutan iod dan pereaksi benedict yang
bertujuan untuk mengetahui gula pereduksi atau gula non pereduksi.
Hasil yang diperoleh yaitu pada saat penambahan toluena (larutan bening),
penambahan fenol (larutan biru), penambahan HgCl2 (larutan keruh), penambahan
aquades (larutan biru muda), penambahan saliva encer (larutan biru muda) saat
penambahan atau pengujian menggunakan larutan iod. Hal ini menandakan bahwa
aquades, fenol dan saliva encer berlebih dapat menghambat aktivitas ptialin pada
amilase saliva yang ditandai dengan tidak menghilangnya warna biru saat
penambahan iod. Hal ini menandakan bahwa larutan yang mengandung beberapa
senyawa yang penghambat aktivitas bakteri seperti: alkaloid, fenol, flavonoid, dan
asam organik yang bersifat antibakteri dapat mengurangi infeksi bermanfaat bagi
kesehatan dan kebersihan rongga mulut (Chen dkk., 2020: 15).
Sedangkan hasil yang diperoleh dengan pengujian benedict yaitu toluena
(larutan merah bata), fenol (larutan berwarna merah bata), HgCl 2 (larutan merah
bata, kloroform (larutan merah bata). Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa efek senyawa penghambat kerja ptialin pada amilase dapat
dihilangkan dengan cara pemanasan ditandai dengan perubahan warna biru muda
27

(warna benedict) menjadi merah bata. Hasil ini telah sesuai dengan teori yang
menyatakan uji benedict yang berisi larutan alkali dari tembaga akan direduksi
oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas dengan membentuk
Cu2O yang merupakan endapan merah bata (Bintang, 2010: 88).
Bakteri dalam saliva di rongga mulut dihasilkan dari sisa-sisa metabolism
dan pengolahan makanan dalam mulut yang disekresi oleh gigi, lidah dan kelenjar
ludah (saliva). Bakteri dapat dicegah kinerjanya dengan menggunakan senyawa-
senyawa yang bersifat antibaktersi seperti fluor (Shabrina dkk., 2020: 100-101).
Selain itu juga terdapat beberapa senyawa yang dapat menghambat aktivitas
bakteri seperti: alkaloid, fenol, flavonoid, dan asam organik yang bersifat
antibakteri, mengurangi infeksi dan sebagai senyawa anti-karies yang bermanfaat
bagi kesehatan dan kebersihan rongga mulut (Chen dkk., 2020: 15).
Fluor yang merupakan unsur kimia dalam tabel perodik dengan nomor
atom 9 dan termasuk golongan halogen ini mempunyai sifat non logam
elektronegatif dan sangat reaktif. Sehingga unsur fluor tersebut sering bereaksi
dengan unsur yang lain untuk membentuk senyawa stabil salah satunya natrium
yang bersifat elektropositif. Fluor yang juga bereaksi dengan asam akan
membentuk hidrogen fluorida yang kemudian berdifusi ke dalam sel sehingga
menghambat aktivitas penting enzim bakteri.
Ca10(PO4)6(F2) + H10Ca2+ + 6PO43- + 2HF
(Nasution, 2016: 30).
Selain fluor senyawa yang dapat menghambat kinerja bakteri dalam saliva
adalah fenol. Gugus hidroksil senyawa fenol (OH) berpengaruh terhadap aktivitas
antibakteri dalam menghambat bakteri. Komponen senyawa fenol tanpa gugus
hidroksil memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi karena dapat
meningkatkan kemampuannya dalam mengikat membran lipid. Tingkatan dan
banyaknya gugus fungsi hidroksil (OH) pada golongan fenol berhubungan dengan
tingkat toksisitasnya terhadap mikroorganisme, semakin meningkatnya proses
hidroksilasi maka tingkat toksisitanya juga semakin meningkat. Semakin tinggi
senyawa fenol teroksidasi maka penghambatan pertumbuhan mikroorganisme
akan semakin kuat. Mekanisme toksisitas fenol terhadap mikroorganisme adalah
27

melalui proses penghambatan enzim oleh senyawa yang teroksidasi, adanya reaksi
dengan gugus sulfihidril atau adanya interaksi yang tidak spesifik terhadap
protein. Selain itu, senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui
proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hydrogen (Hidayahdkk., 2017: 50).
27

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Saliva mengandung musin yang merupakan glikoprotein (karbohidrat dan
protein) yang ditandai dengan terbentuknya cincin ungu pada uji
mollisch, terbentuknya endapan merah bata pada uji benedict, dan
terbentuk endapan putih pada uji millon.
b. Pada pengujian tiosianat diperoleh bahwa tidak ada kandungan tiosianat
dalam saliva yang ditandai dengan terbentuknya endapan kuning.
c. Saliva mengandung senyawa organik berupa ion Cl - dengan terbentuknya
endpan putih (AgCl), ion PO43- dengan terbentuknya larutan kuning
((NH4)3Mo3O10)4), ion SO4+ tidak terbentuknya endapan putih (BaSO4),
serta ion Ca2+ tidak terbentuknya endapan putih (Ca2C2O4).
d. Aktivitas ptalin bekerja secara optimum pada suhu 38°C.
e. NaCl akan menghambat pemecahan pati meskipun dirempatkan pada
suhu optimum enzim ptyalin (suhu 38°C) pada test estimasi ptialin.
f. Saliva mengandung enzim amilase yang bekerja optimum pada pH 7.
g. Fenol dan HgCl2 merupakan senyawa yang menghambat aktivitas enzim
amylase karena bersifat asam.
27

B. Saran
Saran untuk praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dalam setiap
penambahan reagen agar tidak tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
praktikum. Kemudian untuk asisten, agar lebih memperhatikan praktikan lagi
praktikan pada saat proses praktikum berlangsung. Terakhir, untuk laboran
agar lebih memperhatikan reagen yang akan digunakan dalam percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, G., Nuraini, H., & Sekarini, W. A. (2019). Pengaruh Material Konservasi
Kolostrum terhadap Pelepasan Ion Ni. Jurnal teknosains, 12-20.

Anjali, Sadaf, A., & Khare. (2022). Evaluation of trans-cinnamaldehyde as an


anti-hyperglycemic compound. Indian Journal of Biochemistry &
Biophysics, 59, 183-188.

Bohara, M., Ghaju, S., Sharma, K., Kalauni, S. K., & Khadayat, K. (2022). In
Vitro and In Silico Analysis of Bergenia ciliata and Mimosa. Journal of
Chemistry, 1-10.

Kidd, E., & Joyston, B. S. (1991). Dasar-dasar Karies Penyakit dan


Penanggulangannya. Jakarta: IOP Pubhlishing Ltd.

Ningsih, J. R. (2018). Ilmu Dasar Kedokteran Gigi. Surakarta: Muhammadiyah


University Press.

Nugroho, S. A., Wardana, R., Fatimah, T., Mastuti, L., & Novenda, I. L. (2022).
Hidrolisis Lemak oleh Enzim Lipase pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha
curcas). Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi, 81-89.

Ping, M. F., Sianturi, S., & Anasis, a. M. (2022). Ilmu Biomedik Dasar Untuk
Mahasiswa Kesehatan. Jawa Tengah: PT. Nasya Expanding Management.
27

Rachmawati, D., Iriyanti, A. N., & Alzelia, Z. (2020). Pengaruh Perendaman


Ekstrak Kulit Semangka (Citrullus Lanatus) Terhadap Kadar Kalsium Dan
Fosfor Gigi Desidui. E-Prodenta Journal of Dentistry, 277-283.

Rahayu, Y. C., & Atik, K. (2018). Cairan Rongga Mulut. Yogyakarta: Pustaka
Panasea.

Rahmawati, A., Tofrizal, Yenita, & Nurhajjah, S. (2018). Gambaran Sitologi


Eksfoliatif Pada Apusan Mukosa Mulut Murid SD Negeri 13 Sungai
Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2),
246-252.

Rinidar, & Isa. (2017). Biokimia Dasar Pencernaan dan Absorbsi Makanan.
Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.

Sharmaa, S., Katoch, V., Kumar, S., & Chatterjee, S. (2021). Functional
relationship of vegetable colors and bioactive compounds: Implications in
human health. Journal of Nutritional Biochemistry, 1-26.

Sumardjo, D. (2006). Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Svehla. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakartaa: PT. Kalman Media Pusaka

Tifanny, A. S., & Sri, W. (2020). Pengaruh Pengolesan Bahan Remineralisasi


Ftcp (Clinpro®) Terhadap PH Saliva. Jurnal Kesehatan Gigi dan Mulut,
13-18.

Anda mungkin juga menyukai