BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rongga mulut manusia sangat berperan penting dalam proses pencernaan
makanan. Pencernaan makanan dalam mulut tentu saja tidak terjadi tanpa
adanya bantuan zat lain yang dapat mencerna makanan secara mekanis dan
kimiawi. Gigi berperan dalam proses pencernaan makanan secara mekanis
tapi tentu saja makanan tidak akan dapat ditelan apabila tidak terdapat zat
penlicin dalam rongga mulut yang dapat memberikan kemudahan dalam
proses penelanan.
Saliva adalah suatu cairan tidak bewarna yang memiliki konsistensi
seperti lendir dan merupakan hasil sekresi kelenjar yang membasahi gigi serta
mukosa rongga mulut yang berfungsi untuk melindungi gigi dan mulut,
membantu menelan, berbicara, dan awal proses pencernaan. Laju aliran saliva
di dalam rongga mulut pada umumnya pada individu sering berubah-ubah,
karena dipengaruhi oleh adanya rangsangan. Dalam saliva terkandung
senyawa-senyawa berupa musin, tiosianat, dan senyawa anorganik.
Secara mekanis saliva berperan mencampur saliva dengan makanan agar
menjadi lunak yang disebut bolus sehingga mudah untuk ditelan. Kemudian
saliva juga memiliki pengaruh antara temperature dan aktivitas ptyalin saliva.
Derajat keasaman pH saliva juga sangat bervariasi pada setiap orang.
Perubahan pH saliva dalam keadaan rendah dapat mengakibatkan rongga
mulut menjadi asam.
Dalam saliva pula terdapat senyawa yang menghambat aktivitas bakteri
pada amilase saliva. Adapun senyawa-senyawa yang dapat menghambat
aktivitas enzim amylase adalah Fenol dan HgCl 2. Hal ini dikarenakan
senyawa-senyawa tersebut bersifat asam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Saliva
Rongga mulut mengandung saliva yang disekresi oleh 3 pasang kelenjar
ludah, yaitu kelenjar parotis, submaksilaris, dan sublingualis. Sekitar 99,3%
saliva adalah air dan 0,7% zat padat, yang berupa zat organik dan juga zat
anorganik (Sumardjo, 2006 :20). Saliva adalah suatu cairan mulut yang
kompleks, tidak berwarna, dan disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan
minor untuk mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut. Saliva
terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang selanjutnya dapat melapisi
seluruh bagian jaringan dalam rongga mulut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 2).
Menurut (Kidd dan Bechal, 1991 :66) Saliva adalah suatu cairan oral yang
kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil
yang ada pada mukosa oral.
B. Letak Saliva
Menurut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 16), saliva dihasilkan oleh
kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor serta beberapa
kelenjar saliva minor. Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari
rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga
mulut. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis yang terletak dibagian
bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis yang
terletak dibagian bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis yang
terletak dibawah lidah. Cap saicinoid, glikosida, dan capsanthin adalah
senyawa bioaktif utama yang ada dalam cabai yang bermanfaat untuk
kesehatan usus dan stimulasi pencernaan. Senyawa ini meningkatkan aktivitas
enzim pencernaan dengan meningkatkan sekresi saliva, aktivitas amilase
saliva, sekresi empedu,dan konsentrasi asam empedu (Sharma dkk, 2021:11).
C. Kandungan dan Manfaat Saliva
Kandungan saliva yaitu terdiri atas 99,5% air berperan sebagai pelicin
rongga mulut dan membasahi makanan sewaktu dikunyah. Terdiri atas 99,24%
air, 0,58 % ion Ca++, Mg++, Na+, K+, PO43-, CI-, HCO3-, SO42-. Zat zat organik
27
seperti musin dan enzim yang memecahkan pati yaitu amilase saliva (ptialin).
pH saliva sedikit asam berkisar 6,0 sampai 7,0 (Rinidar dan Isa, 2017: 61).
Saliva memiliki beberapa manfaat penting yaitu; (1) Melicinkan dan
membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan
makanan. (2) Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah
cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, (3) Membersihkan
rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman (4) Mempunyai aktivitas
antibacterial dan sistem buffer, (5) Membantu proses pencernaan makanan
melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, (6)
Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat
faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva dan (7)
Menghindari dehidrasi. serta (8) Membantu dalam berbicara (pelumasan pada
pipi dan lidah) (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 32).
Walaupun saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, dan
diperlukan bagi pengoptimalan fungsi alat pengecap, perannya yang paling
penting adalah untuk mempertahankan integritas gigi,lidah, dan membrana
mukosa daerah oral dan orofaring. Cara perlindungan yang dilakukan saliva
bisa berupa : membentuk lapisan mukus pelindung pada membrana mukosa
yang akan bertindak sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah ke
keringan. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris sel,dan bakteri
yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak. Mengatur pH rongga
mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan protein amfoter. Membantu
menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kan dungan kalsium dan
fosfatnya (Kidd dan Bechal, 1991 :67).
D. Mekanisme Kerja Saliva
Secara mekanis saliva berperan mencampur saliva dengan makanan agar
menjadi lunak yang disebut bolus sehingga mudah untuk ditelan. Sedangkan
secara kimiawi berfungsi dalam melarutkan makanan yang kering misalnya
dalam bentuk butiran gula atau garam yang akan larut dengan adanya peranan
saliva (Ping dkk, 2022 : 380). Kelenjar saliva merupakan kelenjar eksokrin
yang berperan penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. Saliva
27
sebagian besar terdiri atas air yakni sekitar 99% dari total volume. 1%
komponen sisanya terdiri atas elemen lain yang memiliki peranan penting
seperti agen bakteriosid dan faktor pertumbuhan (Ningsih, 2018 : 121).
E. Identifikasi Komponen Saliva
1. Musin
Air liur juga mengandung musin yang berfungsi sebagai pelumas
dan memfasilitasi dalam proses menelan serta melindungi permukaan
bukal. Sedangkan kelenjar parotis mengeluarkan saliva yang mengandung
enzim, kelenjar submandibula dan sublingual mengeluarkan kombinasi
jenis serous dan lendir air liur. Untuk melindungi rongga mulut ada
kelenjar bukal yang menghasilkan lender (Rinidar dan Isa, 2017: 62).
2. Ion Tiosianat
Saliva juga merupakan pembawa untuk eksresi obat-obat tertentu
seperti alkohol dan morfin dan ion-ion anorganik seperti K+. Ca++, HCO3-,
tiosianat (SCN-) dan Yodium (Rinidar dan Isa, 2017: 61). Kelenjar liur
berfungsi sebagai bakteriostatik melalui enzim lisozim berguna untuk
menghidrolisis dinding sel bakteri sehingga mudah dihancurkan oleh ion-
ion tiosianat dalam kelenjar liur (Rahmawati dkk, 2018: 250). Saliva encer
direaksikan dengan FeCl2 dan HCl. Adapun reaksinya:
FeCl2(aq) + 2SCN-(aq) [Fe(SCN)2] + 2 Cl-
(Svehla, 1979: 334).
3. Senyawa Anorganik
1). Ion Cl-
Saliva mengandung elektrolit seperti ion H+ dan Clsehingga
menyebabkan reaksi elektro kimia (Aditya dkk, 2019 : 17). Adanya ion
Cl- yang direaksikan dengan AgNO3 akan menghasilkan AgCl berupa
endapan putih. Adapun reaksinya:
AgNO3(aq) + Cl- AgCl(s)↓ + NO3-
(Endapan putih)
(Svehla, 1979: 346).
2). Ion PO43-
27
BAB III
METODE PRAKTIKUM
B. Prosedur Kerja
Percobaan Saliva terdiri dari tujuh pengujian yaitu:
1. Test musin
Larutan uji dibuat dengan cara 4 mL saliva dimasukkan kedalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes CH3COOH 0,1 M, dan endapan disaring.
Kemudian pembuatan kontrol positif dengan 5 mL H 2O dimasukkan kedalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes CH3COOH 0,1 M, dan endapan
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO Percobaan Hasil
.
1. Test Musin
a) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Endapan putih
tetes mollisch
b) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Larutan berwarna biru
tetes benedict.
c) Saliva + 5 tetes CH3COOH + 2 Larutan berwarna merah
tetes 2 tetes millon
2.
Test Tiosianat
Larutan uji
Larutan keruh
5 mL Saliva + 5 tetes FeCl 3 0,1
M + 1 tetes HCl pekat + 5 tetes
HgCl 1%
Kontrol Positif Larutan tidak berwarna
5 mL Aquades + 5 tetes FeCl3
0,1 M + 1 tetes HCl pekat + 5
tetes HgCl 1%
3.
Test Penyusun Senyawa Anorganik
pada Saliva Larutan keruh
a) Larutan / campuran
2 mL saliva + beberapa tetes asam
asetat 2 N + panaskan + saring
b) Pengujian Endapan putih
Uji klorida
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2
tetes AgNO3 Larutan keruh
Uji fosfat
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2 Endapan putih
tetes Ammonium molibdat
Uji sulfat
2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2 Endapan putih
tetes BaCl2
Uji kalsium
4. 2 mL filtrat + 2 tetes HNO3 + 2
tetes NH4 Oksalat
+dipanaskan).
Tareks 2
1 mL larutan uji + 5 tetes Berwarna merah bata
kloroform + dibiarkan 10 menit
+ 5 mL pati 1% + panaskan
suhu 38oC selama 15 menit +
dibagi menjadi 2 bagian I (2
tetes iod) II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
Tareks 3 Berwarna merah bata
1 mL larutan uji + 5 tetes HgCl2
+ dibiarkan 10 menit + 5 mL
pati 1% + panaskan suhu 38oC
selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
Berwarna merah bata
Tareks 4
1 mL larutan uji + 5 tetes fenol
2 % + dibiarkan 10 menit + 5
mL pati 1% + panaskan suhu
38oC selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan). Berwarna merah bata
Tareks 5
1 mL larutan uji + 5 tetes 0,4
mg NaF + dibiarkan 10 menit +
5 mL pati 1% + panaskan suhu
38oC selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
Tareks 6
1 mL larutan uji + 5 tetes H 2O +
dibiarkan 10 menit + 5 mL pati
1% + panaskan suhu 38oC
selama 15 menit + dibagi
menjadi 2 bagian I (2 tetes iod)
II ( 2 tetes benedict
+dipanaskan).
B. Pembahasan
Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, dan
disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan
27
homeostasis dalam rongga mulut. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-
0,01 mm yang selanjutnya dapat melapisi seluruh bagian jaringan dalam
rongga mulut (Rahayu dan Kurniawati, 2018: 2). Kandungan saliva yaitu
terdiri atas 99,5% air berperan sebagai pelicin rongga mulut dan membasahi
makanan sewaktu dikunyah. Terdiri atas 99,24% air, 0,58 % ion Ca ++, Mg++,
Na+, K+, PO43-, CI-, HCO3-, SO42-. Zat zat organik seperti musin dan enzim yang
memecahkan pati yaitu amilase saliva (ptialin). pH saliva sedikit asam berkisar
6,0 sampai 7,0 (Rinidar dan Isa, 2017: 61). Pada percobaan kali ini dilakukan
beberapa percobaan :
1. Tes Musin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya musin dalam saliva.
Musin merupakan protein berbentuk lendir dan memiliki karakteristik untuk
membentuk, memproduksi, serta mengeluarkan gel yang berfungsi sebagai
pelumas untuk menghambat molekul asing yang masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pencernaan (Nonutu dkk., 2019: 241). Musin dapat melindungi
permukaan mukosa dari bahaya fisik, kimia, dan pengaruh biologis. Secara
paralel, ditunjukkan bahwa musin dalam saliva yang dapat melindungi email
gigi sehingga mampu mencegah karies gigi (Szkaradkiewicz-Karpińska1 dkk.,
2019: 244). Tes musin dilakukan dengan menambahkan empedu encer
menggunakan larutan asam asetat yang akan mengendapkan musin dalam
empedu (Wan dkk., 2020: 116).
Percobaan ini diawali dengan mereaksikan saliva encer (tidak
berwarna) dengan asam asetat (tidak berwarna) sehingga menghasilkan larutan
yang tidak berwarna. Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan
senyawa musin dalam saliva (Wan dkk., 2020: 116). Campuran asam asetat
dan saliva kemudian disaring yang berfungsi untuk memisahkan endapan dan
filtrat. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian untuk dilakukan
pengujian menggunakan pereaksi millon, pereaksi benedict, dan pereaksi
molisch. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang dilakukan maka
perlu digunakannya kontrol positif dalam percobaan yang berfungsi sebagai
27
2. Uji Benedict
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui kandungan gula pereaksi pada saliva.
Uji benedict dilakukan dengan mereaksikan larutan uji dengan pereaksi benedict
(Cu2+). Campuran dipanaskan sampai suhunya mencapai 380C dengan tujuan unuk
27
2. Tes Tiosianat
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion tiosianat (SCN-)
yang terdapat pada saliva. Saliva mengandung ion tiosianat dalam jumlah yang
sangat kecil. Ion tiosianat merupakan hasil reaksi antara sianida sebagai hasil
pemecahan protein dengan senyawa belerang dalam hati. Ion tiosianat terbentuk
karena adanya perubahan yang terjadi pada proses penghilangan sifat racun
sianida oleh senyawa belerang yang terdapat dalam hati (Tim Dosen Biokimia,
2019: 6). Pada percobaan ini, saliva encer direaksikan dengan FeCl 2 dan HCl. HCl
berfungsi sebagai katalis, sedangkan FeCl2 berfungsi sebagai penyedia ion Fe2+
yang akan berikatan dengan tiosianat (SCN-) membentuk kompleks [Fe(SCN)2].
Kompleks [Fe(SCN)2] yang terbentuk direaksikan dengan HCl pekat
menghasilkan larutan keruh. Kemudian direaksikan dengan HgCl2 1% yang
berfungsi untuk membentuk [Hg(SCN)2] yang menghasilkan endapan putih atau
menghasilkan larutan berwarna putih, sehingga mudah untuk mengidentifikasi
adanya SCN- dalam saliva. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang
dilakukan maka perlu digunakannya control positif dalam percobaan yang
berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dalam percobaan (Petersen dkk.,
27
2021: 369). Hasil akhir yang diperoleh adalah berupa larutan yang tidak berwarna.
Dimana hal ini menandakan bahwa saliva tidak terdapat ion tiosianat. Hal ini
menyimpang dari teori yang ada yang menyatakan bahwa uji positif yang akan
diperoleh jika mengidentifikasi ion tiosianat dalam saliva adalah terdapatnya
warna merah yang menandakan bahwa terdapat ion tiosianat yang membentuk
kompleks [Fe(SCN)]2+ berdasarkan reaksi:
FeCl2(aq) + 2SCN-(aq) [Fe(SCN)2] + 2 Cl-
(besi (II) klorida) (tiosianat) (besi (II) tiosianat) (klorida)
(Nora dkk., 2017: 17).
3. Tes Penyusun Senyawa Anorganik Pada Saliva
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa-senyawa
anorganik pada saliva. Ion-ion yang akan diuji adalah Cl-. PO43-, SO42-, dan Ca2+.
Uji ini dilakukan dengan cara mereaksikan saliva encer dengan asam asetat.
Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan senyawa musin dalam
saliva (Wan dkk., 202: 116). Campuran kemudian dipanaskan dengan tujuan
untuk mempercepat terjadinya reaksi. Larutan yang diperoleh adalah larutan keruh
dan terdapat endapan sehingga dilakukan penyaringan, ang berfungsi untuk
memisahkan endapan dan filtrat. Filtrat yang dihasilkan digunakan untuk uji
senyawa anorganik. Untuk mengetahui keberhasilan dari percobaan yang
dilakukan maka perlu digunakannya control positif dalam percobaan yang
berfungsi sebagai pebanding antara keberhasilan dalam percobaan (Petersen dkk.,
2021: 369).
a. Ion Cl-
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion Cl- pada saliva.
Pengujian ini dilakukan dengan mereaksikan filtrat dengan HNO3 encer. HNO3
berfungsi sebagai katalis dan memberikan suasana asam, larutan yang dihasilkan
adalah tidak berwarna. Larutan yang tidak berwarna kemudian direaksikan dengan
AgNO3 yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya ion Cl- yang ditandai
dengan terbentuknya endapan putih (AgCl). Uji positif perobaan yaitu terdapat
endapan putih yang menandakn bahwa telah sesuai dengan teori yang mengatakan
27
bahwa dengan adanya ion Cl- yang direaksikan dengan AgNO3 akan
menghasilkan AgCl berupa endapan putih. Adapun reaksinya:
AgNO3(aq) + Cl- AgCl(s)↓ + NO3-
(perak nitrat) (klorida) (perak klorida) (nitrat)
(Endapan putih)
(Svehla, 1979:
346).
Hasil yang diperoleh adalah terdapat endapan putih. Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya ion Cl- yang direaksikan
dengan AgNO3 akan menghasilkan endapan putih AgCl (Svehla, 1979: 346).
Pernyataan ini didukung pula oleh teori Rukmo (2017: 27), yang menyebutkan
bawah di dalam saliva terkandung ion-ion anorganik seperti Cl-.
b. Ion PO43-
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion PO 43- pada saliva.
Identifikasi iom fosfat dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam nitrat
dan pereaksi ammonium molibdat (Purbaya dan Suwardin, 2017: 110). HNO3
berfungsi sebagai katalis dan pemberi suasana asam. Campuran kemudian
ditambahkan dengan amonium molibdat, fungsi amonium molibdat berfungsi
sebagai reagen yang akan menghasilkan endapan amonium fosfomolibdat yang
kuning kristal apabila direaksikan dengan fosfat. Uji positif ketika suatu senyawa
diketahui mengandung fosfat adalah terbentuknya endapan kuning sesuai reaksi:
yang menentukan aktivitas enzim ptialin pada suhu yang sesuai, yang ditandai
dengan hilangnya warna iod (kekuningan) yang menandakan bahwa aktivitas
enzim dalam menghidrolisis pati. Indikator adanya enzim amilase yang dihasilkan
oleh isolat yang diuji dapat digunakan pereaksi iod. Adanya zona bening pada
media uji mengindikasikan adanya enzim amylase (ptyalin) yang diproduksi oleh
isolat uji, sehingga amilum yang terkandung dalam media sampel sudah
terhidrolisis secara maksimum (Soeka, 2016: 190).
Campuran ke-1 (suhu kamar) menghasilkan larutan tidak berwarna,
campuran ke-2 (dipanaskan 38oC) menghasilkan larutan tidak berwarna, dan
campuran ke-3 (pati dan saliva encer yang dipanaskan) menghasilkan larutan yang
tidak berwarna. Berdasarkan ketiga hasil percobaan diperoleh bahwa larutan uji
mengandung pati yang telah terhidrolisis sempurna yang ditandai dengan
hilangnya warna biru pada iod menjadi larutan yang tidak berwarna sesuai dengan
teori yang telah dijelaskan sebelumnya.
Apabila suhunya dinaikkan secara terus menerus, hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya jumlah enzim yang aktif. Hal ini dikarenakan enzim
mengalami denaturasi atau rusak. Pada suhu optimum, maka kecepatan reaksi
enzimatik mencapai akan berada pada puncaknya, dan 37°C merupakan suhu
optimum enzim dalam tubuh manusia. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif
pada pemanasan sampai ± 60°C, karena terjadinya proses denaturasi protein di
dalam enzim (Damira dkk., 2021: 117-118).
5. Tes Estimasi Ptialin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan enzim
untuk menghidrolisis pati. Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan pati
dengan NaCl pada suhu 38oC. Fungsi NaCl adalah sebagai inhibitor kompetitif.
Hal ini dikarenakan NaCl mengandung ion logam Na + yang dapat berperan
sebagai inhibitor kompetitif pada enzim sehingga dapat menurunkan aktivtas
enzim. . Ion-ion logam seperti Fe3+, Na+ dan Ba2+ dapat menurunkan aktivitas
enzim dengan mendenaturasi suatu protein dalam enzim (Khairunnisa dkk., 2021:
44). Dilakukan pada suhu 38oC, karena suhu 30-50oC merupakan suhu kerja
enzim ptialin yang optimum (Nangini dan Sutrisno, 2015: 1036). Larutan
27
kemudian ditambahkan dengan iod yang berperan sebagai indikator. Hal ini
menandakan bahwa enzim ptialin pada suhu 38oC dapat menghidrolisis pati yang
ditandai dengan perubahan warna dari kuning (larutan iod + air) menjadi tidak
berwarna. Adanya zona tidak berwarna pada media uji mengindikasikan adanya
enzim amylase (ptyalin) yang diproduksi oleh isolat uji, sehingga amilum yang
terkandung dalam media sampel sudah terhidrolisis (Soeka, 2016: 190).
Larutan uji yang telah dibuat (pati dan NaCl) kemudian ditambahkan ke
dalam tabung yang telah berisi larutan iod, aquades dan saliva encer. Penambahan
dilakukan setiap selang waktu 30 detik dengan tujuan untuk memperoleh
perbandingan suhu yang paling akurat. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh
bahwa semakin lama waktu yang digunakan maka akan semakin maksimal proses
hidrolisis pati yang ditandai dengan larutan menjadi lebih jernih. Hal ini telah
sesuai dengan taori (Soeka, 2016: 190), yang menyatakan bahwa dengan adanya
zona bening pada media uji mengindikasikan adanya enzim amylase (ptyalin)
yang diproduksi oleh isolat uji, sehingga amilum yang terkandung dalam media
sampel sudah terhidrolisis secara maksimum. Sehingga dapat diperoleh waktu
yang dibutuhkan untuk menghidrolisis pati adalah selama 30-240 detik.
6. Tes Penentuan Ph Yang Cocok Untuk Saliva
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pH yang cocok atau pH yang
optimum untuk kerja saliva. pH yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pH =
4, , pH = 7 dan pH = 9. Larutan-larutan buffer direaksikan dengan pati, NaCl dan
saliva. Fungsi NaCl adalah sebagai inhibitor kompetitif. Hal ini dikarenakan NaCl
mengandung ion logam Na yang dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif pada
enzim sehingga dapat menurunkan aktivtas enzim. Ion-ion logam seperti Fe3+, Na+
dan Ba2+ dapat menurunkan aktivitas enzim dengan mendenaturasi suatu protein
dalam enzim (Khairunnisa dkk., 2021: 44). Larutan dipanaskan pada suhu 38oC
yang merupakan suhu optimum enzim amilase. Salah satu fungsi saliva yaitu
kemampuan buffer dimana kemampuan ini dapat menahan turunnya pH atau
meningkatkan asam mulut (Wirawan, 2017: 28-29).
Hasil percobaan yang diperoleh, setelah campuran larutan buffer yang
telah dipanaskan, direaksikan dengan I2 maka larutan buffer pH = 4 menghasilkan
27
(warna benedict) menjadi merah bata. Hasil ini telah sesuai dengan teori yang
menyatakan uji benedict yang berisi larutan alkali dari tembaga akan direduksi
oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas dengan membentuk
Cu2O yang merupakan endapan merah bata (Bintang, 2010: 88).
Bakteri dalam saliva di rongga mulut dihasilkan dari sisa-sisa metabolism
dan pengolahan makanan dalam mulut yang disekresi oleh gigi, lidah dan kelenjar
ludah (saliva). Bakteri dapat dicegah kinerjanya dengan menggunakan senyawa-
senyawa yang bersifat antibaktersi seperti fluor (Shabrina dkk., 2020: 100-101).
Selain itu juga terdapat beberapa senyawa yang dapat menghambat aktivitas
bakteri seperti: alkaloid, fenol, flavonoid, dan asam organik yang bersifat
antibakteri, mengurangi infeksi dan sebagai senyawa anti-karies yang bermanfaat
bagi kesehatan dan kebersihan rongga mulut (Chen dkk., 2020: 15).
Fluor yang merupakan unsur kimia dalam tabel perodik dengan nomor
atom 9 dan termasuk golongan halogen ini mempunyai sifat non logam
elektronegatif dan sangat reaktif. Sehingga unsur fluor tersebut sering bereaksi
dengan unsur yang lain untuk membentuk senyawa stabil salah satunya natrium
yang bersifat elektropositif. Fluor yang juga bereaksi dengan asam akan
membentuk hidrogen fluorida yang kemudian berdifusi ke dalam sel sehingga
menghambat aktivitas penting enzim bakteri.
Ca10(PO4)6(F2) + H10Ca2+ + 6PO43- + 2HF
(Nasution, 2016: 30).
Selain fluor senyawa yang dapat menghambat kinerja bakteri dalam saliva
adalah fenol. Gugus hidroksil senyawa fenol (OH) berpengaruh terhadap aktivitas
antibakteri dalam menghambat bakteri. Komponen senyawa fenol tanpa gugus
hidroksil memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi karena dapat
meningkatkan kemampuannya dalam mengikat membran lipid. Tingkatan dan
banyaknya gugus fungsi hidroksil (OH) pada golongan fenol berhubungan dengan
tingkat toksisitasnya terhadap mikroorganisme, semakin meningkatnya proses
hidroksilasi maka tingkat toksisitanya juga semakin meningkat. Semakin tinggi
senyawa fenol teroksidasi maka penghambatan pertumbuhan mikroorganisme
akan semakin kuat. Mekanisme toksisitas fenol terhadap mikroorganisme adalah
27
melalui proses penghambatan enzim oleh senyawa yang teroksidasi, adanya reaksi
dengan gugus sulfihidril atau adanya interaksi yang tidak spesifik terhadap
protein. Selain itu, senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui
proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hydrogen (Hidayahdkk., 2017: 50).
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Saliva mengandung musin yang merupakan glikoprotein (karbohidrat dan
protein) yang ditandai dengan terbentuknya cincin ungu pada uji
mollisch, terbentuknya endapan merah bata pada uji benedict, dan
terbentuk endapan putih pada uji millon.
b. Pada pengujian tiosianat diperoleh bahwa tidak ada kandungan tiosianat
dalam saliva yang ditandai dengan terbentuknya endapan kuning.
c. Saliva mengandung senyawa organik berupa ion Cl - dengan terbentuknya
endpan putih (AgCl), ion PO43- dengan terbentuknya larutan kuning
((NH4)3Mo3O10)4), ion SO4+ tidak terbentuknya endapan putih (BaSO4),
serta ion Ca2+ tidak terbentuknya endapan putih (Ca2C2O4).
d. Aktivitas ptalin bekerja secara optimum pada suhu 38°C.
e. NaCl akan menghambat pemecahan pati meskipun dirempatkan pada
suhu optimum enzim ptyalin (suhu 38°C) pada test estimasi ptialin.
f. Saliva mengandung enzim amilase yang bekerja optimum pada pH 7.
g. Fenol dan HgCl2 merupakan senyawa yang menghambat aktivitas enzim
amylase karena bersifat asam.
27
B. Saran
Saran untuk praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dalam setiap
penambahan reagen agar tidak tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
praktikum. Kemudian untuk asisten, agar lebih memperhatikan praktikan lagi
praktikan pada saat proses praktikum berlangsung. Terakhir, untuk laboran
agar lebih memperhatikan reagen yang akan digunakan dalam percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, G., Nuraini, H., & Sekarini, W. A. (2019). Pengaruh Material Konservasi
Kolostrum terhadap Pelepasan Ion Ni. Jurnal teknosains, 12-20.
Bohara, M., Ghaju, S., Sharma, K., Kalauni, S. K., & Khadayat, K. (2022). In
Vitro and In Silico Analysis of Bergenia ciliata and Mimosa. Journal of
Chemistry, 1-10.
Nugroho, S. A., Wardana, R., Fatimah, T., Mastuti, L., & Novenda, I. L. (2022).
Hidrolisis Lemak oleh Enzim Lipase pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha
curcas). Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi, 81-89.
Ping, M. F., Sianturi, S., & Anasis, a. M. (2022). Ilmu Biomedik Dasar Untuk
Mahasiswa Kesehatan. Jawa Tengah: PT. Nasya Expanding Management.
27
Rahayu, Y. C., & Atik, K. (2018). Cairan Rongga Mulut. Yogyakarta: Pustaka
Panasea.
Rinidar, & Isa. (2017). Biokimia Dasar Pencernaan dan Absorbsi Makanan.
Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Sharmaa, S., Katoch, V., Kumar, S., & Chatterjee, S. (2021). Functional
relationship of vegetable colors and bioactive compounds: Implications in
human health. Journal of Nutritional Biochemistry, 1-26.
Svehla. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakartaa: PT. Kalman Media Pusaka