ENZIM I
SIFAT DAN SUSUNAN AIR LIUR
Kelompok B2
Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi dan
diekskresikan oleh kelenjar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui suatu
saluran. Kelenjar saliva merupakan salah satu komponen dalam sistem pencernaan.
Kelenjar ludah menghasilkan sekresi berupa air ludah yang berfungsi membantu
membasahi dan melunakkan makanan yang kering, media untuk memecah dan
mengencerkan bahan makanan, mempertahankan pH dalam rongga mulut, memecah
karbohidrat dan sebagai zat anti bakteri (Ross 1995). Saliva diproduksi oleh kelenjar
saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor merupakan kelenjar saliva utama
yang terdiri dari kelenjar parotid, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual.
Kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar labial, kelenjar bukal, kelenjar
Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner dan kelenjar Weber. Kelenjar parotis yang terletak
dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis yang
terletak dibagian rahang bawah dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah
lidah. Kelenjar saliva minor diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar
yang menemukannya. Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan
bibir bawah. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi. Kelenjar
Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah.
Kelenjar Von Ebner dan Kelenjar Weber terletak pada pangkal lidah. Kelenjar minor
hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam (Calhoum 1933).
Saliva memiliki fungsi dapat melindungi jaringan di dalam rongga mulut
dengan berbagai cara, yaitu pembersihan mekanis yang dapat menghasilkan
pengurangan akumulasi plak, pelumuran elemen gigi geligi yang akan mengurangi
keausan oklusi yang disebabkan oleh daya pengunyahan, pengaruh buffer sehingga
naik-turunnya derajat keasamaan (pH) dapat ditekan dan diklasifikasikan elemen gigi
dapat dihambat, agresasi bakteri yang dapat merintangi kolonisasi mikroorganisme,
dan aktivasi anti bakterial sehingga menghalang-halangi pertumbuhan bakteri. Selain
itu, saliva berfungsi sebagai perlindungan permukaan tubuh, pengaturan kandungan
air, anti virus dan produk metabolisme, pencernaan makanan dan pengecap, dan
diferensiasi serta pertumbuhan sel (Amerongen 1991).
Komponen-komponen saliva terdiri dari air sekitar 99.5%. dan komponen
organik dan anorganik 0.5 %. Komponen anorganik dalam saliva yaitu sodium,
kalsium, kalium, magnesium, bikarbonat, klorida, rodanida dan thiocynate (cns),
fosfat, potassium dan nitrat. Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi
protein yang berupa enzim α-amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin,
musin, ptialin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa
hormon seperti testosteron dan kortisol. Sodium (Na+) dan kalium (K+) mempunyai
konsentrasi tertinggi dalam saliva (Amerongen 1991). Ion klorida merupakan unsur
penting untuk aktifitas enzimatik α-amilase. Kadar kalsium dan fosfat dalam saliva
sangat penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan
karang gigi dan plak bakteri. Kadar Fluorida di dalam saliva sedikit dipengaruhi oleh
konsentrasi fluorida dalam air minum dan makanan. Rodanida dan thiosianat (CNS-)
adalah penting sebagai agen antibakterial yang bekerja dengan sisitem
laktoperosidase. Bikarbonat adalah ion buffer terpenting dalam saliva yang
menghasilkan 85% dari kapasitas buffer. Komponen organik dalam saliva adalah
lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam sistem
penolakan bakterial. Kalikren berguna bagi proses pembekuan darah. Prolin
berfungsi penting membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi. Musin
berfungsi untuk melicinkan rongga mulut dan membasahi makanan sehingga
makanan menjadi lebih mudah dicerna. Ptialin berfungsi untuk menghidrolisis pati
menjadi bentuk desktrin dan maltosa (Nooshin 2008).
Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.
Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Saliva
(ludah) mengandung enzim α amilase. Enzim ini berfungsi untuk memecah ikatan 1-
4 yang terdapat dalam amilum. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara
menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjiadi 2009).
Pengeluaran saliva sekitar 0,5 sampai 1,5 liter perhari. Tergantung pada
tingkat perangsangan, kecepatan aliran bervariasi dari 0,1 sampai 4mL/menit. Pada
kecepatan 0,5mL/menit sekitar 95% saliva disekresi oleh kelenjar parotis (saliva
encer) dan kelenjar submandibularis (saliva kaya akan musin), sisanya disekresi oleh
kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut (Despopoulos dan
Silbernagl 2000). Sekresi saliva yang bersifat spontan dan kontinu, bahkan tanpa
adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah
ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Sekresi basah ini
penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu
(Sherwood 2001)
Selain sekresi yang bersifat konstan dan sedikit tersebut, sekresi saliva dapat
ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda :
1. Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi dan
2. Refleks saliva didapat, atau terkondisi.
Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi) terjadi sewaktu kemoreseptor atau 10
reseptor tekanan di dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan.
Sewaktu diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serat saraf aferen
yang membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva
kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk
meningkatkan sekresi saliva. Tindakan-tindakan gigi mendorong sekresi saliva
walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor
tekanan yang terdapat di mulut. Pada refleks saliva didapat (terkondisi), pengeluaran
saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya perpikir, melihat, membaui, atau
mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu pengeluaran saliva melalui
refleks ini (Sherwood 2001).
METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah densitometer, batu es,
tabung reaksi, gelas piala, pipet mohr 10 ml, pembakar bunsen, kaki tiga, rak tabung
reaksi, kassa asbes, dan bulb hitam.
Bahan-bahan yang digunakan adalah air liur, asam asetat encer, glass wool,
indikator universal, pereaksi Biuret, pereaksi Milon, pereaksi Molish, pereaksi uji
klorida, pereaksi sulfat, pereaksi fosfat, akuades, kanji 1 %, pereaksi iod, pereaksi
Benedict, HCl, Na-karbonat 0,1 %.
Prosedur
Uji sifat dan susunan air liur. Rongga mulut terlebih dahulu dibersihkan
dengan cara berkumur berkali-kali, kapas atau atau kertas saring yang dibasahi oleh
sedikit asam asetat encer dikunyah, air liur yang terbentuk dikumpulkan sampai 50
ml dan disaring dengan glass wool, kemudian air liur di cek suhu, lalu air liur diuji
bobot jenisnya dengan piknometer. Diuji reaksinya dengan pewarna PP dan MO dan
diuji pH nya dengan menggunakan indikator universal.
Uji Musin, sebanyak 1mL saliva ditambahkan asam asetat encer sehingga
terbentuk endapan putih yang amorfous, diuji terhadap pereaksi Biuret, pereaksi
Millon, pereaksi Molish, klorida, sulfat, fosfat.
Uji Molisch, Air liur sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi Molisch, campuran tersebut dikocok lalu
ditambahkan asam sulfat pekat (H2SO4) perlahan-lahan melalui dinding tabung
sebanyak 1,5 ml. Warna cincin ungu (violet) kemerahan pada batas kedua cairan
menunjukkan reaksi positif, sedangkan warna hijau menunjukkan reaksi negatif.
Uji Biuret. Air liur sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian sebanyak 10 tetes ditambahkan larutan NaOH 10% dan larutan CuSO4 0.1
% sebanyak 3-4 tetes lalu dikocok sampai terlihat perubahan warna. Warna ungu
violet menunjukkan reaksi positif.
Uji Millon. Larutan yang akan diperiksa dimasukkan sebanyak 1 ml dan
ditambahkan dengan pereaksi Millon sebanyak 5 tetes ke dalam tabung reaksi
kemudian campuran dipanaskan.
Uji Musin, Air liur dimaksukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan asam asetat encer sampai terbentuk endapan yang amorfous.
Uji Klorida, Air liur dimaksukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan larutan HNO3 sebanyak 1 ml dan larutan AgNO3 sebanyak 1
ml. Endapan putih menunjukkan reaksi positif.
Uji Sulfat, Air liur dimaksukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan larutan HCl sebanyak 1 ml dan larutan BaCl2 sebanyak 1 ml.
Endapan putih menunjukkan reaksi positif.
Uji Fosfat, Air liur dimaksukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan larutan urea sebanyak 1 ml dan pereaksi molibdat sebanyak 1
ml. Campuran tersebut dikocok lalu ditambahkan larutan ferosulfat sebanyak 1 ml.
Warna biru menunjukkan reaksi positif.
Terbentuk warna
Uji Millon -
kuning muda
Terbentuk endapat
Uji Molish +
coklat
Tidak berwarna
Uji Musin + menjadi terbentuk
benang putih
Terbentuk endapan
Uji Klorida +
putih
Terbentuk endapan
Uji Sulfat +
putih
Tidak berwarna
Uji Fosfat + menjadi terbentuk
endapan kuning
Perhitungan :
Bobot piknometer kosong = 11,0751 gram
Bobot piknometer + air ludah = 23,0020 gram
Suhu alat = 15,5˚C
⁄ ⁄
Saliva dikeluarkan dari rongga mulut. Berkumur- kumur dengan air
dilakukan untuk membersihkan rongga mulut agar saliva yang dihasilkan tidak
terkontaminasi oleh zat lain. Menstimulasi produksi air liur dapat dilakukan dengan
mengunyah sesuatu yang asam seperti asam cuka. Penyaringan dilakukan agar saliva
tidak bercampur dengan busa. Pengukuran densitas saliva atau air liur dengan
menggunakan piknometer. Pengukuran densitas dengan piknometer tidak boleh
disentuh dengan tangan karena tangan mengandung lemak yang akan menambah
bobot pikno sehingga data yang dihasilkan tidak valid, sebelum digunakan
piknometer harus dibilas dengan aseton untuk membersihkan pengotor yang ada
pada piknometer. Berdasarkan hasil pengukuran densitas hasil densitas saliva sebesar
1,0769g/ml. Menurut Nooshin (2008) densitas saliva diantara 1.002-1.0012 g/ml.
Perbedaan nilai densitas atau bobot jenis antara percobaan dan literatur dapat
diakibatkan karena saliva yang dikeluarkan bercampur dengan air sehingga menjadi
encer.
Saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Hal ini
dikarenakan makanan setiap orang berbeda-beda, ada yang mengandung protein dan
ada yang tidak mengandung protein. Pembentukkan suatu ikatan amida antara dua
asam amino atau lebih, mengendalikan peptida. Peptida adalah asam poliamino dan
ikatan amidanya menyebabkan yang menyebabkan asam aminnya bergabung disebut
ikatan peptida. Gugus perlindungan yang tepat biasanya digunakan untuk menjamin
kekhususan reaksi tiap tahap (Pine 1988).
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada airbiasa dan mengandung
enzim amilasi. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan air liur (saliva) yang
menunjukkan bahwa saliva memiliki bobot jenis yang lebih berat dibandingkan
dengan air. Sebagai produk makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan
perbedaan komponen, dalam saliva setiap makhluk hidup dari pengaruh pH terhadap
aktivitas biologis dari enzim. Hal ini dikarenakan pencampuran air liur dari beberapa
orang, makanan yang dimakan atau pasta gigi yang digunakan masing-masing orang
tersebut atau pereaksi yang sudah rusak (Poedjiadi 2006).
Fungsi saliva adalah saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui
kerja amilase saliva, yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida
menjadi disakarida, saliva mempermudah proses menelan dengan membasahi
partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan
menghasilkan pelumasan karena adanya mukus, yang kental dan licin, memiliki efek
antibakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim, suatu enzim yang melisiskan
atau menghancurkan bakteri tertentu, dan kedua dengan membilas bahan yang
mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan; berfungsi sebagai pelarut
untuk molekul-molekul yang merangsang papil pengecap, 9 membantu kita
berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita sulit berbicara apabila
mulut kita kering. Saliva berperan penting dalam higeine mulut dengan membantu
menjaga kebersihan mulut dan gigi. Aliran saliva yang terus-menerus membantu
membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda-benda asing. Penyangga
bikarbonat di saliva menetralkan asam di makanan serta asam yang dihasilkan oleh
bakteri di mulut, sehingga membantu mencegah keries gigi (Amerongen 1992).
Uji terhadap lakmus merah, lakmus biru, PP dan MO tidak dilakukan, tetapi
untuk pengujian pH menggunakan indikator universal dan menghasilkan pH 8 pada
saliva yang artinya pada ukuran pH tersebut saliva bersifat basa. Namun, berdasarkan
teoritis seharusnya pH air liur atau saliva normal berkisar antara pH 6,8.
Ketidaksesuaian pH teoritis dengan pH percobaan mungkin dikarenakan air liur atau
saliva orang tersebut mengalami kondisi tubuh yang sedang menurun sehingga dapat
mempengaruhi pH pada saliva yang dihasilkan atau diujikan. Nilai pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah pada enzim menyebabkan enzim menjadi non aktif secara
irreversibel karena menjadi denaturasi protein. Kemudian konsentrasi enzim, seperti
pada katalis lain kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. konsentrasi substrat, hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi.
Prinsip reaksi Biuret adalah pembentukan senyawa kompleks berwarna ungu
violet oleh Cu2- dengan gugus –CO dan –NH dari rantai peptide dalam suasana basa.
Pereaksi Biuret merupakan senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk dari
pemanasan dua molekul urea. Larutan NaOH berfungsi untuk membuat larutan
protein menjadi suasana basa. Pengkocokan larutan berfungsi untuk
menghomogenkan campuran. Larutan CuSO4 berfungsi sebagai agen pembentuk
senyawa kompleks dengan gugus –CO dan –NH dari ikatan peptida dalam suasana
basa. Pemanasan dilakukan karena reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna
ungu violet oleh Cu2-dengan gugus –CO dan –NH dari rantai peptide dalam suasana
basa, sangat lambat sehingga perlu pemanasan dalam proses reaksinya. Hasil
pengamatan menunjukkan uji Biuret menghasilkan reaksi yang positif. Hal ini
menandakan adanya protein yang memiliki ikatan peptide dalam air liur atau saliva.
Menurut Amerongen (1991) komponen organik pada saliva meliputi protein yang
berupa serum albumin, musin, ptialin. Reaksi uji Biuret dapat dilihat pada Gambar 2.
DAFTAR PUSTAKA
Amerongen A.N. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Calhoum ML. 1933. The Microscopic anatomy of the digestive trac of Gallus
domesticus. Iowa State Coll J Sci (1). 7: 261-281.
Despopoulos A dan Silbernagl S. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Jakarta:
Hipokrates.
Guyton A.C dan Hall J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Irianto K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung:
Yrama Widya.
Kaufman E & Lamster I.B. 2002. The diagnostic application of saliva. Vol 13:197-
212.
Lehninger, L Albert.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Surabaya: Erlangga.
Maureen Kumaunang. 2011. Aktivitas enzim bromelin dari ekstrak kulit. Vol 11(2). Program
Studi Kimia FMIPA Universitas Sam Ratulangi. Manado.