Anda di halaman 1dari 11

A.

Tujuan

B. Metode
Alat dan Bahan : Tabung reaksi, air liur, jeroan ayam segar, mortar, penjempit, lampu
bunsen, minyak kelapa, es, air panas, papan bedah

Cara Kerja

1. Percobaan terhadap musin


 Ambil 1 ml filtrat hasil penyaringaan
 Lalu tambahkan 1ml biuret untuk menguji adanya protein
 Amati perubahan warnanya

2. Percobaan terhadap ion CNS


 Sediakan 2 tabung reaksi
 Masukkan 1 ml larutan fecl3 1% ke dalam tabung reaksi tadi
 Tambahkan 0,5 ml HCl
 Pada tabung pertama, masukkan filtrat air liur tetes demi tetes hingga
berubah warna. ( warba merah orange menunjukan terbentuknya
Fe(CNS)3

3. Percobaan hidrolisis amilum oleh enzim amilase


 Masukkan masing – masing 0,5 mllarutan amilum ke dalam 10 tabung
reaksi
 Masukkan masing – masing 0,5 ml air liur ke dalam 10 tabung reaksi dan
kocok
 Ambil tabung ke-1 dan ke A setelah 1 menit
 (1) lakukan uji glukosa pada tabung ke 1
- Tambahkan 10 tetes fehling A dan 10 tetes fehling B
- kocok dan panaskan hingga mendidih sampai terlihat perubahan
warna yang stabil
 (2) lakukan uji amilum terhadap tabung A
- Kocok kemudian tuangkan ke dalam test plate
- Tambahkan 2-5 tetes lugol\
 Lakukanlah percobaan yang sama untuk tabung berikutnya masing masing
setelah 3,5,7, dan 9 menit
 Lakukanlah kedua set percobaan ini berturut-turut. Analisis hasil yang
terjadi
4. Pengaruh temperatur terhadap kerja enzim Amilase
 Sediakan 3 buah gelas kimia 250cc
 Isi ketiga gelas kimia tersebut masing masing dengan es, air keran, dan air
panas
 Masukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia tersebut
 masukkan tabung reaksi kedalam gelas kimia tersebut
 Masukkan 1 ml air liur dan tambahkan amilum
 Setelah 10 menit, ambil dengan pipet tetes dan teteskan ke testplate
 Lalu tambahkan 2 tetes kl2
 Sisa yang ada dalam tabung reaksi ditambah 10 tetes fehling A dan 10
tetes fehling B
 Lalu panaskan hingga mendidih beberapa menit

5. Percobaan Enzim lipase


 Sediakan 5 buah tabung reaksi dan isi dengan 0,5 ml minyak kelapa dan 5
tetes larutan NaoH 1 N
 Tambahkan 5 tetes larurtan fenol sebagai indikator
 Masukan masing-masing gerusan pankreas, duodenum, lambung, empedu
dan air ludah ke dalam tabung tersebut
 Perhartikan apakah terjadi perubahan warna dan amati keadaan lemak
pada tabung

6. Pengaruh empedu terhadap lemak


 Ambil kantung enpedu ayam dan gerus
 Tuang ke dalam tabung reaksi dan encerkan dengan aquade sampai
volumenya 2 ml
 Tambahkan 2 tetes minyak kelapa, lalu kocok dan biarkan hingga 5 menit
 Lakukan percobaan yang sama pada tabung reaksi lainnya yang hanya di
isi dengan 2 ml air dan 2 tetes minyak kelapa
 Amati dan analisis
Percobaan Musin

Percobaan Ion CNS


Percobaan Hidrolisis
Amilum oleh Enzim
Amilase
C. Pembahasan

Percobaan Uji Musin

Uji Musin dilakukan untuk mengetahui keberadaan musin (mucin) dalam saliva
dengan menggunakan reagent Biuret. Reagent Biuret berfungsi untuk mendeteksi adanya
ikatan peptida pada asam amino dalam sampel. Reagent biuret yang berwarna biru akan
berubah menjadi ungu violet saat mengalami kontak dengan ikatan peptida. Ion tembaga (Cu)
pada reagent biuret akan mengalami oksidasi sehingga muatan berubah dari +2 menjadi +1
dan menimbulkan warna ungu violet. Perbedaan hasil yang didapat dengan hasil yang
diharapkan dapat didasarkan kondisi larutan yang sudah cukup lama.

Hasil Uji Musin

Perlakuan Hasil
1 ml air liur + 1 Perubahan
ml larutan warna larutan
Biuret menjadi hitam
kecoklatan dan
terbentuk
endapan.
Sekresi mucus yang mengandung musin yang sebagian besar dihasilkan oleh
kelenjar parotis, fungsinya pelumasan atau perlindungan permukaan. Air liur tipe mucus
disekresikan dan dikeluarkan setiap detik sepanjang waktu dan berkurang pada saat tidur
(Onti. 2012). Musin suatu glikoprotein dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar
submandibular, sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar parotid (Poedjiadi. 2009 ; 235).

Musin tergolong dalam glikoprotein dan merupakan komponen primer pembentukan


mukosa (mucus) yang banyak ditemukan di permukaan sel epitel Perez-Villar & Hill, 1999).
Selain di rongga mulut, musin juga dapat ditemukan di jalur pencernaan, jalur pernapasan,
dan juga di jalur urogenital. Fungsi musin dalam pencernaan adalah untuk membantu
jalannya makanan dari mulut menuju saluran berikutnya. Selain itu, musin juga berperan
dalam perlindungan terhadap penyakit dan menjaga kesehatan oral (Frenkel & Ribbeck,
2015).

Uji Ion CNS

Pencampuran ion CNS- dengan FeCl3 akan mengoksidasi ion feroklorida menjadi ion
bebas Fe3+ yang akan berikatan dengan CNS-. Ion Fe3+ merupakan sumber ion yang bersifat
oksidator. Dengan adanya ion CNS- tersebut akan menghasilkan Fe(CNS)3 yang berwarna
jingga kemerahan. Reaksi kimia dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

FeCl3 + 3CNS- + HCL Fe(CNS)3 + 3Cl-

Tabel 2. HasilUji Ion CNS

Perlakuan Hasil
1 ml FeCl3 Kuning (Kontrol)
1 ml FeCl3 + 0,5 HCl + beberapa tetes air liur - Warna berubah
menjadi orange dan
ada endapan
berwarna orange

Ion CNS- memiliki peranan dalam proses pemberantasan bakteri dalam mulut. Salah
satu protein anti bakteri, yaitu Sialoperoxidase, mampu mengoksidasi ion tiosianat (CNS-)
dalam saliva menjadi hipotiosianit (OCNS-)(Malcolm Harris, et. al., 1998). Ion CNS - dahulu
dikenal dengan sebutan Rhodanida (berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘mawar’) karena
warna merah yang dihasilkan apabila ia bereaksi dengan besi (Fe).Pada uji ion CNS terdapat
tabung yang berisi 1 ml FeCl31%, 0.5 ml HCl serta saliva dan tabung yang berisi 1 ml FeCl3
1%.

Percobaan hidrolisis Amilum dan Enzim Amilase


Pada uji glukosa, 5 tabung reaksi diisi dengan 0,5 ml larutan amilum dan 0,5 ml air
liur. Hasilnya , semua menjadi biru gelap, dan semakin bertambah menitnya, semakin gelap.

berdasarkan percobaan yang telah diuji dapat diketahui bahwa enzim amilase pada air
liur mampu menghidrolisis amilum menjadi unsur penyusun yang lebih sederhana. Hal
tersebut dibuktikan oleh reaksi yang diberikan oleh saat tercampur dengan air liur. Iodium
memberikan warna kompleks dengan polisakarida. Amilase dapat dihasilkan di beberapa
kelenjar eksokrin didalam tubuh. Suhu merupakan salah satu faktor penentu efesiensifitas
kerja enzim , enzim pada dasarnya adalah senyawa biomolekular kompleks yang salah satu
komponennya adalah protein yang akan mengalami perubuhan struktur dan fungsi. Jika diberi
perlakuan pemanasan lebih dari 9 menit akan mengakibatkan mengalami denaturasi enzim.

Saat suhu mengalami kenaikan hingga 100ºC, pada keadaan ini perbenturan antara
enzim dan substrat terus berlangsung namun keadaan ini tidak menambah laju rekasi namun
mengurangi laju reaksi karena enzim mengalami denaturasi. Jika suhu jauh lebih tinggi dari
suhu optimum, maka makin besar deformasi struktur ikatan tersebut dan makin sukar bagi
substrat untuk menempati secara tepat di bagian aktif molekul enzim (Sadikin, 2008).

Akibatnya, amilum yang bereaksi dengan indikator warna, larutan lugol, tidak dapat
merubah warna biru menjadi berwarna kuning. Pada suhu 5˚C aktivitas enzim tidak aktif
karena suhu tersebut terlalu rendah unutk suatu enzim dapat beraktivitas. Hal ini
menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan fungsinya,
mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar
dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi
warna coklat kemerah-merahan.
Pada suhu 200C dan 500C, enzim tetap dapat bereaksi karena suhu ini masih
memungkinkan untuk enzim amilase dapat bereaksi memecah amilum menjadi maltosa. Hal
ini ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi kuning, namun perubahan warna lebih
lambat dibandingkan dengan perubahan warna pada suhu 35 0C. Hal ini karena enzim dapat
bekerja optimum pada suhu 350C dan pada suhu 200C dan 500C enzimnya bekerja lambat.

Percobaan Pengaruh Temperatur Terhadap Kerja Enzim Amilase.

Pada percobaan ini, ketiga tabung reaksi diberi 1 ml air liur dan amilum berwarna
putih sebelum direaksikan. Lalu, ketiga tabung reaksi diletakan pada tiga gelas kimia berbeda
yang berisi air es, air ledeng, dan air panas selama 10 menit. Kemudian, ketiga ketiga tabung
reaksi tersebut diambil dan sampelnya ditetesi ke dalam test plate. Kemudian, tambahkan
masing - masing 2 tetes KI 2 . Hasil yang kami dapatkan semua testplate berwarna orange. Sisa
tabung reaksi tadi ditambahkan 10 tetes fehling A dan 10 tetes fehling B dan panaskan hingga
beberapa menit. Hasil yang kami peroleh setelah diberi fehling A dan B, warna pada ketiga
tabung reaksi berbeda. Pada air ledeng berwarna hijau tua kebiruan, pada air mendidih
berwarna merah keorenan, dan pada air es berwarna biru tua.

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal
antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas
enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim
tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington,
1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena
pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein.
(Tranggono & Setiadji, 1989).

Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan
mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan
kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai
kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai
berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai
protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan
kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).

Percobaan 5

Percobaan ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ph terhadap kerja enzim.
Bahan yang digunakan memiliki ph yang beragam. Dalam melakukan kerja katalitiknya,
aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi substrat, pH, suhu,
konsentrasi enzim dan waktu reaksi (Price, 1979). Enzim lipase sendiri berfungsi memecah
makromolekul lemak menjadi mikromolekul. Namun pada air liur dan lambung, enzim lipase
belum sepnuhnya aktif (lipase gastrik pada lambung dan lipase lingua pada air liur). Lipase
akan bekerja efektif saat ph basa. NaoH pada percobaan bertujuan untuk merubah ph larutan
menjadi basa, ditandai dengan warna merah keunguan bening setelah ditetesi fenol merah.
Jika sampel organ dimasukan kedalam larutan tadi, tidak akan terjadi perubahan warna pada
larutan. Kadar emulsi pada larutan dapat kita jadikan acuan untuk mengetahui seberapa
efektif pengaruh ph pada kerja enzim lipase. Semakin tinggi kadar emulsi, maka makin sesuai
ph organ dengan efektifitas kerja enzim lipase

Percobaan Pengaruh Empedu Terhadap Lemak

Pada percobaan ini, Pada saat 2 ml air dicampurkan dengan 2 tetes minyak kelapa
menghasilkan warna putih bening. Saat 2 ml air dan 2 tetes minyak kelapa ditambah sampel
kantung empedu ayam, menghasilkan warna hijau kehitaman dan banyak endapan pada
larutan tersebut. Minyak kelapa dan air dapat homogen karena cairan empedu. Tanpa adanya
cairan empedu, minyak kelapa tidak dapat larut dalam air. Minyak kelapa berada diatas
aquades, karena massa jenis minyak kelapa lebih kecil daripada aquades. Garam - garam
empedu yang terkandung dalam cairan empedu berperan melarutkan minyak kelapa dalam
air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari minyak kelapa
(Kimball, 1983).

Dalam empedu terdapat senyawa-senyawa yang penting, diantaranya garam empedu,


zat warna empedu, lesitin, kolesterol dan garam-garam anorganik. Garam empedu merupakan
berperan dalam absorpsi lemak dan vitamin-vitamin A, D, E dan Kyang larut dalam lemak.
Garam empedu merendahkan tegangan permukaan dan memperbesar daya pengemulsi lemak.
Dengan demikian akan memudahkan kerja lipase. Lebih lanjut garam empedu bereaksi
dengan asam lemak menghasilkan senyawa kompleks yng lebih mudah larut dan mudah
terabsorpsi sebagai hasil proses lipolisis (Tim Dosen, 2013).
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium
dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan
darisistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama
dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan
penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Hardjasasmita, 1992).
Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang
memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan
litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya
enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu
primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Hardjasasmita,
1992)

Anda mungkin juga menyukai