Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna
yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang
ada pada mukosa oral. Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam
mempertahankan keseimbangan ekosistem didalam rongga mulut. Saliva
dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar
ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut salivia (ludah atau air liur). Dan
juga mempertahankan kelembaban mulut, bekerja sebagai pelarut molekul
yang merangsang indera pengecap, membantu proses bicara dengan
memudahkan pergerakan bibir dan lidah, dan mempertahankan kebersihan
mulut dan gigi. Saliva juga mempunyai daya antibakteri, dan penderita
defisiensi salivasi (xerostomia) mempunyai insidens karies gigi yang lebih
tinggi daripada normal.
Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar
saliva mayor merupakan kelenjar saliva utama yang terdiri dari Kelenjar :
saliva total pd manusia (1.5 L per hari).a. Parotis Serosa Air 20,b. Sub
mandibulla Campuran Agak viskous 70,c. Sub lingua mucus vikous 5.
Sedangkan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar saliva yang
ditemukan di sepanjang mukosa rongga mulut. Komponen utama saliva
adalah air yaitu sebesar 98%. Dalam saliva juga terdapat komponen lain
dan dapat dibedakan atas komponen organik dan komponen anorganik.
Komponen organik saliva terdiri dari amilase, imunoglobulin, mukus,
gikoprotein, lisozim, sistem peroksidase, laktoferin, laktoperoksidase dan
gustin. Sedangkan komponen anorganik dalam saliva adalah ion kalsium,
magnesium, fluorida, bikarbonat, kalium, natrium, klorida dan amonium.
Selain itu terdapat gas karbondioksida, nitrogen dan oksigen.
Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga Glikogen ) dan
mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin,
eritrodekstrin, dan aktrodekstrin. Sekitar 1500 air liur disekresi per hari.
pH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi selama
sekresi aktif, pHnya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim
pencernaan: lipase lingual, yang disekresi oleh kelenjar di lidah, dan amilase saliva, yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva.
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber
karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase,
tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jadi pada
praktikum ini menggunakan crakers .
Titik akromatis adalah titik dimana sudah tidak terjadi perubahan
warna lagi. Pada uji iod titik akromatis bisa diartikan sebagai titik dimana
terjadi perubahan kimia dari polisakarida menjadi monosakarida.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu:
a. Suhu. Pada suhu tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat, dan
aktivitas enzim meningkat.
b. pH. Perubahan kondisi asam dan basa di sekitar molekul enzim dapat
mempengaruhi bentuk tiga dimensi enzim dan dapat menyebabkan
denaturasi enzim.
c. Aktivator dan inhibitor. aktivator merupakan molekul yang
mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya. Sebaliknya,
inhibitor merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim
dengan substratnya.
d. Konsentrasi enzim. Semakin besar konsentrasi enzim, semakin cepat
pula reaksi yang berlangsung.
e. Konsentrasi substrat. Bila jumlah enzim dalam keadaan tetap,
kecepatan reaksi akan meningkat dengan adanya peningkatan
konsentrasi substrat.
Bahan
Saliva
Larutan Amilum
Larutan Iod
Larutan Benedict
Es dan Air es
Lugol
Kue cracker asin
Setiap kelompok
mengumpulkan filtrat saliva 2
ml saliva tersebut
dikumpulkan dalam sebuah
beker gelas dan dilakukan
homogenisasi .
Tabung reaksi
4 disimpan
pada suhu 35
C, (water
bath)
Tabung reaksi 5
disimpan pada
suhu 45 C,
(bunsen)
sediakan water
bath yang
dipasang pada
suhu
5C,15C,25C,35
C,45 C,65 C.
Tabung
reaksi 3
disimpan
pada suhu
25C (suhu
ruangan)
Tabung reaksi
6 disimpan
pada suhu 65
C(bunsen)
Setelah
percobaan
selesai buatlah
grafik yang
menunjukan
hubungan
antara
temperatur dan
kerja enzim
Amilase.
Selama
berlangsung
percobaan,
tabung reaksi
tidak boleh
dikeluarkan dari
water bath , dan
suhu water bath
harus di jaga agar
tetap konstan.
Tentukanlah
pada grafik
suhu optimum
untuk kerja
enzim amilase.
Silakan diskusikan
apabila hasil
percobaan yang anda
peroleh tidak sesuai
dengan yang
diharapkan.
Kemudian ke dalam 6
buah tabung reaksi yang
bersih dimasukan masingmasing 20 ml larutan
amilum, lalu di atur
seperti berikut :
Tabung reaksi 2
disimpan pada
suhu 15C,
(air es)
Setelah
dibiarkan 10
menit,
masukkan ke
dalam masingmasing tabung
reaksi di atas
0,5 ml (10
tetes) saliva.
Catatlah saat
tercapainya titik
akromatis untuk
keenam macam
suhu.
Tabung reaksi 1
disimpan pada
suhu 5C, (es)
Catatlah waktu
saat
memasukannya,
Dengan interval
waktu 2 menit
Lakukanlah uji
benedict bersamasama uji iod
terhadap larutan
amilum yang ada
dalam keenam
tabung di atas.
G. Hasil Pengamatan
TABEL I. Kerja Enzim Amilase Pada Proses Pencernaan Di Dalam Mulut
No
Waktu
Ditumbuk
Ket : Kuning
2
30detik
Warna
Setelah di Tetesi Iod 30 Menit
Ket : Kuning
3
1 menit
2 menit
Ket : Kuning
Ket : Kuning
Ket : Ungu
3 menit
Ket : Kuning
6
4 menit
Ket : Kuning
7
5 menit
Ket : Kuning
8
Ket : Kuning
10 menit
Ket : Kuning
Ket : Kuning
Suhu
o
1
5C
15C
25C
Lar.Amilum Di
Banyak
Tambah
Tetes(Titik
Gambar
Waktu
Warna
Iod
Benedict
Iod
Benedict
Iod
Benedict
Akromatis)
5 tetes
7 tetes
5 tetes
13 tetes
9 tetes
8 tetes
10 menit
14 menit
10 menit
26 menit
18 menit
16 menit
Coklat kehitaman
Biru bening
Coklat kemerahan keruh
Kebiruan
Coklat muda
Biru bening
Iod
7 tetes
14 menit
35 C
Benedict
8 tetes
16 menit
Biru
45 C
Iod
Benedict
15 tetes
15 tetes
30 menit
30 menit
Iod
6
65 C
Benedict
12 tetes
9 tetes
24 menit
18 menit
pekat
Biru bening Terjadi
endapan
BENEDICT
10
5
0
5 C
15 C
25 C
35 C
45 C
65 C
tEMPERATUR
H. Analisis
Sebelum kita membahas tentang hasil pengamatan terlebih dahulu kita harus
mengetahui tentang alasan dan kegunaan bahan bahah yang digunakan pada
praktikum enzim dan kerja enzim:
Uji iod ialah untuk penambahan iod pada suatu polisakarida akan
menyebabkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati
dengan iodium menghasilkan warna biru, Bila larutan dipanaskan, struktur nya akan
hilang sehingga molekul pati tidak dapat lagi mengikat iodium. Akibatnya, warna biru
juga hilang. Monosakarida dan disakarida tidak memberikan warna biru dengan
iodium.dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan sebagian pati yang
terhidrolisis bereaksi dengan yodium membentuk warna merah cokelat. Kegunaan uji
iod salah satunya yaitu sebagai indikator adanya kandungan pati (sakarida) pada
sampel makanan.
Sedangkan uji benedict digunakan untuk menguji adanya glukosa dalam suatu
larutan, benedict digunakan untuk mentes atau memeriksa kehadiran gula
monosakarida dalam suatu cairan monosakarida bersifat reduktor, dengan meneteskan
reagen akan menghasilkan endapan merah bata. Selain menguji kualitas secara
kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam suatu larutan.
Dalam praktikum kali ini dilakukan dua jenis perlakuan pada zat uji berupa
kue cracker asin, yaitu dengan ditumbuk dan dikunyah dengan interval waktu tertentu
(30 detik, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit dan 10 menit). Cracker yang
telah ditumbuk dan dikunyah tersebut lalu ditetesi iod dan disimpan ditempat yang
gelap selama 30 menit. Dan hasil dari cracker yang di tumbuk lalu di tetesi saliva itu
menghasilkan warna berwarna hitam pekat menunjukan kandungan karbohidratnya
berupa glukosa masih utuh tidak mengalami penguraian seperti halnya yang mendapat
perlakuan menggunakan enzim amilase dalam mulut. Sehingga hasil yang diperoleh
amilumnya tampak sangat pekat.
Selanjutnya, untuk hasil dari jenis perlakuan berupa pengunyahan lalu
ditambah iod dengan interval waktu tertentu menunjukan keragaman warna yang
terbentuk. Untuk pengunyahan dengan interval waktu mulai dari 30 detik, 1,2,3,4
warna yang terbentuk adalah dari ungu pekat sampai ungu muda setelah di tetesi iod .
Hal ini dikarenakan cracker hanya berada sebentar sekali didalam mulut sehingga
penguraian amilum menjadi disakarida juga sedikit (Darmadi, 2005:2.3).
Sedangkan untuk pengunyahan dengan interval waktu 5 menit dan 10 menit
seharusnya menunjukan perubahan warna yang relatif berbeda dengan yang sebelum
di tetesi iod Hal tersebut terjadi disebabkan karena pada menit-menit tersebut larutan
iod dan enzim amilase bereaksi, sehingga terjadi perubahan warna pada cracker yang
di kunyah dan amilase merubah atau menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk
karbohidrat lebih sederhana, yaitu dekstrin, dan apabila berada dimulut cukup lama
maka sebagian akan diubah menjadi disakarida maltosa. (Almatsier, 2009: 23)
Berdasarkan literatur, enzim ptialin dalam saliva merupakan suatu enzim amilase yang
berfungsi memecah molekul amilum menjadi maltosa dengan proses hidrolisis, dan
proses ini akan berjalan lebih baik jika makanan dikunyah lebih halus (Poedjiadi,
Anna: 2009). Maka, tidak adanya perubahan warna yang terjadi bisa saja disebabkan
karena tidak adanya kerja enzim, atau enzim amilase belum bekerja secara optimal
karena tidak adanya proses pengunyahan, melainkan hanya penumbukan dengan
ditambah saliva dan ditetesi iod maupun hanya ditetesi iod saja.
terjadi disebabkan karena pada menit-menit tersebut larutan iod dan enzim amilase
bereaksi, sehingga terjadi perubahan warna pada cracker yang di kunyah dan amilase
merubah atau menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk karbohidrat lebih
sederhana, yaitu dekstrin, dan apabila berada dimulut cukup lama maka sebagian akan
diubah menjadi disakarida maltosa. (Almatsier, Sunita: 2009).
Tetapi pada praktikum kali ini warna cracker masih sama ketika sebelum d
tetesi iod Perbedaan hasil percobaan ini dipengaruhi oleh konsentrasi saliva masingmasing orang dan cara pengunyahannya yang berbeda, sehingga hasil yang diperoleh
pun berbeda.
Dan Pada praktikum dan tabel ke II Berdasarkan hasil praktikum pada uji
hidrolisis amilum uji iod dan benedict pada suhu 5C,15C,25C,35 C,45 C,65 C
terlihat perubahan. Pada uji benedict warna tidak begitu memperlihatkan perubahan
namun ditemukan butiran-butiran putih dari menit ke menit pada setiap suhu, maka
hal ini sesuai dengan teori bahwa ini menandakan adanya proses hidrolisis maltosa
menjadi dua molekul glukosa. Proses pemanasan mempercepat hidrolisis maltosa
menjadi glukosa. Pada uji iod ditemukan titik akromatis pada suhu 35 C yang
ditandai dengan intensitas kepekatan yang makin bertambah dari menit pertama
hingga menit terakhir, namun dalam sumber literatur menyatakan bahwa suhu optimal
enzim berada pada suhu 30C - 40 C dan akan rusak di atas suhu 50C. Hal ini
disebabkan apabila enzim berada pada suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
denaturasi (perubahan struktur) serta kerusakan pada enzim dan jika kurang dari 30C
enzim bekerja inaktif atau tidak berfungsi sementara.Pada praktikum ini merupakan
urutan hidrolisis amilumAmilum diubah menjadi maltose yang dibantu oleh enzim
amylase. Maltose diubah kembali menjadi glukosa oleh enzim maltase.
Amilum (S) + Amilase (E) Amilase (E) Amilum (S)
Amilase (E) + Maltosa (P)
Hal tersebut menunjukan bahwa kerja enzim optimum karena enzim amylase
selesai bekerja ketika tidak ada lagi karbohhidrat yang harus di ubah. Fungsi saliva
terpusat pada isinya, yaitu amylase saliva (ptyalin) suatu enzim untuk mengurai
amilum pada tahap awal. (Darmadi Gunarso.2005.2.27).
Setiap enzim memiliki suatu suhu yang optimum dimana laju reaksinya
berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukkan molekuler paling
banyak tanpa mendeturasi enzim (team pengajar, 2015:8)
I. Pertanyaan
1. Apa kegunaan uji Iod dan Benedict?
Uji iod ialah untuk penambahan iod pada suatu polisakarida akan
menyebabkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati
dengan iodium menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur,
glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan yodium membentuk
warna merah cokelat.
Sedangkan uji benedict digunakan untuk menguji adanya glukosa dalam suatu
larutan, benedict digunakan untuk mentes atau memeriksa kehadiran gula
monosakarida dalam suatu cairan monosakarida bersifat reduktor, dengan meneteskan
reagen akan menghasilkan endapan merah bata. Selain menguji kualitas secara
kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam..
2. Apakah saliva itu? Kelenjar apa yang menghasilkannya, dan komponen apa saja yang
terkandung dalam saliva?
Jawab:
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.
Saliva memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem didalam rongga mulut. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau
kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna
makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut salivia (ludah atau air
liur). Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor
merupakan kelenjar saliva utama yang terdiri dari kelenjar parotid, kelenjar
submandibular, dan kelenjar sublingual. Sedangkan kelenjar saliva minor merupakan
kelenjar saliva yang ditemukan di sepanjang mukosa rongga mulut. Komponen utama
saliva adalah air yaitu sebesar 98%. Dalam saliva juga terdapat komponen lain dan
dapat dibedakan atas komponen organik dan komponen anorganik. Komponen
organik saliva terdiri dari amilase, imunoglobulin, mukus, gikoprotein, lisozim, sistem
peroksidase, laktoferin, laktoperoksidase dan gustin. Sedangkan komponen anorganik
dalam saliva adalah ion kalsium, magnesium, fluorida, bikarbonat, kalium, natrium,
klorida dan amonium. Selain itu terdapat gas karbondioksida, nitrogen dan oksigen.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aktivitas kerja enzim?
Jawab:
enzim.
Aktivator dan inhibitor. aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan
antara enzim dengan substratnya. Sebaliknya, inhibitor merupakan suatu molekul
Amilum
Amilodekstrin
Eritrodekstrin
Akrodekstrin
Maltosa
J. Daftar Pustaka
Tim pengajar. 2015. Panduan Praktikum Fisiologi Hewan. Bandung. UIN press
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Goenarso, Darmadi. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press
(http://roypg.blogspot.com/2009/02/karbohidrat.html/diakses_2015/18/10-2015 ).
(http://Hildayani,2009http://www.21ildashiro.blogspot.com/diakses2015/18/10-09.00)
(http://oketips.com/10146/tips-enzim-pencernaan-mengetahui-cara-kerja-enzim-amilase)