Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEPERAWATAN

PENCERNAAN AMILUM DENGAN METODE


WOHLGEMUTS

Kelompok II
M. Sujana

I1B109012

Valentino Benny .K.

I1B109026

Borneo Yuda Pratama

I1B109009

Noorhidayah

I1B109202

Mutia Rahmah

I1B109207

Ira Paulina

I1B109214

Bagian Kimia Fakultas Kedokteran


Universitas Lambung Mangkurat
BANJARBARU
Maret 2010

JUDUL PRAKTIKUM
Pencernaan Amilum Dengan Metode Wohlgemuts
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum kali ini antara lain adalah sebagai berikut :
-

Untuk mengetahui cara kerja amilase saliva

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja enzim

METODE PRAKTIKUM

a)
b)
c)
d)
e)

A. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
Plat tetes
Pipet tetes
Beaker glass
Stopwatch
Labu Erlenmeyer
B. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
a) Aquadest
b) Saliva
c) Amilum
d) Iodium
e) Larutan Kanji
f) Buffer Fosfat pH 7

C. Cara Praktikum
C.1. Pengumpulan Saliva
Probandus berkumur dengan menggunakan aquadest, setelah itu keluarkan saliva
dan tempatkan pada gelas beker. Ambil saliva yang telah terkumpul sebanyak 1
ml dan encerkan dengan aquadest dalam labu ukur 25 ml.

C.2. Pengukuran aktivitas amilase saliva


Masukkan 5 ml larutan kanji ke dalam masing-masing erlenmeyer, lalu
tambahkan 2 ml buffer fosfat pH 7. Selanjunya, masukkan gelas beker tersebut ke
dalam waterbath suhu 380C selama 2 menit. Setelah itu, tambahkan 1 ml saliva
yang telah diencerkan dan nyalakan

stopwatch. Ambil 2 tetes larutan dan

tempatkan pada plat tetes. Tambahkan 1 tetes larutan iod. Jika larutan berwarna
biru, ulangi lagi percobaan tersebut. Caranya dengan mengambil kembali 2 tetes
larutan kemudian menempatkannya pada plat tetes dan ditambahkan 1 tetes
larutan iod. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi percobaan tersebut. Caranya
dengan mengambil kembali 2 tetes larutan kemudian menempatkannya pada plat
tetes dan ditambahkan 1 tetes larutan iod. Jika warna biru sudah hilang, matikan
stopwatch dan catat waktu yang dipergunakan. Ulangi cara kerja di atas untuk
menentukan waktu (dalam detik) hingga warna biru tersebut hilang. Contoh :
andaikan waktu yang diperoleh pada percobaan adalah 6 menit, maka
sesungguhnya waktu yang dipergunakan oleh enzim amilase untuk mengkatalisis
terletak pada menit 5 sampai 6. Dengan demikian, pada saat menit ke-5,
pengambilan larutan dilakukan setiap 10 detik sekali. Jadi waktu yang digunakan
adalah 5 menit y detik.
C.c. Perhitungan
380 = ml larutan kanji
d

30 menit
X

30

ml saliva

t (dalam menit)

Keterangan :
Satu unit aktivitas amilase adalah banyaknya milligram amilum yang dipecah oleh
1 ml cairan (saliva) selama 30 menit pada suhu 38 derajat.
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum

Dari praktikum yang dilakukan, hasil yang kami peroleh adalah hanya sampai
pada warna biru berubah menjadi warna kuning, waktu yang diperlukan adalah 56
menit.
Perhitungan
380 = 5 ml
d

30 menit
X

30

1 ml

unit
56 menit

= 2,82 unit
B. Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai pencernaan amilum dengan metode
Wohlgemuts. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi kerja enzim dan mengetahui cara kerja amilase. Sesuai judul
dan tujuan praktikum kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai suhu yang
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan proses
enzimatik. Enzim yang digunakan adalah enzim amilase.
Enzim merupakan polimer biologi yang mengkatalis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang ini.
Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai
peristiwa fisiologik, enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan
dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur
kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut
menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan informasi genetik;
dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini
dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara
cermat. Semua enzim diidentifikasi dengan penambahan akhiran ase pada nama
substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak
(Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease
menghidrolisis protein [1].

Karbohidrat adalah konstituen utama dari diet manusia dan polisakarida


adalah salah satu komponen utama dari karbohidrat yang sebagian besar mainkan
peran utama pada suplai energi. Dietary karbohidrat harus pertama dipecah
menjadi

monosakarida

oleh

beberapa

enzim

gastrointestinal,

sehingga

monosakarida dapat diserap oleh lumen usus. -Glukosidase dan -Amilase


adalah enzim utama yang dilibatkan dalam pencernaan dari karbohidrat. Amilase menurunkan pangkat kompleks karbohidrat dietary ke oligosakarida dan
disakarida dan akhirnya dikonversi ke dalam monosaccharides oleh Glukosidase [2]. Produk lain yang dihasilkan dari hidrolisis amilase adalah
dekstrin, yang penting dalam kecepatan proses pencernaan, penyerapan bahanbahan makanan[3].
Hampir semua karbohidrat dalam diet terdiri atas polisakarida atau
disakarida besar yang merupakan gabungan monosakarida yang saling berikatan
satu sama lain melalui kondensasi. Ini berarti bahwa sebuah ion hydrogen (H+)
telah dipindahkan dari salah satu monosakarida, dan satu ion hidroksil (-OH) telah
dipindahkan dari monosakarida lainnya. Kedua monosakarida kemudian
bergabung satu sama lain pada tempat pemindahan, dan ion hidrogen dan
hidroksil bergabung untuk membentuk air (H2O) [4].
Bila karbohidrat dicernakan, proses tersebut dibalik dan karbohidrat diubah
kembali menjadi monosakarida. Proses ini yang disebut hidrolisis, adalah sebagai
berikut (disakarida ditunjukkan oleh R-R):[4]
R-R + H2O
enzim pencernaan
ROH + RH
Proses pencernaan dimulai dari rongga mulut yang mengandung saliva atau
air liur. Saliva disekresi oleh glandul salivarius (kelenjar air liur) dan mengandung
sebagian besar air (99,5%), sisanya merupakan molekul-molekul padat. Saliva
mengandung suatu glikoprotein yaitu musin yang berfungsi sebagai pelicin pada
saat mengunyah dan menelan. Disamping itu saliva berfungsi sebagai tempat
ekskresi ion-ion anorganik seperti K+,Ca2+, HCO3-, tiosianat (SCN), iodium dan
immunoglobulin A (Ig A). Pada umumnya saliva memiliki pH yang berkisar
antara 6-8 (netral) [5].
Air liur memainkan satu peran penting dalam pencernaan, pertahanan, dan
pemberian minyak pelumas. Kelenjar parotid menyokong berbagai amilase yang

dihasilkan. Pengeluaran diatur dengan proteinSSS ludah pastikan availabilitas dari


campuran benar dengan ludah protein ketika perlukan. Sebagai tambahan,
kelenjar utama ludah adalah sasaran untuk protokol pengobatan gen yang
mengarah di protein obati targeting yang manapun ke rongga mulut atau
keperedaran.[6]
Selain musin, saliva mengandung enzim amilase (ptialin) yang berfungsi
menghidrolisis amilum atau glikogen menjadi maltosa. Akan tetapi, jumlahnya
tidak begitu berarti bagi tubuh sebab waktunya yang singkat bereaksi dengan
jumlah makanan di dalam mulut. Saliva juga mengandung enzim lipase, namun
tidak mempunyai arti bermakna bagi manusia. Pencernaan karbohidrat kemudian
diteruskan oleh amilase pankeras. Selanjutnya oleh enzim hidrolase spesifik
dihidrolisis menjadi bentuk monosakarida terutama glukosa, fruktosa dan
galaktosa.[5]
Sekresi pankreas seperti saliva, mengandung sejumlah besar -aminolase
yang fungsinya hampir mirip dengan -amilase saliva tetapi beberapa kali lebih
kuat. Oleh karena itu dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah kimus dikosongkan
dari lambung ke dalam duodenum dan bercampur dengan getah pancreas,
sebenarnya, semua karbohidrat telah dicernakan. Pada umumnya, hampir semua
karbohidrat diubah menjadi maltosa dan polimer-polimer glukosa yang sangat
kecil lainnya sebelum keduanya melewati duodenum atau jejunum bagian atas.[4]
Eritrosit yang terletak pada vili usus halus mengandung empat enzim
(lactase, sukrase, maltase, dan a-dekstrinase), yang mampu memecahkan
disakarida laktosa, sukrosa dan maltosa, ditambah polimer-polimer glukosa kecil
lainnya menjadi unsur monosakarida. Enzim-enzim ini terletak di dalam eritrosit
yang melapisi brush border mikrovili usus, sehingga disakarida dicernakan
sewaktu berkontak dengan eritrosit ini. Seluruh monosakarida larut-air dan
diserap dengan segera ke dalam darah portal.[4]
Hasil percobaan yang kami lakukan mengalami kegagalan dimana warna
biru yang dihasilkan setelah larutan ditetesi iod tidak mengalami perubahan
menjadi tidak berwarna. Hasil yang kami peroleh hanya sampai pada perubahan
warna larutan menjadi kuning. Padalah waktu yang digunakan cukup lama yaitu
56 menit. Kami mengulang percobaan sebanyak tiga kali. Percobaan pertama,

larutan tetap berwarna biru tua selama 48 menit. Percobaan kedua, dilakukan
bersamaan dengan percobaan ketiga. Larutan pada percobaan kedua tetap
berwarna biru tua sampai menit ke-50, larutan pada percobaan ketiga berwarna
kuning pada menit ke-56. Setiap percobaan kami gunakan saliva yang berbeda.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi yaitu suhu,
konsentrasi reaktan, pH, konsentrasi substrat, inhibitor. Ini berkaitan dengan Teori
kinetik atau teori benturan (collision theory) kinetik kimia menggunakan dua
konsep penting: (1) Hanya molekul yang saling membentur , yaitu yang berada
dalam pembentukan ikatan antara satu sama lain, yang dapat bereaksi; dan (2)
untuk setiap reaksi kimia terdapat rintangan energi yang harus diatasi agar reaksi
terjadi. Dengan demikian, faktor-faktor yang menaikkan energi kinetik pada
molekul yang bereaksi akan menurunkan rintangan energi untuk terjadinya reaksi,
atau meningkatkan frekuensi benturan harus meningkatkan kecepatan reaksi.
Analog substrat yang berikatan secara reversibel pada tapak katalitik dan bekerja
sebagai inhibitor kompetitif enzim terdiri atas berbagai macam obat yang
memiliki nilai medis. Inhibitor dapat dibedakan dengan mengukur aktivitas enzim
pada berbagai konsentrasi substrat baik dengan atau tanpa inhibitor.[1]
Meningkatnya laju reaksi dapat disebabkan oleh tumbukan antar atom atau
molekul. Banyaknya atom atau molekul yang terlibat dalam tumbukan untuk
terjadinya reaksi disebut molekularitas reaksi. Jika hanya satu atom atau molekul
yang terlibat tumbukan disebut reaksi unimolekular. Akan tetapi bila dua atom
atau molekul yang bertumbukan dinamakan reaksi biomolekular, sedangkan
reaksi termolekular adalah reaksi yang melibatkan tiga atom atau molekul yang
bertumbukan. Reaksi unimolekular merupakan reaksi orde satu, sedangkan reaksi
biomolekular dan termolekular, adalah mengikuti orde dua dan tiga [7].
Selain itu hasil percobaan ini dipengaruhi oleh sterilitas alat-alat yang
digunakan saat praktikum, keadaan probandus (probandus yang tidak makan, ini
mempengaruhi kerja enzim dalam bereaksi). Kelalaian praktikan dalam
melakukan percobaan, seperti kurang teliti dalam waktu penetesan larutan,
praktikan yang bekerja sambil bercanda.

PENUTUP
A. Simpulan
1. Semakin banyak Amilum yang digunakan maka laju reaksi akan semakin
cepat, dengan kata lain waktu yang digunakan lebih singkat.
2. Warna biru pada larutan terjadi karena amilum mengalami oksidasi oleh
iodium.
3. Enzim adalah biokatalis yang dihasilkan oleh jaringan, yang dapat
meningkatkan laju reaksi kimia yang berlangsung di jaringan.
4. Aktivitas Amilase pada pada percobaan yang kami lakukan adalah 2,82 unit.
B. Saran
Sebaiknya pada saat praktikum dilakukan, praktikan lebih teliti dalam
mengamati perubahan warna dan waktu, agar hasil yang didapat lebih akurat.

Praktikan sebaiknya memahami langkah langkah percobaan dengan baik agar


praktikum menjadi lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Murray, Robert K, dkk. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: EGC, 2003.
2. Hoque, Md Mahfuzul, et al. Characterization an Optimization of a-amylase
Activity of Streptomyces clavifer. Pakistan Journal of Biological Science
9:1328-1332, 2006.
3. Nickavar Bahman and Yousefian Nasibeh. Inhibitory Effects of Six Allium
Species on -Amylase Enzyme Activity. Iranian Journal of Pharmaceutical
Research 8 (1): 53-57, 2009.
4. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC, 2007.
5. Staf Biokimia Kedokteran FK UNLAM. Diktat dan Modul Biokimia.
Banjarbaru: FK UNLAM, 2010.
6. Gorr, S.-U, Venkatesh, S.G and Darling, D.S. Parotid Secretory Granules:
Crossroads of Secretory Pathways and Protein Storage. J Dent Res 84(6):500509, 2005.

7. Suhartono E, Fachir H, Setiawan B. Stress oksidatif: dasar & penyakit.


Banjarmasin: Pustaka Banua, 2007.

Banjarbaru, 3 Maret 2010


Ketua Kelompok

Dosen Praktikum

Muhammad Sujana

Drs. H. Eko Suhartono, M.Si

NIM. I1B109012

NIP. 19680907 199303 1 004

Anda mungkin juga menyukai