Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA
SALIVA DAN EMPEDU

Nama : Charlina Amelia Br Barus

NIM : 41090003

Kel/Tgl : B/27 Januari 2011

Asisten : Dian Candra

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan yang masuk ke dalam mulut biasanya masih berbentuk potongan atau
keratan yang mempunyai ukuran relatif besar dan tidak dapat diserap langsung oleh dinding
usus. Oleh karena itu sebelum siap diserap oleh dinding usus makanan tersebut harus
melewati sistem pencernaan makanan yang terdiri atas beberapa organ tubuh, yaitu mulut,
lambung, dan usus dengan bantuan pankreas dan empedu. Dalam mulut makanan
dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan dikunyah. Selama penghancuran secara
mekanis ini berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang
disebut saliva atau ludah.
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa dan mengandung enzim
amilase. Sifat dan susunan saliva ditentukan dengan berbagai macam uji untuk karbohidrat
(uji Yodium dan uji Benedict), uji protein ( uji Biuret da uji Molisch). Penentuan suhu
optimum dan pH optimum enzim amilase juga ditentukan melalui pengujian serangkaian
suhu dan pH yang berbeda-beda. Empedu juga sangat membantu sistem pencernaan, asam
empedu berfungsi untuk mengaktifkan lipase dan membantu emulsifikasi lemak yang
diperlukan untuk hidrolisis dan absorbs lemak. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengetahui
pigmen empedu (uji Gmelin), asam-asam empedu yang terdapat dalam empedu ( uji
Pettenkofer),serta fungsi empedu sebagai emulgator.

B. Tujuan
1) Mengetahui keberadaan dan mekanisme kerja enzim.
2) Mempelajari pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim.
3) Mengetahui sifat fisik dan komponen biomolekul dalam saliva.
4) Mempelajari keberadaan pigmen dan asam empedu, serta membuktikan empedu bersifat
sebagai emulgator.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SALIVA
Tiga kelenjar saliva yaitu kelenjar sublingual, kelenjar submaksilar, dan kelenjar parotid.
Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah lidah bagian
depan. Kelenjar submaksilar terletak di belakang kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar
parotid ialah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atau mulut di depan telinga.
Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas 99.24%
air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat
organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Musin suatu glikoprotein dikeluarkan oleh
kelenjar sublingual dan kelenjar submaksilar, sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar
parotid. (Murray,2009)
Musin dalam saliva adalah suatu zat yang kental dan licin yang berfungsi membasahi
makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlacar proses menelan makanan.
Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah
luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan
hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut,
oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama untuk memberi kesempatan lebih
banyak pemecahan amilum di rongga mulut. (Amstrong,1995)

Amilum
Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum
atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian.
(Murray,2009)
Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari
glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300
unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai
terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan
1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini
menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan
bercabang. Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih
dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam
air dipanaskan, akan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi
larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang
membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah
lembayung. (Murray,2009)
Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan
glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase. Dalam ludah dan dalam
cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang bekerja terhadap amilum yang
terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amylase, amilum diubah menjadi maltosa dalam
bentuk maltosa. (Murray,2009)

Uji Benedict
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan
indikator yaitu adanya perubahan warna khususnya menjadi merah bata. Benedict digunakan
untuk menguji atau memeriksa kehadiran gula pereduksi dalam suatu cairan. Monosakarida yang
bersifat redutor, dengan diteteskannya reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain
menguji adanya gula pereduksi, juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula
dalam larutan maka semakin gelap warna endapan. (Amstrong,1995)

Uji Molisch
Uji Molisch terdiri atas larutan naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada
larutan glukosa, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua
lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi
kondensasi antara furfural dengan naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat,
namun dapat digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat. Hasil
negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat. (Amstrong,1995)

Uji Biuret
Pengujian biuret yang dilakukan pada air liur bertujuan untuk menentukan apakah di dalam air
liur terdapat protein atau tidak. Secara umum prinsip uji biuret adalah protein akan bereaksi
dengan NaOh dan selanjutnya dengan CuSO4 yang akan menghasilkan warna ungu. Dalam data
pengamatan hasil yang didapat larutan berwarna ungu dan adanya endapan biru yang artinya
saliva sampel mengandung protein. Protein yang ada dalam saliva ini berasal dari enzim yang
terdapat di dalamnya yang berupa enzim amylase yang tersusun atas protein. (Amstrong,1995)
EMPEDU
Hati merupakan organ pensekresi cairan empedu. Empedu sendiri bukan sejenis enzim
yang dapat mengkatalis reaksi dalam tubuh. Komposisi empedu terdiri dari air, garam empedu,
pigmen empedu, kolestrol, lisitin, garam anorganik. Dari semua komposisi tersebut, yang paling
penting dalam pencernaan lemak adalah efek hidrotropiknya. Tegangan permukaan rendah dari
lemak dan sebgian bertanggungjawab untuk emulsifikasi lemak sebelum dicerna dan di absorpsi
di dalam usus halus. Selain untuk absorpsi lemak empedu juga penting untuk proses absorpsi
vitamin-vitamin yang larut dalam dalam lemak (Vitamin A,D,E, dan K). Garam empedu
berfungsi sebagai penetral asam lambung yang masuk ke dalam duodenum. Asam empedu
merangsang produksi garam-garam empedu. (Murray,2009)
Pengujian Gmelin yang merupakan nama dari ilmuan Inggris. Prinsip pengujian ini
meliputi reaksi antara bilirubin dengan HNO3 yang akan menghasilkan larutan berwarna sesuai
dengan konsentrasi HNO3 yang dipakai. Jika kita mengunakan HNO3 pekat (95%) maka akan
terbentuk larutan merah muda. Pengujian pettenkoffer akan membuktikan adanya garam dan
asam empedu yang terkandung di dalamnya. Prinsip pengujian ini adalah garam pada empedu
akan diasamkan oleh H2SO4 dan adanya hasil kondensasi heksosa dari sukrosa akan bereaksi
dengan asam empedu membentuk kompleks warna merah di antara 2 lapisan yang terbentuk.
Pengujian empedu lainnya yaitu mengetahui sifat pengemulsi lemak dari cairan empedu. Sifat ini
wajib di miliki cairan empedu. Hal ini berkaitan dengan fungsinya dalam pencernaan makanan di
dalam tubuh yaitu sebagai pencerna lemak. Lemak akan mudah di hidrolisis dengan cara
mengubah bentuknya menjadi emulsi. Zat yang berperan disini adalah enzim lipase.
(Murray,2009)
BAB III
METODELOGI

1. Enzim
A. Alat dan Bahan :
1) Amilum 2%
2) Saliva
3) Tabung reaksi
4) Incubator/waterbach
5) Spirtus
6) H2O / aquadest
7) Larutan HCl
8) Larutan benedict & reagen warna
B. Cara Kerja :

Siapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi 5ml amilum. Kemudian salah satu tabung
yang sudah isi amilum tadi dipanaskan diatas spirtus.

Siapkan 4 tabung reaksi (A,B,C,D). Masukkan 5 ml saliva pada tabung A, B dan C,


kemudian masukkan 5ml H2O pada tabung D.

Tambahkan 5ml HCl pada tabung reaksi B. Tambahkan 5ml amilum yang dipanaskan pada
tabung C.

Siapkan 4 tabung reaksi lagi (A1,B1,C1,D1). Bagi dua isi tabung reaksi A,B,C,D dan
masukkan ke tabung reaksi A1,B1,C1,D1 sesuai dengan labelnya masing-masing.

Tambahkan masing-masing tabung A,B,C,D dengan amilum segar. kemudian tambahkan


masing-masing tabung A1,B1,C1,D1 dengan amilum matang (yang sudah dipanaskan).

Masukkan semua tabung reaksi kedalam waterbath 370C selama ± 5 - 10 menit.

Uji dengan larutan benedict dan reagen warna. Teteskan masing-masing larutan pada tiap
tabung reaksi dan amati perubahan warna yang terjadi.
2. Saliva
A. Alat dan Bahan :
1) Saliva
2) Larutan biuret
3) Larutan molisch
4) Asam asetan encer
5) H2SO4 pekat
6) Kertas saring
7) Tabung reaksi
8) pH meter
9) Pipet ukur
10) Pipet tetes

B. Cara Kerja :

Ukur pH saliva dengan pH meter.

Siapkan 2 tabung reaksi (A dan B), kemudian masukkan 2 ml saliva pada masing-masing
tabung reaksi.

Tambahkan 5 tetes larutan biuret pada tabung A, campur perlahan dan lihat perubahan
warnanya.

Tambahkan 5 tetes larutan molisch (α-naftol) pada tabung B, campur perlahan kemudian
tambahkan 2 ml H2SO4 pekat secara perlahan melewati dinding tabung, dan amati
perubahan warnanya.

Saring sisa saliva dengan kertas saring dan masukkan 2ml ke dalam tabung reaksi (C).
Tambahkan 2 tetes asam asetat encer, campur rata dan perhatikan endapan yang terjadi.
3. Empedu
a) Uji Gmelin
A. Alat dan Bahan :
1) Larutan empedu encer
2) Larutan asam nitrat (HNO3) pekat
3) Tabung reaksi
4) Pipet volumetric
B. Cara Kerja :

Masukkan 3 ml HNO3 pekat kedalam tabung reaksi

Miringkan tabung reaksi, alirkan 3 ml larutan empedu encer dengan pipet melalui dinding
tabung reaksi.

Perhatikan warna-warna yang terbentuk pada perbatasan kedua cairan

b) Uji Pettenkofer
A. Alat dan Bahan :
1) Larutan sukrosa 5%
2) H2SO4
3) Tabung reaksi
4) Pipet volumetric
5) Pipet tetes
B. Cara Kerja :

Masukkan 5 ml larutan empedu encer kedalam tabung reaksi

Tambahkan 5 tetes larutan sukrosa

Miringkan tabung reaksi, alirkan 3 ml H2SO4 pekat dengan pipet melalui dinding tabung
hingga terbentuk 2 lapisan cairan. Perhatikan cincin yang terbentuk pada perbatasan
kedua lapisan.
c) Fungsi empedu sebagai emulgator
A. Alat dan Bahan :
1) Larutan empedu encer
2) Minyak goring
3) Air / aquadest
4) Tabung reaksi

B. Cara Kerja :

Siapkan 2 tabung reaksi (A dan B). Masukkan 3 ml aquadest pada tabung A dan masukkan
3 ml larutan empedu encer pada tabung B.

Tambahkan 1 tetes minyak goreng pada kedua tabung.

Kocok/ratakan tabung A dan B, kemudian amati perubahan yang terjadi seperti


terbentuknya emulsi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Enzim
Amilum segar Amilum matang
Reagen warna Benedict Reagen warna Benedict
A Kuning tua Endapan biru (-) A1 Kuning Endapan jingga (+++)
B Coklat tua Endapan biru (-) B1 Biru tua Endapan biru (-)
C Kuning muda Endapan biru (-) C1 Biru tua Endapan biru (-)
D Coklat muda Endapan merah D1 Biru tua Endapan biru (-)
bata (++++)

2. Saliva
pH awal = 7
Hasil
Tabung A Warna biru keunguan, menunjukkan adanya protein
Tabung B Bagian atas keruh, ada cincin hijau & ungu, bagian bawah bening
Tabung C Terdapat endapan, warna semakin keruh

3. Empedu
Hasil Gambar
Uji Gmelin Perubahan warna:
Atas: biru muda kehijauan
Tengah: kuning keruh
Bawah: bening
Uji Pettenkofer Atas: hijau
Tengah: cincin kuning & ungu
Bawah: bening

Fungsi empedu Tabung A : tidak terjadi emulsi


A
sebagai Tabung B: terjadi emulsi
emulgator
B
B. Pembahasan
1. Enzim
Pada uji enzim amylase untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim dilakukan uji benedict dan reagen warna. Berdasarkan dasar teori uji benedict
bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan indikator
yaitu adanya perubahan warna khususnya menjadi merah bata,selain itu karena semakin
banyak gula dalam larutan maka semakin gelap warna endapannya.
Dari percobaan dengan amilum segar didapatkan hasil tabung A berwarna kuning
tua dan dengan uji benedict didapatkan endapan berwarna biru (-), tabung B dengan uji
benedict didapatkan endapan berwarna biru (-) dan dengan uji reagen warna berwarna
coklat tua, tabung C dengan uji benedict didapatkan endapan berwarna biru dan dengan
uji reagen warna didapatkan warna kuning muda, sedangkan pada tabung D pada uji
benedict didapatkan endapan berwarna merah bata (++++) dan dengan uji reagen warna
didapatkan warna coklat muda. Hal ini menunjukkan bahwa tabung D mengandung gula
pereduksi dimana tabung D tadi mengandung H2O yang dapat membantu penguraian dan
hidrolisis enzim amylase.
Dari percobaan dengan amilum matang dengan uji reagen warna didapatkan hasil
warna tabung A1: kuning, B1: biru tua, C1: biru tua, dan D1: biru tua. Untuk dengan uji
benedict didapatkan hasil tabung A1:endapan berwarna jingga (+++), sedangkan pada
tabung B1,C1 dan D1 didapatkan endapan berwarna biru (-). Pada uji benedict hal ini
menunjukkan enzim terlihat bekerja pada tabung A1, sedangkan pada tabung B1,C1 dan
D1 enzim tidak dapat bereaksi. Hal ini mungkin dikarenakan enzim yang mengandung
zat lain seperti kofaktor HCl ataupun H2O tidak dapat bekerja optimal atau terjadi
inaktifasi, seperti diketahui bahwa suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah 37oC.

2. Saliva
Uji biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu.
Dari percobaan tabung A didapatkan warna biru keunguan yang menunjukkan adanya
protein. Hasil percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa
protein memiliki ikatan peptida yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu atau
berwarna biru lembayung (keunguan).
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya
karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat. Pada
hasil percobaan, tabung B terbentuk lapisan warna yang berturut-turut dari atas ke bawah:
hijau-ungu-bening. Hal ini disebabkan karena glukosa merupakan monosakarida yang
harus mengalami dehidrasi menjadi furfural. Berdasarkan dasar teori bahwa satu cincin
ungu menunjukkan adanya karbohidrat. Pada tabung B dengan uji Molish menghasilkan
cincin ungu yang berarti positif menunjukkan adanya karbohidrat. Hal ini dapat
disebabkan karena saliva yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa
makanan.
Uji dengan saliva yang disaring dan ditambahkan asam asetat mendapatkan hasil
adanya endapan dan warna semakin keruh. Hal ini dapat membuktikan adanya mucin
pada saliva dengan adanya pembentukan presipitat/endapan amorf.

3. Empedu
Pada hasil percobaan uji Gmelin terbentuk lapisan warna yang berturut-turut dari
atas ke bawah: biru muda – kuning – bening. Adanya warna kuning merupakan warna
dari bilirubin yang sedikit kekuningan, sedangkan warna biru muda kemerahan
membuktikan bahwa adanya reaksi bilirubin dengan HNO3 pekat.
Pada hasil percobaan uji Pettenkofer terbentuk lapisan warna yang berturut-turut
dari atas ke bawah: hijau – kuning ungu – bening. Dengan adanya cincin berwarna ungu
membuktikan adanya kondensasi heksosa dari sukrosa akan bereaksi dengan asam
empedu.
Percobaan empedu sebagai emulgator mendapatkan hasil tabung A (minyak +
aquadest) tidak didapatkan emulsi, dimana setelah minyal dan aquadest dikocok tidak
dapat bercampur. Sedangkan pada tabung B (minyak + empedu encer) setelah minyak
dan empedu dikocok kedua cairan tersebut dapat bercampur yang menunjukkan bahwa
terjadi emulsi, sehingga membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator atau bahan yang
dapat menstabilkan emulsi.
BAB V
KESIMPULAN

1) Suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah 37oC.


2) Glukosa dan galaktosa memiliki gugus aldhida yang mengakibatkan kedua monosakarida
tersebut dapat mereduksi larutan Benedict, yang ditandai dengan adanya endapan merah
bata.
3) Uji Molish digunakan untuk membuktikan adanya karbohidrat yang dapat mengalami
dehidrasi menjadi furfural.
4) Terdapat reaksi-reaksi spesifik untuk protein yang dapat digunakan untuk identifikasi
kandungan protein antara lain uji biuret yang bertujuan untuk menunjukkan adanya ikatan
peptide.
5) Adanya mucin pada saliva ditandai dengan adanya pembentukan presipitat/endapan amorf.
6) Cairan empedu yang diuji mengandung billirubin dangan ditunjukan uji positive Gmelin.
7) Cairan empedu yang diuji mengandung garam-garam empedu dengan ditunjukan uji positif
pettenkoffer.
8) Empedu berfungsi sebagai emulgator atau bahan yang dapat menstabilkan emulsi.
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia. Edisi ketiga. EGC: Jakarta
R. K. Murray. 2009. Biokimia Harper edisi 27, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai