Anda di halaman 1dari 16

Enzim Pencernaan 1: Daya Cerna Air Liur

Listia Vidyawati M M (G84120086)1, Novi A (G84110025)2, Syaefuddin3


Mahasiswa praktikum1, Nama asisten2, Dosen praktikum3
METABOLISME
Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
2014
ABSTRAK
Amilase adalah salah satu enzim pencernaan yang terkandung pada air liur. Amilase
pada saliva berasal dari kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Bobot jenis
air liur sekitar 1.010 g/mL, hasil uji lakmus MO dan PP menunjukkan saliva
memiliki pH lebih kecil dari 4.5 dan lebih besar dari 8.5. Saliva mengandung protein
dalam bentuk enzim amilase yang memiliki lebih dari dua ikatan peptida,
mengandung tirosin yang ternitrasi, mengandung karbohidrat kompleks dan terdapat
gula pereduksi, dan dalam saliva terdapat ion klorida, asetat, dan fosfat. Suhu air
liur yang terukur sebesar 31 C. Titik akhromatik hidrolisis pati matang oleh amilase
pada 5.5 menit.
Kata kunci: saliva, amilase, hidrolisis pati, titik akhromatik
PENDAHULUAN
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi
kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar
(90%) dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan. Salah satu enzim pemecah pati (amilum)
adalah enzim amilase. Amilase memecah polimer karbohidrat menjadi gula sederhana
(Soesilo D 2005). Ada tiga macam enzim amilase, yaitu -amilase, -amilase dan amilase. Enzim amilase dalam saliva dan pankreas dalam bentuk -amilase. Enzim
ini memecah ikatan -1,4-glikosidik yang terdapat dalam amilum dan disebut endo
amilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum.
Amilase pada saliva berasal dari kelenjar parotis, submandibular, dan
sublingual. Kelenjar ini terbentuk dari unit lebih kecil yang disebut acini (asinus),
yang dilapisi oleh sel-sel yang menghasilkan amilase. Pada tumbuhan dalam bentuk
-amilase terdapat dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan oleh asam
giberilik (Suarni dan Patong R 2007).

Enzim memiliki sifat sebagai katalisator alami. Amilase berfungsi sebagai


enzim yang mengkatalisis pemecahan polisakarida menjadi monosakarida. Amilase
bekerja dengan cara memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada senyawa
polimer karbohidrat. Hasil molekul amilum ini akan menjadi monomer-monomer
yang lebih sederhana, seperti maltosa, dekstrin dan molekul glukosa sebagai unit
terkecil. Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat
spesifik, tergantung pada sumber organismenya, jenis enzim amilase yang digunakan,
dan tempatnya bekerja.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan 1 Biokimia Departemen
Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Waktu praktikum yaitu hari Jumat, tanggal 12 September 2014 pukul 13.00 16.00
WIB.
Alat dan Bahan
Alat - alat yang dipakai pada percobaan kali ini adalah peralatan gelas,
urinometer, penangas air, penangas es, papan porselen, lakmus FF dan MO, glass
wool, corong plastik dan kertas saring. Bahan yang digunakan adalah air liur sekitar
50 mL, tepung pati, pereaksi Benedict, Biuret, Millon, Molisch, dan yodium, asam
khlorida, asam asetat, asam sulfat, asam fosfat, musin, larutan kanji 1%, dan akuades.

Prosedur
Sifat dan susunan air liur. Rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur
berkali-kali. Kertas saring yang dibasahi dengan asam asetat encer diletakkan di
bawah lidah untuk merangsang keluarnya air liur. Kumpulkan air liur sampai volume
50 mL lalu saring dengan glass wool. Air liur di uji bobot jenis dengan urinometer,
direaksikan dengan lakmus FF dan MO, pereaksi Benedict, Biuret, Millon, Molisch,

asam khlorida, asam asetat, asam sulfat, asam fosfat, lalu diamati perubahannya.
Pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur. Empat tabung reaksi diisi 2
mL air liur dan 2 mL akuades, lalu dikocok dan diletakkan masing-masing pada
penangas es pada suhu 10 C, suhu kamar, penangas air 37 C dan penangas air 80 C
selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan kanji 1%, dikocok lalu
diletakkan kembali pada suhu masing-masing selama 10 menit. Isi tabung dibagi
menjadi dua bagian, satu bagian uji dengan yodium dan yang lainnya dengan
Benedict.
Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur. Empat tabung reaksi masingmasing diisi dengan 2 mL HCL, 2 mL asam asetat, 2 mL akuades, dan 2 mL Nakarbonat 0.1%. Nilai pH masing-masing tabung adalah 1, 5, 7, dan 9. Ditambahkan 2
mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur, lalu dikocok dan diletakkan pada penangas air
37 C selama 15 menit. Isi tabung dibagi menjadi dua bagian, satu bagian uji dengan
yodium dan yang lainnya dengan Benedict.
Hidrolisis pati oleh amilase air liur. Ke dalam 5 mL larutan kanji 1%
dibubuhkan 0.2 mL air liur, lalu disimpan pada suhu 37 C. Dicatat waktu
terbentuknya opalesan dan perubahan kekentalan. Setiap selang waktu 0.5 menit
dipindahkan satu tetes ke papan porselen dan ditetesi yodium. Dicatat waktu
timbulnya warna biru, warna kecoklatan, dan waktu tidak memperlihatkan perubahan
warna (titik akhromatik).
Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur. Dimasukkan sedikit tepung pati
ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 mL akuades kemudian dikocok.
Dibubuhkan 10 tetes air liur dan disimpan pada temperatur 37 C selama 20 menit.
Filtratnya disaring lalu dibagi menjadi dua bagian, satu bagian uji dengan yodium dan
yang lainnya dengan Benedict.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan kali ini menggunakan banyak reaksi uji untuk menguji keberadaan
enzim dan menguji apakah enzim amilase terkandung dalam air liur dengan menguji
produk reaksi yang dikatalisis oleh enzim amilase. Uji pertama adalah dengan

pereaksi biuret, yaitu untuk menguji apakah air liur mengandung protein dalam
bentuk enzim. Pereaksi Biuret mengandung ion tembaga (II) dalam suasana basa
yang akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun
protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biuret positif
terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas
atau dipeptida (Harr 2002).
Uji selanjutnya adalah uji dengan pereaksi Benedict. Pada uji Benedict larutan
tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton
bebas dengan membentuk Cu2O yang membentuk endapan merah bata. Selanjutnya
adalah uji Molisch, prinsip uji ini didasari oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam
sulfat membentuk cincin furfural yang berwarna ungu. Uji dengan pereaksi yodium
akan membentuk kompleks biru saat direaksikan dengan polisakarida. Prinsip dari uji
millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi, hasil reaksi
positifnya adalah terbentuk endapan putih.
Pengujian selanjutnya dengan sulfat, uji ini menggunakan BaCl 2 yang akan
membentuk BaSO4 ,dengan ion sulfat yang terkandung dalam saliva, yang
membentuk endapan putih keruh. Sama seperti uji sulfat, uji klorida menunjukkan
hasil positif jika membentuk endapan putih artinya terdapat ion klorida dalam saliva
(Maryati 2000). Menurut Erdem et al. (2013), pH saliva kontrol sekitar 6.940.43.
Artinya pH saliva manusia bersifat cenderung asam, sehingga lakmus PP akan tetap
tidak berwarna saat pH dibawah 8.3 dan lakmus MO berwarna kuning pada pH asam
di atas 4.5. Pada reaksi antara saliva dan pereaksi musin akan terbentuk endapan putih
jika air liur mengandung musin.

Tabel 1 Hasil pengamatan sifat dan susunan air liur


Uji
Hasil
Pengamatan

Gambar

Lakmus fenolftalein

Lakmus tetap berwarna


merah

Lakmus methyl
orange

Lakmus tetap berwarna


merah

Biuret

Larutan berubah warna


menjadi keunguan

Millon

Terbentuk endapan putih

Molisch

Larutan berubah warna


menjadi coklat.

Klorida

Larutan berubah warna


menjadi putih keruh dan
terbentuk endapan putih.

Musin

Larutan berubah warna


menjadi putih tanpa
terbentuk endapan
amorfous

Sulfat

Terbentuk endapan putih

Fosfat

Larutan berubah menjadi


hijau dan terdapat
endapan putih

Keterangan : + : positif terhadap uji


- :negatif terhadap uji
Perhitungan bobot jenis saliva:
Faktor koreksi = 31 - 20
3.67 4
Bobot jenis
3
4 10 3 0.004

BJ terkoreksi = bobot terukur + faktor terkoreksi


= 1.006 g/mL + 0.004
= 1.010 g/mL
Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 1, dapat diketahui saliva
mengandung protein dalam bentuk enzim amilase yang memiliki lebih dari dua ikatan
peptida, mengandung tirosin yang ternitrasi, mengandung karbohidrat kompleks dan
terdapat gula pereduksi, dan dalam saliva terdapat ion klorida, asetat, dan fosfat, tidak
terdapat musin dalam saliva. Hal ini diketahui karena reaksi uji untuk menguji
keberadaan senyawa tersebut positif. Bobot jenis air liur sekitar 1.010 g/mL, hal ini
karena dalam saliva terkandung molekul padat yang terlarut seperti protein dan
karbohidrat. Suhu air liur sekitar 31 C, suhu ini berada di bawah rentang suhu air liur
seharusnya yaitu 32 C - 37 C. Hal ini disebabkan karena pengukuran suhu
dilakukan saat saliva sudah lama disekresikan ke lingkungan, sehingga suhunya
menurun. Nilai pH yang diperoleh tidak menunjukkan hasil positif, karena dari uji
MO dan PP diketahui bahwa saliva memiliki pH lebih kecil dari 4.5 dan lebih besar
dari 8.5. Nilai pH optimum air liur berada dalam rentang pH 6 - 7, artinya ada
kesalahan saat pengukuran pH yaang bisa disebabkan oleh kontaminasi udara atau
alat yang digunakan belum bersih.
Tabel 2 Pengaruh suhu pada amilase saliva
Suhu (C)
Intensitas
Perubahan warna
Iodin
Benedict
Iodin
Benedict

Gambar
Iodin
Benedict

10

Endapan
coklat

Biru

Kamar

++

+++

Endapan
coklat

Biru

37

++

Tidak
ada
endapan

Biru

80

++++

++++

Endapan
biru

Biru

Keterangan : ++++ = Intensitas warna uji sangat pekat


+++
= Intensitas warna uji lebih pekat
++ =Intensitas uji warna pekat
+
= intensitas warna uji kurang pekat
= tidak terbentuk warna uji
Setiap enzim memiliki pH optimumnya sendiri agar dapat bekerja maksimal.
Di luar dari rentang tersebut pH tidak berfungsi lagi, khususnya jika pH berada di atas
suhu optimum akan mengalami denaturasi. Berdasarkan data yang diperoleh, suhu
optimum berada pada 80 C, yaitu suhu saat pereaksi yodium menunjukkan hasil
positif. Sedangkan pereaksi benedict hanya menunjukkan perubahan intensitas warna,
tidak bereaksi positif (warna tidak jadi ungu). Hal ini terjadi karena larutan kanji yang
seharusnya digunakan untuk uji enzim amilase tidak ditambahkan ke dalam tabung
reaksi. Sehingga amilase tidak mengkatalisis reaksi hidrolisis polisakarida menjadi
monosakarida. Suhu optimum amilase maksimal bekerja seharusnya pada suhu 37 C
atau setara dengan suhu normal tubuh manusia (Amutha K and Priya KJ 2007).

Tabel 3 Pengaruh pH dengan uji iodium


pH

Intensitas
Iodin
benedict

Perubahan warna
Iodin
Benedict

Gambar
Iodin

Benedict

++++

Tidak
berwarna
ke biru
pekat

Biru ke
biru

+++

++

Tidak
berwarna
ke
kekuning
an

Biru ke
oranye
dan
lapisan
bata
merah

++

++

Tidak
berwarna
ke
kekuning
an

Biru ke
oranye
dan
lapisan
bata
merah

++

Tidak
berwarna
ke tidak
berwarna

Biru ke
oranye
dan
lapisan
bata
merah

Keterangan : ++++ = Intensitas warna uji sangat pekat


+++
= Intensitas warna uji lebih pekat
++ =Intensitas uji warna pekat
= tidak terbentuk warna uji
Menurut Amutha K and Priya KJ (2007), laju reaksi hidrolisis polisakarida
oleh amilase mengalami percepatan pada rentang pH 6 - 7. Artinya pada pH tersebut
enzim amilase bekerja optimal. Berdasarkan tabel 3, diperoleh bahwa pH optimum
enzim amilase berada pada rentang pH 5 - 7.
Tabel 4 Hidrolisis pati oleh amilase air liur
Substrat
Matang

Titik akrhomatik
5.5 menit

Hidrolisis pati matang dan pati mentah oleh amilase air liur untuk menentukan
kemampuan hidrolisis enzim amilase. Pada percobaan pati matang dari 0.5 menit
pertama sampai 0.5 menit ke-8 (4 menit) menunjukkan reaksi yang positif yaitu
berwarna kebiruan (lihat gambar 1). Setengah menit selanjutnya yodium mulai
berwarna kecoklatan, hingga setengah menit ke-11 (5.5 menit) tidak terjadi perubahan
intensitas. Titik akromatik adalah suatu keadaan peraksi iod tidak memperlihatkan
perubahan warna, karena enzim amilase telah menghidrolisis pati menjadi maltosa
maupun glukosa. Titik akromatik hidrolisis pati matang yaitu pada 5.5 menit.
Uji yodium pada pati mentah tidak menunjukkan hasil yang positif, warna
yodium tetap kecoklatan (gambar 2). Sedangkan pada uji Benedict juga tidak
menunjukkan reaksi positif artinya tidak membentuk warna merah bata (gambar 3).
Kedua reaksi tidak menunjukkan hasil positif karena tepung pati tidak larut
sepenuhnya. Pada saat pengambilan filtrat, residu (padatan) pati jumlahnya cukup
banyak. Sehingga yang tersaring hanya air liur dan akuades.
Saat mendeteksi adanya makanan saliva akan disekresikan oleh kelenjar saliva
ke dalam mulut. Makanan dalam mulut bercampur dengan air liur (saliva) pada saat
proses mengunyah. Makanan tersebut dilumasi oleh saliva agar mudah dikunyah dan
ditelan. Keberadaan otot - otot mulut juga penting mencegah sekresi air liur saat
mulut tertutup.

Gambar 1 Hasil uji iodium pati matang

Gambar 3 Hasil uji Benedict pati


mentah

Gambar 2 Hasil uji iodium pati


mentah

SIMPULAN
Bobot jenis air liur sekitar 1.010 g/mL, hasil uji lakmus MO dan PP
menunjukkan saliva memiliki pH lebih kecil dari 4.5 dan lebih besar dari 8.5. Saliva
mengandung protein dalam bentuk enzim amilase yang memiliki lebih dari dua ikatan
peptida, mengandung tirosin yang ternitrasi, mengandung karbohidrat kompleks dan
terdapat gula pereduksi, dan dalam saliva terdapat ion klorida, asetat, dan fosfat. Suhu
air liur yang terukur sebesar 31 C. Titik akhromatik hidrolisis pati matang oleh
amilase pada 5.5 menit.

DAFTAR PUSTAKA
Amutha K and Priya KJ. 2007. Effect of pH, temperature, and metal ions on amylase
activity from Bacillus Subtilis KCK 006. International Journal of Pharma and
Bio Sciences. 407-413.
Harr RR. 2002. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Hartanto H, penerjemah; Erlan,
Lydia I, Mandera, editor. Jakarta (ID): EGC . Terjemahan dari: Clinical
Laboratory Science Review.
Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.
Soesilo D, Santoso RE, dan Diyatri I. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan
kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.).
38(1): 25-28.
Suarni dan Patong R. 2007. Potensi kecambah kacang hijau sebagai sumber enzim amilase. Indo. J. Chem. 7 (3): 332-336.

Anda mungkin juga menyukai