Anda di halaman 1dari 21

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Makalah Clinical Skills Lab


06 Maret 2020

SALIVA

Oleh :

Musthika Jathiasih J025191007


Sartika Rahmawati R.L J025191008
Warni Eka Muthia J025191009
Esfandiary J025191010
Nurvita Titi Ikawati J025191011
Mustakim J025191012

Dosen Pengampu :

drg. Noor Hikmah, Sp.KG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I.
PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya karena kondisi tersebut saling berkaitan dan juga akan
mempengaruhi kesehatan tubuh secara umum. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan
gigi dan mulut yaitu melakukan pemeliharaan rongga mulut secara maksimal, dimana seperti kita
tahu bahwa rongga mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang perlu diperhatikan
kebersihannya agar setiap individu terpelihara kesehatan gigi dan mulutnya.
Rongga mulut tidak hanya meliputi gigi, palatum dan lidah saja melainkan juga terdapat
saliva. Saliva merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang disekresikan oleh tiga
pasang kelenjar mayor yang mengandung 99,5% H2O, 0,5% elektrolit dan protein.
Saliva merupakan cairan tubuh yang paling mudah tersedia, dapat diakses, dan marker
yang diekspresikannya dapat digunakan untuk diagnosis dan follow-up pasien dari berbagai
penyakit, termasuk kanker, diabetes, gangguan keturunan, dan infeksi. Maka dari itu, saliva
memainkan peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan rongga mulut karena telah terbukti
menjadi alat bantu diagnostik yang mampu dalam mendeteksi bimarker yang berbeda. Makalah
ini membahas lebih lanjut mengenai seluk beluk saliva khususnya di bidang kedokteran gigi.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Definisi Saliva


Rongga mulut dilindungi oleh suatu lapisan film berupa cairan yang disebut saliva dimana
lapisan tersebut melapisi gigi dan mukosa. Saliva merupakan suatu cairan kompleks yang
dihasilkan oleh kelenjar saliva dan memiliki fungsi utama untuk menjaga keseimbangan rongga
mulut(1). Saliva juga merupakan cairan pertahanan tubuh yang disekresikan oleh tiga pasang
kelenjar utama yang mengandung 99,5% H2O dan 0,5% elektrolit serta protein. Saliva
mensekresikan dua jenis cairan utama yaitu sekresi serosa yang mengandung mucin sebagai
pelindung permukaan mukosa rongga mulut(1).
Kelenjar saliva dengan permeabilitas tinggi dikelilingi oleh pembuluh kapiler yang banyak,
darah dan acini, dan dapat bertukar molekul. Dengan demikian, biomarker dalam sirkulasi darah
dapat menyusup ke acini dan akhirnya disekresikan ke dalam saliva. Saliva tidak berwarna, tidak
berbau, memiliki berat jenis relatif 1,004 –1,009 dengan pH 6,6 - 7,1(2),(3).
Komposisi saliva tergantung dari jumlah sekresi. Aldosteron bisa meningkatkan pertukaran
sodium ke potassium, meningkatkan ekskresi sodium dan potassium yang tersimpan. Konsentrasi
bikarbonat dalam saliva mempertahankan pH saliva sekitar 7,4. Hal ini akan menetralkan kondisi
keasaman bakteri dan mencegah terjadinya karies gigi. Saliva juga mengandung IgA yang juga
membantu mencegah infeksi. Fluoride eksogen diabsorbsi dan disekresikan dalam saliva,
memberikan proteksi tambahan untuk melawan kerusakan gigi(1).

II.2. Anatomi Kelenjar Saliva


Sekresi saliva di dalam mulut dihasilkan oleh 3 (tiga) pasang kelenjar utama yang
dikeluarkan melalui duktus. Ketiga kelenjar utama itu adalah kelenjar parotis, kelenjar
submandibula, dan kelenjar sublingual. Kelenjar-kelenjar tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut(1) :
▪ Kelenjar Saliva Mayor
- Parotid
Merupakan kelenjar saliva yang terbesar dengan berat antara 15 sampai 30 gram dan
berukuran 6x3 cm. kelenjar parotid memiliki lobus superfisial yang luas dan lobus
profundal dengan nervus fasialis yang terleatak diantara kedua lobus tersebut. Kelenjar
parotid memiliki 3 sampai 24 nodus limfa yang terletak di lateral nervus fasialis di lobus
superfisial. Volume kelenjar parotid adalah 2,5 kali lebih besar daripada kelenjar
mandibula dan 6 kali lebih besar dibandingkan dengan kelenjar sublingual.
- Submandibula
Kelenjar submandibula terdiri dari bagian anterior dan posterior nervus digastricus
dan tepi inferior mandibula. Beratnya sekitar 50% berat kelenjar parotid dengan berat
antara 7 gram sampai 15 gram. Duktus kelenjar submandibula bermuara duktus Warthon
yang terletak di dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingual.
- Sublingual
Merupakan kelenjar saliva yang berukuran paling kecil yaitu 2 gram sampai 1 gram.
Kelenjar sublingual terletak di dalam dasar mulut antara mandibula dan musculus
genioglossus.

▪ Kelenjar Saliva Minor


Kelenjar saliva minor terletak di submukosa, dibawah lamina propria dan paling banyak
ditemukan di bibir, lidah, mukosa pipi, dan palatum, tonsil, supraglotis, dan sinus
paranasal.

Gambar 2.1. Kelenjar Saliva. (Sumber : The McGraw Hill’s Company. Digestive System: Anatomy &
Histology Of The Alimentary Canal. 2006. Available from http://legacy.owensboro.kctcs.edu).
II.3. Komposisi Saliva
Saliva memiliki 3 komponen besar yaitu(2).(3),(4) :
▪ Air
Air merupakan bahan pelarut pada proses kimia yang berhubungan dengan rasa,
untuk proses mekanis pada pembersihan dalam mulut dan sebagai protein saliva yang
dikenal dengan mucin untuk lubrikasi pada semua jaringan keras dan lunak dalam
rongga mulut. Air dapat melunakkan bolus makanan, sehingga memudahkan dalam
mengunyah dan menelan juga membantu dalam berbicara.
▪ Komponen Organik
Komponen organik dari saliva terdiri dari beberapa enzim dan protein, yang
mempunyai efek antimikroba. Protein dan glikoprotein saliva mengendap pada
permukaan gigi yang baru saja dibersihkan. Ini merupakan lapisan awal, yang disebut
pelikel, kemungkinan bukan komponen signifikan dari biofilm, kecuali pada permukaan
gigi yang tidak digunakan setiap hari. Pelikel ini akan segera terbentuk kembali yang
dipercepat dengan saliva. Pelikel memerlukan waktu beberapa hari atau minggu untuk
membentuk ekologi bakteri yang dewasa dan menetap.
Komponen organik lainnya dari saliva adalah amilase yang membantu proses
perubahan zat tepung; protein seperti statharin dan proline banyak mengandung protein
yang berikatan dengan ion Ca++ dan mukopolisakarida glikoprotein yang penting untuk
lubrikasi.
▪ Elektrolit dan Pelarut
Elektrolit pada saliva termasuk juga ion, ditemukan pada cairan tubuh lainnya. Ca
diantaranya adalah sebagai larutan asam. Beberapa protein saliva juga berfungsi sebagai
pelarut yang rendah. Pada prinsipnya, awal pelarutan adalah sistem fosfat yang
berhubungan dengan kondisi saliva istirahat dimana merupakan kondisi yang paling
efektif menunjukkan pH = 7(±0,5). Jika pH turun, reaksi menghasilkan lebih banyak ion
H2PO4. Pada pH yang lebih rendah lagi, semua H2PO4 dapat dihabiskan. Pada pH <6,
konsentrasi larutan HCO3 lebih tinggi sehingga ion lebih banyak merangsang saliva
dari kelenjar parotid. Karena O2 terus-menerus hilang, reaksi tetap bergerak ke kanan,
sehingga membuat sistem buffer menjadi lebih efektif.
II.4. Fungsi Saliva
Fungsi saliva diantaranya yaitu(3),(4),(5),(6) :
▪ Buffering asam dari bakteri dalam biofilm
▪ Buffering asam dari makanan dan minuman
▪ Buffering paparan jangka pendek dari asam lambung dalam refluks dan muntah
▪ Berperan sebagai reservoir ion yang menyebabkan remineralisasi
▪ Lubrikasi jaringan rongga mulut untuk menelan dan berbicara
▪ Membantu memberikan efek rasa dengan bertindak sebagai pelarut
▪ Mengatur kesehatan mukosa oral
Lisozim dan ion tiosianat dalam saliva bersifat bakterisidal, membuat saliva menjadi
bagian penting dari sistem kekebalan
▪ Membantu pencernaan melalui aksi amilase dan lipase
Amilase mengkatalisis hidrolisis pati menjadi maltosa dan kadang-kadang glukosa
dalam rongga mulut
▪ Pengenceran dan pembersihan bahan yang melekat di dalam rongga mulut
Membantu membersihkan mulut dengan membersihkan bakteri atau sisa makanan
yang ada dan menyegarkan nafas.

Gambar 2.2. Fungsi Saliva Dan Komponen Utama Yang Terlibat Dalam Fungsi Saliva (Sumber : Maria
Haydar A Review On Saliva Implication In Caries Development And Consequence On Primary Canines And
Molars.2016).
II.5. Aliran Saliva
Rata-rata produksi saliva atau aliran saliva sangat bervariasi, diantara individu dengan rata-
rata 0,5-1,5 liter/hari. Aliran yang tidak distimulasi sekitar 0,3-0,5 l/menit, sedangkan yang
distimulasi kelenjar parotid, aliran salivanya sekitar 1-2 ml/menit. Bermacam faktor yang
mengontrol aliran saliva pada individu yang sehat, meliputi tingkat hidrasi tubuh dan faktor yang
berhubungan dengan irama secara biologi. Saliva lebih banyak dihasilkan saat berdiri, kurang
pada saat duduk, dan berkurang pada waktu terjun. Saliva lebih banyak dihasilkan ketika di
dalam ruang yang terang dan kurang dalam ruang yang gelap.
Perbedaan yang khas pada gigi yang sehat dan tidak adalah ditandai meningkatnya rata-
rata aliran saliva disekitarnya pada waktu mengunyah. Dicatat bahwa aliran yang distimulasi
menjadi 4 atau 5 kali dari aliran saliva pada saat istirahat. Juga dicatat, bahwa relatif pada gigi
yang sehat terjadi peningkatan fosfat, pH dan kapasitas penetralan bertambah tinggi pada rata-
rata aliran saliva. Meningkatnya aliran saliva selama mengunyah tidak hanya bermanfaat pada
proses mencerna makanan tetapi juga sangat berguna untuk memelihara kekuatan dan
keefektifan gigi, seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Pada individu yang sehat dan sakit, ada pengaruh efek dan reaksi beberapa obat penenang
dalam proses berkurangnya aliran saliva atau mulut menjadi kering karena obat ini juga
mengubah transmisi saraf autonomik yang mengontrol aliran saliva. Ada kondisi sistemik
autoimun seperti Syndrom Sjogren’s dan patologis lainnya yang juga dapat mengurangi aliran
saliva secara signifikan. Pada individu yang lebih tua mengalami berkurangnya aliran saliva.
Berkurangnya fungsi dan aliran saliva dapat disebabkan oleh radioterapi dan kemoterapi.
Namun, apapun penyebabnya, berkurangnya aliran saliva meningkatkan resiko kehilangan
substansi gigi.

Gambar 2.3. Kelenjar Saliva Dan Kontrol Sekresi Saliva (Sumber : Lauralee Sherwood. Fisisologi Manusia
Dari Sel Ke Sistem. 2013).
Refleks saliva sederhana terjadi ketika kemoreseptor dan reseptor tekan dalam mulut
berespon terhadap keberadaan makanan. Reseptor ini menghasilkan impuls serat saraf aferen
yang membawa informasi ke pusat saliva yang terletak di batang otak. Kemudian dikirim impuls
melalui saraf autonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Gerakan
gigi tanpa makanan akan mendorong sekresi saliva dan mengaktifkan reseptor tekan dalam
mulut. Refleks saliva terkoordinasi atau didapat, terjadi tanpa adanya stimulasi oral. Hanya
berpikir, melihat, mencium atau mendengar pembuatan makanan akan memicu salivasi. Sinyal
yang berasal dari luar mulut, melalui pikiran dikaitkan dengan kenikmatan makanan akan
bekerja melalui koreks serebrum untuk merangsang pusat saliva di medula.

II.6. Saliva sebagai Biomarker Karies


Saliva merupakan substansi penting untuk mencerna makanan, dan juga berperan pen- ting
sebagai agen alami antikaries. Sebagai contoh, setelah radiasi, kelenjar saliva menjadi fibrotik
dan menghasilkan sedikit atau tidak ada saliva, menyebabkan kekeringan rongga mulut
(xerostomia; xero : dry, stoma : mouth), kondisinya disebut hiposalivasi, dapat terjadi kerusakan
total pada gigi dalam beberapa bulan setelah terapi radiasi. Pasien yang memiliki penyakit
autoimun (misalnya, sindrom Sjogren’s) juga mengalami hiposalivasi dan xerostomia yang
parah.
Pengujian saliva harus dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala hiposalivasi,yaitu
kekurangan saliva pada dasar mulut, gingivitis dan mukositis (termasuk sindrom burning mouth),
cheilitis (inflamasi dan fissure pada bibir dan/atau lidah), fissure pada mukosa halus, infeksi
jamur pada mulut (seperti thrush), glossodynia (nyeri lidah), sialadenitis (inf eksi kelenjar
saliva), saliva tampak tebal dan berjaring, serta beberapa lesi karies (I1 RB). Gejala termasuk
keluhan “cotton mouth” (xerostomia); halitosis; susah mengunyah, berbicara, dan menelan;
perubahan indra perasa; dan masalah saat menggunakan gigi palsu.
Sifat-sifat fungsional saliva sebagai biomarker karies sendiri masuk dalam tiga komponen
besar yaitu :
a. Laju Aliran Saliva
Fungsi saliva lainnya, seperti buffering dan clearance, tergantung pada laju aliran
saliva. Adanya kavitas yang paling umum terjadi pada pasien dengan aliran saliva yang
lebih rendah karena penurunan fungsi antibakteri, penyangga dan pembersihan. Aliran
saliva melarutkan zat-zat itu, membersihkan rongga mulut dari karbohidrat, bakteri
yang tidak melekat, sel-sel epitel yang dideskuamasi, dan sisa makanan. Fenomena ini
sangat penting untuk mengurangi ketersediaan gula untuk biofilm. Viskositas saliva
mengurangi kapasitas hidrasi, dan akibatnya meningkatkan risiko karies. Kriteria untuk
hiposalivasi yaitu saliva terstimulasi < 0,7 ml/menit atau saliva tanpa stimulasi < 0,12-
0,16 ml/menit, laju aliran tidak distimulasi < 0,1 ml/menit atau 0,30 ml/menit dan
'45% pengurangan laju aliran saliva yang distimulasi. Percobaan klinis pada saliva
stimulasi dengan mengunyah permen karet bebas gula setelah makan menunjukkan
penurunan yang signifikan dalam insiden karies.
b. Kapasitas Buffer dan pH Saliva
Kapasitas buffer saliva melindungi gigi dari karies gigi. Kapasitas buffer saliva
bekerja dengan menetralkan penurunan pH dan merupakan faktor pelindung terhadap
karies. Saliva memiliki 2 (dua) sistem buffer utama yaitu sistem karbonat asam
bikarbonat yang paling efisien dalam saliva terstimulasi dan sistem buffer fosfat yang
efisien dalam saliva yang tidak distimulasi.
Kapasitas buffering yang rendah biasanya dikaitkan dengan perkembangan karies
karena gangguan netralisasi asam plak dan berkurangnya remineralisasi lesi email
awal. Individu dengan kapasitas buffer saliva yang tinggi sering resisten terhadap
karies.

II.7. Pemeriksaan pH Saliva


Saliva merupakan salah satu faktor utama penyebab karies, dan salah satu faktor pada
pemeriksaan faktor resiko model TL-M model(4),(5),(6). Berbagai pengukuran pH saliva dapat
dilakukan dengan cara memperhatikan kesediaan indikator, diantaranya yaitu :
a. Kertas Lakmus
Kertas lakmus terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: lakmus merah dan biru. Kertas lakmus
adalah indikator asam basa yang paling praktis, mudah dan murah, serta penggunaannya
sangat mudah.
Kertas lakmus memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat digunakan untuk mengukur secara
teliti. Hal ini dikarenakan perubahan warna yang ditunjukkan tidak dapat menunjukkan
secara tepat tingkat pH larutan. Perubahan warna kertas lakmus pada berbagai jenis larutan
dijelaskan sebagai berikut(7) :

Gambar 2.4. Kertas Lakmus Merah dan Biru (Surahman, 2018).

b. Indikator Universal
Indikator universal akan memberikan warna tertentu jika diteteskan atau dicelupkan ke
dalam larutan asam atau basa. Warna yang terbentuk kemudian dicocokkan dengan warna
standar yang sudah diketahui nilai pH nya (indikator universal), yang memperlihatkan
warna macam-macam untuk setiap nilai pH, sehingga kita bisa menentukan nilai pH suatu
cairan berdasarkan warna-warna tersebut(7).

Gambar 2.5. Indikator Universal (Surahman, 2018).

c. pH Meter
pH meter merupakan salah satu peralatan untuk menentukan pH suatu larutan. pH meter
mempunyai elektoda yang dapat dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur pH nya.
Nilai pH dapat dengan mudah dilihat secara langsung melalui angka yang tertera pada
layar digital dari pH meter.
Gambar 2.6. pH meter (Surahman, 2018).

Saliva memberikan pertanda status perkembangan penyakit dan dapat sebagi test
diagnostik. Pengambilan saliva secara teknis mudah dan tidak membutuhkan keahlian khusus.
Ada beberapa macam pemeriksaan saliva yang menjadi alat investigasi pemeriksaan oral secara
keseluruhan dan sebagian pada status aktivitas karies yaitu :
a. Saliva yang Tidak Terstimulasi
Saliva yang tidak terstimulasi sebaiknya harus diusahakan sebelum dilakukan uji stimulasi
saliva), didalamnya meliputi pH saliva yang tidak terstimulus, efisiensi fungsi kelenjar saliva
minor dan konsistensi saliva yang tidak terstimulus.
Saliva yang tidak terstimulus sangat penting untuk kenyamanan mulut, seperti saliva
terstimulasi hanya diproduksi selama periode pengunyahan yang pendek. Kelenjar saliva
minor terhitung 7% dari produksi saliva setiap hari dan kelenjar submandibular adalah
kontributor utama(4).
▪ Laju aliran saliva yang tidak terstimulasi
Ada banyak variasi dalam tingkatan aliran dari kelenjar ludah minor yang terletak di
berbagai area mulut. Mungkin ada pengurangan laju aliran yang tidak terstimulasi.

Kelenjar Saliva Konstribusi


Submandibula 60
Parotid 20
Sublingual 5
Minor 15

Gambar 2.7. Tabel kontribusi kelenjar saliva yang berbeda pada keseluruhan produksi harian produksi
saliva yang tidak terstimulus dari kelenjar yang terletak di palatal sesuai usia pasien tetapi tidak ada
perubahan terkait usia dari kelenjar yang terletak di bukal dan area labial. Inilah sebabnya mengapa
kelenjar ludah kecil berada di bagian dalam bibir bawah umumnya dipilih untuk pemeriksaan pertama.
(Sumber : G.J. Mount & W.R Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E: Failure Of
Individual Restorations, And Their Management. Spain. 2004).

Prosedur pemeriksaan saliva yang tidak terstimulasi ini dapat dilakukan sebagai
berikut :
- Pasien diharuskan duduk dengan tegak
- Ulurkan bibir bawah ke arah luar dan keringkan menggunakan kasa persegi

Gambar 2.8. Droplet saliva yang muncul di muara saluran kelenjar saliva minor. (Sumber : G.J.
Mount & W.R Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E: Failure Of Individual
Restorations, And Their Management. Spain. 2004).

- Menghitung waktu yang dibutuhkan droplet saliva untuk muncul di muara saluran
kelenjar saliva minor. Oleskan satu lapis kertas tissue untuk memudahkan melihat
droplet saliva.

Gambar 2.9. Kertas tissue dapat digunakan untuk menggambarkan droplet saliva. (Sumber : G.J.
Mount & W.R Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E: Failure Of Individual
Restorations, And Their Management. Spain. 2004).

Waktu yang dibutuhkan bagi droplet setelah lebih dari 60 detik pada tetesan saliva
menandakan berwarna merah, jika diantara 40-60 detik akan berwarna kuning dan apabila
kurang dari 30 detik berwarna hijau. Hasil skor yang menandakan perbedaan warna dapat
disebabkan oleh karena :

- Skor berwarna merah, menunjukkan bahwa tidak ada fungsi kelenjar saliva minor yang
jelas dan dapat disebabkan karena dehidrasi berat, efek samping penggunaan obat-
obatan, ketidakseimbangan hormon, dan kerusakan pada kelenjar saliva yang
diakibatkan dari efek radioterapi atau patologi.
- Skor berwarna kuning, menandakan terjadinya penundaan dalam produksi saliva dan
bisa disebabkan karena dehidrasi dan efek samping pemakaian obat namun pada tingkat
yang lebih ringan.
- Skor berwarna hijau, menunjukkan kondisi yang normal. Akan tetapi pada kasus
disfungsi saliva yang parah seperti pada kelainan penyakit Sjorgen’s Syndrome, mukosa
di bagian dalam bibir terlihat kering tetapi bisa juga menunjukkan tanda-tanda karena
trauma.

▪ Konsistensi saliva yang tidak terstimulasi


Setelah mencatat fungsi kelenjar ludah minor, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan
visual saliva yang tidak terstimulasi. Diperkirakan ketebalan lapisan saliva ini bervariasi
antara 10-100 μm namun tergantung pada lokasi yang berbeda di dalam rongga mulut.
Prosedur yang dapat dilakukan yaitu :
- Pasien duduk dengan posisi tegak
- Instruksikan pasien untuk tidak menelan selama 30 detik
- Miringkan kepala pasien sedikit ke depan
- Buka mulut pasien kemudian perhatikan penampakan saliva
- Instruksikan pasien untuk menyentuh palatum dengan ujung lidah
- Periksa kondisi klinis mukosa dasar mulut dan formasi lapisan berkilau pada saliva.
Gambar 2.10. (A) Saliva sehat unstimulated tergenang. Terlihat gelembung saliva yang dapat
diobservasi. (B) Saliva sehat tidak terstimulasi terihat membentuk lapisan tipis dan berkilau, melapisi
mukosa dasar mulut. Terlihat gelembung saliva yang dapat diobservasi. (Sumber : G.J. Mount & W.R
Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E : Failure Of Individual Restorations, And
Their Management. Spain. 2004).

Saliva yang kental dan berbuih memiliki kandungan air yang rendah maka dari itu
jaringan keras dan jaringan lunak menjadi kurang terlindungi dikarenakan tingkat
salivary clearance yang rendah dan tidak dapat membentuk lapisan yang efektif pada
permukaan gigi.

Gambar 2.11. (A). Saliva kental, beruntai terstimulasi. (B). gelembung atau buih saliva tidak terstimulasi.
(Sumber : G.J. Mount & W.R Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E : Failure Of
Individual Restorations, And Their Management. Spain. 2004).

▪ pH saliva yang tidak terstimulasi


pH saliva unstimulated dan stimulated dapat berbeda hingga untuk 2 unit pH dan
berada di kisaran antara pH 5,3 sampai pH 7,8. Permukaan gigi harus dilapisi dengan film
tipis saliva unstimulated. pH saliva unstimulated ini akan berpengaruh pada biofilm
permukaan gigi. Tahapan klinis yang dapat dilakukan yaitu :
- Kumpulkan sampel kecil saliva unstimulated dengan meminta pasien memasukkan
saliva ke dalam wadah plastik
- Tempatkan kertas strip pH ke dalam saliva
- Setelah 10 detik, periksa tingkat pH menurut instruksi pabrik
Kadar pH pada saliva tanpa stimulasi merupakan indikator kadar keasaman lingkungan
rongga mulut. Secara normal, pH kritis hidroksi apatit adalah 5.5, sehingga semakin pH
saliva tanpa stimulasi mendekati kadar tersebut, semakin besar kemungkinan terjadinya
demineralisasi. Warna merah menunjukkan lingkungan rongga mulut pasien dalam
tingkat keasaman yang tinggi dan sebaiknya segera dilakukan tindakan untuk menekan
kadar tersebut.

b. Saliva yang Terstimulasi


Saliva yang terstimulasi secara langsung lebih relevan dengan status aktivitas karies,
yang meliputi laju aliran dan kapasitas buffer.
a. Laju aliran saliva terstimulasi
Salah satu faktor saliva yang paling mungkin sangat berkorelasi dengan aktivitas
karies. Komposisi dari saliva dengan stimulasi tergantung pada laju alirannya dan hal
tersebut menunjukkan kombinasi produksi dari kedua kelenjar mayor dan minor. Laju
aliran saliva terstimulasi, yang diukur pada populasi dewasa sehat, menunjukkan variasi
yang beragam di seluruh kelompok tetapi konsisten pada setiap individu ketika diukur
pada waktu yang berbeda.
Rata-rata laju aliran saliva terstimulasi pada kelompok besar pasien yang diteliti
adalah 1.6 ml/min. Laju aliran saliva terstimulasi 0.7 ml/min, dapat dinyatakan sebagai
batas ambang bawah dimana terjadi peningkatan resiko karies. Tahapan klinis yang
dilakukan pada pemeriksaan ini adalah :
- Dudukkan pasien dalam posisi tegak
- Instruksikan pasien untuk mengunyah sepotong parafin wax selama 5 menit tanpa
menelan. Kumpulkan saliva pada gelas ukur plastik. Buang sampel saliva pertama
setelah 30 detik
- Atur alat pengukur waktu selama 5 menit, kemudian biarkan pasien mengunyah wax
- Pasien harus tetap mengunyah setelah menit ke-5, ludahkan ke dalam wadah plastik
dalam interval regular
- Diakhir menit ke-5 kumpulkan di gelas ukur dan perhatikan volume saliva
- Siapkan spesimen untuk tes kapasitas buffer dan tes perhitungan jumlah bakteri.

Gambar 2.12. Hanya mengukur porsi cairan saliva terstimulasi. (Sumber : G.J. Mount & W.R Hume.
Preservation And Restoration Of Tooth Structur E: Failure Of Individual Restorations, And Their
Management. Spain. 2004)

Ericsson dkk, mengkategorikan laju aliran saliva terstimulasi ke dalam 3 kelompok


yaitu sangat lambat, lambat dan normal. Klasifikasi ini telah diadopsi kedalam sistem
TL-M agar lebih memudahkan penilaian.

b. Kapasitas buffer pada saliva terstimulasi


Kapasitas buffer adalah ukuran kemampuan saliva untuk menetralisir asam dan hal
ini tergantung pada konsentrasi bikarbonat. Dengan stimulasi yang tinggi, tingkat
konsentrasi bikarbonat pada beberapa pasien dapat melampaui level plasma.
Konsentrasi bikarbonat pada saliva terstimulasi adalah keadaan terbaik pada awal siklus
pengunyahan. Prosedur klinis untuk memeriksa kapasitas buffer pda saliva terstimulasi
meliputi berbagai tahapan dibawah berikut ini :
- Kumpulkan semua sampel saliva untuk test laju aliran terstimulasi
- Basahkan pad pada strip test seluruhnya dengan saliva
- Buang kelebihan saliva pada pad dengan memposisikan strip 90 terhadap tissue
untuk menjamin volume konstan
- Diamkan strip selama 5 menit. Karena efek buffer bergantung pada waktu, maka
sebaiknya pembacaan hasil test dilakukan saat tanda waktu menunjukkan 5 menit.
- Bandingkan warna dengan warna standar dan berikan nilai sesuai instruksi pabrik

Gambar 2.13. Peningkatan konsentrasi bikarbonat dengan laju aliran saliva yang tinggi. (Sumber : G.J.
Mount & W.R Hume. Preservation And Restoration Of Tooth Structur E: Failure Of Individual
Restorations, And Their Management. Spain. 2004).

Terdapat 4 (empat sistem) yang tersedia untuk mengukur kapasitas buffer pada saliva
terstimulasi yaitu CRT Buffer (Vivadent), Saliva Check Buffer (GC Corporation),
Dentobuff Strip (Orion Diagnostica) dan CAT21 Buffer (Morita). Namun, hanya dua
sistem yang mudah digunakan yaitu Vivadent dengan kapasitas buffer dikategorikan
tinggi, moderat atau rendah dengan 1 test pad dan GC Corporation yang memiliki 3 pad
terpisah dengan level kandungan asam yang berbeda dan sebuah sistem penilaian
dengan angka. Tes ini memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi. Hasil dari kedua tes ini
dapat diterjemahkan kedalam skala TL-M. Adapun tahapan klinis pemeriksaan kapasitas
buffer saliva yang terstimulasi adalah sebagai berikut:(3)
- Ambil sampel saliva yang dikumpulkan untuk uji laju aliran saliva yang terstimulasi,
- Basahi pad pada strip uji dengan saliva,
- Lepaskan saliva yang berlebih pada pad dengan menempatkan strip pada 90o ke
jaringan untuk memastikan volume yang konstan,
- Biarkan strip berdiri selama 5 menit. Karena efek buffer bergantung pada waktu,
maka penting untuk membaca tes pada tanda 5 menit,
- Bandingkan warna yang diperoleh dengan standar yang telah tersedia dan berikan
skor yang sesuai dengan instruksi pabrik.

Gambar 2.14. Saturasi pad yang sudah diasamkan dengan saliva yang terstimulasi, kemudian gunakan
tisu untuk menghilangkan kelebihan saliva.

Hasil interpretasi dari pemeriksaan saliva yang terstimulasi berdasarkan sistem yang
mudah diakses yaitu sebagai berikut :

- Vivadent
Kapasitas buffer dapat dinilai sebagai tinggi, sedang atau rendah dengan hanya
satu pad uji.
- GC Corporation
Ada tiga pad yang terpisah dengan berbagai tingkat asam yang terpasang dan
sistem penilaian numerik. Tes ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Hasil dari
kedua tes ini dapat diterjemahkan ke dalam skala TL-M.
BAB III.

KESIMPULAN

Saliva berperan penting dalam kebersihan mulut. Aliran saliva yang konstan membantu
membilas residu makanan, partikel asing, dan sel epitel tua yang terlepas dari mukosa mulut.
Saliva kaya bikarbonat, yang menetralkan asam dalam makanan dan asam yang dihasilkan oleh
bakteri yang ada dalam rongga mulut. Saliva merupakan cairan tubuh yang paling mudah
tersedia, dapat diakses, dan marker yang diekspresikannya dapat digunakan untuk diagnosis dan
follow-up pasien dari berbagai penyakit, termasuk kanker, diabetes, gangguan keturunan, dan
infeksi.

Komponen saliva memiliki efek perlindungan melawan karies gigi. Protein ini bertindak
secara langsung dan tidak langsung melalui berbagai metode pada plak dan bakteri yang
mengatur kerentanan gigi terhadap karies. Oleh karena itu dilakukan evaluasi perubahan kadar
total protein saliva dengan peningkatan karies gigi, untuk menyoroti peran komponen protein
saliva dalam etiologi multifaktorial terjadinya karies gigi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi, Kesuma Nila. Fisioogi dan Patologi Saliva. Andalas University Press. 2015 : p. 1-12.

2. Mccance, K.L. Huether, S.E. Pathophysiology The Biologic Basic For Disease In Adults

And Children. 5th Edition. Evolve - Elsevier. Missouri. 2006. p :1354-55.

3. Zhang, Chen-Zi. et al. Saliva In The Diagnosis Of Diseases. International Journal Of Oral

Science. 2016. Volume 8. p : 133 – 37. Available From http://www.nature.com

4. Mount, G.J. Hume, W.R. Preservation And Restoration Of Tooth Structur e: Failure Of

Individual Restorations, And Their Management. Spain. 2004. P : 33-45.

5. Haydar, Maria. A Review On Saliva Implication In Caries Development And Consequences

On Primary Canines And Molars. International Dental & Medical Journal of Advanced

Research. 2017. Volume 3. p : 1–6.

6. Pradnya V. et al. Salivary Biomarkers of Dental Caries –A Review Article. IOSR Journal of

Dental and Medical Sciences. 2018. Volume 17 (3) : p. 12-18. Available From

http://www.iosrjournals.org.

7. Surahman, A. Cara Mengukur pH Sampel. Diakses pada 10 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai