Anda di halaman 1dari 20

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum biokimia dengan judul Saliva, yang telah disusun
oleh:
Nama
: Yunanda Fitri Ramadhani
NIM
: 1313142011
Kelas
: Kimia B
Kelompok
: VI (enam)
telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2015


Asisten

Koordinator Asisten
Andi Candra

Devy Darnitasari
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
Prof. Dr. Sudding, M.Si .
NIP. 19571220 198602 2 001

I.

JUDUL PERCOBAAN
Saliva

II. TUJUAN PERCOBAAN


A. Untuk mengetahui test musin
B. Untuk mengetahui test senyawa anorganik saliva
C. Untuk mengetahui test tiosianat
D. Untuk mengetahui test pengaruh temperature terhadap aktivitas ptialin
E. Untuk mengetahui test estimasi ptialin
F. Untuk mengetahui test penentuan pH yang cocok untuk kerja saliva
G. Untuk mengetahui efek senyawa yang menghambat / menghancirkan aktivitas
bakteri pada amilase saliva

III.

TINJAUAN PUSTAKA
Proses pencernaan makanan pada manusia berawal di mulut melalui proses

kinetic dengan pelepasan air liur (saliva). Proses pencernaan makanan, misalnya
protein dan karbohidrat. Dimana, pencernaan protein dimulai di lambung dengan
bantuan enzim pepsin dan diakhiri di usus halus dengan kerja enzim tripsin dan
kemotripsin pankreatik, sedangkan pencernaan karbohidrat dimulai di mulut oleh
aktivitas enzim amylase, saliva dan diakhiri di usus halus oleh enzim amylase
pankreatik (Corwin, 2009: 590).
Saliva adalah salah satu komponen yang membantu proses pencernaan
makanan, dimana saliva merupakan suatu cairan tidak berwarna, memiliki konsistensi
seperti lender, dan biasa disebut air liur. Saliva dihasilkan melalui sekresi kelenjat
yang terus menerus membasahi gigi dan mukosa rongga mulut pada proses
pencernaan (Parvasani, 2012: 8).
Saliva atau ludah merupakan cairan yang bersifat alkali yang terdapat pada
rongga mulut yang dihasilkan oleh kelenjar ludah. Dimana, ludah tersebut
mengandung musin, enzim pencernaan zat tepung atau enzim ptyalin, serta sedikit zat
padat. Saliva bekerja secara fisis dan secara kimiawi pada proses pencernaan di
rongga mulut (Pearce, 2006: 134).
Saliva merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan asam-basa di
dalam mulut, serta berpengaruh terhadap kenikan-turunnya pH. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva, yaitu kecepatan rata-rata saliva,
mikroorganisme, dan buffer saliva. Faktor ini juga dapat disesuaikan untuk
memperoleh pH yang cocok dalam rongga mulut yang terdapat manusia pada
umumnya (Suryadinata, 2012: 39).
Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva, dimana kelenjar saliva akan mensekresi
saliva ke dalam ronggal oral. Saliva teridri dari cairan encer yang mengandung enzim
dan cairan kental yang mengandung mucus. Dimana, saliva memiliki komposisi yang
terdiri atas sekresi serosa dan sekresi mucus. Sekresi serosa adalah 98% air dan
mengandung enzim amylase serta beberapa jenis ion (yaitu natrium, klorida,
bikarbonat, dan kalium). Sekresi mucus lebih kental dibanding serosa dan jauh lebih

sedikit, mucus mengandung glikoportein (musin). Saliva memiliki tiga macam


kelenjar yang berpasangan, yaitu kelenjar paratiroi, kelenjar submaksilar, dan kelenjar
sublingus (Sloane, 1996: 283).
Kelenjar saliva yang terbesar adalah kelenjar parotis yang terletak tepat di
bawah telinga. Kelenjar lainnya yaitu kelenjar submandibular dan kelenjar
submaksilaris yang terbuka ke dalam rantai mulut. Saliva dapat disekresi secara
reflex akibat penglihata, bau maupun fikiran tentang makanan.

Saliva sangat

berperan dan membentu proses pencernaan makanan di dalam mulut, saliva sangat
berperan dan membantu proses pencernaan makanan oleh kandungan air dalam
jumlah besar yang melembabkan dan melunakka makanan oleh lender sehingga dapat
disalurkan ke esophagus (Watson, 2002: 321).
Saliva yang mengandung ammonia dan urea serta sistem buffer asam karbonat
dan bikarbonat dapat menyangga dan menetralkan pemurnian pH saat terjadi
metabolisme gula dalam rongga mulut. Kecepatan sekresi saliva dipengaruhi oleh
kapasitas penyangga dan pH. pH kelenjar parotis pada saat tidak terangsang berkisar
5,7 dan akan meningkat saat produkse sedang tinggi yaitu pH 7,4. Hal tersebur terjadi
pada kelenjar submandibula pada pH 6,4 ke 6,1. Selain pH, kapasitas buffer jiga akan
meningkat seiring dengan peningkatan tingkat kecepatan saliva (Kidd, 1992: 73).
Derajat keasaman dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh susuna
kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva. Saliva memiliki pH normal yaitu
sekitar 6,7 hingga 7,3. Derajat keasaman (pH) serta kapasitas buffer saliva
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu irama siang dan malam (setelah bangun,
setelah makan), diet, rangsangan kecepatan sekresi, jenis gen (perempuan / laki-laki),
serta psikologis (Parvasani, 2012: 13).
Sekresi saliva pada saat tubuh sehat berkisar 500 ml hingga 1500 ml dalam
sehari. Elektrolit yang terkandung dalam saliva yaitu (Na +, K+, Cl-, HCO3-, Ca2+,
Mg2+, HPO32-, SCN-, dan F-) dan protein (amilase, musin, histatin, kristatin,
peroxidasi, lisozim, dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, IhG, Ig M) serta molekul
organic (asam amino, glukosa, urea, asam uric, dan lemak). Seliva memiliki fungsi
selain mempermudah proses pencernaan yaitu memiliki efek anti bakteri melalui efek

ganda, dimana efek tersebut melalui lisozim yang menghancurkan bakteri tertentu
dan membilas ahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan.dan
juga adanya saliva dapat mempermudah gerakan bibir dan lidah oleh adanya sekresi
saliva dalam rongga mulut (Saputri, 2010: 89).
Fungsi saliva dijabarkan sebagai berikut, yaitu saliva dapat melarutkan
makanan secara kimiawi untuk pengecapan rasa, saliva melembabkan dan melumasi
makanan sehingga dapat ditelan, dapat mengurangi zat tepung menjadi polisakarida
dan maltose oleh adanya amylase, zat buangan seperti asam urat dan urea serta
berbagai zat lain (obat virus, logam) disekresi ke dalam saliva, dan yang terakhir zat
antibakteri dan antibody dalam saliva untuk membersihkan rongga oral dan
membantu memelihara kesehatan oral mencegah kerusakan gigi (Sloane, 1995: 283).
Fungsi lain dari saliva, juga berperan penting dalam proses pencernaan yaitu
mempertahankan integrasi gigi, lidah dan membrane mukosa daernah oral dan ofaring
dan faring. Cara perlindungan saliva dapat berupa membentuk lapisan mucus
pelindung pada membrane mukosa, membantu membersihkan mulut dari makanan
dan bakteri, mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan
protein amfoter, serta menjaga integritas gigi dan kandungan kalsium dan fosfat
dalam saliva (Kidd, 1992: 67).
Kerja kimiawi ludah atau saliva dilakukan oleh enzim ptyalin dalam suasana
alkali bekerja atas zat gula dan zat tepung. Ketika pembungkus pada tepung telah
pecah dan enzim ptyalin dapat bekerja dan dimasak serta dikonversi menjadi sejenis
gula yang mudah larut (maltose). Makanan yang dicerna ditelan bersama ludah atau
slaiva dengan bantuan enzim ptyalin yang bekerja terus menerus hingga di lambung
selama kurang lebih 20 menit dan menjadi cairan lambung (Perace, 2006: 184).
Kandunga saliva yaitu ammonia dan urea serta sistem buffer asam karbonat dan
bikarbonat dapat menyangga yang juga sebagai pemurnian pH saat terjadi
metabolisme gula dalam rongga mulut. Kecepatan sekresi saliva dipengaruhi oleh
kapasitas penyangga dan pH. pH kelenjar parotis pada saat tidak terangsang serta
akan meningkat saat produkse sedang tinggi yaitu pH 7,4. Hal tersebus terjadi pada

kelenjar submandibula pada pH tertentu. Kapasitas buffer juga akan meningkat


seiring dengan peningkatan tingkat kecepatan saliva (Kidd, dkk, 1992: 75).
Penghambat a-amilase terbagi atas dua golonga, yaitu golongan protein dan
non-protein yang dapat diperoleh dari tumbuhan, hewan maupun mikroba. Aktivitas
penghambatan akan mempengaruhi a-amilase. Beberapa zat yang dapat menjadi
penghambat a-amilase dari beberapa biji-bijian dan kacang polong-polongan dapat
menghambat kerja a-amilase saliva manusia dan atau pankrean porcine yaitu Triticum
aesticum (Wahyuntari, 2011: 197).
IV.

ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Batang pengaduk
2. Botol semprot
3. Corong biasa
4. Gelas kimia 1000 ml
5. Gelas ukur 10 ml
6. Gelas ukur 25 ml
7. Kaki tiga
8. Kasa asbes
9. Lap kasar dan lap halus
10. Neraca analitik
11. Pembakar spiritus
12. Penjepit tabung reaski
13. Pipet tetes
14. Rak tabung reaksi
15. Spatula
16. Stopwatch
17. Tabung reaksi besar
18. Tabung reaksi kecil
19. Thermometer 100C

1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
3 buah
12 buah
3 buah
1 buah
5 buah
10 buah
27 buah
1 buah

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

((NH4)3Mo7O24)
(NH4C2O4)
(H2O)
(CH3COOH)
(HCl)
(HNO3)
(FeCl)
(C5H5OH)

Bahan
Ammonium milibdat
Ammonium oksalat
Aquades
Asam asetat 0,1 M dan 2 M
Asam klorida pekat
Asam nitrat
Besi (II) klorida 0,1 M
Fenol 2%

9. Iodium 0,01 M dan 1%


10. Kloroform
11. Larutan pati
12. Natrium florida
13. Natrium klorida 0,1 M
14. Perak nitrat 0,5 M
15. Raksa (II) klorida 1%
16. Toluene
17. Saliva
18. Pereaksi benedict
19. Perekasi millon
20. Pereaksi mollisch
21. Korek api
22. Kertas saring
23. Es batu
24. Tissu
25. Larutan buffer pH 4, 5, 7, 9

(I2)
(CHCl3)
(C6H10O5)n
(NaF)
(NaCl)
(AgNO3)
(HgCl2)
(C5H5CH3)

V. PROSEDUR KERJA
A. Test musin
1. Sebanyak 5 ml saliva dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2
tetes CH3COOH 0,1 M
2. Dilakukan perlakuan yang sama dengan menggunakan air, sebagai control (tanpa
penambahan saliva).
3. Kedua tabung reaksi disaring (endapan dipisahkan)
4. Hasil penyaringa diuji dengan pereaksi millon, benedict dan mollisch, dan
diamati perubahan warnanya
B. Test tiosianat
1. Sebanyak 5 ml saliva dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5
tetes larutan FeCl 0,1 M dan 1 tetes HCl pekat
2. Air digunakan sebagai control untuk menghindari adanya warna merah yang
disebabkan oleh adanya FeSO4
3. Campuran ditambahkan 5 tetes HgCl 1% dan diamati perubahan warnanya
C. Test tiosianat penyusun senyawa anorganik saliva
1. Asam oksalat 2 N ditambahkan setetes demi setetes ke dalam 15 ml saliva
sampai campuran keruh atau terbentuk endapan
2. Larutan dipanaskan dalam air hingga mendidih, dan disaring
3. Filtrate hasil penyaring dimasukkan ke dalam 4 buah tabung sebanyak 3 ml
4. Tabung satu, filtrat ditambahkan dengan HNO3 encer dan 1 ml BaCl 5%

5. Tabung kedua, filtrat ditambhakn HNO3 encer dan AgNO3 0,5 M


6. Tabung keempat, filtrate ditambahkan dengan ammonium oksalat 4%tiap tabung
diamati perubahan warna yang terjadi
D. Test pengaruh temperature terhadap aktivitas ptyalin
1. Sebanyak 5 ml larutan pati 1% dimasukkan masing-masing ke dalam 4 buah
tabung reaksi bersih
2. Tabung pertama diletakkan pada air es, tabung kedua pada suhu kamar, dan
tabung ketiga pada air panas
3. Ke dalam tabung 1, 2, dan 3 ditambahkan masing-masing 2 ml saliva encer, dan
tabung keempat ditambahkan 2 tetes saliva encer yang telah dipanaskan dalam
penangas air yang dididihkan selama 5 menit.
4. Setiap interval waktu 5 menit, larutan sampel diambil dari tiap tabung dan
diperiksa dengan 2 tetes larutan I2 0,01 M
5. Kecepatan pemecahann pati dicatat untuk setiap tabung
E. Test estimasi ptialin
1. Sebanyak 10 ml larutan pati 1% ditambahkan dengan 2 ml NaCl 0,1 M dan
kemudian dipanaskan pada suhu 38C
2. Larutan campuran ditambahkan dengan 2 ml saliva encer 1:9
3. Pada 8 buah tabung, ditambahkan 3 ml air dan 3 tetes larutan I2 0,01 M
4. Setelah 30 detik, ke delapan tabung reaksi ditambahkan 3 ml air dan 2 tetes
larutan campuran pati saliva
5. Waktu dicatat saat penambahan I2 0,01 M tidak ada perubahan warna
F. Test penentuan pH yang cocok untuk kerja saliva
1. Sebanyak 10 ml larutan buffer denga pH 4, 5, 7, 9 dimasukkan dalam tabung
reaksi dan ditambahakan dengan 5 ml pati 1% dalam masing-masing tabung
2. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml NaCl 0,1 M
3. Keempat tabung dengan pH buffer 7 dan 9 ditambahkan 3 tetes CH3COOH 2M
4. Keempat tabung reaksi ditambahkan larutan iod 1% dan diamati titik warna
hilang tercapai dan waktu dicatat
G. Efek senyawa yang menghambat / menghancurkan aktivitas bakteri pada amylase
saliva
1. Sebanyak 2 ml saliva diencerkan dengan ditambahkan 8 ml air dan diaduk,
dimasukkan ke dalam 7 buah tabung reaksi sebanyak 1 ml

2. Ditambahkan 5 tetes toluene pada tabung 1, 5 tetes CHCl 3 pada tabung 2, 5 tetes
HgCl2 pada tabung 3, 5 tetes fenol 5% pada tabung 4 setengah semdok NaF pada
tabung 5, 5 ml pati dan air pada tabung, dan 5 ml pati 1% pada tabung 7
3. Setelah 10 menit, setiap tabung ditambahkan 5 ml larutan pati 1% dan
dipanaskan pada suhu 38C selama 15 menit
4. Masing-masing tabung dibagi menjadi 2, ditambahkan I2 dan benedict.
VI.

HASIL PENGAMATAN
A. Test musin
No.
1.

2.

Aktivitas
Saliva + CH3COOH
a. Saliva + CH3COOH + mollisch
b. Saliva + CH3COOH + benedict
c. Saliva + CH3COOH + millon
a. Air + CH3COOH + mollisch
b. Air + CH3COOH + benedict
c. Air + CH3COOH + millon

Pengamatan
Larutan keruh
Larutan keruh, suspensi
Larutan biru muda
Larutan merah bata
Larutan cokelat
Larutan biru tua
Larutan kuning

B. Test tiosianat
No
.
1.

Aktivitas

2.
3.

5 ml saliva + 5 tetes FeCl 0,1 M


(bening kental) (bening)
Campuran + 1 tetes HCl pekat
Campuran + 5 tetes HgCl2 1%

4.

Air sebagai control

Pengamatan
Larutan bening
Larutan bening
Larutan keruh dan terdapat
endapan di dasar tabung
Larutan bening

C. Test penyusun senyawa organic saliva


No
.
1.
2.

Aktivitas
15 ml saliva mendidih
disaring
a. 3 ml saliva + HNO3 (e) + 3 tetes AgNO3
b. 3 ml saliva + HNO3 (e) + 1 ml (NH4)2Mo7O24
c. 3 ml saliva + HNO3 (e) + 1 ml BaCl2 2%
d. 3 ml saliva + 1 ml ammonium oksalat

Pengamatan
Saliva kental bening
Larutan bening

Larutan kuning bening


Larutan bening

Larutan bening
D. Test pengaruh temperatur terhadapt aktivitas ptyalin
No.
1.

Aktivitas
5 ml pati 1% (didinginkan) + 2 tetes saliva (e)
tiap 5 menit + 2 tetes I2 0,01 M
5 ml pati 1% (suhu kamar) + 2 tetes saliva (e)
tiap 5 menit + 2 tetes I2 0,01 M
5 ml pati 1% (38C) + 2 tetes saliva (e)
tiap 5 menit + 2 tetes I2 0,01 M
5 ml pati 1% + saliva (e) yang sudah dipanaskan
tiap 5 menit + 2 tetes I2 0,01

2.
3.
4.

Pengamatan
Larutan biru tua
(5,54 menit)
Larutan abu-abu
(2,11 menit)
Larutan jernih
(1,46 menit)
Larutan jernih
(20 detik)

E. Test estimasi ptyalin


No.
1.
2.
3.

Aktivitas
10 ml pati 1% + 2 ml NaCl 0,1 M suhu 38C
(bening)
(bening)
Larutan bening + 1 ml saliva (e) 1:9
a. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
b. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
c. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
d. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
e. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
f. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
g. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9
h. 3 ml H2O + 3 tetes I2 0,01 M + saliva 1:9

Pengamatan
Larutan bening
Larutan bening
Larutan kuning, 4 menit
Larutan kuning, 4 menit
Larutan kuning, 4 menit
Larutan bening, 1 menit
Larutan kuning, 4 menit
Larutan kuning, 4 menit
Larutan kuning, 4 menit
Larutan kuning, 4 menit

F. Test penentuan pH yang cocok untuk cara kerja saliva


No.
1.

Aktivitas
10 ml buffer pH 4 + 5 ml pati 1% + 2 ml NaCl 0,1

Pengamatan
Larutan biru tua, warna

2.

M + 2 ml saliva 1:0 38C iod 1%


10 ml buffer pH 5 + 5 ml pati 1% + 2 ml NaCl 0,1

biru tidak hilang


Larutan biru muda,

M + 2 ml saliva 1:0 38C iod 1%


10 ml buffer pH 7 + 5 ml pati 1% + 2 ml NaCl 0,1

warna biru tidak

3.
4.

M + 2 ml saliva 1:0 38C iod 1%


10 ml buffer pH 9 + 5 ml pati 1% + 2 ml NaCl 0,1

hilang
Larutan tidak berwarna
(5,17 detik)
Larutan tidak berwarna

M + 2 ml saliva 1:0

38C

iod 1%

(7,19 detik)

G. Efek senyawa yang menghambat / menghancurkan aktivitas bakteri pada amylase


saliva
No.
1.
2.

Aktivitas
2 ml saliva + 8 ml air
(bening)
a. 1 ml saliva (e) + 5 tetes toluena + 5 ml pati 1 %

Pengamatan
Saliva encer 2:8

setelah 10 menit (aduk)


b. 1 ml saliva (e) + 5 tetes CHCl3 + 5 ml pati 1 %

permukaan
Terdapat 2 lapisan:
Atas : kloroform
Bawah : saliva
Saat penambahan

setelah 10 menit (aduk)


c. 1 ml saliva (e) + 5 tetes HgCl2 + 5 ml pati 1 %
setelah 10 menit (aduk)
d. 1 ml saliva (e) + 5 tetes fenol 2% + 5 ml pati 1
% setelah 10 menit (aduk)
e. 1 ml saliva (e) + 1 sdt kristal NaF + 5 ml pati 1
3.

% setelah 10 menit (aduk)


f. 1 ml saliva (e) + 5 tetes H2O + 5 ml pati 1 %

Terdapat gelembung di

berwarna putih, saat


pengocokan larutan
bening
Larutan bening
Larutan bening
Larutan bening
Larutan bening

setelah 10 menit (aduk)


g. 1 ml saliva (e) + 5 ml pati 1 % setelah 10 menit
a.
b.
c.
d.

(aduk)
Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)
Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)
Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)
Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)

Warna kunign hilang


Larutan keruh
Larutan merah muda
Warna kuning hilang
Warna kuning hilang
Larutan hijau
Warna kuning hilang
Warna biru hilang
Warna kuning hilang
Warna biru hilang

e. Campuran 38C dibagi dua


Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)
f. Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)
g. Campuran 38C dibagi dua
Pertama + 3 tetes I2 (kuning)
Kedua + 3 tetes benedict (biru)

Larutan ungu bening


Warna biru hilang
Warna kuning hilang
Warna biru hilang

VII. PEMBAHASAN
A. Test musin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya musin dalam saliva. Pereaksi
yang digunakan dalam percobaan ini adalah pereaksi mollisch, pereaksi benedict, dan
pereaksi millon, dan air sebagai kontrol. Percobaan dilakukan dengan mereaksikan
saliva dengan CH3COOH yang berfungsi untuk mengendapkan musin yang terdapat
dalam saliva, yang ditandai dengan terbentuknya larutan keruh. Larutan pada tabung
I, diuji dengan pereaksi mollisch yang bertujuan untuk menguji adanya kandungan
karbohidrat dalam saliva, dan menghasilkan larutan keruh, hal ini tidak sesuai dengan
teori. Musin yang terkandung dalam saliva merupakan suatu senyawa glikoprotein
(karbohidrat dan protein) yang direaksikan dengan mollisch akan menghasilkan
cincin ungu diantara dua lapisan (Deskawati, dkk, 2014: 104).
Reaksi yang terjadi yaitu:

OH

CH3OH

H3O+
-3H2O

OH

HO

H3O+
-3H2O

HO

O
5-(hidroksimetil) furfural

OH

alfa- naftol

D-Glukosa

OH+

OH
[O] H3O+

OH

OH
O

OH

OH

senyawa berwarna ungu

Tabung reaksi II, larutan diuji dengan pereaksi benedict yanh bertujuan untuk
mengetahui keberadaan gula pereduksi pada saliva. Reaksi ini menghasilkan larutan
berwarna biru, hal ini tidak sesuai dengan teori. Dimana, pereaksi benedict akan
tereduksi menjadi Cu2O oleh adanya gula pereduksi dan membentuk endapan merah
bata (Sumardjo, 2009: 237). Hal ini disebabkan adanya enzim amylase pada saliva
yang dapat terhidrolisis menjadi gula sederhana (glukosa) yang dapat membentuk
endapan merah bata (Gandjar, 2002: 30). Reaksinya yaitu:
HOCH3

HOCH3

HO

OH

2CU2+

OH

glukosa

+ H2O

OH

O
C
H

HO
OH

Cu2O

2 H+

endapan
merah bata

Tabung reaksi III, larutan saliva diuji dengan pereaksi millon. Uji millon
bertujuan untuk menguji adanya kandungan protein pada saliva. Reaksi ini
menghasilkan larutan berwarna merah bara. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana
pereaksi millon dapat menunjukkan adanya protein dengan terbentuknya endapan
putih (Sumardjo, 2009: 187).

Reaksinya yaitu:
NH2
OH

CH2-CH-COOH

NH2
+

HgNO3

HgO

CH2-CH-COOH

HNO3

(endapan putih)

Pengujian dengan air (sebagai kontrol) yang direaksingan dengan benedict


menghasilkan larutan biru, tua, reaksi air dan mollisch menghasilkan larutan cokelat,
dan reaksi antara air dengan millon menghasilkan larutan kuning. Ketiganya sesuai
denga teori, karena tidak ada kandungan karbohidrat, protein maupun gula pereduksi
pada air, hal ini disebabkan karena reaksi ini tidak menggunakana saliva yang
mengandung musin yang merupakan glikoprotein (karbohidrat dan protein).
B. Test tiosianat
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ion tiosianat (SCN -)
dalam saliva. Dimana ion tiosianat merupakan hasil reaksi antara sianida sebagai
hasil pemecahan protein dengan senyawa belerang dalam saliva. Percobaan ini
dilakukan dengan mereaksinkan FeCl2 dan HCl.. dimana penambahan FeCl2
berfungsi unuk mengikat ion SCN- dan HCl untuk mempercepat reaksi pengikatan
SCN- oleh FeCl2 (sebagai katalis). Reaksinya yaitu:
2 SCN- + FeCl2
[Fe(SCN)3] + 2 ClReaksi ini menghasilkan larutan bening yang direaksikan dengan HgCl 2 1%
yang berfungsi untuk membentuk [Hg(SCN)4]2- yang merupakan senyawa kompleks
yang tidak berwarna. Reaksi ini menghasilkan larutan keruh. Hal ini tidak sesuai
dengan teori, Dimana uji positif yang menunjukkan adanya ion tiosianat yaitu dengan
terbentuknya larutan merah oleh adanya halida. Reaksinya yaitu;
4 Fe(SCN)3 + 2 Hg2+
2 [Hg(SCN)4]2- + 4 Fe2+
Penambahannya tanpa saliva dan dengan menggunakan air sebagai control
menghasilkan larutan tidak berwarna (bening). Hal ini menunjukkan tidak adanya
kandungan tiosianat dalam air karena tidak ada penambahan saliva dalam reaksi
tersebut.
C. Test penyusun senyawa anorganik saliva

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa anorganik yang


terkandung dalam saliva/ seperti ion Cl-, PO43-, SO43-, dan Ca2+. Percobaan ini
dilakukan dengan mereaksikan saliva dengan CH3COOH yang berfungsi untuk
mengendapkan musin yang terkandung dalam saliva. Larutan dipanaskan hingga
mendidih dan campuran ini disaring. Fungsi penyaringan yaitu untuk memisahkan
musin dalam saliva. Pengujian dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu:
1. Uji ion ClFiltrat direaksikan dengan HNO3 dan AgNO3 0,5 M menghasilkan larutan
keruh. Fungsi penambahan AgNO3 untuk mengidentifikasi adanya ion Cl - dengan
terbentuknya endapan atau terbentuknya larutan keruh. Hal ini sesuai dengan teori,
dimana adanya ion Cl- yang direaksikan dengan AgNO3 akan menghasilkan AgCl
berupa endapan putih. Reaksinya yaitu:
Cl- + AgNO3

AgCl + NO3
(endapan putih)

HNO3

2. Uji ion PO43Filtrat yang direaksikan dengan HNO3 dan (NH4)6Mo7O24 yang dipanaskan
menghasilkan larutan kuning bening. HNO3 berfungsi sebagai katalis dan
(NH4)6Mo7O24 berfunsi untuk mengikat ion PO43- dan membentuk (NH4)3P(Mo3O24)4.
Hal ini sesuai dengan teori dimana hasil yang diperoleh berupa larutan kuning
menandakan adanya ion PO43- pada saliva. Adapun reaksinya:
PO43- + (NH4)6Mo7O24 HNO (NH4)3P(Mo3O10)4
(larutan hijau)
3. Uji ion SO42Filtrat direaksikan dengan HNO3 dan BaCl2 5% menghasilkan larutan tidak
3

berwarna pada percobaan. BaCl2 berfungsi untuk mengikat ion SO42- dan HNO3
berfungsi sebagai katalis yang mempercepat proses reaksi. Hal yang diperoleh tidak
sesuai dengan teori. Dimana reaksi antara ion SO 42- dan BaCl2 menghasilkan BaSO4
berupa endapan putih.
Reaksinya yaitu:
SO2- + BaCl2

BaSO4 + 2 Cl(endapan putih)

HNO3

4. Uji ion Ca2+


Filtrat yang direaksikan dengan HNO3 dan (NH4)2C2O4 menghasilkan larutan
tidak berwarna (bening). Penambahan HNO3 berfungsi untuk mempercepat reaksi

(katalis), dan (NH4)2C2O4 berfungsi mengikat ion Ca2+ dan membentuk Ca2C2O4.
Hasil yang diperoleh pada percobaan tidak sesuai dengan teori, dimana reaksi antara
ion Ca2+ dan (NH4)2C2O4 akan menghasilkan Ca2C2O4 berupa endapan putih.
Reaksinya yaitu:
Ca2+ + (NH4)2C2O4

Ca2C2O4
+ 2NH4+
(endapan putih)
D. Test pengaruh temperature terhadap aktivitas ptyalin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadao aktivitas
HNO3

ptialin atau enzim amilase. Dimana ptyalin dalam saliva berfungsi untuk
memecahkan molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis.
Percobaan dilakukan dengan suhu yang berbeda-beda yaitu pada air es, suhu
kamar, suhu 38C, dan pada air mendidih. Hasil percobaan diperoleh warna biru
muda pada uji benedict dan warna kuning hilang pada uji iod. Hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan teori, dimana pada keadaan tersebut, larutan ditambah pati dan I 2,
penambahan I2 berfungsi mengidentifikasi apakah pati telah terhidrolisis oleh enzim
amilase (ptialin) atau tidak.
Menurut teori, aktivitas ptialin akan bekerja secara optimum pada suhu 38C
dan dilakukan pengujian pada tiga buah tabung reaksi yang ditempatkan pada suhu
yang berlainan untuk mengidentifikasi pengaruh suhu. Tabung yang direaksikan
dalam air es menghasilkan larutan biru tua pada waktu 5,54 menit. Tabung yang
direaksikan pada suhu kamar menghasilkan warna abu-abu pada waktu 2,11 menit.
Tabung yang direaksikan pada suhu 38C meghasilkan larutan jernig pada waktu 1,46
menit. Dan pada tabung yang direaksikan pada air mendidih menghasilkan larutan
jernih pada waktu 20 detik. Hal ini tidak sesuai denga teori, dimana pada suhu rendah
dalam air es, enzim ptyalin belum aktif sehingga membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk dapat menghidrolisis pati menjadi maltose. Pada suhu kamar, enzim
ptyalin akan bekerja dengan normal, pada suhu 38C enzim ptyalin akan bekerja baik
(optimim) untuk menghirolisis pati menjadi glukosa dan maltosa. Sedangkan pada
suhu tinggi enzim ptialin tidak bekerja karena enzim ptyalin akan rusak pada suhu
tinggi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa suhu optimum enzim ptialin adalah pada

suhu 38C. Dimana pada suhu tersebut enzim ptialin memiliki kecepatan yang tinggi
untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa dan maltose.
E. Test estimasi ptyalin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah amylase atau ptyalin yang
digunakan untuk menghidrolisis pati. Percobaan dilakukan dengan mereaksikan pati
dan NaCl pada suhu 38C. fungsi NaCl yaitu untuk menghambat proses pemecahakan
pati yang dilakukan pada suhu 38C karena merupakan suhu ptimum bekerjanya
ptyalin. Kemudian larutan tersebut ditambahkna I2 yang berfungsi untuk
mengidentifikasi bekerjana enzim ptialin. Dari kedelapan tabung menghasilkan
larutan kunign jernih. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana NaCl akan
menghambat pemecahan pati meskipun ditempatkan pada suhu yang ptimum enzim
ptyalin (suhu 38C).
F. Test penentuan pH yang cocok untuk kerja saliva
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pH yang cocok untuk kerja saliva,
yang dilakukan dengan menggunakan larutan buffer dengan pH 4, pH 5, pH 7 dan pH
9. Larutan-larutan buffer dengan pati, NaCl dan saliva. Dimana NaCl berfungsi untuk
menghambat hidrolisis pati. Larutan dipanaskan pada suhu 38C yang dimana enzim
amylase akan bekerja optimum. Pada buffer pH 7 dan 9 ditambahkan CH 3COOH
untuk memberi suasana asam pada buffer pH tinggi (basa). Tiap tabung ditambahkan
I2 untuk mengidentifikasi terhidrolisisnya pati dalam larutan
Larutan buffer pH 4 menghasilkan larutan biru tua. Larutan buffer pH 5
menghasilkan larutan biru, Dan pada larutan buffer pH 7 menghasilkan larutan tidak
berwarna pada waktu 5,17 detik. Sedangkan larutan buffer pH 9 menghasilkan larutan
tidak berwarna pada waktu 7,19 detik. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 7 dan pH
9, amilum dapat terhidrolisis menjadi maltose. Hal ini sesuai denga teori dimana
buffer pH 7 terhidrolisis lebih cepar daripada pH 9, atau dengan kata lain pH yang
cocok untuk kerja saliva adalah pH sekitar 7.
G. Efek senyawa yang menghambat / menghancirkan aktivitas bakteri pada amylase
saliva
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa yang menghambat
aktivitas bakteri pada amilase saliva. Pada percoban ini saliva encer direaksikan

dengan tolunea, kloroform, HgCl2, fenol, NaF dan air. Tiap tabung reaksi
ditambahkan dengan larutan pati dan larutan yang diperoleh diuji dengan iod dan
benedict. Fungsi penambaham iodyaitu untuk mengidentifikasi terhidrolisisnya pati
menjadi maltosa. Dan benedict berfungsi untu menguji (mengidentifikasi) adanya
gula pereduksi akibat terhidrolisisnya pati.
Hasil pengujian tidak satupun menunjukkan uji positif dan tidak sesuai dengan
teori. Dimana, kloroform, tolune dan NaF tidak menghambat aktivitas bakteri
sehingga pada pengujian dengan iod tidak menghasilkan larutan berwarna biru dan uji
benedict akan menghailkan endapan menarh bata. Artinya amilum telah terhidrolisis
dengan bantuan bakteri, sedangkan HgCl2 dan fenol dapat mengahmbat aktivitas
bakteri sehingga amilum tidak terhidrolisis menjadi glukosa. Karena fenol dan HgCl 2
bersifat asam, dimana semakin asam suatu larutan makan akan menghambat kerja
amilase.
Larutan diuji dengan iod akan menghasilkan larutan biru (terdapat amilum) dan
dengan benedict tidak menghasilkan endapan merah bata (tidak ada gula pereduksi
atau amilum tidak terhidrolisis). Sehingga dapat dinyatakan bahwa senyawa yang
dapat menghambat aktivitas enzim amilase adalah fenol dan HgCl2.

VIII. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Saliva mengandung musin yang merupakan glikoprotein (karbohidrat dan protein)
yang ditandai dengan terbentuknya cincin ungu oada uji mollisch, terbentuknya
endapan merah bata pada uji benedict, dan terbentuk endapan putih pada uji millon
2. Saliva mengandung senyawa organic berupa ion Cl - dengan terbentuknya endpan
putih (AgCl), ion PO43- denga terbentuknya larutan kuning ((NH4)3Mo3O10)4), ion
SO4+ dengan terbentuknya endapan putih (BaSO4), serta ion Ca2+ dengan
terbentuknya endapan putih (Ca2C2O4)
3. Saliva mengandung ion tiosianat (SCN-) degan terbentuknya kompleks berwarna
merah [Hg(SCN)4]24. Aktivitas ptyalin bekerja secara optimum pada suhu 38C

5. NaCl akan menghambat pemecahan pati meskipun dirempatkan pada suhu


optimum enzim ptyalin (suhu 38C) pada test estimasi ptyalin
6. Saliva mengandung enzim amylase yang bekerja optimum pada pH 7
7. Fenol dan HgCl2 merupakan senyawa yang menghambat aktivitas enzim amylase
karena bersifat asam
B. Saran
Diharapkan untuk praktikan selanjutnya agar memahami setiap uji positif pada
masing-masing percobaan, agar dapat dipastikan percobaan sesuai dengan teori atau
tidak. Dan berhati-hati serta memperhatikan kebersihan alat dan bahan agar tidak
terkontaminasi dengan zat lain.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth, 2008. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Gandjar, dkk, 2002. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kidd, Edwina AM, dkk. 1991. Dasar-Dasar Karies. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Parvasani, Aulia. 2012. Pengaruh Area Kepala dan leher terhadap pH Saliva.
Semarang: Fakultas Kedokteran Undip.
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Saputri, Tiara O, dkk. 2010. Saliva As An Early Journey Tool For Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Journal of Dentistry Indonesia. Vol. 17. No.
13. Hlm. 87_92.

Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suryadinata, Arif. 2012 Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies.
Jurnal Saintis. Vol. 1, No.1. ISSN: 2089-0699.
Wahyuntari, Budiasih. 2011. Penghambat a-amilase Jenis, Sumber, dan Potensi
Pemanfaatannya dalam Kesehatan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.
XXII, No.2. Hlm. 197-200.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

JAWABAN PERTANYAAN

1. Test musin
a. Endapan yang terbentuk adalah musin
b. Fungsi musin yaitu untuk membasahi dan sebagai pelumer yang mempermudah
c.
2.
a.
b.
3.
a.
4.
a.

proses menelan makanan


Musin termasuk senyawa protein yang mengikat gugus karbohidrat (glikoprotein)
Test penyusun senyawa anorganik salva
Activator enzim adalah zat pengaktif enzim untuk mengaktifkan kerja enzim
Activator saliva terbaik ClTest pengaruh temperature terhadap aktivitas optialin
Pada campuran (d) yang ditambahkan saliva yang dipanaskan
Test estimasi ptyalin
Dalam waktu 4 menit, 1 unit amylase mampu menghidrloisis sebanyaj 10 ml pati

menjadi maltose
b. NaCl berfungsi sebagai inhibitor / penghambat kerja enzim, agar dapat
memperkirakan unit amylase yang bekerja dalam 4 menit sebanay 10 ml pati

5. Test penentuan ph yang cocok untuk saliva


a. pH optimum saliva antara 5,75 7,05 atau tepatnya 6,6
b. karena reaksi I2 dapat berlangsung pada pH asam.

Anda mungkin juga menyukai