MASYARAKAT MADANI
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PKN
DISUSUN OLEH :
1. Lisnaindah Zaid (220222152)
2. Nurul Ismiranda (220222151)
3. Indah (220222117)
4. AL Ahkam Fabila Farnul (220222118)
DOSEN PENGAMPU :
Dr . Darmawati, M.pd.
Dengan menyebut nama Allat SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Masyarakat
madani.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan materi dari beberapa
sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua kami
menyadari sepenuhnya bahwamasih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang masyarakat madani ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu masyarakat madani serta sejarah
lahirnya masyarakat madani di indonesia, dan bagaimana posisi masyarakat madani di indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2 Pengertian Masyarakat Madani
Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam perjalanan politik
masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil Society. Yang
didefenisikan oleh para ahli bahwasanya karagter dari masyarakat sipil sebagai komonitas sosial dan
politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara.
Istilah “Masyarakat Madanii” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara oleh
Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda dengan
masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut mantan perdana
mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan mayarakat yang berupa pemikiran, seni,
pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu keinginan individu. Ia
juga mngatakan masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan kebudayaan
(Multicultural), Hubungan timbal balik (Reprocity) dan sikap yang saling memahami dan menghargai.
Anwar Menjelaskan watak masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam
melaksanakan ide-ide yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan,
musyawarah dan demokratis.
Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses penciptaan
peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya masyarakat madani adalah
warga negara bekerja samaa membangun ikatan sosial, jaringan produktif, solidaritas kemanusiaan
yang bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar utama masyarakat madani adalah persatuan
dan integrasi nasional yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik
permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani lebih
dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat bekwalitas dan ber-
tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia Norcholish Madjid istilah
masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi untuk menerima berbagai macam
pandangan politik dan tingkah laku sosial.
3
masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara civil society mempunyai
peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak
untuk mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pla interaksi setiap warga negara.
Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan hak
milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut dan tidak membatasi
perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk memperoleh haknya secara adil
dan profesional.
Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society dengan konteks sosial
dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang berdampak pada krisis sosial.
Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil society dalam
kehidupan sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan. Ia yakin
bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sntimen moral yang menghalangi
munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin menguatnya sistem individualistis dan
berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat mewarnai paandangan tenag civil society waktu itu.
Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang bernama Thomas
Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara bahkan ia dianggap sebagai
antitetis negara. Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya untuk dibatasi. menurut
paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep negara yang absah
menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat
demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian menurutnya civil society adalah ruang
dimana warga negara dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentinganya secara bebas dan tanpa paksaan.[3]
Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883), dan Antonio Gramsci
(1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah elemen ideologis keelas dominan.
Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara.
Berbeda dengan pandangan paine, Hegel Memandang civil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik indonesia, menurutnya pandangan ini
erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi eropa yang ditandai dengan pelepasan
diri dari cengkraman dominasi negara.
Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society terdaat tiga entitas sosial :
keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi anggota
masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan tempat
berlansungya percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi.
Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi kepentingan politik warganya
dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil society.
Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai masyarakat borjuis. Dalam
konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil society merupakan kendala besar bagi upaya
pembebasan manusia dari penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu civil society harus
dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks
relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat madani pada struktur
berdampingan degan negara yang disebut sebagai Political society. Menurutnya civil society
merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam masyarakat. Ia
memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor dalam proses utama
perubahan sosial dan politik.
4
Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan oleh
Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya mengamati budaya
demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil merupakan
kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Berkaca pada
budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan berpolitik warga negara manapun
mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai
suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil society bersifat
otnom dan memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu menjadikan kekuatan
penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society, Mazhab Gramscian dan Tocquevillian
telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa tengah pada dasawarsa 80-an.
Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara terbukti telah melumpuhkan kehidupan
masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil society tocquelville
juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo dengan konsep masyarakat
madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar sangat menenukan unsur-unsur dalam
masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam hubungan anrata unsur-unsur pokok
masyarakat madani faktor Valuntary sangat menentukan pola interaksi antara negara dan pasar.
Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen rakyat disebut masyarakat madani
(Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama. Dalam sistem demokrasi kekuasaan tidak
hanya ditangan penguasa melainkan ditangan rakyat. Jadi peran sektor swasta sangat mendukung
terciptanya proses keseimbangan kekuasaan dalam koridor pemerintahan yang baik, seketika peran
swasta bisa berada diatas ini terjadi jika pembuatan kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk
memberikan akses yang longgar pada konglomerat ataupun usahawan.
3. Toleransi
5
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut Nurcholish
Madjid toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi
menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara kelompok yang berbeda-beda maka
hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari ajaran yang benar. Toleransi bukan hanya
tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi juga menjadi bagian terpenting pelaksanaan ajaran
moral.
4. Kemajemukan
Disebut juga pluralisme yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus mengakui dan
memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap ttulus untuk menerima
kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan yang bernilai positif bagi
kehidupan masyarakat.
5. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas hak dan
kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik, pengetahuan, dan
pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah
satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.
6
paradigma diatas dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang
melalui :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menegah untuk
berkembang menjadi kelompok masyaraat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2. Mereformasikan sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi
yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara
keseluruhan.
Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih merupakan sisitem-siste yang dihasilkan oleh
sister politik represif. Ciri kritisnya lebih menonjol dibandingkan ciri struktifnya. Menurutnya lebih
banyak melakukan protes daripada mengajukan solus, lebih banyak menuntut daripada memberi
sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia dalam pembanguunan
demokrasi dan masyarakat madani. Peran startegis mahasiswa dalam proses perjuangan demokrasi
menumbangkan rezim otorier seharusnya ditindak lanjuti dengan keterlibatan mahasiswa dalam
proses demokrasi bangsa dan pembangunan masyarakat demokrasi madani indonesia. Karenaa
mahasiswa merupakan bagian dari kelas menengah, ia memiliki tanggung jawab terhadap nasib masa
depan demokrasi dan masyarakat madani indonesia.
Sikap demokratis diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam proses pendemokrasian
masyarakat melalui cara analogis, santun, dan bermartabat. Adapun sikap kritis mahasiswa dapat
dilakukan dengan mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan kebijakan pemerintah atau
lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang menyangkut dengan masa depan bangsa.
7
Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
e. Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan
kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
f. Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik bagi
terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila tersedia iklim yang
memunkinkan otonomi individu terjaga.
g. Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan, keadilan harus
diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum.
h. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
i. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
j. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-
program pembangunan yang berbasis masyarakat.
k. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-
organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan
pemerintah.
l. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
m. Adanya pemisahan kekuasaan
n. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan, yang
mempunyai cirri-ciri:
1. Lahir secara mandiri
2. Keanggotannya bersifat sukarela,atau atas kesadaran masingmasing anggota
3. Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya) sehingga bergantung pada bantuan Negara atau
pemerintah
4. Bebas atau mandiri dari kekuasaan Negara, sehingga berani mengontrol penggunaan kekuasaan
Negara
5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini bersama
8
2.7 Proses Demokratis Menuju Masyarakt Madani
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M. Dawam
Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling mendukung. Hanya
dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam
suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang secara wajar. Nurcholish Madjid
memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara masyarakat madani dengan demokratisasi.
Menurutnya, masyarakat madani merupakan tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol
bagi pelaksanaan demokrasi.
Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu
syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan. Masyarakat madani
mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi-asosiasi sosial.
Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap terbuka, percaya, dan toleran antara satu
dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci
yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang
menghendaki adanya partisipasi.Proses demokratisasi menuju masyarakat madani merupakan faktor
pendrong bgi negara untuk selalu mengusahakan perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak
terjadi kemeosotan demi kesejahteraan rakyat.
Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah, harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang tercermin antara lain dari kemampuan tenaga-
tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi ketergantungan)
agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi .
3. Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis kerakyatan)
yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri semakin kecil atau tidak
ada sama sekali.
4. Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya dan pertahanan
keamanan yang dinamis, tangguh serta berwawasan global.
Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society), melalui beberapa proses dan tahapan-
tahapan yang konkret dan terencana dengan matang, serta adanya upaya untuk mewujudkan dengan
sungguh-sungguh. Langkah pertama yang perlu diwujudkan adalah adanya pemerintahan yang baik
(good governance). Pemerintahan yang baik dalam rangka menuju kepada masyarakat madani adalah
berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :[4]
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada de-
mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi (pendelegasian wewenang)
kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
9
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya
pencapaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki kompetensi,
struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi secara efektif dan efisien.
Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup secara madani harus mempunyai tiga
syarat, yaitu sebagai berikut :
1. Ketertiban dalam pengambilan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan bersama.
2. Adanya kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan.
3. Adanya kemerdekaan memilih pemimpinnya.
Ketiga hal tersebut merupakan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu
kehidupan yang dalam pemerintahannya bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat akan berupa pemikiran seni,
pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai
generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus
dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam
kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya
ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat
madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada
di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung
kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh
seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka
hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam
meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
3.2 Saran
Melalui makalah ini saya berharap semoga pembahasan mengenai Masyarakat Madani, sedikit
banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu Saya sebagai penulis mohon ma’af apabila masih
terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu saya mengharapkan kritikan
dan saran dari pembaca, untuk kesempurnaan dari makalah saya ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22
Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani Pemikiran : Teori dan Relevasinya Dengan Cita-cita
Reformasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Deden, M. Ridwan, dan Nurjulianti, Dewi (penyuting). 1999 Pembangunan Masyarakat Madani dan
Tantangan Demokratisasi di Indonesia. Cetakan Ke-1, Jakarta : LP3ES
Suito, Deny. Forum Ilmiah pada acara Festival Istiqlal, 26 September 1995 : Jakarta
Masykuri Abdillah, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
[1] Masykuri Abdillah, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
[2] Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
[3] Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani. Cetakan ke-1. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
[4] Budiman, Arief.1990. State And Civil Society. Clayton : Monash Paper Southeast Asi No.22
12