“MASYARAKAT MADANI”
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang diampu oleh Bapak Drs. H. Aep Suwaepi, M.Ag
Disusun oleh :
Shifa Fauziah (21001066)
Erlan Satria Airlangga (21001067)
Salma Aulia Adisti (21001068)
Kamila Syifa Amalia (21001069)
Ripan Gunadi (21001070)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Makalah tentang “Masyarakat Madani” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Drs. H. Aep Suwaepi, M.Ag pada bidang studi Pendidikan Agama
Islam . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Masyarakat Madani“ bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
10. Bagaimana usaha mantan presiden Habibie dan ICMI untuk masyarakat
madani?
1. Menambah wawasan abgi yang membaca dan bagi yang membuat makalah
ini
2
2. Mengetahui tentang masyarakat madani
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
utama dalam kehidupan politik berdemokratis. Wajib bagi setiap Masyarakat
Madani yang tidak hanya melindungi warga negara dalam berhadapan dengan
negara, namun Masyarakat Madani juga dapat merumuskan dan menyuarakan
aspirasi masyarakat.
6
5. Masyarakat Madani Menurut Gellner
Menurut Gellner, pengertian Masyarakat Madani adalah sekelompok
institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah tirani
politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas.
6. Masyarakat Madani Menurut Muhammad. A.S. Hikam
Pengertian Masyarakat Madani menurut Muhammad. A.S. Hikam adalah
wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara
lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi
terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum
yang diikuti warganya.
7. Masyarakat Madani Menurut Dawan Rahardjo
Menurut Dawan Rahardjo, pengertian Masyarakat Madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan
bersama.
8. Masyarakat Madani Menurut M. Hasyim
Pengertian Masyarakat Madani menurut M. Hasyim adalah masyarakat
yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun berbudaya
tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam lainnya.
7
2.6 Perbedaan Konsep Civil Society dan Masyarakat Madani
8
argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan
aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi
secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-
adil, menyikapi media massa secara kritis dan objektif, berani tampil dan
kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi,
memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa
mendatang dan sebagainya.
Masyarakat Madani adalah suatu komunitas masyarakat yang
memiliki kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang
sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan
dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan),
penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan
(puralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekhasan sosial-budaya.
Merupakan fakta historis bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk, yang terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa dan agama.
Masing-masing suku, budaya, dan bahasa memiliki satu sistem nilai
yang berbeda. Kemajemukan ini akan menjadi bencana dan konflik yang
berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik.
Kebhinekaan dan kearifan budaya lokal inilah yang harus dikelola sehingga
menjadi basis bagi terwujudnya Masyarakat Madani, karena Masyarakat
Madani Indonesia harus dibangun dari nilai-nilai yang ada didalamnya, bukan
dari luar.
Ciri Masyarakat Madani di Indonesia Menurut Tilaar
Menurut Tilaar ciri-ciri khas Masyarakat Madani Indonesia adalah
1. Keragaman budaya sebagai dasar pengembangan identitas bangsa
Indonesia dan identitas nasional;
2. Adanya saling pengertian di antara anggota masyarakat;
3. Adanya toleransi yang tinggi, dan
4. Perlunya satu wadah bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian
9
hukum.
2.8 Masyarakat Madani Indonesia saat Orde Baru
Masyarakat Madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru
karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi
di hampir seluruh aspek kehidupan. Kebijakan pemerintah yang otoriter,
menyebabkan organisasi-oranisasi kemasyarakatan tidak memiliki
kemandirian, tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap jalanya pemerintahan.
Kebijakan ini juga berlaku terhadap masyarakat politik (political societies),
sehingga partai-partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol terhadap
pemerintah dan tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan aspirasi
rakyat.
Hanya ada beberapa organisasi keagamaan yang memiliki basis sosial besar
yang agak memiliki kemandirian dan kekuatan dalam mempresentasikan diri
sebagai unsur dari Masyarakat Madani, seperti Nahdlatul Ulama (NU)
yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid dan Muhammadiyah
dengan motor Prof. Dr. Amien Rais.
Pemerintah sulit untuk melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan
organisasi keagamaan tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam
pemahaman ajaran Islam. Pengaruh politik tokoh dan organisasi keagamaan
ini bahkan lebih besar daripada partai-partai politik yang ada.
10
antaranya:
Pertama, menghimpun tentang transformasi ekonomi, politik, hukum, sosial
dan budaya serta pemikiran dampak globalisasi terhadap berbagai aspek
kehidupan bangsa.
Kedua, merumuskan rekomendasi serta pemikiran tentang upaya untuk
mendorong transformasi bangsa menuju Masyarakat Madani.
Konsep Masyarakat Madani dikembangkan untuk menggantikan paradigma
lama yang menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti sudah
tidak cocok lagi.
Soeharto terpaksa harus turun tahta pada tanggal 21 Mei 1998 oleh tekanan
dari gerakan Reformasi yang sudah bosan dengan pemerintahan militer
Soeharto yang otoriter. Gerakan Reformasi didukung oleh negara-negara
Barat yang menggulirkan konsep civil society dengan tema pokok Hak Asasi
Manusia (HAM).
2.10 Usaha Mantan Presiden Habibie dan ICMI untuk Masyarakat Madani
Presiden Habibie mendapat dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia), suatu bentuk pressure group dari kalangan Islam, dimana
ia duduk sebagai Ketua Umumnya. Kemudian konsep Masyarakat Madani
mendapat dukungan luas dari para politisi, akademisi, agamawan, dan media
massa karena mereka semua merasa berkepentingan untuk menyelamatkan
gerakan Reformasi yang hendak menegakkan prinsip-prinsip demokrasi,
supremasi hukum, dan HAM.
Tetapi untuk segera masuk kewilayah kehidupan Masyarakat Madani
ternyata tidak mudah, karena pola kehidupan masyarakat yang diimpikan itu
masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat.Selain itu secara kultural,
tantangan sosial budaya yang cukup berat adalah pluralisme masyarakat
indonesia. Pluralisme tidak hanya berkaitan denagan budaya saja, tetapi juga
persoalan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan proses panjang dan waktu serta menuntut
komitmen masing-masing warga bangsa untuk mereformasi diri secara total
11
menuju terwujudnya Masyarakat Madani, dan juga menuntut berbagai upaya
perubahan untuk mewujudkan Masyarakat Madani, baik yang berjangka
pendek maupun yang berjangka panjang. Pertama, perubahan jangka pendek,
menyangkut perubahan pada pemerintah, politik, ekonomi dan hukum. Pada
bidang pemerintahan, masyarakat pada era reformasi menuntut terciptanya
pemerintahan bersih yang menjadi prasyarat untuk tumbuh dan
berkembangnya Masyarakat Madani.
Sehingga terwujud pemerintahan yang berwibawa, bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme yaitu pemerintahan yang dapat dipercaya, dapat
diterima dan dapat memimpin. Pada bidang politik, terutama diarahkan
kepada hidupnya kembali kehidupan demokrasi yang sehat sesuai dengan
tuntutan konstitusi 1945 serta adanya upaya dari pemerintah dan
masyarakat untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi
makna sistem demokrasi.
12
Bahwa timbulnya civil society pada abad ke-18 dimaksudkan untuk mencegah
lahirnya negara otoriter, maka NU harus memerankan fungsi komplemen
terhadap tugas negara, yaitu membantu tugas negara ataupun melakukan
sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh negara, misalnya pengembangan
pesantren.
Sementara, Gus Dur harus mendukung terciptanya negara yang demokratis
supaya memungkinkan berkembangnya Masyarakat Madani, dimana negara
hanya berperan sebagai ‘polisi’ yang menjaga lalu lintas kehidupan beragama
dengan rambu-rambu Pancasila.
13
pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang
Maha Esa, dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung
tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Ketiga,hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder. Dengan demikian, HAM dalam Islam lebih dulu muncul.
Tepatnya, Magna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Di
samping nilai--nilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada dalam sumber
ajaran Islam, yakni Al-Qur'an dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik
kehidupan Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu
pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang
berhubungan dengan HAM, yaitu pemeluk Islam adalah satu umat walaupun
mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan antara komunitas muslim dengan
nonmuslim didasarkan pada prinsip:
1. berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga;
2. saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
3. membela mereka yang teraniaya
4. saling menasehati
5. menghormati kebebasan beragama
15
Adapun ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai
berikut:
1. Hak persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra [17]:70; al-Nisa
[4]:58,1i dan 135; al-Mumtahanah [60]:8);
2. Hak hidup (QS. al-Maidah [5]:45 dan al-Isra [17]:33);
3. Hak perlindungan diri (QS. al-Balad [90]:12-17 clan al-Taubah [9]:6]
4. Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah [9]:6);
5. Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah [2]:221; a]-Rum [30]:21; al-Nisa [4: al-
Tahrim [66]:6);
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah [2]:228 clan al [49]:13);
7. Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah [2]:233; al-Isra [17]:23-24);
8. Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah [9]:122 clan al-'Alaq 5);
9. Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]:1-6; al-Baqarah [2]:1 al-
Kahfi [18]:29);
10. Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa [4]:97; al-Mumtahanah
11. Hak memperoleh pekerjaan (QS. al-Taubah [9]:105; al-Baqarah [2]:. al-
Mulk 67]:15);
12. Hak memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah [2]:275-278; [4]:161, dan
Ali Imran [3]:130);
13. Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah [2]:29; al-Nisa [4]:29);
14. Hak tahanan (QS. al-Mumtahanah [60]:8).
Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa
pandangan Allah semua manusia adalah sama derajat. Yang membedakan
manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang dalam perspektif Islam
disebut "nilai ketaqwaannya". Apalagi, manusia diciptakan untuk
merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah barang
tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM.
Oleh karena itu, jika harkat dan martabat setiap perorangan atau
manusia harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi
harkat martabat seluruh umat manusia, maka penghargaan dan penghormatan
16
kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi adalah suatu amal
kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula
sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang
pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa
kosmis (kemanusiaan) yang amat besar
Harkat dan martabat itu merupakan hak dasar manusia, tentu dengan
pemenuhan keperluan hidup primerya berupa sandang, pangan, papan. Tetapi,
terpenuhinya segi kehidupan lahiri tidaklah akan dengan senrinya berarti
menghantar manusia kepada dataran kehidupan yang lebih tinggi. Kehidupan
material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana meskipun amat
penting, jika bukannya yang paling penting, bagi pencapaian kehidupan yang
lebih tinggi. Meminjam adagium kaum sufi, Hanya orang yang mampu
berjalan di tanah datar yang bakal mampu menendaki bukit . Namun Justeru
ibarat orang yang mampu berlari di tanah datar tapi belum tentu tertarik untuk
mendaki bukit, demikian pula halnya dengan orang yang telah terpenuhi
kehidupan lahiriahnya, belum tentu ia tertarik meningkatkan dirinya kedataran
kehidupan yang lebih tinggi.Mungkin ia sudah puas hanya berlari-lari dan
berputar-putar di tanah datar. Maka , tidak sedikit orang yang memandang
pemenuhan kehidupan lahiri sebagai tujuan akhir dan menadi titik ujung cita-
cita hidupnya.
Mengenai Hak Asasi manusia yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, al-
Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam, hak asasi pertama dan utama warga
Negara adalah :
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama sama dengan jaminan
bahwa hak ini tidak akan dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan
legal
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bias
dilanggar , kecuali setelah melalu proses pembuktian yang meyakinkan secara
hokum dan memberi kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan
pembelaan.
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-
17
masing. 4.Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga Negara
tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu diwajibkan zakat kepada
umat Islam, salah satunya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
warganegara.
2.14 Demokrasi
Berbicara tentang paham demokrasi itu menarik, banyak negara yang saat ini
menganut paham ini. Salah satunya ialah negara kita sendiri yaitu negara
Indonesia. Demokratis seringkali disebut-sebut dan dipandang sebagai sistem
yang paling adil untuk penyusunan dan penegakan hukum. Namun pada
kenyataannya tidak selalu demikian. Dari zaman yunani kuno hingga sekarang,
mayoritas teoritikus di bidang politik banyak melontarkan kritik terhadap teori
dan praktik demokrasi. Komitmen umum terhadap demokrasi merupakan
fenomena yang terjadi baru-baru ini saja. Pada kesempatan kali ini penulis akan
sedikit memaparkan tentang demokrasi dan dan bagaimana pandangan Islam
terhadap paham demokrasi.
Menurut asal katanya demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau
goverment rule the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos atau
kratein berarti kekuasaan atau berkuasa). Demokrasi merupakan asas dan
sistem yang paling baik didalam sistem politik dan ketatanegaraan kiranya
tidak dapat dibantah. Khasanah pemikiran dan preformansi politik diberbagai
negara sampai pada satu titik temu tentang ini. Demokrasi adalah pilihan
terbaik dari berbagai pilihan lainnya. Sebuah laporan studi yang disponsori
oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO pada awal 1950-an menyebutkan
bahwa tidak ada satupun tanggapan yang menolak “Demokrasi” sebagai
landasan dan sistem yang paling tepat dan ideal bagi semua organisasi politik
dan organisasi modern. Studi yang melibatkan lebih dari 100 orang sarjana
barat dan timur itu dapat dipandang sebagai jawaban yang sangat penting bagi
studi-studi tentang demokrasi.[1]
18
2.15 Pandangan Islam tentang Demokrasi
Di dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan pemegang kendali penuh.
Suatu undang- undang disusun dan diubah berdasarkan opini atau pandangan
masyarakat. Setiap peraturan yang ditolak oleh masyarakat, maka dapat
dibuang, demikian pula dengan peraturan baru yang sesuai keinginan dan tujuan
masyarakat itu sendiri dapat disusun dan diterapkan. Berbeda halnya dengan
sistem Islam, seluruh kendali maupun hasil keputusan berpatokan pada hukum
Allah SWT. Masyarakat tidaklah diberi kebebasan menetapkan suatu peraturan
apapun kecuali peraturan tersebut sesuai dengan hukum Islam. Demikian juga
dalam permasalahan ijtihadiyah, suatu peraturan dibentuk sesuai dengan
hukum-hukum politik yang sesuai dengan syari’at Islam. Kewenangan majelis
syura dalam Islam terikat dengan nash-nash syari’at dan ketaatan kepada ulil
amr (pemerintah). Syura (Musyawarah) terbatas pada permasalahan yang tidak
memiliki nash (dalil tegas) atau permasalahan yang memiliki nash namun
memiliki indikasi beberapa pemahaman. Adapun permasalahan yang memiliki
nash yang jelas dan dengan indikasi hukum yang jelas, maka syura tidak lagi
diperlukan. Syura hanya dibutuhkan dalam menentukan mekanisme
pelaksanaan nash-nash syari’at.
Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik utama
dalam Al-Qur’an. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam kehidupan
modern sekarang, maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan
cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik
demokrasi barat. Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah
digariskan oleh Al-qur’an dapat dijumpai dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang
berbunyi sebagai berikut.
“maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjatuhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membetulkan tekad, maka
19
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang
bertawakal kepada-Nya. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 159.
20
Digunakan pertimbangan akal dan paham, serta memperhatikan
kemaslahatan masyarakat.
Menggali apa yang tersembunyi. Akal manusia selalu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan musyawarah akan dapat dilakukan
kajian dan tinjauan dari macam-macam aspek yang menyangkut
banyak segi, karena terdapatnya banyak pemikiran dan usulan.
Menghasilkan pendapat-pendapat benar dan terbaik, dengan dasar
yang kuat dengan bertemunya berbagai pemikiran dari banyak
orang.
Menciptakan suasana persatuan dan kesatuan dalam pelaksanaan dan
penyelesaian masalah, karena banyak orang yang dilibatkan didalamnya.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari kesekian banyak definisi tentang masyarakat madani namun dari garis
besar dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang terdiri secara
mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam
mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik. Tujuan dari masyarakat madani
adalah untuk memelihara tanggung jawab kita dengan yang lain, berdasarkan
rasa solidaritas sosial.
3.2 Saran
Maka diharapkan kepada kita yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia., potensi,
perbaikan, sistem Ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan
sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam degan baik dan teratur
kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secar perlahan.
22
Daftar Pustaka
23
24