Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“MASYARAKAT MADANI”

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang diampu oleh Bapak Drs. H. Aep Suwaepi, M.Ag

Disusun oleh :
Shifa Fauziah (21001066)
Erlan Satria Airlangga (21001067)
Salma Aulia Adisti (21001068)
Kamila Syifa Amalia (21001069)
Ripan Gunadi (21001070)

AKADEMI PEREKAM MEDIS DAN INFORMATIKA KESEHATAN


BANDUNG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Makalah tentang “Masyarakat Madani” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Drs. H. Aep Suwaepi, M.Ag pada bidang studi Pendidikan Agama
Islam . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Masyarakat Madani“ bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Aep Suwaepi,


M.Ag, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang di tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II ..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Sebelum menjadi masyarakat madani ...................................................... 4
2.2 Masyarakat madinah sebagai rujukan contoh masyarakat madani ...... 5
2.3 Definisi masyarakat madani ....................................................................... 5
2.4 Definisi masyarakat madani menurut para ahli ....................................... 6
2.5 Demokrasi menuju masyarakat madani .................................................... 7
2.6 Perbedaan konsep Civil Society dan masyarakat madani ....................... 8
2.7 Masyarakat madani di Indonesia ............................................................... 8
2.8 Masyarakat madani Indonesia saat orde baru ........................................ 10
2.9 Masyarakat madami Indonesia saat reformasi ....................................... 10
2.10Usaha mantan Presiden Habibie dan ICMI untuk masyarakat madani ..
2.11 Wacana masyarakat madani oleh Nahdtul ulama ................................. 12
2.12 Tantangan masyarakat madani Indonesia pada masa kini .................. 13
2.13 Hak asasi manusia dalam islam ............................................................... 13
2.14 Demokrasi .................................................................................................. 18
2.15 Pandangan islam tentang demokrasi ...................................................... 19
BAB III .................................................................................................................. 22
PENUTUPAN ....................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dilansir dari buku Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)


2003 karya A. Ubaedillah dan Abdul Rozal, masyarakat madani merupakan
sebuah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat

Muhammad A.S. Hikam. Sedangkan, menurut Muhammad A.S.


Hikam, masyarakat madani merupakan wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi, dan adanya ciri-ciri kesukarelaan, keswasembadaan,
kemandirian tinggi terhadap negara, serta keterikatan dengan norma dan nilai-
nilai hukum yang diikuti warganya

Masyarakat Madani menginginkan tegaknya demokrasi, keadilan hukum


dan ekonomi yang Islami dalam berbagai sisi kehidupan. Sosialisme sebagai suatu
faham baru yang muncul sebagai akibat dari ketidak adilan oleh pihak pemerintah
dan pemihakan kalangan agamawan terhadap penguasa. Dalam hal kepemilikan,
Sosialisme yang komunistis itu tidak memberi warga negara hak atas hak milik
pribadi, sebaliknya Islam memberikan peluang besar kepada setiap pribadi untuk
mempunyai hak milik hingga kepada masalah kewarisan sesuai dengan
kemampuan masing – masing pribadi muslim untuk dapat memiliki harta
kekayaan, itupun tidaklah semata – mata diperuntukkan bagi pemiliknya namun
didalam sejumlah harta yang dimiliki seseorang itu ada bahagian hak dari kaum
miskin yang harus ditunaikan dalam zakat. Konsep masyarakat madani (Islam)
digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan good government yang dapat
diartikan menciptakan suatu masyarakat yang harmonis dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang pada puncaknya akan terciptalah masyarakat adil
dan makmur

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana masyarakat sebelum menjadi masyarakat madani ?

2. Bagaimana masyarakat madinah sebagai contoh rujukan masyarakat


madani?

3. Apa tang dimaksud dengan masyarakat madani?

4. Sebutkan pengertian masyarakat madani menurut beberapa para ahli?

5. Bagaimana demokrasi menuju masyarakat madani?

6. Apa perbedaan konsep civil society dan masyarakat madani?

7. Bagaimana masyarakat madani di Indonesia ?

8. Bagaimana masyarakat madani di Indonesia pada saat orde baru ?

9. Bagaimana masyarakat madani indonesia pada saat reformasi ?

10. Bagaimana usaha mantan presiden Habibie dan ICMI untuk masyarakat
madani?

11. Bagaimana wacana masyarakat oleh nahdtul ulama?

12. Apa tantangan masyarakat madani Indonesia pada masa kini ?

13. Apa hak asasi manusia dalam islam?

14. Apa yang dimaksud dengan demokrasi?

15. Bagaimana pandangan islam pada demokrasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menambah wawasan abgi yang membaca dan bagi yang membuat makalah
ini

2
2. Mengetahui tentang masyarakat madani

3. Mengetahui tentang demokrasi menuju masyarakat madani

4. Mengetahui tentang hak asasi manusia dalam islam

5. Mengetahui tentang macam macam sejarah pada masyarakat madani

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebelum menjadi Masyarakat Madani

Semua orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera


sebagaimana yang di cita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan
makmur bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapainya berbagai
sistem kenegaraan muncul, seperti demokrasi. Cita- cita suatu masyarakat
tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia.
Hal ini terlaksana apabila semua bidang pembangunan bergerak secara
terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek. Pengembangan
masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh keberadaan
manusia yang berperadaban.Pengembangan masyarakat merupakan sebuah
proses yang dapat merubah watak, sikap, dan perilaku masyarakat ke arah
pembangunan yang dicita-citakan.
Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa sangat tergantung
pada situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakatnya. Akhir-akhir ini
masyarakat Indonesia mencuatkan suatu kemakmuran yang didambakan
yaitu terwujudnya Masyarakat Madani. Munculnya istilah masyarakat
madani pada era reformasi ini, tidak terlepas dari kondisi politik negara yang
berlangsung selama ini. Sejak Indonesia merdeka, masyarakat belum
merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah atau
penguasa belum banyak member kesempatan bagi semua lapisan masyarakat
mengembangkan potensinya secara maksimal.
Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan Masyarakat Madani,
asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan
berkembang dan dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak
tantangan yang harus dilalui. Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan
peran dan fungsi masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju
masyarakat madani itu sendiri.
4
2.2 Masyarakat Madinah Sebagai Rujukan Contoh Masyarakat Madani
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal
bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang
menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti pelaksanaan amar ma’ruf nahi
munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan
yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun
cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan
hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam
QS An-Nahl [16]: 125.
Dalam rangka membangun “Masyarakat Madani modern”, meneladani
Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan
saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti
menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok
lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan
sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal
yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak
meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk
dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagian
dunia dan akhirat. Jika sikap kita yang melekat pada masyarakat Madinah
mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya
menunggu waktu saja.
2.3 Definisi Masyarakat Madani
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya. Istilah Masyarakat Madani
diperkenalkan oleh mantan wakil perdana meteri Malaysia yakni Anwar
Ibrahim.
Menurut Anwar Ibrahim, arti masyarakat madani adalah sistem sosial yang
subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat Madani adalah
kelembagaan sosial yang melindungi warga negara dari perwujudkan
kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat Madani merupakan tiang

5
utama dalam kehidupan politik berdemokratis. Wajib bagi setiap Masyarakat
Madani yang tidak hanya melindungi warga negara dalam berhadapan dengan
negara, namun Masyarakat Madani juga dapat merumuskan dan menyuarakan
aspirasi masyarakat.

2.4 Definisi Masyarakat Madani Menurut Beberapa Ahli


Macam-macam pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli adalah
sebagai berikut,
1. Masyarakat Madani Menurut W.J.S Poerwadarminto
Menurut W.J.S Poerwadarminto, kata masyarakat berarti suatu pergaulan
hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat
dengan ikatan dan aturan tertentu. Sedangkan kata madani berasal dari
bahasa Arab yaitu madinah, artinya kota. Jadi secara etimologis,
Masyarakat Madani berarti masyarakat kota.
Meskipun demikian, istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak
geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok
untuk penduduk kota. Dari sini Masyarakat Madani tidak asal masyarakat
perkotaan, tetapi memiliki sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu
berperadaban.
2. Masyarakat Madani Menurut PBB
Pengertian Masyarakat Madani menurut PBB, adalah masyarakat yang
demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung jawab
manusia.
3. Masyarakat Madani Menurut Thomas Paine
Menurut Thomas Paine bahwa arti Masyarakat Madani adalah suatu ruang
tempat warga dapat mengembangkan kepribadiannya dan memberi
peluang bagi pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa paksaan.
4. Masyarakat Madani Menurut Nurcholis Madjid
Menurut Nurcholis Madjid yang mendefinisikan Masyarakat Madani
sebagai masyarakat yang merujuk pada masyarakat islam yang perna
dibanguna Nabi Muhammad SAW. di negeri Madinah.

6
5. Masyarakat Madani Menurut Gellner
Menurut Gellner, pengertian Masyarakat Madani adalah sekelompok
institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah tirani
politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas.
6. Masyarakat Madani Menurut Muhammad. A.S. Hikam
Pengertian Masyarakat Madani menurut Muhammad. A.S. Hikam adalah
wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara
lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi
terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum
yang diikuti warganya.
7. Masyarakat Madani Menurut Dawan Rahardjo
Menurut Dawan Rahardjo, pengertian Masyarakat Madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan
bersama.
8. Masyarakat Madani Menurut M. Hasyim
Pengertian Masyarakat Madani menurut M. Hasyim adalah masyarakat
yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun berbudaya
tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam lainnya.

2.5 Demokrasi menuju Masyarakat Madani


Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman
konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini
adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish
Madjid.
Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat Madani merujuk pada konsep
dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.

7
2.6 Perbedaan Konsep Civil Society dan Masyarakat Madani

Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan


masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali
dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar
dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang
ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry
Diamond, 2003: 278).Perbedaan lain antara civil society dan Masyarakat
Madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan
modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat
sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-
transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan
Masyarakat Madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan.
Dari alasan ini Maarif mendefinisikan Masyarakat Madani sebagai sebuah
masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-
moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif,
2004: 84).

2.7 Masyarakat Madani di Indonesia


Seperti diketahui bahwa civil society merupakan wacana yang
berkembang dan berasal dari kawasan Eropa Barat. Hal ini berarti bahwa
pertumbuhan dan perkembangan wacana tersebut tidak terlepas dari kondisi
sosial-kultural, politik dan ekonomi yang berkembang pada saat itu.
Masyarakat Madani muncul sebagai reaksi terhadap pemerintahan militeristik
yang dibangun oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun. Bangsa Indonesia
berusaha untuk mencari bentuk Masyarakat Madani yang pada dasarnya
adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius.
Dalam kaitannya pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia,
maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga
negara yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis

8
argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan
aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi
secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-
adil, menyikapi media massa secara kritis dan objektif, berani tampil dan
kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi,
memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa
mendatang dan sebagainya.
Masyarakat Madani adalah suatu komunitas masyarakat yang
memiliki kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang
sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan
dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan),
penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan
(puralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekhasan sosial-budaya.
Merupakan fakta historis bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk, yang terdiri dari beragam suku, budaya, bahasa dan agama.
Masing-masing suku, budaya, dan bahasa memiliki satu sistem nilai
yang berbeda. Kemajemukan ini akan menjadi bencana dan konflik yang
berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik.
Kebhinekaan dan kearifan budaya lokal inilah yang harus dikelola sehingga
menjadi basis bagi terwujudnya Masyarakat Madani, karena Masyarakat
Madani Indonesia harus dibangun dari nilai-nilai yang ada didalamnya, bukan
dari luar.
Ciri Masyarakat Madani di Indonesia Menurut Tilaar
Menurut Tilaar ciri-ciri khas Masyarakat Madani Indonesia adalah
1. Keragaman budaya sebagai dasar pengembangan identitas bangsa
Indonesia dan identitas nasional;
2. Adanya saling pengertian di antara anggota masyarakat;
3. Adanya toleransi yang tinggi, dan
4. Perlunya satu wadah bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian

9
hukum.
2.8 Masyarakat Madani Indonesia saat Orde Baru
Masyarakat Madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru
karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi
di hampir seluruh aspek kehidupan. Kebijakan pemerintah yang otoriter,
menyebabkan organisasi-oranisasi kemasyarakatan tidak memiliki
kemandirian, tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap jalanya pemerintahan.
Kebijakan ini juga berlaku terhadap masyarakat politik (political societies),
sehingga partai-partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol terhadap
pemerintah dan tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan aspirasi
rakyat.
Hanya ada beberapa organisasi keagamaan yang memiliki basis sosial besar
yang agak memiliki kemandirian dan kekuatan dalam mempresentasikan diri
sebagai unsur dari Masyarakat Madani, seperti Nahdlatul Ulama (NU)
yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid dan Muhammadiyah
dengan motor Prof. Dr. Amien Rais.
Pemerintah sulit untuk melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan
organisasi keagamaan tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam
pemahaman ajaran Islam. Pengaruh politik tokoh dan organisasi keagamaan
ini bahkan lebih besar daripada partai-partai politik yang ada.

2.9 Masyarakat Madani Indonesia saat Reformasi


Era Reformasi yang melindas rezim Soeharto (1966–1998) dan
menampilkan Wakil Presiden Habibie sebagai presiden dalam masa transisi
telah mempopulerkan konsep Masyarakat Madani karena presiden beserta
kabinetnya selalu melontarkan diskursus tentang konsep itu pada berbagai
kesempatan. Bahkan, Presiden Habibie telah membentuk satu tim, dengan
Keputusan Presidan Republik Indonesia, Nomor 198, tentang Pembentukan
Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani.
Tim tersebut diberi tugas untuk membahas masalah-masalah pokok yang
harus disiapkan untuk membangun Masyarakat Madani Indonesia, yaitu di

10
antaranya:
Pertama, menghimpun tentang transformasi ekonomi, politik, hukum, sosial
dan budaya serta pemikiran dampak globalisasi terhadap berbagai aspek
kehidupan bangsa.
Kedua, merumuskan rekomendasi serta pemikiran tentang upaya untuk
mendorong transformasi bangsa menuju Masyarakat Madani.
Konsep Masyarakat Madani dikembangkan untuk menggantikan paradigma
lama yang menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti sudah
tidak cocok lagi.
Soeharto terpaksa harus turun tahta pada tanggal 21 Mei 1998 oleh tekanan
dari gerakan Reformasi yang sudah bosan dengan pemerintahan militer
Soeharto yang otoriter. Gerakan Reformasi didukung oleh negara-negara
Barat yang menggulirkan konsep civil society dengan tema pokok Hak Asasi
Manusia (HAM).

2.10 Usaha Mantan Presiden Habibie dan ICMI untuk Masyarakat Madani
Presiden Habibie mendapat dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia), suatu bentuk pressure group dari kalangan Islam, dimana
ia duduk sebagai Ketua Umumnya. Kemudian konsep Masyarakat Madani
mendapat dukungan luas dari para politisi, akademisi, agamawan, dan media
massa karena mereka semua merasa berkepentingan untuk menyelamatkan
gerakan Reformasi yang hendak menegakkan prinsip-prinsip demokrasi,
supremasi hukum, dan HAM.
Tetapi untuk segera masuk kewilayah kehidupan Masyarakat Madani
ternyata tidak mudah, karena pola kehidupan masyarakat yang diimpikan itu
masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat.Selain itu secara kultural,
tantangan sosial budaya yang cukup berat adalah pluralisme masyarakat
indonesia. Pluralisme tidak hanya berkaitan denagan budaya saja, tetapi juga
persoalan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan proses panjang dan waktu serta menuntut
komitmen masing-masing warga bangsa untuk mereformasi diri secara total

11
menuju terwujudnya Masyarakat Madani, dan juga menuntut berbagai upaya
perubahan untuk mewujudkan Masyarakat Madani, baik yang berjangka
pendek maupun yang berjangka panjang. Pertama, perubahan jangka pendek,
menyangkut perubahan pada pemerintah, politik, ekonomi dan hukum. Pada
bidang pemerintahan, masyarakat pada era reformasi menuntut terciptanya
pemerintahan bersih yang menjadi prasyarat untuk tumbuh dan
berkembangnya Masyarakat Madani.
Sehingga terwujud pemerintahan yang berwibawa, bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme yaitu pemerintahan yang dapat dipercaya, dapat
diterima dan dapat memimpin. Pada bidang politik, terutama diarahkan
kepada hidupnya kembali kehidupan demokrasi yang sehat sesuai dengan
tuntutan konstitusi 1945 serta adanya upaya dari pemerintah dan
masyarakat untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi
makna sistem demokrasi.

2.11 Wacana Masyarakat Madani oleh Nahdlatul Ulama


Selanjutnya, munculnya wacana civil society di Indonesia banyak
disuarakan oleh kalangan “tradisionalis” (termasuk Nahdlatul Ulama), bukan
oleh kalangan “modernis”. Hal ini bisa dipahami karena pada masa tersebut,
NU adalah komunitas yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam negara,
bahkan dipinggirkan dalam peran kenegaraan. Di kalangan NU
dikembangkan wacana civil society yang dipahami sebagai masyarakat non-
negara dan selalu tampil berhadapan dengan negara. Kebangkitan wacana
civil society dalam NU diawali dengan momentum kembali ke khittah 1926
pada tahun 1984 yang mengantarkan Gus Dur sebagai Ketua Umum NU.
Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden sebenarnya menyiratkan sebuah
problem tentang prospek Masyarakat Madani di kalangan NU karena NU
yang dulu menjadi komunitas non- negara dan selalu menjadi kekuatan
penyeimbang, kini telah menjadi “negara” itu sendiri.
Hal tersebut memerlukan identikasi tentang peran apa yang akan dilakukan
dan bagaimana NU memposisikan diri dalam konstelasi politik nasional.

12
Bahwa timbulnya civil society pada abad ke-18 dimaksudkan untuk mencegah
lahirnya negara otoriter, maka NU harus memerankan fungsi komplemen
terhadap tugas negara, yaitu membantu tugas negara ataupun melakukan
sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh negara, misalnya pengembangan
pesantren.
Sementara, Gus Dur harus mendukung terciptanya negara yang demokratis
supaya memungkinkan berkembangnya Masyarakat Madani, dimana negara
hanya berperan sebagai ‘polisi’ yang menjaga lalu lintas kehidupan beragama
dengan rambu-rambu Pancasila.

2.12 Tantangan Masyarakat Madani Indonesia Kini?


Untuk mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia dibutuhkan motivasi
yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat.
Diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen dan penuh kearifan
dalam menyikapi konflik yang tak terelakkan. Tuntutan untuk mewujudkan
Masyarakat Madani, tidak hanya dilakukan dengan seminar, diskusi,
penataran. Tetapi perlu merumuskan langkah-langkah yang sistematis dan
kontinyu yang dapat merubah cara pandang, kebiasaan dan pola hidup
masyarakat.

2.13 Hak Asasi Manusia dalam Islam


Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah hak dasar atau hak pokok yang
dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa.
Sedangkan menurut Meriam Budiardjo menegaskan bahwa hak asasi
manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan di
bawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
masyarakat.
Secara definitif hak merupakan unsur nominatif yang berfungsi sebagai
pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin
adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.
Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat

13
pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang
Maha Esa, dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung
tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang,
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pada dasarnya, semua Rasul dan Nabi Allah adalah pejuang-pejuang


penegak hak asasi manusia yang paling gigih. Mereka tidak hanya sekedar
membawa serangkaian pernyataan akan hak-hak asasi manusia sebagaimana
termuat dalam Kitab-kitab Suci, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan al-Qur'an,
akan tetapi sekaligus memperjuangkannya dengan penuh kesungguhan dan
pengorbanan.
AI-Qur'an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna
(QS. 5:3). Di samping mengajarkan hubungannya dengan sang Pencipta (
Hablummin Allah) juga menegaskan tentang pentingnya hubungan antar
manusia (hablum min al-nas) (QS. 3:112). Pengakuan ini bukan hanya
berdasarkan truth claimumat Islam, tetapi kaum orientalis pun mengakui
kesempurnaan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia itu,
sebagaimana V.N. Deanmenyatakan bahwa "Islam adalah perpaduan yang
sangat sempu. agama, sistem politik, pandangan hidup, dan penafsiran
sejarah." Demikian pula Gibb menyatakan bahwa, "Sungguh ajaran Islam
jauh lebih bany sebuah sistem teologi. Islam adalah peradaban yang sangat
sempurna.
Dalam hubungan dengan HAM, dari ajaran pokok tentang hablum min
Alllah dan hablum min al-nas, muncul dua konsep hak, yakni a manusia (haq
a -insan) dan hak Allah. Setiap hak saling melandasi satu sama lain. Hak
Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya. Konsep Islam mengenai
kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang
menempatkan Allah melalui ketentuan syari at-Nya sebagai tolok ukur
tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun
sebagai warga masyarakat atau warga negara.
Oleh karena itu, konsep Islam tentang HAM berpijak pada Tauhid, yang
pada dasarnya; didilamnya mengandung ide persamaan dan persaudaraan
14
manusia yang oleh Harun Nasution disebut sebagai ide perkemaklukan. Ide
perikemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam arti sempit. Ide
perikemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh
sewenangwenang terhadap sesama makhluk termasuk juga pada binatang dan
alam sekitar.
Berdasarkan tingkatannya, Islam mengajarkan tiga bentuk hak asasi
manusia, yaitu:
Pertama hak darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak
tersebut dilanggar, bukan hanya mernbuat manusia sengsara, tetapi juga
hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya, misalnya mati.
Kedua_hak hajy (hak sekunder), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi
akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya hak seseorang
untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan rnengakibatkan
hilangnya hak hidup.

Ketiga,hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder. Dengan demikian, HAM dalam Islam lebih dulu muncul.
Tepatnya, Magna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Di
samping nilai--nilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada dalam sumber
ajaran Islam, yakni Al-Qur'an dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik
kehidupan Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu
pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang
berhubungan dengan HAM, yaitu pemeluk Islam adalah satu umat walaupun
mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan antara komunitas muslim dengan
nonmuslim didasarkan pada prinsip:
1. berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga;
2. saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;
3. membela mereka yang teraniaya
4. saling menasehati
5. menghormati kebebasan beragama

15
Adapun ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai
berikut:
1. Hak persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra [17]:70; al-Nisa
[4]:58,1i dan 135; al-Mumtahanah [60]:8);
2. Hak hidup (QS. al-Maidah [5]:45 dan al-Isra [17]:33);
3. Hak perlindungan diri (QS. al-Balad [90]:12-17 clan al-Taubah [9]:6]
4. Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah [9]:6);
5. Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah [2]:221; a]-Rum [30]:21; al-Nisa [4: al-
Tahrim [66]:6);
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah [2]:228 clan al [49]:13);
7. Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah [2]:233; al-Isra [17]:23-24);
8. Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah [9]:122 clan al-'Alaq 5);
9. Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]:1-6; al-Baqarah [2]:1 al-
Kahfi [18]:29);
10. Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa [4]:97; al-Mumtahanah
11. Hak memperoleh pekerjaan (QS. al-Taubah [9]:105; al-Baqarah [2]:. al-
Mulk 67]:15);
12. Hak memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah [2]:275-278; [4]:161, dan
Ali Imran [3]:130);
13. Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah [2]:29; al-Nisa [4]:29);
14. Hak tahanan (QS. al-Mumtahanah [60]:8).
Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa
pandangan Allah semua manusia adalah sama derajat. Yang membedakan
manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang dalam perspektif Islam
disebut "nilai ketaqwaannya". Apalagi, manusia diciptakan untuk
merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah barang
tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM.
Oleh karena itu, jika harkat dan martabat setiap perorangan atau
manusia harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi
harkat martabat seluruh umat manusia, maka penghargaan dan penghormatan

16
kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi adalah suatu amal
kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula
sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang
pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa
kosmis (kemanusiaan) yang amat besar
Harkat dan martabat itu merupakan hak dasar manusia, tentu dengan
pemenuhan keperluan hidup primerya berupa sandang, pangan, papan. Tetapi,
terpenuhinya segi kehidupan lahiri tidaklah akan dengan senrinya berarti
menghantar manusia kepada dataran kehidupan yang lebih tinggi. Kehidupan
material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana meskipun amat
penting, jika bukannya yang paling penting, bagi pencapaian kehidupan yang
lebih tinggi. Meminjam adagium kaum sufi, Hanya orang yang mampu
berjalan di tanah datar yang bakal mampu menendaki bukit . Namun Justeru
ibarat orang yang mampu berlari di tanah datar tapi belum tentu tertarik untuk
mendaki bukit, demikian pula halnya dengan orang yang telah terpenuhi
kehidupan lahiriahnya, belum tentu ia tertarik meningkatkan dirinya kedataran
kehidupan yang lebih tinggi.Mungkin ia sudah puas hanya berlari-lari dan
berputar-putar di tanah datar. Maka , tidak sedikit orang yang memandang
pemenuhan kehidupan lahiri sebagai tujuan akhir dan menadi titik ujung cita-
cita hidupnya.
Mengenai Hak Asasi manusia yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, al-
Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam, hak asasi pertama dan utama warga
Negara adalah :
1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama sama dengan jaminan
bahwa hak ini tidak akan dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan
legal
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bias
dilanggar , kecuali setelah melalu proses pembuktian yang meyakinkan secara
hokum dan memberi kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan
pembelaan.
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-

17
masing. 4.Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga Negara
tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu diwajibkan zakat kepada
umat Islam, salah satunya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
warganegara.
2.14 Demokrasi
Berbicara tentang paham demokrasi itu menarik, banyak negara yang saat ini
menganut paham ini. Salah satunya ialah negara kita sendiri yaitu negara
Indonesia. Demokratis seringkali disebut-sebut dan dipandang sebagai sistem
yang paling adil untuk penyusunan dan penegakan hukum. Namun pada
kenyataannya tidak selalu demikian. Dari zaman yunani kuno hingga sekarang,
mayoritas teoritikus di bidang politik banyak melontarkan kritik terhadap teori
dan praktik demokrasi. Komitmen umum terhadap demokrasi merupakan
fenomena yang terjadi baru-baru ini saja. Pada kesempatan kali ini penulis akan
sedikit memaparkan tentang demokrasi dan dan bagaimana pandangan Islam
terhadap paham demokrasi.
Menurut asal katanya demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau
goverment rule the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos atau
kratein berarti kekuasaan atau berkuasa). Demokrasi merupakan asas dan
sistem yang paling baik didalam sistem politik dan ketatanegaraan kiranya
tidak dapat dibantah. Khasanah pemikiran dan preformansi politik diberbagai
negara sampai pada satu titik temu tentang ini. Demokrasi adalah pilihan
terbaik dari berbagai pilihan lainnya. Sebuah laporan studi yang disponsori
oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO pada awal 1950-an menyebutkan
bahwa tidak ada satupun tanggapan yang menolak “Demokrasi” sebagai
landasan dan sistem yang paling tepat dan ideal bagi semua organisasi politik
dan organisasi modern. Studi yang melibatkan lebih dari 100 orang sarjana
barat dan timur itu dapat dipandang sebagai jawaban yang sangat penting bagi
studi-studi tentang demokrasi.[1]

18
2.15 Pandangan Islam tentang Demokrasi
Di dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan pemegang kendali penuh.
Suatu undang- undang disusun dan diubah berdasarkan opini atau pandangan
masyarakat. Setiap peraturan yang ditolak oleh masyarakat, maka dapat
dibuang, demikian pula dengan peraturan baru yang sesuai keinginan dan tujuan
masyarakat itu sendiri dapat disusun dan diterapkan. Berbeda halnya dengan
sistem Islam, seluruh kendali maupun hasil keputusan berpatokan pada hukum
Allah SWT. Masyarakat tidaklah diberi kebebasan menetapkan suatu peraturan
apapun kecuali peraturan tersebut sesuai dengan hukum Islam. Demikian juga
dalam permasalahan ijtihadiyah, suatu peraturan dibentuk sesuai dengan
hukum-hukum politik yang sesuai dengan syari’at Islam. Kewenangan majelis
syura dalam Islam terikat dengan nash-nash syari’at dan ketaatan kepada ulil
amr (pemerintah). Syura (Musyawarah) terbatas pada permasalahan yang tidak
memiliki nash (dalil tegas) atau permasalahan yang memiliki nash namun
memiliki indikasi beberapa pemahaman. Adapun permasalahan yang memiliki
nash yang jelas dan dengan indikasi hukum yang jelas, maka syura tidak lagi
diperlukan. Syura hanya dibutuhkan dalam menentukan mekanisme
pelaksanaan nash-nash syari’at.
Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik utama
dalam Al-Qur’an. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam kehidupan
modern sekarang, maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan
cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik
demokrasi barat. Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah
digariskan oleh Al-qur’an dapat dijumpai dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang
berbunyi sebagai berikut.
“maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjatuhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membetulkan tekad, maka

19
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang
bertawakal kepada-Nya. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 159.

Kemudian di dalam surah Asy-Syuura ayat 38 Allah berfirman:


“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.”

Tentang siapa yang berhak untuk diajak musyawarah (anggota


musyawarah) Islam tidak ada aturan pasti, oleh karenanya menjadi
wewenang manusia untuk menetukannya. Rasulullah tidak membuat
kaidah-kaidah syura (kaidah musyawarah ) karena beberapa hikmat dan
sebab:[3]
 Kaidah-kaidah syura bisa berlain-lainan menurut perkembangan
masyarakat (bangsa), masa dan tempat.
 Seandainya Nabi telah menentukan kaidah-kaidah Syura saat itu, maka
menjadilah kaidah- kaidah itu sebagai hukum agama yang wajib ditaati
dan wajib dilaksanakan di semua masa dan tempat. Kaidah-kaidah yang
ditetapkan pada masyarakat yang sistemnya masih sederhana, tentu tidak
akan sesuai lagi untuk masa-masa kemudian.
 Inilah sebabnya para sahabat berkata, ketika mereka memilih Abu bakar:
“Rasulullah telah menyukainya untuk menjadi imam kita di dalam
sembahyang. Apakah kita tidak menyukai dia untuk menjadi kepala negara
kita?”
 Berbeda dengan zaman Nabi, tindakan-tindakan pemerintahan
Abasiyah (sebagai contoh kasus) bisa menimbulkan dugaan atau
anggapan bahwa kekuasaan dalam Islam bersifat otoriter dan tidak
demokratis.
 Sekiranya kaidah-kaidah syura itu ditetapkan sendiri oleh Nabi
tidak menjalankan musyawarah. Syura (musyawarah)
mengandung beberapa kemanfatan:

20
 Digunakan pertimbangan akal dan paham, serta memperhatikan
kemaslahatan masyarakat.
 Menggali apa yang tersembunyi. Akal manusia selalu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dengan musyawarah akan dapat dilakukan
kajian dan tinjauan dari macam-macam aspek yang menyangkut
banyak segi, karena terdapatnya banyak pemikiran dan usulan.
 Menghasilkan pendapat-pendapat benar dan terbaik, dengan dasar
yang kuat dengan bertemunya berbagai pemikiran dari banyak
orang.
 Menciptakan suasana persatuan dan kesatuan dalam pelaksanaan dan
penyelesaian masalah, karena banyak orang yang dilibatkan didalamnya.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari kesekian banyak definisi tentang masyarakat madani namun dari garis
besar dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang terdiri secara
mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam
mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik. Tujuan dari masyarakat madani
adalah untuk memelihara tanggung jawab kita dengan yang lain, berdasarkan
rasa solidaritas sosial.

3.2 Saran
Maka diharapkan kepada kita yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia., potensi,
perbaikan, sistem Ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan
sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam degan baik dan teratur
kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secar perlahan.

22
Daftar Pustaka

Ahdiyana, Mahrita, 2009. PemiluSebagai Wahana Pendidikan Politik (Pidato


Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis XXX STIA-AAN Yoyakarta). Yogyakarta:
tidak diterbitkan.
Brownhill, Robert and Smart Patricia, 1989. Political Education. London: New
Fetter Lane. Huda, Nurul, Urgensi Pendidikan
Politik. (Online).
blogspot.com/p/urgensi-pendidikan politik.html?zx=c9d0a8073bc19230. Diakses
tanggal 28 September 2011.
Lutfiah, 2007. Urgensi Pendidikan dalam Budaya Politik. (Online). http://
insaniaku.files.wordpress.com/2009/03/2-urgensi-pendidikan-dalambuda ya
- politiklutfiyah.pdf. diakses tanggal 28 September 2011.
Nasiwan, 2005. Model Pendidikan Politik: Studi Kasus PKS DPD Sleman,
Yogyakarta. Yogyakarta
: Cakrawala Pendidikan
Roqib,Muh,2010. Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik. (Online)
http://makalahgratis.blogspot.com/2010/03/makalahpendidikan-politik-
pendidikan.html. Diakses tanggal 28 September 2011.
Sumantri, Endang, 1993. Pendidikan Moral: Suatu Tinjauan dari Sudut Konstruksi
dan Proposisi. Bandung: Tidak diterbitkan. Sumantri, Endang. 2008. An
Outline Citizenship and Moral Education in Major Countries of Southeast
Asia. Bandung: Bintang
Warliartika. Supriatna, Nana.2010. Hakikat Masyarakat Madani. (Online)
Tersedia: http://frogbelajar.blogspot.com/2010/12/hakikatmasyarakat-
madani.html. Diakses tanggal 28 September

23
24

Anda mungkin juga menyukai