Anda di halaman 1dari 17

MASYARAKAT MADANI

Makalah
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah wajib umum (MKWU) Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Rizal Fahmi, M. Pd

Oleh :
Salmiati (2011102010017)
Maisa Faradila (2011102010018)
Dilla Syahputri (2011102010032)
Muhammad Mufti (2011102010034)
Marlinda (2011102010036)
Muhammad Syauqi (2011102010037)
Hatfan Aufari (2011102010039)

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Masyarakat Madani”. Dan kami berterima kasih kepada Bapak Rizal Fahmi,
M.pd selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang
telah memberikan tugas kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah
wawasan serta pengetahuan kita dalam masyarakat madani. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang lain. Kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon dengan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa
depan.

Banda Aceh, 29 Maret 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................2
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN............................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 KONSEP MASYRAKAT MADANI............................................................4
2.2 SEJARAH MSYARAKAT MADANI...........................................................6
2.3 KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI......................................8
2.4 MASYRAKAT MADANI DI INDONESIA.............................................10
2.5 PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI........................................11
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................13
3.2 SARAN........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Permasalahan yang terus melanda ilmu-ilmu sosial hingga saat ini adalah
ketidakmampuan menjelaskan apa dan bagaimana seharusnya tatanan ideal
sebuah masyarakat. Civil Society, yang selama ini menjadi sebuah paradigma
ideal mengenai masyarakat dalam diskursus para ahli di Barat, terus mengalami
kebingungan dan distorsi konseptual ketika pemahaman itu harus diaplikasikan
dalam aktifitas masyarakat riil. Walhasil, teori-teori yang dihasilkan oleh
ilmuilmu sosial pasca renaisans ini terbatas pada wacana yang tidak pernah
membumi. Namun, jauh empat belas abad yang lalu, telah berdiri sebuah
masyarakat yang mampu melakukan lompatan besar peradaban dengan berdirinya
sebuah komunitas yang bernama Masyarakat Madinah.1 Transformasi radikal
dalam kehidupan individual dan sosial mampu merombak secara total nilai,
simbol, dan struktur masyarakat yang telah berakar kuat dengan membentuk
sebuah tatanan baru yang berlandaskan pada persamaan dan persaudaraan. Bentuk
masyarakat Madinah inilah, yang kemudian ditransliterasikan menjadi
“masyarakat madani”, merupakan tipikal ideal mengenai kosepsi sebuah
masyarakat Islam.
Gagasan masyarakat madani sudah tentu tidak terbentuk begitu saja dalam
format seperti dewasa ini sebagaimana yang kita ketahui. Bahkan pemikiran ini
akan masih terus berkembang akibat dari sebuah proses pengaktualisasian yang
bergerak dinamis atas konsep tersebut di lapangan. Bangunan wacana masyarakat
madani memiliki rentang waktu pembentukan yang sangat panjang sebagai hasil
dari akumulasi pemikiran yang akhirnya membentuk pola seperti yang dikenal
sekarang ini.
Kemunculan konsep masyarakat madani adalah suatu bukti akan dinamika
intelektual muslim dalam usaha memaknai ajaran Islam terkait dengan kehidupan
modern, terutama dalam problem politik dan kebangsaan. Konsep masyarakat

1
madani sering dianggap sebagai sebuah alternative untuk mewujudkan
pemerintahan yang ideal (good government) dalam suatu Negara.
Sebagai sebuah wacana kefilsafatan, wacana masyarakat madani bisa
disejajarkan dengan isu human right dan demokrasi, bahkan dalam pemikiran
keislaman tidak kalah hebohnya dengan isu pluralisme yang pada kenyataannya
memang berjalan berdampingan dengan isu ini. Semangat beberapa wacana ini
adalah pemahaman akan keberadaan hak, baik sebagai individu dan kelompok
masyarakat. Serta perlakuan tidak adil yang dirasakan ditengah adanya perbedaan,
dan juga penghapusan dominasi yang satu terhadap yang lain.
Di Indonesia sendiri ada beberapa intelektual yang mengusung wacana ini
yang pada umumnya mereka dalam beberapa hal berbeda dalam memaknai
masyarakat madani namun mereka memiliki keprihatinan yang sama, terutama
soal kekuasaan pemerintah yang terlampau kuat. Sementara itu masyarakat
madani juga dipahami sebagai lawan dari masyarakat militer, karenanya
terkadang dipopulerkan dengan menggunakan istilah “masyarakat sipil (civil
society)”, dan Mansour Fakih adalah diantara tokoh yang menggunakan pendapat
ini.2 Kita dapati Indonesia sendiri sebagai contoh kasus, pemikiran seperti ini
cukup beralasan karena munculnya wacana masyarakat madani sebagai counter
terhadap dominasi ABRI (nama waktu zaman orde baru untuk tentara dan polisi di
Indonesia).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Makalah ini membahas mengenai permasalahan pokok masyarakat madani


di Indonesia, keadaan dan tantangannya ke depan. Karena itu, rumusan
masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep masyarakat madani ?
2. Bagaimana sejarah masyarakat madani ?
3. Bagaimana karakteristik masyarakat madani ?
4. Bagaimana masyarakat madani di Indonesia ?
5. Apa pilar penegak masyrakat madani ?

2
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

Penulisan makalah ini ingin menggali lebih dalam mengenai fenomena


kehidupan masyarakat Indonesia dalam mewujudkan kehidupan madani termasuk
tantangan yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia sendiri. Lebih jelas tujuan
yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang konsep masyarakat madani.
2. Mengetahui sejarah masyarakat madani.
3. Mengetahui karakteristik masyarakat madani.
4. Mengetahui masyarakat madani di Indonesia.
5. Mengetahui pilar-pilar penegak masyarakat madani.

3
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 KONSEP MASYRAKAT MADANI

Masyarakat madani (dalam Bahasa Inggris civil society) dapat diartikan


sebagai suatu masyrakat yang beradap dalam membangun, menjalani, dan
memaknai kehidupannya. Kata madani sendiri berasa dari Bahasa arab yang
artinya civil atau civilized (beradab).
Dalam bahasa Arab konsep masyarakat Madani dikenal dengan istilah
mujtama’ al-madani, dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah civil society.
Selain kedua istilah tersebut, ada dua istilah yang merupakan istilah lain dari
masyarakat madani yaitu masyarakat sipil dan masyarakat kewargaan. Civil
society berasal dari proses sejarah masyarakat Barat. Cicero yang memulai
menggunakan istilah Societas Civilis dalam filsafat politiknya, yang berarti
komunitas politik yang beradap, dan didalamnya termasuk masyarakat kota yang
memiliki kode hukum tersendiri. Masyarakat madani merupakan konsep yang
merujuk pada masyarakat yang pernah berkembang di Madinah pada zaman Nabi
Muhammad SAW, yaitu masyarakat yang mengacau pada nilai-nilai kebijakan
umum, yang disebut al-khair.
Berkenaan dengan pengertian masyarakat madani atau civil society,
beberapa ahli saling mengemukakan pandangannya yang tentunya berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya, diantaranya sebagai berikut: Hikam (Supriatna)
berpendapat bahwa civil society secara institusional diartikan sebagai
pengelompokan anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang
dapat dengan bebas bertindak aktif dalam wacana dan praktis mengenai segala hal
yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Gallner
(Supriatna), menunjuk konsep civil society sebagai masyarakat yang terdiri atas
berbagai institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk
mengimbangi negara. Victor Perez-Diaz, menyatakan bahwa civil society lebih
menekankan pada keadaan pada keadaan masyarakat yang telah mengalami
pemerintahan yang terbatas, memiliki kebebasan, mempunyai sistem ekonomi

4
pasar dan timbulnya asosiasi-asosiasi masyarakat yang mandiri serta satu sama
lain saling menompang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan secara umum masyarakat
madani atau civil society dapat diartikan sebagai suatu corak kehidupan
masyarakat yang terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan,
kemandirian, namun mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Untuk
mewujudkan cita-cita ke arah masyarakat madani dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, diperlukan berbagai prasyarat sebagaimana diungkapkan oleh Han
Sung-Jun:
1. Diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta
mandiri dari negara.
2. Adanya ruang publik yang memberikan kebebasan bagi siapa saja dalam
mengartikulasikan isu-isu politik.
3. Terdapatnya gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai-nilai budaya
tertentu.
4. Terdapatnya kelompok inti di antara kelompok-kelompok menengah yang
mengakar dalam masyarakat dan mampu menggerakkan masyarakat dalam
melakukan modernisasi sosial ekonomi.
Masyarakat madani (civil society) sebagai sebuah tatanan masyarakat yang
mandiri dan menunjukkan kemajuan dalam hal peradaban, mempunyai ciri-ciri atau
karakteristik tertentu yang membedakannya dengan bentuk masyarakat lainnya.
Menurut A.S Hikam ada empat ciri utama dari masyarakat mandani, yaitu sebagai
berikut :
1. Kesukarelaan artinya tidak ada paksaan, namun mempunyai komitmen bersama
untuk mewujudkan cita-cita bersama.
2. Keswasembadaan, setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, mandiri yang
kuat tanpa menggantungkan pada negara atau lembaga-lembaga negara atau
organisasi lainnya.
3. Kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok
dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara.

5
4. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama. Masyarakat madani
adalah masyarakat yang berdasarkan hukum dan bukan negara kekuasaan.
Sementara itu Nurcholis Madjid dalam sudut pandang lain mengemukakan ciri-
ciri masyarakat madani sebagai berikut:
1. Semangat egalitarianisme atau kesetaraan.
2. Penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, bukan prestise seperti
keturunan kesukuan, ras, dan lain-lain.
3. Keterbukaan.
4. Partisipasi seluruh anggota masyarakat.
5. Penentuan kepemimpinan melalui pemilihan.
Sedangkan Hidayat Syarif berpandangan bahwa masyarakat madani mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, Pancasilais, dan
memiliki cita-cita serta harapan masa depan.
2. Masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai perbedaan pendapat.
3. Masyarakat yang menghargai Hak Azazi Manusia (HAM).
4. Masyarakat yang tertib dan sadar hukum yang direfleksikan dari adanya budaya
malu apabila melanggar hukum.
5. Masyarakat yang memiliki kepercayaan diri dan kemandirian.
6. Masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kompetitif dalam suasana kooperatif,
penuh persaudaraan dengan bangsabangsa lain dengan semangat kemanusiaan
universal (pluralis).

2.2 SEJARAH MSYARAKAT MADANI

Jika dicari akar sejarahnya, maka dapat dilihat bahwa dalam masyarakat Yunani
Kuno masalah ini sudah mengemuka. Rahardjo (1997) menyatakan bahwa istilah
civil society sudah ada sejak zaman sebelum Masehi. Orang yang pertama kali
mencetuskan istilah civil society ialah Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani
kuno. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas memiliki kode hokum
sendiri. Dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka kota

6
dipahami bukan hanya sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat
peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad
SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun
(masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep
Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh
filsuf Al Farabi pada abad pertengahan (Rahardjo seperti yang dikutip Nurhadi,
1999).
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren dan
Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang
membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping
juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah
masyarakat. Bahkan, dengan menyitir pendapat Hamidullah (First Written
Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi
tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan telah
mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau
lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi
Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1776), Revolusi
Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.
Secara formal, Piagam Madinah mengatur hubungan sosial antar komponen
masyarakat. Pertama, antarsesama muslim, bahkan sesame muslim adalah satu umat
walaupun mereka berbeda suku. Kedua, hubungan antara komunitas muslim dengan
nonsmuslim didasarkan pada prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasihati,
dan menghormati kebebasan beragam.
Ada dua nilai dasar yang tertuang dalam Piagam Madinah. Pertama, prinsip
kesederajatan dan keadilan, kedua, inklusivisme atau keterbukaan. Kedua prinsip itu
lalu dijabarkan, dan ditanamkan dalam bentuk beberapa nilai universal, seperti
konsistensi, keseimbangan, moderat, dan toleran.

7
Sementara itu konsep masyarakat madani, atau dalam khazanah Barat dikenal
sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa Pencerahan (Renaissance)
di Eropa melalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke -
19). Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang
masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state
(Negara). Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap
sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kekuatan yang
mendominasi kelompok lain.
Barulah pada paruh kedua abad ke-18, terminology ini mengalami pergeseran
makna. Negara dan masyarakat madani kemudian dimengerti sebagai dua buah
entitas yang berbeda. Bahkan kemudian, Kant menempatkan masyarakat madani dan
negara dalam kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh
Hegel, menurutnya masyarakat madani merupakan subordinatif dari negara.
Di Indonesia, perjuangan masyarakat madani dimulai pada awal pergerakan
kebangsaan, dipelopori oleh Syarikat Islam (1912), dan dilanjutkan oleh Soeltan
Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir
ternyata harus menghadapi kekuatan represif, baik dari rezim Orde Lama maupun
rezim Orde Baru. Tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada
era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi.

2.3 KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI

Masyarakat madani (civil society) dicirikan dengan masyarakat terbuka, bebas


dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara kritis dan berpartisipasi aktif serta
egaliter.Pada dasarnya, masyarakat madani berkaitan dengan peradaban
universal.Penyebutan karakteristik civil society sendiri dimaksudkan untuk
menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana civil society diperlukan prasyarat-
prasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan civil society. Prasyarat ini
tidak dapat dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja,
melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi
eksistensi civil society. Karakteristik tersebut antara lain :
1. Free Public Sphere

8
Yang dimaksud dengan Free Public Sphere adalah adanya ruang publik yang
bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.Lebih lanjut dikatakan bahwa
ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat
sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik.Waraga
negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik. Free Public
Sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan untuk mengembangkan
dan mewujudkan civil society, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis
Demokratis adalah salah satu entitas yang menjadi penegak wacana civil society,
dimanadalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk
menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola
hubungan interaksi dengan masyarakat sekiatarnya dengan tidak mempertimbangkan
suku, ras, dan agama. Demokrasi atau demokratis merupakan salah satu syarat
mutlak bagi penegakan civil society. Penekanan demokrasi atau demokratis dapat
mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya
pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
3. Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam civil society untuk
mewujudkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan
oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing
individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan
oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa
masyarakat madani atau civil society lebih dari sekedar gerakan-gerakan
prodemokrasi.Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan
tamaddun (civility), yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandanagn-
pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
4. Pluralisme

9
Seabagai sebuah prasyarat penegakan civil society, maka pluralisme harus
dipahami secara mengakar. Menurut Nurcholis Madjid, konsep pluralisme ini
merupakan prasyarat bagi tegaknya civil society. Pluralisme menutunya adalaha
pertalian kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan pluralisme adalah juga
suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui
mekanismepengawasan dan pengimbangan (check and balance). Lebih lanjut,
Nurcholis mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu
diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak
monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan
dekrit Allah dan design-Nya untuk umat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang
tunggal, monolitik, sama dan sebangun dalam segala segi.
5. Keadaan Sosial ( social justice)
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang
proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara
esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).

2.4 MASYRAKAT MADANI DI INDONESIA

Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara


lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman, (2)
sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang tinggi
dan (4) memiliki sanksi moral.
Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan
masyarakat madani model Indonesia nantinya. keberadaan masyarakat Indonesia
dapat dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan
masyarakat madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak
terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme
mulai diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya pembentukan
sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya

1
antara lain munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang
mendorong terbentuknya organisasi sosial modern.
Pada masa demokrasi terpimpin politik Indonesia didominasi oleh penggunaan
mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang
dilakukan masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra
revolusi. Sehingga perkembangan pemikiran menuju masyarakat madani kembali
terhambat. Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan
secercah harapan bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia.
Pada masa orde baru, dalam bidang sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan
ekonomi, tergesernya pola kehidupan masyarakat agraris, tumbuh dan
berkembangnya kelas menengah dan makin tingginya tingkat pendidikan. Sedangkan
dalam bidang politik, orde baru memperkuat posisi negara di segala bidang,
intervensi negara yang kuat dan jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat
keamanan. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan
partisipasi politik masyarakat serta menyempitkan ruangruang bebas yang dahulu
pernah ada, sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan.
Setelah orde baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan masyarakat
madani kembali menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan adanya
perluasan jaminan dalam hal pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negara yang
intinya mengarahkan pada aspek kemandirian dari setiap warga negara.

2.5 PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI

Yang dimaksud dengan pilar penegak civil society adalah institusi-institusi yang
menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan
penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang
tertindas.Dalam penegakan civil society pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak
bagi terwujudnya kekuatan civil society. Pilar-pilar tersebut antara lain :
1. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah institusi sosial yang dibentuk oleh
swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan
aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas.Selain itu, LSM dalam konteks

1
civil society juga bertugas mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada
masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
2. Pers
Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan civil society, karena
memeungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang
dapat menganalisa serta mempubilkasikan berbagai kebijakan pemerintah yang
berkenaan dengan warga negaranya.Hal tersebut pada akhirnya mengarah pada
adanya independensi pers serta mampu menyajikan berita secara objektif dan
transparan.
3. Supremasi Hukum
Setiap waraga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun
sebagai rakayat, harus tunduk kepada (aturan) hukum.Hal tersebut berarti bahwa
perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar waga negara dan antar
warga negaradan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan
sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, supremasi hukum juga memberikan
jaminan dan perlindungan hak asasi manusia, sehingga terpola bentuk kehidupan
yang civilized.
4. Perguruan Tinggi
Sebagai bagian dari pilar penegak civil society, maka perguruan tinggi memiliki
tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide slternatif dan konstruktif untuk dapat
menjawab problematika yang diahadapi oleh masyarakat. Di sisi lain perguruan
tinggi memiliki “Tri Dharma Perguruan Tinggi” yang harus dapat diimplementasikan
berdasarkan kebutuhan masyarakat (public).
5. Partai Politik
Partai politik merupakan wahan bagi warga negara untuk dapat menyalurkan
aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni
negara, tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warga negara,
maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi tegaknya civil society.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan dari makalah yang telah kami selesaikan ini dapat disimpulkan
bahwa Masyarakat madani atau civil society dapat diartikan sebagai suatu corak
kehidupan masyarakat yang terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan,
keswadayaan, kemandirian, namun mempunyai kesadaran hukum yang tinggi..
Sedangkan karakteristik civil society atau masyarakat madani ini antara lain
adalah Free Public Sphere, Demokratis, Toleransi, Pluralisme, dan Keadilan
Sosial (social justice). Dalam penegakan civil society pilar-pilar yang menjadi
prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan civil society adalah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi, dan
Partai Politik. Di Indonesia sendiri, civil society atau masyarakat madani secara
historis telah muncul ketika proses transformasi akibat modernisasi terjadi yang
menghasilkan pembentukan masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat
tradisional. Dengan demikian, akar civil society di Indonesia bisa dirunut secara
historis semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial
Belanda.

3.2 SARAN

Di akhir dalam makalah ini kiranya pembaca dapat menjelaskan konsep civil
society, mengaplikasikan nilai-nilainya, mengenalisa posisi civil society dalam
negara serta pembaca dapat mengkritisi segala bentuk fenomena yang
menyimpang dari nilai-nilai civil society, terutama fenomena yang terjadi dan
berkembang di Indonesia.

1
DAFTAR PUSTAKA

Suroto.(2015).Konsep masyarakat madani di Indonesia dalam masa post


moder(Analisi kritis). Diakses pada tanggal 29 Maret 2021.
Faisol, Aziza. (2017). Makalah Kewarganegaraan “Masyarakat madani”.
Diakses pada tanggal 29 Maret 2021, dari
http://nureuharisa.blogspot.com/2017/08/makalah-masyarakat-madani.html?m=1
Ubaidillah, Abdul Rozak, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi,
HAM, & Masyarakat Madani. Jakarta. IAIN Jakarta Press
Muchtar Ghazali, Abdul Majid. 2016. PPKn Materi Kuliah di Perguruan Tinggi
Islam. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Andeas Doweng Bolo, dkk. 2012. Pancasila Kekuatan Pembebas. Yogyakarta.
Kanisius (Anggota IKAPI)
Sunarso, dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta. UNY Press

Anda mungkin juga menyukai