KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Dosen Pengampu
FAKULTAS DAKWAH
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya,yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “ KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ’’untuk
memenuhi salah satu tugas KEWIRAUSAHAAN.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dari beberapa referensi sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kelompok 2
i
Daftrar Isi
Kesimpulan .................................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan kepuasan pelanggan serta signifikansinya terhadap kehidupan masyarakat. Kajian
mengenai kewirausahaan sosial melibatkan berbagai ilmu pengetahuan dalam pengembangan
serta praktiknya di lapangan. Lintas ilmu pengetahuan yang diadopsi kajian kewirausahaan
sosial merupakan hal penting untuk menjelaskan serta membuat pemikiran-pemikiran baru.
1.3.Tujuan Makalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sejenisnya. Cukup banyak dalil-dalil dalam al-Qur'an dan hadits nabi yang membahas tentang
mu'malah ini.
Berkenaan dengan tema social enterpreneurship, ada sebuah hadits dalam literatur Islam
yang bisa kita petik pelajaran kebijaksanaan dalam mengelola usaha dan bermanfaat bagi
lingkungan sosialnya. Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya
Rasulullah S.A.W. bersabda:
Ketika seorang laki-laki berada di sebuah tanah lapang yang sunyi, dia mendengar
sebuah suara di angkasa, “Berilah air pada kebun si Fulan!” Awan itu pun bergerak lalu
mencurahkan airnya di satu bidang tanah yang berbatu hitam. Ternyata saluran air dari
beberapa buah jalan air yang ada telah menampung air tersebut seluruhnya. Dia pun
mengikuti air itu. Ternyata dia sampai kepada seorang pria yang berdiri di kebunnya sedang
mengubah aliran air dengan cangkulnya.
Si petani bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, mengapa Anda menanyakan nama
saya?”
Kata lelaki itu, “Sebetulnya, saya tadi mendengar sebuah suara di awan yang airnya baru
saja turun dan mengatakan, ‘Berilah air pada kebun si Fulan!’ menyebut nama Anda.
Apakah yang Anda perbuat dengan kebun ini?”
Petani itu berkata, “Baiklah, kalau Anda mengatakan demikian. Sebetulnya, saya selalu
memerhatikan apa yang keluar dari kebun ini, lalu saya menyedekahkan sepertiganya,
sepertiga berikutnya saya makan bersama keluarga saya, dan sepertiga lagi saya kembalikan
(untuk modal cocok tanam)….”
Dengan sanad hadits ini juga, dari Wahb bin Kaisan sampai kepada Abu Hurairah ra,
tetapi (dalam riwayat ini) petani itu berkata, “Saya mengalokasikan sepertiganya untuk orang
miskin, peminta-minta, dan para perantau (ibnu sabil).”
4
Perhatikanlah bagaimana Allah menundukkan angin agar menggiring awan sampai turun
hujan. Di dalam hadits ini dijelaskan keutamaan sedekah dan berbuat baik kepada orang
miskin dan ibnu sabil. Dijelaskan pula keutamaan seseorang makan dan memberi nafkah
kepada keluarga dari hasil usahanya sendiri. Di sini, petani itu memisahkan sepertiga
hartanya untuk keluarga, sepertiga yang kedua untuk sedekah, dan sepertiga berikutnya untuk
modal menanam lagi.
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa apapun yang kita usahakan dan kita
berikan kepada lingkungan akan mendapat imbal balik dari lingkungan sekitar kita pula yang
setimpal. Jadi apabila kita memberikan nilai positif kepada lingkungan sekitar maka nilai
positif itu akan kembali kepada diri sendiri, begitu pula sebaliknya, hal ini
adalah sunnatullah. Istilah tersebut mungkin mirip dengan istilah dalam Hindu yang sering
disebut "hukum karma", atau istilah lain di masyarakat umum disebut hukum alam.
Namun dalam tren global, dikotomi semacam itu kian kabur, sebab mereka (bussines
entrepreneur dan social entrepreneur) sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang sama,
yaitu inovasi, manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi.
5
masalah ekonomi. Menariknya, kewirausahaan sosial belakangan terbukti kian mampu
menyelesaikan berbagai macam persoalan tersebut.
Masyarakat social entrepreneur adalah mereka yang berjuang merajut hidup demi dan
atas nama kemaslahatan sosial. Mereka berikhtiar membentangkan serangkaian tindakan
untuk membentu penciptaan masyarakat sosial yang makmur dan bermartabat.
Mempunyai disiplin
Percaya diri
Berani memulai
Inovator
Perubahan
Teguh / Pantang Menyerah
Visi
Kemampuan untuk memimpin
Network building
Mempunyai tim
6
Inter personal
Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa social entrepreneurship merupakan istilah dari
segala bentuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial. Entrepreneur sosial adalah orang -
orang yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat mempengaruhi paradigma dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam kepentingan nirlaba maupun prolaba, entrepreneur
sosial bergerak dengan tujuan menyelesaikan masalah sosial.
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang
dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan
dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial
menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan
penetapan umumnya yang terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena
entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah
masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat.
Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan
pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para
pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk
menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai
ukuran keberhasilan mereka.
7
Menurut Karen Braun , wirausahawan sosial adalah seseorang yang mengenali masalah
sosial dan menggunakan strategi kewirausahaan untuk memberanikan diri menghadapi risiko
sebagai pemimpin perubahan sosial ke arah positif.
Social Entrepreneurship tersusun atas dasar 3 aspek:
1. Voluntary Sector bersifat suka rela.
2. Public Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
3. Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa termasuk
unsur kepentingan profit.
8
8. Orang-orang yang tidak bisa diam, yang ingin memecahkan masalahmasalah yang
telah gagal ditangani oleh pranata (negara dan mekanisme pasar) yang ada.
9. Mereka melampaui format-format lama (struktur mapan) dan terdorong untuk
menemukan bentuk-bentuk baru organisasi.
10. Mereka lebih bebas dan independen, lebih efektif dan memilih keterlibatan yang lebih
produktif.
Ditambahkan lagi oleh Emerson (dalam Nicholls 2006) juga mendefinisikan tipe dari
pelaku social entrepreneurship, yakni:
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh Social Entrepreuners antara lain adalah
masalah pendanaan, pendidikan untuk para pemimpin dimasa mendatang yang menyadari
tentang pentingnya social entrepreneurship, dan kurangnya insentif yang diberikan oleh
pemerintah untuk meringankan beban lembaga-lembaga yang bergerak dibidang sosial. Oleh
karena itu Social Entrepreneurs harus didukung oleh Social Investor agar inovasinya dapat
diwujudkan(Kusumah,2011).
Tetapi haruslah disadari bahwa Social Entrepreneurship bukanlah satu-satunya obat
untuk mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi, karena dalam kenyataannya sangat
dipengaruhi oleh kerangka dan struktur perekonomian yang berlaku di suatu negara. Namun
seharusnya muncul keberanian untuk mulai membentuk change makers sehingga setiap setiap
individu harus diupayakan untuk dapat menjadi change maker di lingkunganya (Kusumah,
2011). Lebih lanjut Austin dkk (dalam Nicholls. 2006) mengemukakan sejumlah tantangan
perusahaan dalam menjalankan Corporate Social Entrepreneurship, yaitu: Leadership;
dengan tiga dimensi penting yaitu :
9
Visi, pemimpin harus memiliki visi dimana dimensi sosial merupakan pusat dan
bagian integral dari kehidupan perusahaan
Legitimasi, pemimpin harus menciptakan lingkungan internal yang tepat dan sesuai
harapan dari proses Social Entrepreneurship diperusahaan
Pemberdayaan, pemimpin harus memberi peluang pemimpin dan agen
perubahanlainnya di perusahaan agar mampu membangun dan memutuskan suatu
proses.
Alignment, dimensi sosial dan dimensi bisnis dalam strategi perusahaan harus seiring
satu sama lainnya.
Leveraging core competencies, fokus pada menemukan upaya kreatif dalam
memobilisasi dan menyebarluaskan aset kunci perusahaan, komponen keberhasilan
bisnis, sehingga akan tercipta hubungan nilai sosial dan bisnis yang berlipat ganda
untuk terciptanya nilai ekonomi dan sosial yang lebih besar lagi.
Partnering, bermitra dan menciptakan aliansi dengan entitas usaha lainnya akan lebih
memperkuat proses Socio Enteprenurship di perusahaan.
3. Systems; sistem yang dibuat harus mengikuti struktur, sehingga CSE dapat
membentuk seperangkat sistem yang:
Meningkatkan pembelajaran mengenai proses pembuatan keputusan mengenai
dimensi sosial dan ekonomi;
Memungkinkan eksekusi yang efektif
Suatu proses efektifitas komunikasi nilai-nilai ekonomi dan sosial
10
dan paling mendesak untuk dipecahkan adalah bagaimana mencetak entrepreneur itu sendiri.
Sosiolog David McClelland menyebut, bila ingin menjadi negara maju, maka 2 persen warga
harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang wirausaha member pekerjaan kepada
8 orang lainnya.
seseorang yang dapat melihat tantangan sebagai peluang dan memperjuangan penciptaan
nilai multidimensi dalam setiap bentuk usaha mereka. 2% telah menjadi patokan banyak
orang mengenai jumlah entrepreneur di Indonesia. Stereotip yang memaku pikiran kita dan
menantikan berjuta perusahaan besar yang akan menciptakan lapangan kerja raksasa bagi
masyarakat Indonesia. Perusahaan besar yang akan menambah jumlah buruh dan pekerja,
dari perbudakan modern hingga proletarisasi. Menganggap kaum proletariat akan selamanya
menjadi objek yang butuh lapangan pekerjaan dan hidup mengabdi pada perusahaan besar
selamanya tanpa suksesi yang berarti.Tidak bisa kita pungkiri, meski dalam pengertian
positif, jiwa entrepreneur telah terbentuk dengan sifat dasar inovatif, penuh akal, praktis, dan
oportunis.
Masalah sosial adalah tantangan bagi mereka yang memiliki jiwa gabungan, entrepreneur
dan kepedulian sosial. Merekalah yang akan memperjuangkan nilai multidimensi (sosial,
ekonomi, lingkungan) di setiap aspek yang mereka tekuni. Potensi besar yang akan
menciptakan perubahan. Kemampuan mereka menganalisis kondisi akan sangat berguna
untuk menciptakan keharmonisan bagi dunia. Kemampuan dan tindakan yang dilakukan oleh
seorang entrepreneur sosial.
Potensi tersebut yang di tahun 1998 dirangkum dan dikembangkan oleh Profesor Klaus
Scwab (Pendiri dan komisaris eksekutif World Economic Forum) ketika mendirikan Scwab
Foundation for Social Entrepreneurship. Usaha serupa juga telah dilakukan oleh Ashoka serta
Muhammad Yunus dengan Grameen Group yang dimulai di tahun 1974. Segala usaha
tersebut yang berjasa menyebarkan dan menegaskan istilah entrepreneur sosial yang bahkan
hingga tahun 1998 belum ada di kamus bahasa Perancis dan Jerman.
Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa social entrepreneurship merupakan istilah dari
segala bentuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial. Entrepreneur sosial adalah orang -
orang yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat mempengaruhi paradigma dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam kepentingan nirlaba maupun prolaba, entrepreneur
sosial bergerak dengan tujuan menyelesaikan masalah sosial.
Pada intinya, entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme baru, termasuk
didalamnya technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan menambah
11
riwayat panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa sedikitpun mendapat
kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara.
Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang
dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan
dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial
menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan
penetapan umumnya yang terkait.
Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena
entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah
masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat.
Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan
pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para
pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk
menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai
ukuran keberhasilan mereka.
Jika banyak dari perusahaan-perusahaan yang memberikan charity (bantuan), maka
wirausahawan sosial menggantikan bantuan jangka pendek dengan solusi bantuan yang
berkelanjutan.Ia lebih kepada memberdayakan masyarakat Entrepreneur social melakukan
kewirausahannya yang diawali dengan gagasan, kepekaan mereka terhadap masalah social
yang berada disekitar mereka sehingga menghasilkan sebuah gagasan yang terkadang tidak
dipikirkan oleh orang lain.Usaha mereka melibatkan masyarakat dan masyarakat sekitarnya
mendapat pengaruh dari apa yang seorang entrepreneur social usahakan. Seorang
entrepreneur Social melakukan usaha mereka berdasarkan tanggung jawab mereka terhadap
lingkungannya dimaksudkan agar usaha yang mereka lakukan dapat membawa perubahan
yang baik bagi lingkungannya.
Seorang entrepreneur social memainkan peran agen-agen perubahan di sektor sosial,
seperti:
Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak
hanya nilai pribadi),
Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi (social)
tersebut.
Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, dan belajar.
Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
12
Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan
sumberdaya yang bekerja sama
Seorang entrepreneur social adalah reformis dan revolusioner, tapi dengan misi
sosial. Mereka melakukan perubahan mendasar dalam sektor sosial. Visi mereka yang
terpenting. Mereka mencari penyebab masalah, bukan hanya mengobati gejala. Mereka
berusaha untuk menciptakan perubahan sistemik dan perbaikan berkelanjutan. Meskipun
mereka dapat bertindak secara lokal, tindakan mereka memiliki potensi untuk merangsang
perbaikan global di arena yang mereka pilih, apakah itu adalah pendidikan, perawatan
kesehatan, pembangunan ekonomi, lingkungan, seni, sektor atau bidang sosial lainnya.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh Social Entrepreuners antara lain adalah
masalah pendanaan, pendidikan untuk para pemimpin dimasa mendatang yang menyadari
tentang pentingnya social entrepreneurship, dan kurangnya insentif yang diberikan oleh
pemerintah untuk meringankan beban lembaga-lembaga yang bergerak dibidang sosial. Oleh
karena itu Social Entrepreneurs harus didukung oleh Social Investor agar inovasinya dapat
diwujudkan (Kusumah, 2011).
Tetapi haruslah disadari bahwa Social Entrepreneurship bukanlah satu-satunya obat
untuk mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi, karena dalam kenyataannya sangat
dipengaruhi oleh kerangka dan struktur perekonomian yang berlaku di suatu negara. Namun
seharusnya muncul keberanian untuk mulai membentuk change makers sehingga setiap setiap
individu harus diupayakan untuk dapat menjadi change maker di lingkunganya (Kusumah,
2011). Lebih lanjut Austin dkk (dalam Nicholls. 2006) mengemukakan sejumlah tantangan
perusahaan dalam menjalankan Corporate Social Entrepreneurship, yaitu: Leadership;
dengan tiga dimensi penting yaitu :
Visi, pemimpin harus memiliki visi dimana dimensi sosial merupakan pusat dan
bagian integral dari kehidupan perusahaan
Legitimasi, pemimpin harus menciptakan lingkungan internal yang tepat dan sesuai
harapan dari proses Social Entrepreneurship diperusahaan
13
Pemberdayaan, pemimpin harus memberi peluang pemimpin dan agen
perubahanlainnya di perusahaan agar mampu membangun dan memutuskan suatu
proses.
3. Systems; sistem yang dibuat harus mengikuti struktur, sehingga CSE dapat
membentuk seperangkat sistem yang:
Meningkatkan pembelajaran mengenai proses pembuatan keputusan
mengenai dimensi sosial dan ekonomi;
Memungkinkan eksekusi yang efektif
Suatu proses efektifitas komunikasi nilai-nilai ekonomi dan sosial
14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Borstein, D. (2006). How to change the world. Socio entrepreneurs and the power of new
ideas.
Nicholls, A. (2006). Playing the Field: A New Approach to the Meaning of Social
Entrepreneurship. Social Enterprise Journal, 2.1, pp. 1–5; Santosa, S.P. (2007). Peran
socio entreprenurship dalam pembangunan. Makalah dipaparkan dalam acara dialog “
Membangun Sinergisitas Bangsa Menuju Indonesia Yang Inovatif, Inventif dan
Kompetitif” diselenggarakan oleh Himpunan IESPFE-Universitas Brawijaya Malang,
14 Mei 2007.
16