Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL”

STRATEGI PEMBELAJARAN EKONOMI

DOSEN PENGAMPU :

Prof. Dr. Drs. Ekawarna, M. Psi.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

1. Dearti A1A119070

2. Neri Larasati A1A119058

3. Nadya Agustin Dwi Putri A1A119047

4. Silvia julianti A1A119069

5. Tasya Rahmadani A1A119051

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerahdari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkankepadajunjunganbesarkita,NabiMuhammadSAWyangtelahmenunjukkankepada
kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alamsemesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Strategi pembelajaran ekonomi yang berjudul “Strategi Pembelajaran
Kontekstual“ .Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.Kamimengharapkankritikdansaranterhadap makalahiniagarkedepannyadapat kami
perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak
terdapatkekurangannya.

Jambi 1 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang......................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

1.3. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

2.1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kontekstual.....................................................................3

2.2. Ciri-Ciri Strategi Pembelajaran Kontekstual………………………………………………7

2.3. Sintaks Dalam Strategi Pembelajaran Kontekstual………………………………………..8

2.4. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kontekstual………………………...14

BAB III..........................................................................................................................................20

PENUTUP.....................................................................................................................................20

3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. CTL
lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana kegiatan
tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya
sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual lebih
mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan
siswa untuk memperoleh materi pelajaran meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak
tetapi dangkal.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Komponen dalam
pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas menerapkan
ketujuh komponen di atas dalam proses pembelajaran, maka kelas tersebut telah
menggunakan model pembelajaran kontekstual. Penggunaan CTL dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di kelas dapat menarik perhatian siswa karena CTL memiliki
berbagai komponen sehinga pembelajaran tidak membosankan.
Menurut Suyanto CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna
yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang
diperoleh di kelas dengan konteks situasi kehidupan nyata. Pembelajaran dengan peran serta
lingkungan secara alami akan memantapkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar akan
lebih bermanfaat dan bermakna jika seorang siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan
hanya sekedar mengetahui. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus dapat
mengonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan cara mengaplikasikan pengetahuan
yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengembangan CTL
dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra akan membuat
pembelajaran lebih bervariasi.

iv
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pembelajaran kontekstual?


2. Apa saja ciri-ciri utama pembelajaran kontekstual?
3. Apa saja Sintaks dari pembelajaran kontekstual?
4. Apa keunggulan dan kelemahan pembelajaran kontekstual?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui tentang pengertian dari pembelajaran kontekstual.


2. Mengerti apa saja ciri-ciri utama dari pembelajaran kontekstual.
3. Mengetahui sintaks dari pembelajaran kontekstual.
4. Mengerti keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kontekstual.

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kontekstual

(ngertiaja.com)

Pembelajaran kontekstual atau yang juga dikenal dengan CTL (Contex-tual


Teaching And Learning) adalah suatu strategi mengajar dimana konsep yang sedang
dipelajari diberikan dalam situasi nyata sehingga siswa memahami konsep tersebut dan
melihat keterkaitannya dalam penggunaanyanya di kehidupan sehari-hari. (Hamruni, 2009:
172). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana
atau keadaan”. Dengan demikian,contextual diartikan “yang berhubunagn dengan suasan
(kon-teks)”. Sehingga contextual teaching and learning (CTL) dapat diartikan sebagai
suatu pembelajaran yang berhubungan dengan susana tertentu. (Hosnan, 2014: 267).

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses


keterlibatan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan
dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka. (Hamruni, 2009: 173). Pembelajaran kontekstual melibatkan
siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas
mempelajari pelajaran sesuai topik yang akan dipelajarinya. Dalam pembelajaran
kontekstual, belajar bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar
adalah proses mengalami secara langsung. Melalui proses mengalami itu diharapkan
perkembangan siswa terjadi secara utuh dan tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif

vi
saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik. Melalui pembelajaran kontekstual
diharapkan siswa dapat menentukan sendiri materi yang dipelajarinya.

Pembelajaran kontekstual mengarahkan siswa kepada upaya untuk membangun


kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pembelajaran. Pengetahuan yang
sumbernya dari luar diri dikonstruksi dalam diri siswa. Dalam hal ini pengetahuan tidak
diproleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain melainkan dibentuk dan
konstruksi oleh siswa sendiri, sehingga bisa mengembangkan intelektualnya. Dalam proses
pembelajaran guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkan sebaga suatu
pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai
model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan
perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

Dalam pembelajaran kontekstual, belajar bukanlah menghafal akan tetapi proses


merekonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena
itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang
mereka proleh. Belajar bukan sekedar memperoleh pengetahuan dengan mengumpulkan
fakta yang lepas-lepas, tetapi merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga
pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola bertindak,pola bertindak,
kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan seseorang.

a. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Beberapa strategi pembelajaran kontekstual (Nurhadi, 2003) diantaranya sebagai


berikut:

1) Pemecahan masalah, penyajian masalah yang nyata kepada siswa bertujuan agar siswa
berfikir secara kritis dalam rangka mencari dan menemukan pemecahannya melalui
berbagai sumber belajar.
2) Kebutuhan pembelajaran terjadi diberbagai konteks, misalnya rumah, masyarakat, dan
tempat kerja. Bagaimana dan dimana siswa memperolah dan memunculkan
pengetahuannya menjadi sangat berarti dan pengalaman belajarnya ini akan diperkaya
jika mereka mempelajari berbagai macam keterampilan di dalam konteks lain yang
bervariasi (rumah, keluarga, masyarakat, tempat kerja dan sebagainya).

vii
3) Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran siswa, sehingga menjadi pembelajar yang
mandiri (self regulated learner) untuk selanjutnya menjadi pembelajar sepanjang hayat
(life long education) yang mampu mencari, menganalisa dan menggunakan berbagi
macam informasi.
4) Kondisi siswa sangat heterogen dalam hal nilai, adat istiadat, sosial, dan perspektif.
Perbedaan tersebut dimanfaatkan sebagai pendorong dalam belajar sekaligus akan
menambah dalam kompleksitas pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu siswa mampu
menghargai perbedaan dan memperluas perspektifnya serta membangun keterampilan
interpersonal (berfikir melalui berkomunikasi dengan orang lain) menurut istilahnya
Gardner (dalam Nurhadi, 2003).
5) Mendorong siswa untuk belajar dari sesamanya dan bersama-sama dengan saling
ketergantungan (interdependent learning group). Kenyataan setiap orang selalu hidup
dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan berkontribusi terhadap pengetahuan
dan kepercayaan orang lain.
6) Menggunakan penilaian autentik (authentic assessment), artinya penilaian sejalan dengan
proses pembelajarannya bahwa pembelajaran telah terjadi secara menyatu dan
memberikan kesempatan dan arahan kepada siswa untuk maju dan sebagai alat kontrol
untuk melihat kemajuan siswa dan umpan balik bagi pembelajaran.
b. Konsep Dasar Pembelajaran Konseptual

Pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang


dikemukakan oleh Mark Baldwin dan disempurnakan oleh Jean Piaget dan Vgotsky.
Menurut aliran ini bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian
dari orang lain seperti guru, melainkan hasil dari proses merekonstruksi yang dilakukan
setiap individu.

Konstruktivisme menurut Bruning dalam Schunk (2012: 320) adalah perspektif


psikologi dan filosofis memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau
membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami. Menurut Schunk
Konstruktivisme adalah sebuah epistemilogi atau penjelasan filosofis tentang sifat
pembelajaran, dan aliran ini menolak gagasan bahwa pengetahuan itu didapat dari

viii
menunggu, pengetahuan tidak diatur dari orang lain melainkan terbentuk dari pencarian
dalam diri.(Schunk,2012 : 384).

Asumsi penting dari konstruktivisme adalah situated cognition (kognisi yang


ditempatkan), konsep ini mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan atau
disituasikan dalam konteks sosial dan fisik,bukan dalam fikiran seseorang,pengetahuan
diletakkan dan dihubungkan dengan konteks dimana pengetahuan tersebut dikembangkan
(Suprijono, 2012: 78-79). Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran
yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret melalui keterlibatan aktivitas
siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian,
pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah
proses. (Rusman, 2011: 90).

Menurut Nurhadi dalam Rusman (2011: 90) mengatakan pembelajaran


kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebgai anggota keluarga dan masyarakat.

Kemudian,sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan


terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipahami bahwa pembelajaran kontekstual ini
berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena
pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah pristiwa mekanis seperti
keterkaitan stimulus dengan respon. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan
proses mental yang nampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau
pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang
berkembang dalam diri seseorang.

Berdasarkan konsep dasar pembelajaran di atas maka ada tiga hal yang harus
dipahami dalam pembelajaran kontekstual :

1) Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk


menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan kepada proses pengalaman

ix
secara langsung. Proses belajar tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran,
tetapi juga proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2) Pembelajaran kontekstual mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal
ini penting, karena dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, maka materi itu tidak hanya bermakna secara fungsional, melainkan
juga tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak mudah untuk dilupakan.
3) Pembelajaran kontekstual mendorong siswa dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya
siswa tidak hanya memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran
tidak ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam
mengarungi kehidupan nyata. (Hamruni, 2009: 176-177).

Menurut Zahronik dalam Abdul Majid terdapat lima elemen yang harus diperhatikan
dalam praktik pembelajaran kontekstual. (Majid, 2013: 229; Poerwanti, 2013: 62;
Hamruni, 2009: 17) :

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).


2) Memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru
itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari
secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
1) Memahami pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh
bukan untuk dihafal tetapi untuk difahami dan diyakini, misalnya dengan didiskusikan.
2) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
3) Melakukan refleksi (reflecting knowledge).

2.2. Ciri-Ciri Strategi Pembelajaran Kontekstual

Beberapa item yang menjadi ciri-ciri pembelajaran kontekstual adalah sebagai


berikut :

1) Melaksanakan komonikasi yang komonikatif (making meaningfull conection) Siswa


memposisikan diri sebagai orang belajar aktif dalam mengembangkan minat secara

x
individual, orang yang dapat bekerja mandiri atau kerja kelompok, dan orang yang dapat
belajar sambil berbuat (Laerning by doing).
2) Melakukan aktivitas-aktivitas yang signifikan (doing significan work). Siswa mengkait-
kaitkan antara sekolah dan berbagai konteks dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis
dan sebagai anggota masyarakat.
3) Belajar dengan pengaturan sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan
yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya
dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasil yang sifatnya nyata.
4) Berkerjasama (colaborating). Guru dan siswa berkolaborasi secara efektif dalam
kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi
dan saling berkomonikasi.
5) Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat berpikir ke tingkat
yang lebih tinggi, kritis dan kreatif dengan menganalisis, membuat sintesis,
memecahkanmasalah,membuatkeputusan dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara
pribadinya dengan mengetahui,  memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri walaupun siswa memerlukan dukungan   
orang dewasa.
7) Mencapai standar yang tinggi (reaching highsstandard). Siswa mengenal dan mencapai
standar yang tinggi, maka guru harus mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa
untuk mencapainya. Guru menunjukan kepada siswa untuk mencapai (excellece).
8) Dengan penilaian autentik (using autentic assessment). Untuk tujuan yang baik
(bermakna) siswa mempergunakan pengetahuan akademik dalan dunia nyata. Contohnya,
siswadapat menggambarkan informasi akademik yang telah dipelajarinya untuk
dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

2.3. Sintaks Dalam Strategi Pembelajaran Kontekstual

Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak
bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses
menemukan dan mengkonstruksi sendiri maka guru harus menghindari mengajar sebagai
proses penyampaian informasi semata, akan tetapi ada proses membangun pengetahuan

xi
melalui share dan diskusi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan
segala keunikannya. Siswa adalah organisme yang aktif serta memiliki potensi untuk
membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa,
guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali informasi itu agar lebih
bermakna untuk kehidupan mereka.

Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh


sintak (komponen).Sintak inilah yang melandasi pelaksanaan pembelajaran kontekstual
(CTL), yaitu:

1) Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang didasari premis bahwa


dengan mereflesikan pengalaman, siswa membangun, mengkonstruksi pemahaman dan
pengetahuan tentang dunia tempat mereka hidup. (Suyono, 2013: 105). Istilah
Konstruktivisme sendiri sebenarnya sudah dapat dilacak dalam karya Barlett (1932),
kemudian juga Mark Baldwin yang secara lebih rinci diperdalam oleh Jean Piaget,
kemudian konsep Piaget ini diperluas oleh Ernst Von Glasersfeld bahkan telah
diungkapkan oleh Giambattista Vico pada tahun 1710 sebelum populer dengan sebutan
konstruktivisme dalam Suyono dan Hariyanto mengatakan bahwa “makna mengetahui
berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu”.(Suyono,2013 : 105)

Ini berarti bahwa seseorang itu dapat dikatakan mengetahui sesuatu bila dia dapat
menjelaskan unsurunsur apa yang membangun sesuatu itu, sebagai hasil proses berpikirnya
(procces of mind), jadi sesuatu itu telah diketahuinya karena dikonstruksikan dalam
pikirannya.

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru


dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme
menganggap bahwa pengetahuan terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi
dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh
dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek

xii
untuk menginterpretasikan objek tersebut. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat
statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.

2) Inkuiri
Inkuiri berarti proses pembelajaran didasarkan pada pencaraian dan penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis.Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam
proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafalkan
tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang
yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa
berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya
3) Bertanya (questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.Dalam pembelajaran
kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, melainkan memancing agar
siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui
pertanyaanpertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan
setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kemampuan bertanya sangat penting,
karena digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain:
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasan materi pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. (Suyono, 2013:
183).
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Vgotsky dalam Suyono (2013: 184) menyatakan bahwa pengetahuan dan
pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi orang lain. Suatu permasalahan tidak
mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama

xiii
saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan.
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran kontekstual
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik dalam kelompok belajar
secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat
diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antara teman, antar kelompok, yang sudah
tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang memiliki pengalaman membagi
pengalamannya kepada yang lain. Inilah hakikat masyarkat belajar, masyarakat yang saling
membagi.
5) Pemodelan (Modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Misalnya guru PAI yang memperagakan gerakan
sholat, guru olah raga memperagakan gerakan senam dan guru kesenian yang
memeparagakan gerakan tari.
Proses modling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru
memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Seperti siswa yang memiliki
kemampuan bagus dalam membaca Al-Quran, siswa tersebut dapat mencontohkan kepada
teman-temanya bagaimana cara membaca Al-Quran yang baik dan benar sesuai dengan
ilmu tajwidnya, dengan demikian siswa dapat dikatakan sebagai model. Modeling
merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui
modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretik-abstrak.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dan
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajan
yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi,pengalaman belajar.itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses reflkesi siswa akan memperbarui pengetahuan
yang telah dibentuknya atau menambah khazanah penngetahuannya.
Dalam pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesemp[atan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang

xiv
telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalaman belajarnya
sendiri,sehingga ia dapat menyimpulkannya.
7) Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini,
biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang
digunakan terbatas pada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang
digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa
telah menguasai materi pelajaran. Dalam pelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual,
keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan
intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu penilaian
keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, melaikan juga
proses belajar melalui penilain nyata.
Penilaian nyata (authentic assesment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa penilaian
ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan intelektual
dan mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh sebab itu tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada
hasil belajar.
8) Pola Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Untuk lebih memahami bagaimana aplikasikan pembelajaran kontekstual dalam


proses pembelajaran, berikut disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut
dipaparkan bagaimana guru menerapkan pembelajaran dengan pola konvensional dan
dengan pola kontekstual.

Hal ini dimaksudkan agar kita dapat memahami pola pembelajaran tersebut :

a. Pola Pembelajaran Konvensional


Untuk mencapai tujuan kompetensi diatas, mungkin guru menerapkan strategi
pembelajaran sebagai berikut :
1) Siswa disuruh untuk membaca buku tentang zakat.

xv
2) Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai pokok-pokok materi pelajaran seperti
yang terkandung dalam indikator hasil belajar.
3) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya bila ada hal-hal yang
dianggap kurang jelas (diskusi).
4) Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan
dengan menyimpulkan.
5) Guru melakukan post-test evaluasi sebagai upaya untuk mengecek terhadap
pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.
6) Guru menugaskan kepada siswa untuk membuat karangan sesuai dengan tema zakat.

Dari model pembelajaran konvensional tersebut, tampak bahwa proses


pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali guru. Siswa tidak diberikan untuk
mengekplorasi. Pengalaman belajar terbatas hanya sekedar mendengarkan.Proses berfikir
sangat rendah dan terbatas, melalui proses pembelajaran konvensional seperti ini maka
faktor-faktor psikologis anak tidak berkembang secara utuh, seperti mental dan motivasi
belajar siswa.

b. Pembelajaran Kontekstual
Untuk mencapai kompetensi yang sama dalam menggunakan pembelajaran
kontekstual, maka langkahlangkah yang ideal adalah :
1) Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari
proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. Misalnya pada
materi zakat dan kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami
fungsi dan macam-macam zakat.Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan
beberapa indikator hasil belajar sebagai berikut :
 Siswa dapat menjelaskan pengertian zakat.
 Siswa dapat menjelaskan macam-macam zakat.
 Siswa dapat menjelaskan tata cara pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal.
 Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi zakat.
 Siswa bisa membuat karangan tentang zakat.

xvi
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Setiap kelompok melakukan tugas
tertentu: misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan wawancara dengan pengurus takmirmasjid
yang berpengalaman mengelola zakat dan kelompok 3 dan 4 melakukan wawancara ke
lembaga bazis yang ada di wilayahnya.Melalui wawancara siswa ditugaskan untuk
mencatat berbagai hal yang ditemukan tentang pengertian, macammacam, tata cara
pengelolaan dan fungsi zakat.
c. Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh
setiap siswa.
2) Inti
Di lapangan, siswa-siswi melakukan hal-hal berikut:
a. Melakukan wawancara sesuai pembagian tugas kelompok.
b. Mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah
mereka tentukan sebelumnnya.

Di dalam kelas, siswa-siswi melakukan hal-hal berikut:

a. Mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.


b. Melaporkan hasil diskusi.
c. Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
3) Penutup
a. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil wawancara sekitar masalah
zakat sesuai indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar
mereka dengan tema “zakat”.

2.4. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran konstekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada


proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran konstekstual melibatkan
siswa secara penuh dalam proses pembelajaran, seorang siswa didorong untuk beraktivitas

xvii
mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Pembelajaran
konstekstual mengarahkan siswa kepada upaya untuk membangun kemampuan berpikir
dan kemampuan menguasai materi pembelajaran. Didalam pembelajaran konstekstual,
belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang mereka miliki.

Pembelajaran konstekstual mengarahkan siswa kepada proses pemecahan


masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh, bukan
hanya perkembangan intelektual tetapi juga mental dan emosionalnya. Belajar secara
konstekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan. Belajar adalah proses
pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang
kompleks.

1) Keunggulan strategi pembelajaran konstekstual

a. Pembelajaran konstekstual mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara


materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan
nyata siswa secara terintegrasi dan alamiah sehingga mampu menggali, berdiskusi,
berpikir kritis, dan memecahkan masalah nyata yang dihadapinya dengan cara
bersama-sama.
b. Pembelajaran konstekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya siswa tidak hanya diharapkan dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilaku/tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pembelajaran konstekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa
hanya menerima materi pelajaran, melainkan dengan cara proses mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
d. Dalam pembelajaran kontekstual, ruang kelas bukan sebagai tempat memperoleh
informasi, namun sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan peserta didik
dilapangan

xviii
            Didalam pembelajaran konstekstual terdapat lima karakteristik penting,
yaitu bahwa pembelajaran merupakan upaya untuk:

a. Mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
b. Memperoleh dan menambah pengetahuan. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan
cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
c. Memahami pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal
tetapi untuk dipahami.
d. Mempraktikkan pngetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan
model konstekstual:

a. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar


siswa akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman
yang dimilikinya.
b. Setiap siswa memiliki kecenderungan untuk mempelajari hal-hal yang baru dan
memecahkan setiap persoalan yang menantang.
c. Belajar bagi siswa adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
d. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar
yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang
berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan
sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan
secara keseluruhan.

xix
2) Kelemahan Strategi Pembelajaran Konstekstual
a. Membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua
materi.
b. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks
ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
d. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas
yang kurang kondusif 
3) Relevansi strategi pembelajaran kontekstual dengan pendidikan karakter

Pembelajaran kontekstual merupakan metode pembelajaran yang menekankan


pengetahuan dengan pengalaman nyata. Artinya, ada suatu usaha untuk mengkaitkan
antara konsep yang dipelajari dengan kenyataan yang ada. Sehingga apa yang menjadi
pengetahuan dapat diaktualisasikan di kehidupan nyata. Karena dalam pembelajaran
kontekstual bukanlah pembelajaran yang menekankan pada hafalan-hafalan semata. Dalam
hal ini, maka adanya pendekatan integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif
agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai.

Pembentukan karakter adalah bagian integral dari orientasi pendidikan islam.


Tujuannya adalah membentuk kepribadian seseorang agar berperilaku jujur, baik,
bertanggung jawab, fair, menghormati, dan menghargai orang lain, adil, tidak
diskriminatif, egaliter, pekerja keras, dan karakter-karakter unggul lainnya. Pendidikan

xx
sebagai pembentukan karakter semacam ini tidak bisa dilakukan dengan cara mengenali
atau menghafal jenis-jenis karakter manusia yang dianggap baik begitu saja, melainkan
harus melalui pembiasaan dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan budaya yang telah ada.
Perkembangan kebudayaan sering berkaitan dengan karakter dan kepribadian individu.
Istilah karakter juga menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu memiliki perbedaan. Dalam
istilah modernnya, tekanan pada istilah perbedaan (distinctiveness) atau individualitas
(individuality) cenderung membuat kita menyamakan antara istilah karakter dan
personality (kepribadian), sehingga dapat diasumsikan bahwa orang yang memiliki
karakter berarti telah memiliki kepribadian.

Istilah kepribadian juga berkaitan dengan istilah karakter, yang diartikan sebagai
totalitas nilai yang mengarahkan manusia dalam menjalani hidupnya. Jadi, istilah tersebut
berkaitan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh seseorang. Orang yang matang dan
dewasa biasanya menunjukkan konsistensi dan karakternya. Ini merupakan akibat
keterlibatannya secara aktif dalam proses pembangunan karakter. Jadi, karakter dibentuk
oleh pengalaman dan pergumulan hidup. Pada akhirnya tatanan  dan situasi kehidupanlah
yang menentukan terbentuknya karakter masyarakat kita.

Dengan demikian, apabila pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip


untuk dikembangkan, seperti kontruktivis, inkuiri, questioning, learning community,
modelling, reflection, dan authentic asessment sebagai penunjang dalam mengembangkan
karakter peserta didik. Maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

a. Manusia adalah makhluk yang dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu kebenaran yang
ada dalam dirinya dan dorongan atau kondisi eksternal yang mempengaruhi
kesadarannya. Oleh karena itu, pendidikan yang bertujuan menumbuhkan karakter
peserta didik perlu sekaligus mengenalkan konsep yang baik dan menciptakan
lingkungan yang mengkondisikan peserta didik mencapai pemenuhan karakter
utamanya. Penciptaan konteks (komunitas belajar) yang baik dalam pemahaman
akan konteks peserta didik (latar belakan dan perkembanagan psikologi) menjadi
bagian penting dalam membangun karakter.

xxi
b. Konsep pendidikan dalam rangka pembangunan karakter peserta didik sangat
menekankan pentingnya kesatuan antara keyakinan, perkataan dan tindakan. Hal ini
paralel dengan keyakinan dalam islam yang menganut antara kesatuan roh, jiwa dan
badan. Ketiganya dapat membentuk entitas ontologi manusia yang tidak bisa
direduksi ke dalam bagian-bagiannya. Prinsip ini sekaligus memperlihatkan
pentingnya konsistensi dalam perilaku manusia dalam tindak kehidupan sosial
sehari-hari. 
c. Pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik
untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif dalam
dirinya. Keempat, pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi
manusia yang tidak hanya memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri, akan tetapi
kesadaran untuk mengembangkan dirinya, memperhatikan masalah lingkungannya,
dan memperbaiki kehidupan nyata seseuai dengan pengetahuan dan
karakternya. Kelima, karakter seseorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya
berdasarkan pilihan bebasnya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap keputusan yang
diambil seseorang mencerminkan kualitas seseorang di mata orang lain. Seseorang
yang mampu mengambil pilihan yang tepat, maka individu tersebut sebetulnya
menunjukkan kualitas karakter yang dimilikinya.

xxii
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan


konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas dunia siswa sehingga
siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya.
Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan pemahaman berupa definisi melainkan siswa
dituntut untuk dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Guru harus memiliki strategi yang
memacu siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif.

Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan


dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis.
Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan
sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa
mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran


semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat
menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias
mengikuti pembelajaran. Kerjasama yang baik antara para pelaksana pendidikan dengan
masyarakat akan memperlancar proses pendidikan.

xxiii
DAFTAR PUSTAKA

Hosnan, M (2014).,Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 2, cet.1


Bogor : Ghalia Indonesia

Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, mengajarkanSastra. Yogyakarta: Kota


Kembang.
Komaruddin, Erien. 2005. PanduanKreatifBahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira.
Priyatni, Endah Tri. 2002. KurikulumBerbasisKompetensidanPembelajaranKonteksual.
MakalahdisajikandalamSemlok KBK danPembelajarannya di SMAN 2 Jombang. Malang:
UniversitasNegeri Malang.
https://www.universitaspsikologi.com/2018/08/pembelajaran-kontekstual-pengertian-metode-
komponen-strategi.html

http://fuadhasansuccen.blogspot.com/2012/01/strategi-pembelajaran-kontekstual.html?m=1

Hamruni, M.Si.  Prof. Dr. H.  Strategidan model-model pembelajaranaktif-menyenangkan.


Yogyakarta: FakultasTarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009

https://rumusmatematika12.blogspot.com/2011/12/penerapan-pembelajaran-kontekstual.html

https://lagibelajargoblog.blogspot.com/2015/01/keunggulan-dan-kelemahan-
pembelajaran.html

https://panduanterbaik.id/model-pembelajaran-kontekstual

xxiv

Anda mungkin juga menyukai