Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK

IMPLEMENTASI MANAJEMEN KONFLIK UNTUK


PRODUKTIVITAS ORGANISASI

DISUSUN
OLEH:

KELOMPOK
DIRMAN 17.1900.008
HARDAYANTI AULIA 17.1900.016
SULTAJARIANI 17.1900.024
SITI NURHANISA 17.1900.035

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2019
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan segala Rahmat
dan Karunia-Nya. Berkat Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Implementasi Manajemen Konflik untuk Produktivitas Organisasi” ini tepat
pada waktunya. Shalawat bermahkotakan Salam kita hadiahkan keharibaan Baginda
Rasullullah Muhammad SAW. yang telah membawa ummatnya dari alam kebodohan ke
alam yang penuh dengan penerangan Islam dan Pengetahuan.
Ucapan terima kasih tak lupa kami haturkan kepada fasilitator, dosen dan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kita sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari titik kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dari Pembaca sangat kita harapkan agar makalah ini mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik. Akhirnya, kita berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para
Pembaca serta bagi kami sendiri.
Wassalmu’alaikum Wr. Wb.
Parepare, 29 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3

2.1 Pengertian Manajemen Konflik.........................................................................................3

2.2 Tujuan Manajemen Konflik...............................................................................................4

2.4 Produktivitas organisasi....................................................................................................6

2.5 Implementasi Manajemen Konflik Dalam Organisasi........................................................6

BAB III PENUTUP..............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa lalu, para praktisi dalam bidang organisasi bekerja dengan asumsi bahwa
setiap konflik adalah buruk, dan karenanya harus disingkirkan. Sekarang kita memahami
bahwa asumsi tersebut tedaklah tepat . pandangan yang lebih akurat dan terbuka menyatakan
bahwa konflik tidaklah baik atau buruk; konflik hanya tidak terhidarkan. Tentu saja, terlalu
banyak konflik memiliki dampak negatif karena menguras waktu dan sumber daya
organisasi, dan menghabiskan energi yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang
lebih konstruktif. Namun disisi lain, terlalu sedikit konflik juga memiliki dampak negatif
karena dapat membuat karyawan menjadi apatis atau malas, selain itu, terlalu sedikit konflik
berujung pada minimnya stimulusuntuk inovasi dan perubahan. Bila semua hal selalu
berjalan mulus, orang-orang dalam organisasi mungkin terjebak dalaam zona kenyamanan
alih-alih membuat perubahan-perubahan yang dapatmeningkatkan efektivitas organisasi.
Individu-individu maupun kelompok-kelompok yang saling tergantung harus
menciptakan hubungan kerja yang melampaui batasan-batasa organisasi agar setiap
organisasi dapat menunjukkan kinerja yang fektif, baik antarindividu maupun antarkelompok.
Individu-individu dan kelompok-kelompok dapat saling tergantung satu sama lain dalam hal
informasi, bantuan, ataupun tindakan terkoordinasi. Tapi faktanya adalah mereka saling
membutuhkan. Ketergantungan seperti ini dapat meningkatkan kerja sama maupun konflik.
Sebagai contoh, eksekutif bidang produksi dan pemasaran sebuah perusahaan dapat
saja bertemu untuk mendiskusikan cara menghadapi pesaing luar negeri. Pertemuan seperti
ini bisa saja berlangsung tanpa adanya konflik. Keputusan dibuat, strategi dirancang, dan para
eksekutif kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Dalam kasus ini, didapati adanya
kerja sama antarkelompok untuk mencapai sebuah tujuan. Di sisi lain, hal serupa mungkin
tidak terjadi dalam situasi menurunnya penjualan karena perusahaan tidak menawarkan
cukup variasi pada lini produk yang dijual pada konsumen. Departemen pemasaran
mengharapkan adanya lini produk yang jauh lebih bervariasi sehingga konsumen memiliki
lebih banyak pilihan, sedangkan departemen produksi mengharapkan sebaliknya, untuk
memastikan biaya produksi berada pada tingkat yang dapat dikontrol dan untuk
meningkatkan produktivitas. Konflik sangat mungkin terjadi karena setiap departemen
memiliki tujuan yang berbeda-tujuan yang, dalam kasus ini, saling bertentangan. Karena itu,

1
kelompok-kelompok bisa saja bekerja sama pada satu tindakan dan saling bertentangan pada
tindakan yang lain.1
Tanggung jawab pemimpin untuk bisa mengelola konflik. Penyelesaian konflik atau
conflict resolution merupakan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi pihak-
pihak yang sedang konflik. Adapun Tosi, et.al. berpendapat, “conflict management mean that
a manager takes an active role in addressing conflict situasion and intervenes if needed.”
Kemampuan pemimpin untuk mengelola konflik. Kegagalan dalam mengelola konflik dapat
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus mampu
mengerahkan situasi konflik agar tetap produktif. Pemimpin harus mampu menumbuhkan
kreativitas, menciptakan inovasi dan perubahan, dan mendorong anggota bersikap kritis
terhadap perubahan lingkungan. Selain itu, pemimpin hrus mencapai kinerja optimal melalui
pe eliharaan konflik agar tetap fungsional dan meminimalkan dampak negatif konflik.2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan manajemen konflik?
1.2.2 Bagaimana implementasi manajemen konflik untuk produktivitas organisasi

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan manajemen konflik.
1.3.2 Untuk mengetahui implementasi manajemen konflik untuk produktivitas organisasi

1
Wahyudi. 2015. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung:Alfabeta. Hal. 43
2
Rusdiana. 2015. Manajemen Konflik. Pustaka Setia. Hal. 224

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Konflik


Menurut kamus bahasa indonesia (1997), konflik berarti percekcokan, pertentangan,
atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara
orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap hubungan antara pribadi mengandung unsur-
unsur konflik, pertentan gan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Menurut Johnson
(Supraktiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat
menghalangi, menghambat atau menggangu tindakan pihak lain. Kendati unsur konflik selalu
terdapat setiap bentuk hubungan antar pribadi, pada umumnya masyarakat memandang
konflik sebagai keadaan yang harus dihindarkan karena dianggap sebagai faktor yang
merusak hubungan.
Menurut Vasta (Indati, 1996), konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu
tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang
dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara
orang-orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang yang
berteman. Konflik muncul bila terdapat adanya kesalahpahaman pada sebuah situasi sosial
tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan terdapat adanya antagonisme-antagonisme
emosional. Konflik-konflik substantif (sunstantif conflict) meliputi ketidaksesuaian tentang
hal-hal seperti tujuan alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur dan
penegasan pekerjaan.
Konflik biasa terjadi dalam sebuah organisasi sedangkan konflik-konflik emosional
(emotional conflict) timbul karena perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan,
takut, sikap menetang, maupun bentrokan-bentrokan. Konflik inilah yang sering terjadi pada
remaja dengan teman sebaya.
Collins dan lausen (farida 1996) memandang konflik pada remaja sebagai akibat dari
perubahan peran yang diharapkan oleh lingkungan sosial di sekitar karena remaja mengalami
transisi tahapan usia dan perubahan-perubahan menuju kematangan. Kecemasan dan
akumulasi stres dari berbagai transisi tersebut umunya akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya konflik atau efektifnya penangan konflik.
Menurut defenisi konflik di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macam
interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat timbul pada berbagai situasi

3
sosial, baim terjadi dalam diri individu, antar individu, kelompok, organisasi, maupun negara.
Pendapat Deutch yang dikutip oleh Pernt dan Ladd (Indati, 1996) menyatakan bahwa proses
untuk mendapatkan kesesuaian pada individu yang mengalami konflik disebut dengan
pengelolaan konflik atau bisa disebut dengan manajmen konflik.3
Menurut Wirawan “ Manajemen konflik didefinisikan sebagai proses pihak yang
terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkanya untuk
mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan”. Sedangkan menurut
Ross yang di kutip dalam jurnal Jefri Heridiansyah menyatakan bahwa Manajemen Konflik
merupakan langkah-langkah yang di ambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan kea rah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, ataun agresif.
Dari penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa manajemen konflik merupakan
proses menyusun strategi yang akan di terapkan dalam mengatasi sebuah konflik yang sedang
terjadi dan mengendalikan konflik tersebut untuk menghasilkan sebuah harapan yang di
inginkan bersama dalam sebuah organisasi.

2.2 Tujuan Manajemen Konflik


Konflik merupakan suatu fenomena yang sering kali tidak bisa dihindari dan
menghambat tujuan organisasi. Oleh karena itu Manajemen Konflik harus dilakukan secara
sistematis untuk mencapai suatu tujuan. Berikut ini adalah tujuan-tujuan dari manajemen
konflik.
2.2.1 Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diripada visi,
misi dan tujuan organisasi.
2.2.2 Memahami orang lain dan menghormati keberagaman.
2.2.3 Meningkatkan kreativitas kerja.
2.2.4 Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai
informasi dan sudut pandang.
2.2.5 Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta,  pemahaman bersama, dan
kerja sama.
2.2.6 Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik.

3
Fitratullah, Moch Hafidz. 2014. Implementasi Manajemen Konflik dalam Menemukan Solusi Perbedaan
Pendapat. Hal 65-66

4
2.2.7 Menimbulkan iklim organisasi konflik dan lingkungan kerja yang tidak
menyenangkan: takut, moral, rendah, sikap saling curiga.4
2.3 Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
2.3.1 Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang
dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis
konflik tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.3.1 Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antaraØ karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
2.1.3.2 Konflik horizontal, yaituØ konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar
karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
2.1.3.3 Konflik garis-staf, yaitu konflikØ yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
2.1.3.4 Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih
dari satu peran yang saling bertentangan.
2.3.2 Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik
menjadi lima macam , yaitu:
2.3.2.1 Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi
jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena
tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik
individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik
peranan.
2.3.2.2 Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.

4
http://nofi13.blogspot.com/2018/03/implementasi-manajemen-konflik-dalam.html

5
2.3.2.3 Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok
tempat ia bekerja.5

2.4 Produktivitas organisasi


Produktivitas organisasi dapat dicapai melalui performansi kerja individu yang
diaktualisasikan dalam kegiatan organisasi. Ukuran produktivitas tidak hanya dilihat secara
kuantitatif berupa selisih dari keluaran dikurangi masukan atau rasio antara produksi dengan
masukan (bahan, tenaga kerja, modal) akan tetapi juga dapat diartikan sebagai kemampuan,
sikap. Semangat kerja, disiplik, motivasi, dan komitmen terhadap tugas/pekerjaan.
Menurut Grove (1983:30) Produktivitas adalah setiap fungsi yang terjadi didalamnya
adalah output dibagi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output itu selanjutnya
dihitung perjam. Salah satu ukuran produktivitas adalah output per jam kerja, karena tenaga
kerja merupakan sumber daya perekonomian dan masyarakat manusia yang menghargai
waktu senggang.
Produktivitas tidak hanya diartikan secara kuantitatif berupa rasio antara masukan
dengan keluaran, akan tetapi juga diartikan secara kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh
Sutermeister (1976) bahwa produktivitas sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kerja dengan
mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya (bahan, teknologi, informasi, dan kinerja
manusia). Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat keefektifan, efisiensi dalam
penggunanaaan sumber daya, sedangkan dalam pengertian perilaku, produktivitas merupakan
sikap mental yang selalu berusaha berkembang (Fatah, 1996:15)
Dengan demikian peningkatan produktivitas dapat dilihat dari segi kualitas maupun
kuantitas. Hal ini berarti bahwa meskipun dilihat dari segi kuantitas tidak terjadi peningkatan,
namun jika dilihat dari segi mutu menunjukkan peningkatan, maka berarti terjai peningkatan
produktivitas.6

2.5 Implementasi Manajemen Konflik Dalam Organisasi


Perbedaan pendapat, pertentangan, ataupun perselisihan merupakan peristiwa yang
lazim ditemui pada organisasi. Konflik dapat dikategorikan sebagai indikator dinamika dan
perubahan organisasi, karena itu keberadaan konflik tetap diperlukan dan dipertahankan agar
tetap pada tingkat terkendali. Konflik yang diabaikan dapat mengarah pada perilaku
menyimpang dari aturan, prosdur kerja, dan mengganggu pencapaian sasaran-sasaran
5
https://acehkrak.blogspot.com/2015/05/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html
6
Wahyudi. 2011. Manajemen Konflik dalam meningkatkan Produktivitas Organisasi. Hal 279-282

6
organisasi. Akan tetapi sebaliknya apabila konflik dikelola secara baik dapat meningkatkan
dinamika organisasi, menumbuhkan kreativitas, menghargai perbedaan, dan meningkatkan
kerjasama yang lebih produktif guna mencapai tujuan organisasi.
Manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan; menstimulasi konflik, mengurangi atau
menurunkan konflik, dan mengendalikan konflik. Menstimulasi konflik dapat dilakukan
dengan memberikan penghargaan prestasi, mengadakan evaluasi kinerja secara terpadu,
memotivasi karyawan, mengubah sistem penggajian, menetapkan standar kinerja. Resolusi
konflik dapat dilakukan melalui cara musyawarah, campur tangan pihak ketiga, konfrontasi,
tawar menawar, kompromi. Untuk mengurangi konflik dapat dilakukan dengan mengadakan
kegiatan bersama, menetapkan peraturan, mutasi jabatan, menggabungkan unit yang konflik
dan membuka forum dialog/Mail address. Dengan demikian, tujuan manajemen konflik
untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan
meminimalkan akibat konflik yang merugikan.
Kinerja berhubungan dengan tiga aspek pokok yaitu: perilaku, hasil, dan efektivitas
organisasi. Aspek perilaku menunjuk pada usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya
mencapai tujuan tertentu, dan perilaku individu memberikan hasil terhadap kerja. Hasilnya
bisa obyektif dan bisa subyektif. Aspek hasil menunjuk pada efektivitas perilaku, sedangkan
efektivitas organisasi menunjuk pada hasil kerja organisasi yang menekankan pada proses.
Dari aspek psikologis, kinerja dapat dikatakan sebagai tingkah laku kerja seseorang yang
pada akhirnya menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaa. Karena itu
menganalisis kinerja seseorang dapat dilakukan dengan cara mempelajari karakteristik
perilaku kerja yang diperlihatkan. Karekteristik dimaksud antara lain: mempunyai semangat
tinggi, bertanggung jawab, bersikap positif, kemampuan membangun hubungan kerjasama
dengan atasan, rekan kerja, dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang
dibebankan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kinerja adalah semua perilaku dan
kemampuan individu sebagi ungkapan kemajuan dalam menghasilkan sesuatu sesuai dengan
harapan organisasi yaitu produktivitas berupa barang maupun jasa layanan kepada
masyarakat.
Produktivitas dapat dilihat dari dimensi organisasi dan dimensi orang/individu. Dari
dimensi individu, produktivitas berkaitan dengan karakteristik kepribadian seseorang antara
lain, mempunyai kemampuan mengerjakan tugas yang dibebankan, kreatif, tidak mudah
putus asa, dan inovatif. Sedangkan konsep produktivitas yang lebih menekankan pada dimens
keorganisasian banyak ditemukan pada pendapat para ahli ekonomi yang mengemukakan,

7
produktivitas sebagai ukuran dan kualitas kerja dengan mempertimbangkan kemnfaatan
sumberdaya (bahan, teknologi, daan kinerja manusia).7
Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap
jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan
institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada
perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi
dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak
ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan
menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar
keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam
pengelolaan konflik, yaitu:
2.5.1 Merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah
karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah: minta
bantuan orang luar, menyimpang dari peraturan (going against the book), menata
kembali struktur organisasi, menggalakkan kompetisi, memilih manajer yang
cocok.
2.5.2 Meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau kontra-
produktif.
2.5.3 Menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang disampaikan Stoner
adalah: dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan,
perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara terbanyak, kompromi,
pemecahan masalah secara menyeluruh.
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan
dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu
penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan,
kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan.
Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara : pencairan,
yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian keterbukaan, pihak-pihak
yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan
dalam suasana yang emosional, belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan
orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain, mencari tema bersama,
pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama,
7
Wahyudi. 2011. Manajemen Konflik dalam meningkatkan Produktivitas Organisasi. Hal 293-295

8
menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk
menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan, menanggapi berbagai alternatif, setelah
ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik mempelajari dan memberikan tanggapan, mencari penyelesaian, sejumlah alternatif
yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan
suatu penyelesaian membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak
ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang
disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan
penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu mengikat seluruh kelompok, tahap
terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian
dari pihak-pihak yang terlibat konflik.8

8
https://acehkrak.blogspot.com/2015/05/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan proses menyusun strategi yang akan di terapkan dalam
mengatasi sebuah konflik yang sedang terjadi dan mengendalikan konflik tersebut untuk
menghasilkan sebuah harapan yang di inginkan bersama dalam sebuah organisasi.
Manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan; menstimulasi konflik, mengurangi atau
menurunkan konflik, dan mengendalikan konflik. Menstimulasi konflik dapat dilakukan
dengan memberikan penghargaan prestasi, mengadakan evaluasi kinerja secara terpadu,
memotivasi karyawan, mengubah sistem penggajian, menetapkan standar kinerja. Resolusi
konflik dapat dilakukan melalui cara musyawarah, campur tangan pihak ketiga, konfrontasi,
tawar menawar, kompromi. Untuk mengurangi konflik dapat dilakukan dengan mengadakan
kegiatan bersama, menetapkan peraturan, mutasi jabatan, menggabungkan unit yang konflik
dan membuka forum dialog/Mail address. Dengan demikian, tujuan manajemen konflik
untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan
meminimalkan akibat konflik yang merugikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi. 2015. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung:Alfabeta.


Rusdiana. 2015. Manajemen Konflik. Pustaka Setia.
Fitratullah, Moch Hafidz. 2014. Implementasi Manajemen Konflik dalam Menemukan Solusi
Perbedaan Pendapat.
http://nofi13.blogspot.com/2018/03/implementasi-manajemen-konflik-dalam.html
https://acehkrak.blogspot.com/2015/05/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html
Wahyudi. 2011. Manajemen Konflik dalam meningkatkan Produktivitas Organisasi.
http://nofi13.blogspot.com/2018/03/implementasi-manajemen-konflik-dalam.html

11

Anda mungkin juga menyukai