Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kinerja seseorang dikatakan baik apabila mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,
bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan
masa depan lebih baik. Mengenai upah dan adanya harapan merupakan hal yang menciptakan
motivasi seorang karyawan bersedia bekerja dan melakukan kegiatan bekerja dengan kerja yang
baik. Seseorang yang sangata termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial
supaya menunjang tujuan-tujuan produksi perusahaan dan organisasi dimana dia berada.
Seseorang yang tidak termotivasi, hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal bekerja.
Bila sekelompok karyawan dan atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak
pada kinerja perusahaan yang baik pula.

Perubahan dalam kehidupan manusia yang sangat pesat membawa akibat yang lebih
tinggi terhadap setiap individu untuk meningkatkan kinerja dalam masyarakat. Agar eksistensi
diri tetap terjaga maka setiap individu akan mengalami stress terutama bagi individu yang kurang
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.

Perubahan yang terjadi tentu akan menimbulkan konflik baru yang akan dihadapi.
Konflik merupakan suatu akibat perubahan yang terjadi dalam masyrakat dalam kehidupan para
karyawan. Dengan perubahan yang terjadi maka konflik tidak dapat dihindari oleh karyawan.
Dengan tidak terkendalinya konflik pada diri karyawan maka tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan keadaan yang merugikan perusahaan. Konsentrasi kerja yang biasanya penuh pada
diri karyawan berubah menjadi tidak berkonsentrasi dalam bekerja.

Pentingnya memahami konflik yang dialami para karyawan akan dapat menghindari
kondisi yang akan memperburuk produktivitas kerja perusahaan. Dengan pencegahan dan
pemecahan konflik pada diri para karyawan akan mendorong produktivitas perusahaan. Dengan
dukungan produktivitas perusahaan akan mendukung profitabilitas perusahaan.

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 1


B. RUMUSAN MASLAH
a. Mengapa kita harus mengetahui tentang konflik dalam organisasi?
b. Apakah yang harus diperhatikan pimpinan sebelum melaksakan manajemen konflik?
c. Apakah hubungan konflik dengan performansi kerja?

C. MANFAAT DAN TUJUAN


a. Agar bisa lebih memahami tentang konflik dalam organisasi
b. Dapat mengetahui tentang apa yang harus diperhatikan pimpinan sebelum melaksakan
manajemen konflik
c. Untuk mengetahui tentang apa hubungan antara konflik dengan performansi kerja

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemenuhan Kebutuhan Individu

Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan: fisik, psikologis, ataupun kebutuhan sosial.


Secara sadar atau tidak perilakunya berusaha memenuhi kebutuhan agar dapat mencapai standar
kehidupan yang diinginkan. Dengan demikian seseorang yang menjalankan aktivitas kerja
karena adanya dorongan atau motivaasi untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Kebutuhan
dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku, sedangkan tujuan berfungsi
mengarahkan perilaku. Apabila digambarkan proses pemenuhan kebutuhan manusia secara
sederhana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Kebutuhan yang
belum terpenuhi

Dirasakan

Kebutuhan Perilaku Presentasi/tujuan

Evaluasi kebutuhan Imbalan

Gambar: 4.1 Pola Pemenuhan Kebutuhan Individu

Pada gambar di atas menjelaskan bahwa, kebutuhan yang belum terpenuhi dirasakan oleh
individu, selanjutnya timbul ketegangan sewaktu perasaan akan kebutuhan bertambah
intensitasnya. Ketegnangan itu menyebabkan timbulnya perilaku individu yang bersangkutan
untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai prestasi/tujuan. Pencapaian prestasi sebagai bentuk
pemenuhan kebutuhan akan mempengaruhi perilaku selanjutnya.

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 3


Disadari bahwa motivasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
seseorang. Dua faktor lainnya yang terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang
perilaku untuk mencapai prestasi maksimal atau disebut persepsi pernan (Handoko, 1992).
Motivasi, kemampuan dan persepsi peranan adalah saling berhubungan. Jadi, apabila salah satu
faktor rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun faktor-faktor lainnya tinggi. Model
pengharapan menyajikan sejumlah implikasi bagi pimpinan mengenai cara memotivasi bawahan
sebagai berikut:

a. Memntukan bentuk imbalan yang diinginkan bawahan


b. Pimpinan menentukan prestasi yang harus dicapai sehingga bawahan mengerti apa
yang harus dilakukan agar mendapat imbalan
c. Mengupayakan agar prestasi kerja dapat tercapai
d. Menghubungkan besarnya imbalan dengan prestasi kerja yang dicapai
Menganalisis faktor-faktor yang dapat mengurangi imbalan dan berusaha memberikan
imbalan di atas rata-rata agar bawahan mengejar produktivitas tinggi
e. Penetapan penghargaan yang wajar, sebab imbalan yang kurang dapat menurunkan
motivasi kerja

Sedangkan implikasi bagi organisasi adalah:


a. Organisasi biasanya memperoleh dampak dari imbalan yang diberikan, bukan yang
diinginkan lembaga
b. Pekerjaan itu sendiri secara intrinsic dapat menjadi imbala, yaitu jenis yang menantang
dan membutuhkan kreativitas dan inisiatif
c. Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses motivasi.

Dengan demikian, apabila kedua implikasi di atas dapat ditetapkan secara benar
maka organisasi dapat mencapai produktivitas tinggi dan karyawan dapat mencapai
kepuasan (satisfaction) karena diperoleh imbalan intrinsik yaitu imbalan yang secara
langsung dialami individu berupa perasaan berhasil mengerjakan pekerjaan yang
memerlukan kreativitas dan inisiatif, harga diri yang meningkat, dan kepuasan karena
berkembang kemampuan dan keterampilan baru. Sedangkan imbalan ekstrinsik berupa
bonus, pujian atau promosi yang diberikan oleh pimpinan/supervisor.

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 4


Teori motivasi kerja lainnya yang memusatkan pada proses penetapan tujuan
disebut teori penetapat tujuan yaitu teori kognitif tentang motivasi kerja yang
mempertahankan bahwa para karyawan sebagai makhluk berakal budi yang berusaha
mengejar tujuan (Stoner dan Freeman, 1992). Hal senada dikemukakan oleh Gibson
Ivancevich, dan Donnelly (1996) bahwa, teori pentapan tujuan menyatakan bahwa
tujuan individu dan kepuasan merupakan penentu utama perilaku. Tujuan individu
diharapkan sesuai dengan tujuan organisasi sehingga perilaku individu di dalam
organisasi selalu mengarah pada pencapaian tujuan yang lebih besar yaitu tujuan
organisasi. Sedangkan kepuasan (satisfaction) dapat dicapai apabila proses pencapaian
tujuan dilakukan dengan karyawan/pekerja tidakakan termotivasi jika tidakmemiliki
keterampilan yang diperlukan untuk mencapai tujuan, karena pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dapat diaktualisasikan dalam proses kerja untuk mencapai
tujuan. Bila tujuan yang ditetapkan cukup jelas, dimengeti olehbawahan dan bersifat
menantang, dapat berfungsi sebagai pemotivasi yang lebih efektifdalam kinerja baik
secara perorangan maupun kelompok. Demikian pula apabila dilibatkan dalam proses
penetapan tujuan, maka bawahan akan memperlihatkan motivasi dan komitmen yang
lebih tinggi, dengan demikian, selain pekerjaan yang bersifat menantang, pelibatan
bawahan dalam proses penetapan tujuan menjadi prasyarat penting bagi timbulnya
memotivasi kerja.

B. Konflik Dalam Organisasi


Dalam proses pencapaian tujuan, tidak terlepas dari perbedaan pendapat,
perbedaan kepentingan ataupun perbedaan kreativitas sehingga dapat berpengaruh
terhadap efektivitas organisasi. Konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat
dihindari dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap
hubungan kerjasama antar individu ataupun kelompok dalam organisasi. Walaupun
konflik menurut pandangan kontemporer (interaksionis)berfungsi positif, namun
pandangan ini selalu mewaspadai kemungkinan timbulnya dampak negative yang
bersumber dari konflik yang terlalu tinggi dan tidak terkendali. Konflik dapat
berpengaruh positif atau negative terhadap kinerja organisasi begantung pada sifat
konflik dan pengelolaan yang dilakukan. Dengan demikian, manajemen konflik

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 5


menjadi salah satu strategi penting bagi penigkatan performansi kerja dan produktivitas
organisasi.
Dikemukakan oleh Robbins, S. P (1996) bahwa tingkat konflik optimal
merupakan jenis konflik yang fungsional sehingga organisasi menjadi efektif dan
mempunyai karakteristik inovatif, kritis terhadap aktivitas intern organisasi, tanggap
terhadap perubahan, kreatif dan cepat beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan.
Disis lain, ketika tingkat konflik terlalu rendah, organisasi mejadi apatis, mengalami
stagnasi, lambat berdaptasi, dan pada akhirnya tidak tanggap terhadap perubahan.
Menghadapi situasi konflik yang terlalu rendah, maka pimpinan harus menstimuli
konflik agar mendapatkan manfaat dari segi fungsional konflik. Sedangkan konflik
yang terlalu tinggi dapat berakibat pada kekacauan, tidak kooperatif, ego kelompok
tinggi, dan terjadi pemborosan sumberdaya. Tugas pimpinan dalam menghadapi
konflik yang terlalu tinggi adalah melakukan upaya menurunkan konflik.
Pemahaman terhadap berbagai konsekuensi yang dapat ditimbulkan oleh adanya
konflik di dalam organisasi, tidak terlepas dari model pendekatan yang digunakan
dalam mengelola konflik. Pimpinan harus menyadari adanya perbedaan jenis-jenis
konflik dan sebagai konsekuensinya pemilihan pendekatan dalam pengelolaan konflik
juga berbeda bergantung pada permasalahan yang timbul. Dengan demikian, sebelum
pimpinan melaksakan manajemen konflik perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Menyimak proses terjadinya konflik
b. Mengetahui sebab-sebab konflik
c. Membedakan jenis-jenis konflik
d. Memilih pendekatan yang tepat
e. Mengantisipasi kemungkinan dampak yang merugikan organisasi

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 6


C. Hubungan Konflik dengan Performansi Kerja
Robbins, S. P. (1996) menjabarkan hubungan konflik dengan kefektifan organisasi
ke dalam table debagai berikut:

Situas Tingkat Dampak Karakteristik Internal Efektivitas


i Konflik Konflik Organisasi Organisasi
- Apatis
- Stagnasi
A Rendah Disfungsional - Lambat beradaptasi Rendah
- Kurang ide/gagasan
- Sedikit perubahan
- Inovatif
- Kritis terhadap intern
organisasi
B Optimal Fungsional - Tanggap terhadap Tinggi
perubahan
- Kreatif dan cepat
beradaptasi
- Saling menghambat
pekerjaan
- Tidak kooperatif
C Tinggi Disfungsional - Ego kelompok tinggi Rendah
sijap otoritarian
- Agresivitas individu

Pada sebuah organisasi, tingkat konflik optimal (posisi B) merupakan jenis


konflik yang fungsional sehingga organisasi menjadi efektif dan mempunyai
karakteristik; kritis terhadap intern organisasi, tanggap terhadap perubahan, kreatif
dan cepat beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan. Di satu sisi, ketika
tingkat konflik terlalu rendah, organisasi terlihat apatis, mengalami stagnasi, lambat
beradaptasi, dan pada akhirnya tidak mengalami perubahan. Menghadapi situasi
konflik yang terlalu rendah, maka pimpinan harus menstimuli konflik agar
mendapatkan manfaat dari segi fungsional konflik. Jika tingkat konflik berada di
posisi A (rendah) terus berlanjut, maka kelangsungan organisasi dapat terancam.
Sedangkan konflik yang terlalu tinggi dan berada pada posisi C (tinggi) dapat
berupa tingkah laku saling menghambaat pekerjaan, tidak kooperatif, ego kelompok
tinggi, dan terjadi pemborosan dana, wajtu, ataupun tenaga. Tugas pimpinan

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 7


(manajer) dalam menghadapi konflik yang terlalu tinggi adalah melakukan upaya
penurunan ( reduce) konflik.
Konflik dapat berpengaruh terhadap performansi kerja karena konflik itu
sendiri merupakan energi yang dapat menggerakkan anggota organisasi dalam
mencapai tujuan. Konflik yang menjadi kekuatan adalah konflik yang bersifat
fungsional artinya konflik yang mengangkat isu tentang persoalan-persoalan yang
menghambat organisasi.diketahuinya masalah-masalah yang terjadi dan selanjutnya
dicari solusi, maka menjadikan konflik berdampak pada perbaikan kinerja
kelompok. Akan tetapi sebaliknya apabila konflik yang terjadi berupa sikap dan
tindakan menghambat proses pencapaian tujuan organisasi, maka dipastikan konflik
bersifat disfungsional karena itu perlu ada pendekatan manajemen konflik sehingga
konflik yang mengarah pada tindakan negative dapat diarahkan menjadi optimal
sesuai dengan harapan organisasi.

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 8


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Konflik dapat berpengaruh positif atau negative terhadap kinerja organisasi begantung
pada sifat konflik dan pengelolaan yang dilakukan. Dengan demikian, manajemen konflik
menjadi salah satu strategi penting bagi peningkatan performansi kerja dan produktivitas
organisasi.

Pemahaman terhadap berbagai konsekuensi yang dapat ditimbulkan oleh adanya konflik di
dalam organisasi, tidak terlepas dari model pendekatan yang digunakan dalam mengelola
konflik. Pimpinan harus menyadari adanya perbedaan jenis-jenis konflik dan sebagai
konsekuensinya pemilihan pendekatan dalam pengelolaan konflik juga berbeda bergantung pada
permasalahan yang timbul.

Konflik dapat berpengaruh terhadap performansi kerja karena konflik itu sendiri
merupakan energi yang dapat menggerakkan anggota organisasi dalam mencapai tujuan. Konflik
yang menjadi kekuatan adalah konflik yang bersifat fungsional artinya konflik yang mengangkat
isu tentang persoalan-persoalan yang menghambat organisasi.diketahuinya masalah-masalah
yang terjadi dan selanjutnya dicari solusi, maka menjadikan konflik berdampak pada perbaikan
kinerja kelompok. Akan tetapi sebaliknya apabila konflik yang terjadi berupa sikap dan tindakan
menghambat proses pencapaian tujuan organisasi, maka dipastikan konflik bersifat disfungsional
karena itu perlu ada pendekatan manajemen konflik sehingga konflik yang mengarah pada
tindakan negative dapat diarahkan menjadi optimal sesuai dengan harapan organisasi.

Dampak konflik terhadap performansi kerja dan produktivitas organisasi| 9

Anda mungkin juga menyukai