Anda di halaman 1dari 104

OCT

29

Makalah Marketing Public Relation


Di susun Oleh: Kelompok I
1. Saifuddin
2. Khairul
3. Safrizal
4. M.Razi
5. Eka Samsuar
6. Abdul Qadir Jailani
7. Nasruddin
8. Indra Yani
9. Syahkubat
10. M. Sabar

BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang
Perusahaan/organisasi menggunakan metode hubungan masyarakat (public relations) untuk menyampaikan pesan dan mencipta sikap,
citra dan opini yang benar. Hubungan masyarakat (humas) merupakan salah satu alat promosi / komunikasi yang penting. Selama ini,
humas tidak lebih dari alat promosi / komunikasi yang paling sedikit digunakan, tetapi alat ini memiliki potensi besar untuk membangun
kesadaran dan frekuensi di pasar, untuk memperkuat kembali posisi produk, dan untuk mempertahankan produk.
Hubungan masyarakat (humasa) sering disamakan dengan publisitas. Padahal, publisitas itu hanya merupakan bagian dari hubungan
masyarakat. Publisitas merupakan aktivitas perusahaan yang dirancang untuk memicu perhatian media melalui artikel, editorial dan berita
baru yang diharapkan dapat membatu memelihara kesadaran, cara pandang dan citra yang dipikirkan masyarakat terhadap perusahaan
menjadi tetap positif. Publisitas dapat digunakan dengan manfaat tunggal, mislanya meluncurkan produk baru atau mengurangi opini
negatif yang terjadi. Publisitas dapat pula digunakan untuk manfaat ganda, misalnya memperbaiki beberapa aspek dalam aktivitas
perusahaan/organisasi.
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting
organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara
yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif. Oleh karena itu, disini kami
akan membahas sedikit tentang ”marketing public relation”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Marketing Public Relations (MPR)

Barangkali Anda sudah mengenal istilah “marketing” atau yang dikenal dengan ”pemasaran”. Kata ini sering kali kita dengar dalam dunia
bisnis atau ekonomi. Marketing sangat diperlukan agar produk laku di pasaran. Pengertian umum ”marketing” adalah proses sosial dan
manajemen dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dari orang lain, melalui suatu proses
pemberian atau
pertukaran sesuatu yang bernilai.

Begitu pula dengan Public Relation atau ”PR”, kata ini pun sering kita lihat dalam struktur organisasi dunia usaha. Biasanya unit ”PR”
mempunyai tugas menjadi ”corong” agar citra organisasi tetap baik dan menjadi ”mediator” antara kepentingan klien dengan perusahaan
atau badan usaha. Pengertian public relation adalah usaha untuk mengembangkan citra atau image terbaik bagi suatu lembaga,
organisasi, perusahaan dan produk atau pun layanan terhadap masyarakat. Membangun citra organisasi sangat penting karena
berdampak pada kelangsungan organisasi atau perusahaan tersebut.

Lalu bagaimana bila kedua kata digabungkan, secara prinsip arti kedua kata tersebut tidak hilang, yaitu satu sisi berarti memasarkan dan
satu sisi lain berarti menjadi alat ”corong” atau publikasi kepada masyarakat. Dalam pemasaran salah satu bagian terpenting adalah
mewujudkan produk atau layanan kita berkualitas yang berarti produk atau layanan sesuai kebutuhan klien, cepat, dan memuaskan.
Secara sederhana marketing public relation berarti kegiatan public relation yang didesain untuk mendukung tercapainya tujuan
pemasaran (marketing).
Definisi dari wikipedia
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk
(product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja
dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga
dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan
membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang
humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-
upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan
program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of
Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni

1. Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
2. Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
3. Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan
Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan
pengaruh, informative, persuasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun
yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra
dan identitas suatu perusahaan.

B. Tugas-tugas Marketing Public Relations


1. Tugas Pokok

 Merencanakan alat / media sosialisasi yang up to date mengikuti tuntutan dan kebutuhan dinamika yang ada di masyarakat
 Merencanakan Tehnik, Taktik dan strategi pemasaran yang efektif dan produktif yang nantinya digunakan untuk mensosialisasikan
program yang dibuka lembaga kepada publik / khalayak ramai.
 Meramalkan / Forcasting produk pemasaran dan / media sosialisasi lembaga
 Memproduksi alat pemasaran (brosur,famlet,spanduk,dan alat-alat pemasaran yang lain yang akan digunakan sebagai alat sosialisasi).
 Mencari data dan memetakan pangsa pasar ( Sekolah, PT, lembaga ; swasta maupun negeri dan DUDI ) yang akan digunakan sebagai
target obyek pemasaran atau sosialisasi.
 Mengajukan dengan proaktif atas surat / ijin / proposal tawaran kerjasama dengan lembaga swasta maupun negeri termasuk DUDI untuk
bekerjasama dalam rangka sosialisasi lembaga
 Merencanakan saluran distribusi dan implementasi distribusi alat pemasaran / media sosialisasi yang lainnya kepada obyek pemasaran /
kalayak ramai / publik
 Merencanakan jadwal waktu prog. pemasaran secara kontinyu dan sekaligus realisasi di lapang sesuai target segmentasi pasar sebagai
dasar pembuatan brosur / media publikasi / sosialisasi program intensif dan program 1 tahun
 Menginventarisir dokumen dan semua bentuk dan jenis media publikasi / alat pemasaran sebagai dasar koreksi / bahkan pertimbangan /
referensi / acuan selanjutnya.
 Membuat dokumentasi dan grafik atas trend – trend hasil program pemasaran / sosialisasi lembaga ( rekruting peserta didik, media / alat
sosialisasi dll )
 Membuat laporan atas hasil program pemasaran / sosialisasi yang mencakup segmentasi pasar, jenis dan kuantitas media publikasi, dan
alokasi waktu termasuk didalamnya target anggaran dengan perolehan peserta didik secara periodik dan kontinyu.
 Menindaklanjuti setiap proposal penawaran kerjasama dari berbagai institusi lain yang telah mendapat ACC dari Kabag. Humas dan
Pemasaran berdasarkan kesepakatan ke-2 belah pihak dan tetap menjaga keharmonisan hubungan ke –2 institusi.
 Memantau dan secara simultan menindaklanjuti secara administratif “ rekapitulasi hasil “ atas berbagai angket / quisioner / form
pendaftaran mengenai “ asal sumber informasi kursus – program “ yang di isi oleh calon peserta didik di lingkungan lembaga.
2. Tugas Tambahan

 Mengevaluasi dan selalu memantau hasil pemasaran yang sedang berjalan, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
keputusan atau kebijakan yang akan diambil.
 Membuat rencana anggaran belanja yang akan digunakan pada bagian pemasaran/marketing untuk disampaikan kepada Kabag. Humas
dan Pemasaran
 Mengerjakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pekerjaan marketing yang diperintahkan oleh Kabag. Humas da Pemasaran

C. Peranan Marketing Public Relations


Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu :

1. Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
2. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.
3. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif
4. Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)
5. Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk ( pre-project selling) yang akn diluncurkan serta mampu bersaing di
marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya
6. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of
satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering and finally
concumming it”.
Sementara itu dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations berperan untuk :

 Menumbuhkembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya
saling pengertian bagi kedua belah pihak.
 Membina hubungan positif antar karyawan (employee relations) dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan
tumbuh corporate culture yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja serta profesionalisme tinggi serta memiliki sense of belonging
terhadap perusahaan dengan baik.

Untuk merealisasi tujuan dan peranannya dengan baik, Marketing Public Relations diwujudkan dengan berbagai program komunikasi
seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Mulai dari komunikasi lisan tulisan, komunikasi cetak (majalah, press release, brosus), sampai
komunikasi elektronik melalui radio, internet maupun televisi.

D. Strategi Marketing Public Relation


Personal Selling adalah bagian dari Strategi marketing perusahaan yang merupakan langkah konkret dalam membangun penjualan
langsung dan bertujuan bertemu dengan masyarakat. Dalam kaitan ini sang sales atau pelaku marketing mempunyai kesempatan untuk
secara langsung mengetahui sejauh mana produk atau layanan direspon secara cepat oleh masyarakat entah itu dalam bentuk penolakan
atau persetujuan membeli.
Strategi marketing yang perfect tentu sudah membekali tim yang secara langsung dalam proses personal selling dengan antisipasi
lapangan dan taktik membujuk yang relevan, sopan dan efektif. Namun masyarakat tetap saja boleh menolak, karena secara umum
budaya, kemampuan dalam masyarakat mampu mempengaruhi keputusan
Di bawah ini ada 5 alasan utama kenapa masyarakat menolak produk atau layanan anda:

1. 1. Harga
Harga merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan penolakan sebuah produk. Memang harga bisa dikompromi, secara
umum kompromi ada 2, pertama kompromi teradap harga, wujudnya diskon, namun diskon bukanlah faktor utama pelangkap harga.
Kedua pola pembayaran, kredit 1. Sd 3 kali atau 1.sd 3 bulan,merupakan bentuk toleransi terhadap harga, dan secara umum kredit 3
bulan dari sisi perusahaan mungkin tidak secara langsung mengurangi harga, namun secara perputaran uang sebenernya menambah
beban efektitas perputaran modal, return of investment. Selain harga juga dipengaruhi oleh 4 faktor lainnya

1. 2. Loyalitas pada pemasok lama


KEtika dalam proses penawaran yang bersifat personal selling, maka uji coba produk langsung merupakan langkah yang baik dalam
strategi memarketing kanproduk. Karena masyarakat terkadang lebih nyaman dengan pemasok lama yang proses transaksi terbukti
dalam sekian waktu. Loyalitas terhadap pemasok lama merupakan tantangan yang nyata saat ini, kecuali barang adalah benar-benara
baru dan belum lama diketahui oleh masyarakat. Strategi lain dilapangan berikut kejutan, bahwa anda sebagai pemasok kedua tetap
dapat memberikan layanan sebaik pemasok sebelumnya plus bonus yang ditambahkan, bonus tidak harus uang.

1. 3. Tak mampu membuat keputusan


Sales yang paham betul akan kaedah-kaedah personal selling sangat memahami bahwa ketika menawarkan kepada masyarakat sering
terjadi penolakan sesaat karena tidak mampunya calon pelanggan untuk memutuskan, untuk itu jangan terlalu memaksa, dan ada kesan
mengejar, cobalah dengan mencari tahu kemungkinan pelaung pertemuan kedua, ketiga baik dengan mengkoleksi no hp,email, alamat
rumah dan sahabatnya.

1. 4. Faktor Produk yang kurang kompetitif


Banyak produk yang ditawarkan ke masyarakat adalah produk inovasi yang hebat, namun bukan produk yang sesuai dengan keinginan
masyarakat. Produk yang hebat adlah produk yang mampu bersaing saat ini dank an dating, kenapa karena tolak ukur kompetensi barang
di era sekarang adalah pembuktian, visualisasi dan penjelasan teknis. Untuk itu jika produk anda masih baru atau belum popular, maka
pahamilah kualifikaasi teknis dan speknya, agar dengan memahami 2 hal tersebut mampu jadi alas an untuk membujuk, selain dari fisik
barang tersebut. Misal produk obat herbal, bahwa anda paham ganggang di Afrika adalah yang terbaik karena steril dan jauh dari
pemukiman,sedang ganggang Indonesia kurang steril. Dari ruang kontroversi itu ketika anda menjual obat dari bahan ganggang,maka
sales sudah mempunyai 2 senjata, dan kondisi akan berbeda jika hanya mengetahui bsatu hal yaitu bahwa ganggang Afrika adalah yang
terbaik. Produk yang kurang kompetitif, bisa dikamuflase dengan faktor lain yang kompetitif walau itu sekedar informasi tambahan.

1. 5. Tidak menyukai perusahaan, sistem dan penjualnya


Ketika sebuah perusahaan menerapkan strategi marketing dengan memproduksi susu yang berbeda-beda sampai 5 produk susu, maka
ketika salah satu produk bermasalah dan terbukti membuat masyarakat resah maka kemungkinan 4 produk lainnya akan memancing
respon dari masyarakat, dan bisa saja respon itu negative, takut memkonsumsi 4 lainnya.
Contoh lain, istri saya suka sekali dengan produk herbal tapi paling tidak suka jika membeli lewat rantai MLM karena selain strategi bisnis,
strategi marketingnya lewat sistem tertentu, juga penjualnya belum tentu paham betul akan penyakit. Paham tentang produk obat mungkin
bisa, namun terhadap penyakit tidak semua bisa mengkorelasikan antara penyakit yang komplek dengan produk yang statis terbukti
distributor satu dengan yang lain bisa berbeda rekomendasinya walau hanya untuk satu penyakit yang sama.

Oleh karena itu, strategi yang baik dalam marketing public relation adalah:

 Menetapkan tujuan pemasaran


 Memilih pesan dan sarana humas yang tepat
 Menerapkan rencana MPR
 Mengevaluasi hasil MPR

Kiat-kiat utama MPR:

 Publikasi: advertorial, newsletter, dll


 Special event: exhibition, sponsorship, competition, dll
 Social relations, community relations
 Corporate identity, dll

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting
organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara
yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif.
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk
(product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja
dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga
dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-
program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan
melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan,
keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan
membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang
humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-
upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Diposting 29th October 2009 oleh Admin
Label: Makalah

0
Tambahkan komentar

Abdjay Palanuwee
Selamat Datang di Blog Resmi Abdul Qadir Jailani. Blog ini

merupakan mediator yang berfungsi sebagai sarana publikasi

hasil-hasil karya yang tidak tersalurkan. selain itu, juga berfungsi

sebagai kearsipan pribadi.

1.
MAR

22

Memahami Persoalan Demokrasi Lokal pada Pemilukada Aceh 2012


Oleh: Abdul Qadir Jailani*
Mengamati dinamika politik sepanjang tahapan Pemilukada Aceh 2011-2012 yang telah ditetapkan KIP Aceh merupakan hal yang
sangat menarik untuk diulas, terlebih jika dilihat dari sisi untuk membangun demokrasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai
pemilik kedaulatan tertinggi yang mampu menjelma sebagai “Suara Tuhan”.
Demokrasi lokal yang berkembang di Aceh memiliki keunikan tersendiri dengan daerah lain di Indonesia. Perbedaan tersebut
didasari karena adanya regulasi khusus yang mengatur Aceh secara formal. Akan tetapi, meskipun sudah menjadi pengetahuan umum
jika demokrasi diartikan sebagai sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat; namun dalam menciptakan
pemerintahan yang demokratis tersebut, rakyat tetap mendapat hak yang sama, yaitu diberikan hak politik untuk merekrut pejabat publik
secara berkala setiap lima tahun sekali melalui sebuah agenda yang populer dengan sebutan pesta demokrasi.
Perwujudan pesta demokrasi yang bebas dari kekerasan, teror, intimidasi, ancaman dan tawar-menawar politik menjadi “mimpi
terliar” dalam menjaga nilai-nilai demokrasi yang membatasi kekerasan sampai minimum. Memanasnya tensi keamanan saat pemilukada
ikut menjadi preseden buruk terhadap kewajaran adanya diversity antar golongan yang harus disikapi secara damai demi menjamin
tegaknya keadilan.
Proses pergantian pimpinan daerah secara periodik dalam Pemilukada Aceh 2012 menjadi tantangan terberat setelah terjadi
pertikaian antar elit politik Aceh yang diikuti adanya penembakan secara brutal oleh orang yang tak dikenal terhadap warga sipil.
Rangkaian peristiwa berdarah ikut menyumbangkan kegalauan hingga ke tingkat nasional, beberapa pejabat pusat “dipaksa” untuk ikut
andil dalam mencari solusi alternatif agar eskalasi kekerasan menurun dan perseteruan antar elit politik Aceh yang merajuk dan
bersikeras tentang keabsahan penyelenggaraan pemilukada dapat diselesaikan.
Kausalitas terjadinya polemik elit didasari karena adanya disparitas dalam memahami landasan yuridis penetapan tahapan
Pemilukada Aceh oleh KIP dan pembahasan materi muatan tentang calon perseorangan serta penyelesaian sengketa pemilukada di
dalam qanun yang berlangsung alot. Setelah dilakukan loby yang begitu panjang, Putusan MK yang menolak gugatan Mendagri untuk
Pemilukada Aceh dianggap sudah menyelesaikan persoalan meskipun tidak menyentuh substansi masalah, namun berimplikasi luas
terhadap tahapan pemilukada yang sedang berjalan dengan memerintahkan pembukaan pendaftaran calon kembali. Terkesan seperti
sebuah manuver politik yang memaksakan kehendak dengan mencari celah hukum untuk menjegal lawan politik.
Sederetan kasus kekerasan yang belum terungkap sepanjang tahapan Pemilukada Aceh 2012 masih menjadi misteri bagi pihak
keamanan dibalik komitmen para kandidat untuk menyukseskan pemilukada secara damai (apakah kekerasan mempunyai korelasi
dengan pemilukada atau hanya sebatas kriminal murni), namun peristiwa pemberondongan rumah calon kepala daerah dan kekerasan
yang dialami tim sukses pasangan calon beberapa waktu lalu memungkinkan dijadikan asumsi bahwa kekerasan tersebut erat kaitannya
dengan pemilukada.
Realita yang kontras dengan komitmen tersebut membuat masyarakat berada pada posisi yang dilematis. Bahkan berkembang
rumor di tengah masyarakat jika calon tertentu tidak dimenangkan, maka Aceh dipastikan akan kembali berdarah. Ironis memang, boro-
boro berharap mendapat “kesejahteraan musiman” untuk meningkatkan kesehatan ekonomi seperti yang lumrah terjadi, yang ada malah
semacam diberi sistem peringatan dini, “Awas! Salah dukung dapat menyebabkan kerugian materil, bahkan kematian!”. Hal tersebut tentu
saja dapat membuat masyarakat antipati untuk menjadi konstituen, karena budaya politik yang dikembangkan hanya monoton pada
stadium untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan.
Minusnya etika politik para kandidat dengan tim suksesnya untuk bertarung secara fair dalam setiap ajang pemilihan membuat
demokrasi berada pada tataran deformasi. Lukisan masa lalu warisan politisi terdahulu yang sering mengumbar janji tanpa realisasi ikut
mewarnai tingkat kepercayaan publik yang makin merosot dan berdampak pada tingkat partisipasi publik yang kian menurun sejalan
dengan banyaknya pemilih yang apatis dengan tidak berkontribusi untuk memberikan hak pilih aktifnya. Berdasarkan data yang dirilis KPU
Pusat, angka partisipasi masyarakat dalam pemilu mengalami penurunan yang signifikan. Pada pemilu tahun 1999 mencapai 90%, pemilu
2004 turun hingga 84%, dan pada pemilu 2009 hanya 71% (www.kpu.go.id). Khusus di Aceh, pada pemilu tahun 2004 mencapai 94%,
pilkada 2006 84%, dan pilpres 2009 hanya 77% (atjehpost.com).
Melihat perkembangan demokrasi yang sedemikian rupa, maka dapat dipahami bahwa berdasarkan atas dasar prinsip ideologi,
demokrasi lokal yang berkembang di Aceh menyerupai bentuk Demokrasi Proletar yang berhaluan marxisme-komunisme, yaitu sebuah
pencapaian tujuan yang dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Kranenburg, demokrasi proletar lebih mendewa-dewakan
pemimpin. Sementara menurut Miriam Budiardjo, komunis tidak hanya merupakan sistem politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup
yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Negara (pemerintah) merupakan alat untuk mencapai komunisme. Kekerasan dipandang sebagai
alat yang sah (Budiyanto, 2000).
Berdasarkan uraian tersebut, setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi persoalan dalam membangun demokrasi lokal di
Aceh dengan partisipasi masyarakat di dalamnya, diantaranya adalah etika dan budaya politik peserta pemilukada, penggunaan
instrumen kekerasan dalam mecapai tujuan, serta tingkat patisipasi publik yang semakin menurun. Fenomena klasik ini menjadi syndrome
yang selalu menggerogoti kehidupan berdemokrasi.
Mengatasi permasalahan tersebut, merupakan langkah elegan yang harus diperhatikan dalam membangun demokrasi adalah
menjaga nilai-nilai demokrasi itu sendiri agar berjalan sesuai dengan koridornya. Selanjutnya kontestan mempunyai kesadaran dan
kedewasaan berpolitik yang matang sebelum terjun ke panggung untuk menyalurkan hak pilih pasifnya.
Setiap kandidat pasti memiliki rasa optimistis untuk menang dalam pemilukada, karena hal itulah yang memotivasinya untuk maju
sebagai kontestan. Akan tetapi, hadirnya rival dalam perhelatan tersebut memberikan konsekwensi adanya pemenang dan yang kalah.
Untuk itu, diperlukan keikhlasan hati para kandidat dalam menerima kekalahan secara lapang dada.
Menciptakan figur calon pemimpin yang mau dan mampu menerima kekalahan secara sukarela memang bukan hal yang mudah.
Butuh keselarasan antara ilmu dan keyakinan untuk memahami problema tersebut. Oleh karena itu, kombinasi antara pendidikan umum
dan pendidikan agama dirasa sangat mendesak diberlakukan sebagai pra syarat untuk maju sebagai kandidat, minimal berpendidikan
tinggi untuk umum dan mampu menjadi khatib di mesjid untuk pendidikan agama. Gagasan tersebut diharapkan mampu mengeliminasi
etika dan budaya politik yang amoral, membentuk kepribadian calon pemimpin yang bertanggungjawab antara ucapan dan tindakan,
sehingga tidak melahirkan pemimpin yang hipokrit. Selain itu, juga mampu untuk menyahuti tantangan global dan pendangkalan akidah.
Dengan kata lain, ketika seseorang menyatakan diri telah siap menjadi pemimpin Aceh, maka harus siap pula menjadi pemimpin umat.
Menyikapi kekerasan sebagai instrumen untuk mencapai kekuasaan, para kandidat dan tim suksesnya hingga ke akar rumput
diharapkan bisa membaca, memahami dan mematuhi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam proses pergantian
pimpinan daerah tersebut. Paradigma berpikir harus diubah dan tertanam di benak bahwa penggunaan kekerasan bukan hanya dapat
membunuh jiwa manusia, akan tetapi juga dapat “membunuh” reputasi, menaburkan benih-benih kebencian antar sesama yang pada
akhirnya gagal mendapat simpati dan legitiminasi rakyat. Pihak keamanan juga harus bekerja maksimal melakukan langkah-langkah
persuasif untuk mengatasi kekerasan baik secara preventif maupun represif, sehingga kekerasan bisa diminimalisir sampai batas
minimum.
Menanggapi persentase pemilih yang terus menurun sepanjang pemilihan memang bukan hal yang mudah untuk dicarikan
solusinya, karena tingkat partisipasi pemilih merupakan variabel dependen yang berkorelasi langsung dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat melalui kepercayaan yang telah diamanahkan pada pemimpin untuk mengelola daerah. Stigma yang berkembang di
masyarakat sudah terlanjur menjadi bentuk statis bahwa siapapun yang telah terpilih menjadi pemimpin kelak, maka akan dengan mudah
mengidap gejala amnesia, terlebih jika sudah terbelit dengan masalah hukum.
Langkah yang masih memungkinkan dilakukan untuk merubah mindset masyarakat tersebut adalah dengan membangun
komunikasi politik yang lebih intens, kemudian merumuskan berbagai kepentingan masyarakat menjadi sebuah kebijakan pemerintah
yang mampu mendongkrak tingkat kesejahteraan hidup masyarakat banyak. Peran serta berbagai pihak dalam menyosialisasikan
pentingnya memilih bagi masyarakat juga harus terus digalakkan. Pendidikan pemilih juga merupakan elemen yang sangat krusial agar
masyarakat tidak terjebak pada doktrin yang sesat lagi menyesatkan. Semoga saja dengan langkah tersebut dapat menimbulkan
kesadaran dalam diri masyarakat, bahwa baik buruknya pemerintahan yang akan datang merupakan hasil dari partisipasinya dalam
menentukan pilihan, termasuk dengan sikap apatis yang golput sekalipun. Oleh karena itu, masyarakat harus memilih calon pemimpin
yang terbaik sesuai hati nuraninya, namun jika masih ragu dalam menentukan pilihan, maka mintalah petunjuk-Nya melalui shalat
istikharah. Salam.

* Penulis adalah Alumni FISIP Unimal

Data Terkait:
1. KPU SUSUN PEDOMAN UMUM PENINGKATAN PARTISIPASI
MASYARAKAT (http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6821&Itemid=1)
2. Seringan Kepul Asap kopi (http://atjehpost.com/read/2012/01/04/771/3/3/Seringan-Kepul-Asap-Kopi )

Diposting 22nd March 2012 oleh Admin


Label: Opini

0
Tambahkan komentar
2.
APR

SKRIPSI: IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH


IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH
(Studi Kasus Bobolnya Kas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Oleh :

ABDUL QADIR JAILANI


060210025

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
LHOKSEUMAWE
2011

IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH


(Studi Kasus Bobolnya Kas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara)

Oleh:

ABDUL QADIR JAILANI


060210025
Telah dipertahankan di depan penguji
Pada tanggal 18 Januari 2011
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

FAUZI, S.Sos., MA NUR HAFNI, S.Sos., MPA


NIP: 1968 0506 2002 1210 02 NIP: 1982 0615 2006 0420 01

PENGUJI :

1. TI AISYAH, S.Sos., MSP : ( )


2. FERIZALDI, SE., M.Si : ( )

Bukit Indah, 27 Januari 2011


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Malikussaleh
Dekan,

FAUZI, S.Sos., MA
NIP: 1968 0506 2002 1210 02

SURAT PERNYATAAN ORSINILITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Abdul Qadir Jailani
Nim : 060210025
Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Perguruan Tinggi : Universitas Malikussaleh
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar dibuat oleh penulis sendiri dan orisinil belum pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam skripsi ini semua atau sebagian isinya terdapat unsur-unsur plagiat, maka saya bersedia skripsi ini digugurkan
dan gelar akademik yang saya peroleh dapat dicabut/dibatalkan, serta dapat diproses sesuai peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dan ditandatangani dalam keadaan sadar tanpa tekanan/paksaan oleh siapapun.
Bukit Indah, 27 Januari 2011
Yang Menyatakan,

ABDUL QADIR JAILANI


NIM: 060210025

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba mengkaji implikasi korupsi yang menyebabkan defisitnya anggaran Daerah Kabupaten Aceh Utara tahun 2010
pasca bobolnya kas daerah pada Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat, terhadap pembangunan daerah, dan upaya yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk mengatasi defisitnya anggaran daerah tahun 2010. Pendekatan penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Keseluruhan data yang
didapat dianalisis dengan cara direduksi (reduction), kemudian disajikan (display) agar mudah dipahami dan ditemukan kesimpulannya
(conclution). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikasi korupsi yang menyebabkan defisitnya anggaran daerah tahun 2010 pasca
bobolnya kas daerah pada Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat, menimbulkan dampak yang sangat kontraproduktif terhadap
pembangunan daerah, yaitu tingkat pencapaian program prioritas pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) Kabupaten Aceh Utara Tahun 2010 menjadi tidak maksimal; pemangkasan sejumlah program dan kegiatan
pembangunan daerah yang sebelumnya termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) murni tahun 2010 pasca
ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Perubahan (APBK – P) tahun 2010; dan terjadi pengurangan plafon
anggaran program dan kegiatan pembangunan di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sedangkan upaya yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk mengatasi defisit anggaran tersebut adalah dengan melakukan restrukturisasi birokrasi berupa
penyederhanaan jumlah dinas dan lembaga teknis daerah menjadi 16 dinas dan 13 lembaga teknis dari 19 dinas dan 13 lembaga teknis
daerah sebelumnya; menunda pelaksanaan program/kegiatan pembangunan yang sifatnya bukan rutin dan yang sifatnya berhubungan
dengan pihak ketiga; mencari pendapatan tambahan dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Pusat yang akan digunakan untuk
menutupi plafon anggaran pada pos anggaran Sekretariat Daerah dalam program penyelenggaraan pemerintahan mukim gampong; tidak
merekrut pegawai formasi tahun 2010 karena dikhawatirkan akan membebani APBK menjadi bertambah defisit; serta meningkatkan
sumber-sumber pendapatan daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah seperti
dana bagi hasil pajak.

Diposting 6th April 2011 oleh Admin


Label: Skripsi

3
Lihat komentar
3.
NOV

15

Konsep Pembangunan
Konsep Pembangunan
Oleh: Abdul Qadir Jailani*
Pengertian Pembangunan
Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam pembangunan, sehingga pembangunan tidak dapat
dilihat dari satu sudut pandang. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak
faham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak, sehingga hampir
tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: “Inilah dia
pembangunan itu.”
Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan dijelaskan dengan cara yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau faktor yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi
lebih dominan, sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat dilihat dari intensitas atau
fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui transformasi struktural ataukah tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya
juga dapat dilihat pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi kewenangan dalam pengelolaannya diantara
tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan
sumber daya tersebut, tingkat lokal, regional, atau nasional. Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang
berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian pada sumber daya alam dan sumber daya
manusia, sedangkan perspektif yang lain disamping kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali, mengembangkan dan
mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut juga dengan modal sosial atau energi sosial. Bahkan dalam masing-masing
perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia juga dapat dijumpai pandangan dan perlakuan yang berbeda. Disatu pihak
dijumpai perspektif yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang dapat digerakkan dan
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan dilain pihak melihatnya sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu
sendiri.
Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap
sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir.
”Development is not a static concept. It is continuously changing“, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai “never
ending goal”. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu
proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi
bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”, dan proses
emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan
(Tjokroamidjoja dan Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009).
Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. Dalam tulisan-tulisan mengenai pembangunan tersebut, pengertian-
pengertian seperti modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural biasanya
selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi pembangunan. Namun demikian, menurut para ahli, istilah tersebut di atas terasa kurang
sesuai dengan yang sesungguhnya dimaksud dengan pembangunan. Frey dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa
pengertian pertumbuhan (growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun dengan istilah westernisasi yang
terasa bersifat parokial (sempit wawasannya).
Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan diartikan sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan
sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun kedua
pengertian istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi, atau lebih mencakup seluruh
proses analog dan seiring dengan itu, dalam masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari
keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial (Seers dalam Zulkarimen
Nasution, 2004 Menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution (2004).
Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan
perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation building).

Karakteristik Pembangunan
Berdasarkan beragamnya pengertian pembangunan di atas, maka karakteristik pembangunan dapat dilihat dari perkembangan
paradigma pembangunan yang berlangsung dari waktu ke waktu. Berikut ini merupakan paradigma yang aktivitas
pembangunannya didasarkan pada tiga karakterstik, yaitu integral, universal, dan partisipasi total (patriotproklamasi.blogspot.com).
Karakteristik pembangunan integral mengandung arti bahwa program pembangunan disatu sektor tidak bisa dipisahkan dengan
pembangunan disektor lain. Pembangunan ekonomi misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas,
pembangunan politik yang adil dan jujur serta bersih dari penyimpangan, pembangunan hukum yang berkeadilan, pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bertumpu pada kekuatan sendiri, serta pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Dalam Paradigma
ini, karakteristik pembangunan yang bersifat integral akan meniadakan ketimpangan pembangunan antara ekonomi fisik yang dominan
(mercusuaris) dengan pembangunan sumber daya manusia, ilmu pengetahun dan teknologi, kemandirian, serta sosial budaya.
Karakteristik pembangunan universal memberikan pengertian bahwa aset-aset pembangunan haruslah dipergunakan untuk
kepentingan lintas generasi, lintas teritorial, dan bahkan lintas kehidupan (dunia akhirat). Lintas generasi berarti harus berkelanjutan
(sustainable), jangan sampai pembangunan sekarang menyebabkan terpuruknya generasi-generasi yang akan datang. Mungkin
pembangunan telah mengabaikan hal ini, pembangunan-pembangunan fisik yang gegap gempita di masa lalu membuat generasi
sekarang menderita lantaran pembiayaannya melalui utang. Lintas teritorial maksudnya adalah bahwa pembangunan disuatu tempat tidak
menyebabkan tempat lain terlantar atau bahkan terkena dampak negatifnya. Dalam paradigma ini, terdapat pula visi pemerataan
pembangunan dan pembangunan yang ramah lingkungan. Sedangkan lintas kehidupan bermakna menginspirasikan pelaku-pelaku
pembangunan supaya berbuat sambil membangun pula akhirat yang lebih baik, aktivitas dalam hal ini merupakan ekspresi relijius.
Karakteristik pembangunan partisipasi total adalah bahwa pembangunan harus dilakukan oleh seluruh aktor pembangunan sesuai
perannya. Untuk itu, diperlukan pemberdayaan masyarakat agar mereka setara sebagai mitra pemerintah dalam merumuskan
kepentingan bersama. Kesetaraan ini tidak hanya dari segi kedudukannya tetapi juga kualitasnya, sehingga diperlukan pendidikan politik.

Ciri-ciri Pembangunan
Pada dasarnya, ciri-ciri pembangunan itu dapat dilihat dari pengertian pembangunan itu sendiri. Ciri-ciri pembangunan yang
dikemukakan disini adalah berdasarkan tujuh ide pokok yang muncul dari definisi pembangunan yang diberikan oleh Sondang P. Siagian
(2008), yaitu:
1. Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan
dan terdiri dari tahap-tahap yang disatu pihak independen akan tetapi dipihak lain merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa
akhir (never ending). Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu,
biaya, atau hasil tertentu yang diharapkan akan diperoleh.
2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan perkataan lain, jika dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terdapat kegiatan yang kelihatannya seperti pembangunan, akan tetapi tidak
ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, maka kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai
pembangunan.
3. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Seperti dimaklumi,
merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan.
4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan
suatu negara bangsa untuk berkembang dan tidak sekedar mampu mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya.
Perubahan mengandung makna bahwa suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi
yang berbeda dari jangka waktu tertentu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda itu dapat diprediksikan
sebelumnya atau tidak. Dengan perkatan lain, suatu negara bangsa yang sedang membangun tidak akan puas jika hanya mampu
mempertahankan status quo yang ada.
5. Pembangunan mengarah pada moderntias. Modernitas di sini diartikan antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik daripada
sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.
6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan perdefinisi bersifat multidimensional, artinya modernitas tersebut
mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahan dan
keamanan.
7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa, sehingga negara bangsa yang bersangkutan
semakin kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya.
Tujuan Pembangunan
Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan masyarakatnya dan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Siagian dalam Nawawi (2009), pada umumnya komponen yang dicita-citakan dalam keberhasilan pembangunan
adalah bersifat relatif dan sukar membayangkan tercapainya “titik jenuh yang absolut”, dan yang sudah tercapai tidak mungkin
ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial; kemakmuran yang merata; perlakuan yang sama dimata hukum; kesejahteraan material, mental,
dan spiritual; kebahagian untuk semua; ketentraman; serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini, maka masyarakat harus lebih
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang meliputi keterlibatan aktif, keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab, serta
keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat (Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).
Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-
harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal yang terbaik yang dapat
dibayangkan. Tujuan khusus (objectives) pembangunan adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian
sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret,
dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi
suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.

Visi dan Misi Pembangunan


Agar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang telah dituangkan dalam prioritas
pembangunan, maka visi dan misi pembangunan haruslah selaras dengan tujuan pembangunan, sehingga dapat menumbuhkan
komitmen pelaksana pembangunan untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan dalam proses kreatif dan intuitif. Visi adalah rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-
upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.
Agar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas, maka haruslah dapat menjawab pertanyaan ”dalam pembangunan apa
kita sekarang berada?”. Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan itu adalah:
8. Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan aktivitas pembangunan saat ini;
9. Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang sesungguhnya dicapai dengan apa yang ingin dicapai;
10. Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan arah dan pola organisasi di masa depan.
Visi yang hendak dicapai memerlukan penjabaran kegiatan yang selaras dengan visi tersebut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi
(2009), penjabaran dari kegiatan inilah yang disebut dengan misi. Untuk menyatakan misi tersebut, maka harus memuat antara lain:
11. Menentukan apa yang dicita-citakan organisasi;
12. Membedakan organisasi dengan organisasi lain;
13. Menjadikan kerangka untuk evaluasi aktivitas kini dan yang akan datang;
14. Menjamin kebulatan maksud dalam organisasi;
15. Menyediakan basis untuk memotivasi sumber-sumber organisasi;
16. Meyediakan standar untuk mengalokasikan sumber-sumber organisasi;
17. Menentukan sifat dan iklim bisnis yang diinginkan;
18. Menyediakan titik fokal untuk mengidentifikasikan tujuan dan arah organisasi;
19. Memungkinkan penerjemahan maksud organisasi ke da;am tujuan-tujuan yang cocok;
20. Memungkinkan penerjemahan tujuan ke dalam strategi dan aktivitas yang spesifik lainnya.

Model-model Pembangunan
Menurut Nawawi (2009), berdasarkan paradigma pembangunan yang berkembang (intergrating Development Paradigma) pada
empat dasawarsa pertama sejak awal 1950-an hingga sekarang, sedikitnya terdapat lima model-model pembangunan, yaitu: model saling
hubungan, model pertumbuhan, model pemerataan, model pembangunan manusia, dan model peningkatan daya saing.
Model saling hubungan adalah model pembangunan yang mempunyai relevansi antara paradigma administrasi publik dengan
paradigma pembangunan sosial ekonomi politik. Dalam model ini, tercatat perkembangan model-model pembangunan lainnya yang
mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara berkembang dan terbagi ke dalam tiga model, yaitu: (1) Model pertumbuhan
Gross Nasional Produk (GNP); (2) Model pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok; (3) Model pembangunan kualitas manusia.
Model pertumbuhan merupakan suatu model pembangunan yang sesuai dengan paradigma pertumbuhan yang melandasi strategi
pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP). Model ini beranggapan bahwa hal
tersebut dapat dicapai dengan menempuh industrialisasi dan penanaman modal secara “big push” dengan semangat modernisasi dan
superioritas. Untuk itu, maka peranan yang dilakukan adalah melakukan perencanaan dan langkah-langkah kebijakan guna petumbuhan
ekonomi yang diinginkan yang mempunyai sasaran pada adanya perubahan sosiokultural dan institusional, sehingga masyarakat memiliki
orientasi dan sifat-sifat “achievernent, universalism, dan fungtional specificity.
Model pemerataan dipandang sebagai pemerataan dalam berbagai aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan. Model ini
berawal pada pengembangan delivery service system yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi lokal dan
sektoral. Pemberantasan pengangguran dan ketidakmerataan merupakan tujuan eksplisit pembangunan dalam model ini. Hal tersebut
disebabkan karena mekanisme pasar terganjal oleh ketimpangan dalam pembagian pendapatan. Pembangunan yang berorientasi pada
pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk kesempatan kerja dan berusaha, air bersih dan perumahan, dipandang sebagai
strategi yang lebih baik, yang nantinya akan berdampak pada kemandirian dan keadilan sosial.
Model pembangunan manusia didasari pada paradigma manusia yang menekankan kegiatan dengan penuh tanggungjawab untuk
membangkitkan kesadaran dan kemampuan insani (Harmon dan Mayer dalam Nawawi, 2009) dan peningkatan sumber daya manusia,
baik secara individual maupun kolektif (UNDP dalam Nawawi, 2009). Korten sendiri menyebutkan jenis manajemen dan administrasi yang
cocok dalam rangka pelaksanaan model pembangunan kualitas manusia ini sebagai community based resource management.
Model peningkatan daya saing merupakan model pembangunan yang dilakukan melalui transformasi teknologi, peningkatan
kualitas sumber daya manusia, penguatan sistem informasi, modernisasi manajemen usaha, serta pembaruan kelembagaan, reinventing
goverment, banishing bureauracy, deregulasi dan debirokrasi, perkembangan ek-commece, e-goverment dan lain sebagainya, yang
secara keseluruhan mengacu pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang didukung oleh kemampuan dan keterampilan
profesional, interaksi budaya, dan kegiatan bisnis antar bangsa.

Konsep Pembangunan yang Ideal


Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada
dasarnya, pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan yang berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat, menurunkan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan berkeadilan sosial.
Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan dalam semua segi kehidupan dan penghidupan bangsa menuntut komitmen
seluruh komponen masyarakat. Idealnya, berdasarkan strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, semua
warga masyarakat turut menjadi “pemain” dan tidak ada yang sekedar menjadi “penonton”. Memang benar bahwa jenis, intensitas, dan
ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan, keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan
kesempatan yang dimiliki juga beraneka ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak menggunakan pendekatan
“elitist”, namun kelompok elit dalam masyarakat harus memberikan kontribusi yang lebih substansial dibandingkan dengan warga
masyarakat yang lain (Siagian, 2008).

Faktor Penghambat Pembangunan


Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan
pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga akselerasi (percepatan) pembangunan
disetiap negara tidak sama. Menurut Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), Faktor yang mempengaruhi pembangunan dan mempunyai
relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain:
21. Masyarakat yang masih tradisional;
22. Masyarakat yang bersifat peralihan;
23. Masyarakat maju (modern).
Menurut Didin S. Damanhuri (2010), berdasarkan problema empiris ekonomi politik dan pembangunan di negara-negara sedang
berkembang, faktor-faktor yang menjadi tantangan, masalah, dan hambatan dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat
dijadikan peluang atau ancamannya adalah:
24. Globalisasi;
25. Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan;
26. Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi;
27. Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi;
28. Utang luar negeri;
29. Lingkungan (ekologi);
30. Birokrasi.

*Penulis adalah mahasiswa FISIP Universitas Malikussaleh.

Referensi:
Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor:
PT. Penerbit IPB Press
Nasution, Zulkarimen. 2004. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nawawi, Ismail. 2009. Pembangunan dan Problema Masyarakat: Kajian, Konsep, Model, Teori, dari Aspek Ekonomi dan Sosiologi. Surabaya:
Putra Media Nusantara.
Proklamasi, Patriot. 2008. Karakteristik Pembangunan. http://patriotproklamasi.blogspot.com/2008/05/karakteristik-pembangunan.html

Siagian, Sondang P. 2008. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diposting 15th November 2010 oleh Admin
Label: Pembangunan

0
Tambahkan komentar
4.
MAR

19

DPRA: "Antara Realita dan Idealita"


DPRA: "Antara Realita dan Idealita"
Oleh: Abdul Qadir Jailani*

Kehadiran partai politik lokal yang ikut bertarung dan sekaligus keluar sebagai pemenang dalam pemilu legislatif tahun 2009 merupakan
tonggak baru sejarah perpolitikan di Aceh. Berjuta harapan dan impian rakyat Aceh disematkan kepada wakil rakyat terpilih sebagai
penyambung lidah untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat dan merumuskannya ke dalam program-program pembangunan daerah
yang pro rakyat.

Terpilihnya wakil rakyat tersebut merupakan tahap awal yang ikut memberikan andil untuk menentukan arah pembangunan Aceh hingga
lima tahun mendatang. Melalui fungsi anggaran yang dimilikinya, para legislator dapat mengalokasikan sejumlah anggaran untuk
mengeliminasi berbagai problema pembangunan seperti pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan, krisis listrik, dan lain sebagainya,
sehingga masyarakat lapisan bawah (grassroots), pinggiran (peripheris), dan pedesaan (rural communities) sebagai kelompok sasaran
pembangunan dapat diberdayakan dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi, dan demokratisasi.

Melalui fungsi legislasinya, para wakil rakyat juga dapat membuat Qanun Aceh yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk
menjalankan sejumlah agenda pembangunan yang tentu saja harus dituangkan terlebih dahulu ke dalam Program Legislasi Aceh
(prolega) sebagai dokumen penting yang memuat tentang qanun-qanun prioritas yang akan dibuat hingga lima tahun mendatang, baik
qanun organik maupun qanun non-organik dengan berdasarkan pada UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dan Qanun Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, serta peraturan perundang-undangan
lainnya yang relevan sebagai acuan yang memuat dasar hukum dan sistematika pembuatan produk perundang-undangan tersebut.

Mencermati realita yang terjadi saat ini, kita patut memberikan apresiasi kepada anggota parlemen Aceh karena dalam penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun 2010 setidaknya terdapat sedikit substansi yang cukup kontras
dengan APBA tahun 2009 lalu sebagaimana yang sempat dirilis media akhir-akhir ini. Perbedaan tersebut terletak pada bertambahnya
Anggaran Belanja Pembangunan sebesar Rp. 1 Trilyun dan adanya Dana Aspirasi sebesar Rp. 5 Milyar per anggota. Dana Aspirasi
tersebut dipergunakan untuk menyerap aspirasi konstituen di Daerah Pemilihan (dapil) masing-masing para wakil rakyat tersebut.

Hal ini tentu saja dapat membantu meningkatkan percepatan perkembangan pembangunan di dapil masing-masing, mengingat seringkali
terjadi ketimpangan anggaran pembangunan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, juga dapat berfungsi sebagai manuver
politik untuk menarik simpati dan empati konstituen karena hal tersebut terkesan merakyat, sehinga yang bersangkutan akan tetap dihati
rakyat pada pemilu legislatif periode mendatang.
Namun demikian, disisi lain kita patut mengurut dada karena efektivitas penyusunan RAPBA tahun 2010 tidak dapat berjalan maksimal.
Hal ini terlihat dari molornya penyusunan RAPBA sampai pada bulan maret 2010. Konsekuensi dari hal tersebut dapat memberikan
implikasi yang beragam pula.

Salah satu implikasi utama yang dapat memberikan dampak negatif terhadap RAPBA itu sendiri adalah penalti dari Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) berupa pemangkasan anggaran dana perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai sanksi apablila RAPBA tersebut disampaikan dengan tidak tepat waktu.

Implikasi lainnya adalah berpotensi menghambat daya serap anggaran pembangunan. Untuk penyusunan RAPBA saja menghabiskan
waktu selama lebih kurang tiga bulan. Apakah dengan sisa waktu selama sembilan bulan program-program pembangunan yang telah
dianggarkan dapat direalisasikan ke dalam tindakan nyata? Tentu saja dibenak kita akan timbul rasa pesimistis, mengingat pengalaman
tahun sebelumnya daya serap anggaran pembangunan dinilai lemah oleh beberapa pakar.

Poin ketiga yang tak kalah pentingnya yang dapat menjadi implikasi dari keterlambatan penyusunan RAPBA tersebut adalah fungsi utama
dari Lembaga Legislatif, yaitu sebagai lembaga yang menelurkan produk perundang-undangan berupa Qanun Aceh. Hal ini memang
terkesan aneh dan kontradiktif, namun jika dikaji lebih lanjut, maka hal tersebut adalah sesuatu yang logis dan esensial.

Pasca pelantikan sebagai wakil rakyat, anggota parlemen Aceh harus disibukkan dengan perseteruan pemilihan kursi pimpinan untuk
posisi wakil ketua III yang hingga saat ini masih kosong. Hal ini terjadi karena adanya dikotomi penafsiran tentang dasar hukum yang
mengatur posisi wakil rakyat tersebut, yaitu antara UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai lex
specialis dengan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai lex generalis. Akhirnya, polemik tersebut kandas
di Kementrian Dalam Negeri. Menurut Mendagri, Gamawan Fauzi, masalah tersebut harus didasarkan pada UU No. 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD karena di dalam UUPA tidak diatur secara eksplisit akan hal tersebut.

Memasuki tahun 2010, penyusunan RAPBA untuk dijadikan sebuah Qanun memakan waktu selama lebih kurang tiga bulan dan masa
kerja anggota dewan telah berjalan selama enam bulan, namun hingga saat ini belum ada satu pun Qanun Aceh yang disosialisasikan
kepada publik sebagai kinerja dari wakil rakyat tersebut selain penyusunan RAPBA.

Jika permasalahan ini terulang terus dari tahun ketahun, maka qanun-qanun yang dihasilkan anggota dewan tersebut selama lima tahun
mendatang akan dapat dihitung dengan jari. Sementara itu, qanun organik yang merupakan derivasi dari UUPA masih tersisa dan menjadi
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Belum lagi qanun-qanun organik dari UU lainnya, serta qanun-qanun non-organik yang krusial
dan mendesak.
Hal tersebut tentu saja mematahkan slogan "Meuseu koen geutanyoe soe loem, meuse koen jinoe pajan loem" menjadi bias, karena
kinerja anggota dewan sekarang dengan anggota dewan periode sebelumnya tidak jauh berbeda . Oleh karena itu, harapan kita semua
semoga anggota parlemen Aceh dapat memperbaiki kinerjanya dengan lebih baik lagi, sehingga dapat tercapai efektivitas dan efisiensi
kerja. Jadi, memiliki rasa optimistis saja tidak cukup, melainkan harus dimanifestasikan ke dalam aksi nyata yang riil dan konkret.

* Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Malikussaleh Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Diposting 19th March 2010 oleh Admin


Label: Opini

0
Tambahkan komentar
5.
NOV

18

TEORI MODERNISASI: Pembangunan Sebagai Masalah Internal


Teori modernisasi merupakan sebuah teori yang muncul karena adanya kenyataan kesenjangan kehidupan bernegara secara ekonomi
antara negara yang memproduksi hasil pertanian (negara agraris) dan negara yang memproduksi barang industri (negara industri) yang
menganut konsep pembagian kerja secara internasional. Konsep tersebut mendasarkan pada teori keuntungan komparatif yang di milili
oleh setiap negara, sehingga terjadi spesialisasi produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki.
Menurut konsep ini, antara kedua kelompok negara tersebut terjadi hubungan dagang dan keduanya saling di untungkan. Akan tetapi,
negara-negara industri menjadi semakin kaya jika di bandingkan dengan negara-negara agraris setelah beberapa puluh tahun kemudian,
sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan: "Apa yang menjadi penyebabnya?"
Teori modernisasi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam teori modernisasi, problema pembangunan seperti
kemiskinan di pandang sebagai permasalahan internal yang di sebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat dalam
negeri negara yang bersangkutan.

Selain teori modernisasi, juga terdapat teori struktural, yaitu teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai
penyebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan
negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori struktural ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya akan di sajikan teori yang termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi.

Teori-teori yang mewakili dan termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi tersebut adalah sebagai berikut:

(1). Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi


Teori dipelopori oleh ahli ekonomi pembangunan, yaitu Evsey Domar dan Roy Harrod. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan
ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Sedangkan yang menjadi masalah utama pembangunan adalah kekurangan
modal, tabungan, dan investasi. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mencari tambahan modal, baik yang
bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.

(2). Max Weber: Etika Protestan


Etika protestan merupakan sebuah jawaban yang ditemukan oleh weber terhadap kemajuan beberapa negara di Eropa dan AS dibawah
sistem kapitalisme. Ajaran ini menyatakan bahwa: seseorang sudah di takdirkan sebelumnya untuk masuk surga atau neraka. Dan untuk
mengetahui hal tersebut, maka indikatornya adalah keberhasilan di dunia. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di dunia, maka
hampir dapat di pastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti, dan begitupun sebaliknya. Sehingga, mereka
bekerja keras untuk meraih sukses di dunia demi kejelasan nasibnya di akhirat kelak. Sementara kekayaan material merupakan produk
sampingan yang tidak di sengaja. Inilah yang menjadi faktor utama munculnya kapitalisme menurut Weber. Oleh karena itu, peran agama
(etika protestan yang di arahkan secara positif mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

(3). David McClelland: Dorongan berprestasi atau n-Ach


Kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi atau the need for achievement atau yang lebih dikenal dengan sebuah simbol yang disingkat:
"n-Ach" merupakan sebuah konsep yang dicetuskan oleh David McClelland. Konsep ini di pengaruhi oleh pemikiran Max Weber tentang
Etika Protestan. David McClelland berpendapat bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap
terhadap pekerjaan tersebut. Untuk itu diperlukan n-Ach yang tinggi. n-Ach seseorang di anggap tinggi apabila seseorang tersebut
menunjukkan optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib dan tidak cepat menyerah. Kalau tidak, nilainya di anggap kurang
dan harus di tingkatkan. Untuk menumbuhkan n-Ach tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui keluarga. Oleh karena itu,
kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, maka dapat diharapkan masyarakat tersebut akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

(4). WW. Rostow: Lima Tahap Pembangunan


Menurut Rostow, pembangunan merupakan sebuah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yaitu dari masyarakat yang
terbelakang ke masyarakat yang maju. Hal tersebut mempunyai kejadian yang sama di setiap negara, baik di masa lalu, masa sekarang,
maupun masa yang akan datang. Walaupun terdapat variasi antara negara yang satu dengan negara lainnya, akan tetapi variasi tersebut
bukanlah merupakan perubahan yang mendasar dari proses ini, melainkan hanya berlangsung di permukaan saja. Proses pembangunan
tersebut di bagi kedalam lima tahap, yaitu:
1. Masyarakat Tradisional: belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
2. Pra kondisi untuk lepas landas: perubahan pola pikir masyarakat tradisional akibat dari intervensi masyarakat yang sudah maju, dan
bersiap-siap menuju proses lepas landas.
3. Lepas landas: ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
4. Bergerak ke kedewasaan: perkembangan industri melaju pesat, sehingga kegiatan ekspor-import menjadi seimbang.
5. Jaman konsumsi massal yang tinggi: tahap ini merupakan proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bisa
menopang kemajuan secara kontinyu.

Pada dasarnya, konsep pembangunan yang di cetuskan oleh Rostow ini hampir bersamaan dengan teori Harrod-Domar, yaitu
berhubungan dengan peningkatan tabungan dan investasi produktif setinggi mungkin. Hanya saja, Rostow lebih menitikberatkan pada
peran lembaga-lembaga non ekonomi seperti lembaga-lembaga sosial politik untuk mencapai tujuan. Dan titik terpenting dalam gerak
kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas. Untuk itu, hambatan-hambatan yang ada pada
masyarakat harus di hilangkan, sehingga terciptanya masyarakat yang dapat memerdekakan diri dari nilai-nilai tradisinya dan mulai
bergerak maju. Peran lembaga sosial politik tersebut di sebut faktor-faktor non ekonomi.

(5). Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor non ekonomi


Hoselitz menambahkan bahwa dalam menggerakkan lembaga-lembaga non ekonomi (lembaga-lembaga sosial politik) pada proses
pencapaian tahap lepas landas oleh Rostow, maka hal yang perlu di perhatikan adalah pembentukan kondisi lingkungan umum pada
tahap pra kondisi lepas landas.
Hoselitz berpendapat bahwa masalah utama pembangunan bukan hanya di sebabkan karena kekurangan modal, melainkan keterampilan
kerja, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh juga ikut memberikan andil dalam proses pembangunan. Dengan demikian, di perlukan
pembangunan kelembagaan (institution building) yang dapat memengaruhi pemasokan modal dan menjadikannya produktif, sehingga
dapat menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta keterampilan teknis dan keilmuan yang di butuhkan. Pemasokan modal
yang di butuhkan meliputi beberapa unsur, yaitu:
a). Pemasokan modal besar dan perbankan
b). Pemasokan tenaga ahli yang terampil

(6). Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern


Menurut Inkeler dan Smith, faktor penting penopang pembangunan adalah SDM yang kompetitif, sehingga produktivitas sarana material
dapat di kembangkan. Untuk itu, di perlukan manusia modern, yaitu manusia yang memilik keterbukaan terhadap pengalaman dan ide
baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai
alam, dan bukan sebaliknya, dsb. Untuk membentuk manusia modern tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan,
pengalaman kerja dan pengenalan terhadag media massa
Diposting 18th November 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar
6.
OCT

29

Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan
evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi
peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan
indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka
pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang
disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya.

Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah
untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan
arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang
berdurasi waktu 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program
SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perencanaan Pembangunan
Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada
para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang
muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti
perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.
Perencanaan ada sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada
suatu keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi
keseimbangan awal. Perencanaan sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila ditempatkan pada pembangunan daerah akan
berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses
pembangunan yang dilaksanakan.
Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai
tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.
“Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus
mengikuti supaya pelaksanaan tidak menyimpang tujuan”, Albert Waterston mendefinisikan perencanaan pembangunan seperti demikian.
Berbagai ahli memberikan definisi perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih luas contohnya Prof. Jan Tinbergen
mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan (development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata.

Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua rencana merupakan perencanaan pembangunan Terkait
dengan kebijaksanaan pembangunan maka pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent of development), ini terkait
dengan definisi perencanaan yang merupakan upaya institusi public untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan
di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.

Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud
antara lain:
1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya
pertumbuhan ekonomi positif.
2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
5. Adanya pemerataan pembangunan.

Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik dari sisi pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek
pembangunan maupun dari sisi luar semua itu. Lebih rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses pembangunan sebagai
berikut:
6. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat.
7. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak pembangunan yang akan muncul setelah proses pembangunan
selesai.
8. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.
9. Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan sehingga proses pembangunan yang
dilakukan dapat dimonitor oleh pihak-pihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.

Perencanaan yang baik seperti sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya hanyalah tinggal melaksanakan dan
mengendalikan. Apabila dalam pelaksanaannya konsisten, pengendalian yang efektif, dan faktor-faktor pengganggu sedikit atau tidak
memberi pembiasan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menanti waktu untuk mencapai tujuan.
Negara besar sekalipun tetap menghadapi berbagai masalah pembangunan yang bertahap harus diselesaikan. Ada berbagai alasan
sebagai pendorong untuk melakukan perencanaan seperti menonjolnya kemiskinan, adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan
sumber daya, sistem ekonomi pasar dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan pembangunan menjadi prioritas
utama.
dalam pembanguna itu sendiri.

B. Aspek Legal Perencanaa Pembangunan


Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang
bersifat komprehensif mengarah kepada transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses
untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka
mencapai tujuan bernegara.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) itu sendiri adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Tujuan perencanaan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, antara lain:
10. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
11. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun
antara Pusat dan Daerah
12. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan Mengoptimalkan partisipasi
masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan
Lebih lanjut proses perencanaan menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni:
13. Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses (publik choice theory
of planning) Khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM
14. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional
melakukan perencanaan khususnya dalam pemantapan peran, fungsi dan kompetensi lembaga perencana
15. Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat (stakeholders) antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang
16. Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki
pemerintahan.

C. Sistem Perencanaan Pembangunan


Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down
menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus
rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua
Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di
tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan
pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan berdayaguna.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus
menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan
jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap
daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, juga dinyatakan bahwa rencana pembangunan adalah penjabaran
dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional/Daerah, yang penyusunannya dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional/Daerah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan
evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi
peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan
indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada
para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang
muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti
perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud
antara lain:
17. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya
pertumbuhan ekonomi positif.
18. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
19. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
20. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
21. Adanya pemerataan pembangunan.
Diposting 29th October 2009 oleh Admin
Label: Makalah

2
Lihat komentar
7.
OCT

29
Makalah Marketing Public Relation
Di susun Oleh: Kelompok I
1. Saifuddin
2. Khairul
3. Safrizal
4. M.Razi
5. Eka Samsuar
6. Abdul Qadir Jailani
7. Nasruddin
8. Indra Yani
9. Syahkubat
10. M. Sabar

BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang
Perusahaan/organisasi menggunakan metode hubungan masyarakat (public relations) untuk menyampaikan pesan dan mencipta sikap,
citra dan opini yang benar. Hubungan masyarakat (humas) merupakan salah satu alat promosi / komunikasi yang penting. Selama ini,
humas tidak lebih dari alat promosi / komunikasi yang paling sedikit digunakan, tetapi alat ini memiliki potensi besar untuk membangun
kesadaran dan frekuensi di pasar, untuk memperkuat kembali posisi produk, dan untuk mempertahankan produk.
Hubungan masyarakat (humasa) sering disamakan dengan publisitas. Padahal, publisitas itu hanya merupakan bagian dari hubungan
masyarakat. Publisitas merupakan aktivitas perusahaan yang dirancang untuk memicu perhatian media melalui artikel, editorial dan berita
baru yang diharapkan dapat membatu memelihara kesadaran, cara pandang dan citra yang dipikirkan masyarakat terhadap perusahaan
menjadi tetap positif. Publisitas dapat digunakan dengan manfaat tunggal, mislanya meluncurkan produk baru atau mengurangi opini
negatif yang terjadi. Publisitas dapat pula digunakan untuk manfaat ganda, misalnya memperbaiki beberapa aspek dalam aktivitas
perusahaan/organisasi.
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting
organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara
yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif. Oleh karena itu, disini kami
akan membahas sedikit tentang ”marketing public relation”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Marketing Public Relations (MPR)

Barangkali Anda sudah mengenal istilah “marketing” atau yang dikenal dengan ”pemasaran”. Kata ini sering kali kita dengar dalam dunia
bisnis atau ekonomi. Marketing sangat diperlukan agar produk laku di pasaran. Pengertian umum ”marketing” adalah proses sosial dan
manajemen dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dari orang lain, melalui suatu proses
pemberian atau
pertukaran sesuatu yang bernilai.

Begitu pula dengan Public Relation atau ”PR”, kata ini pun sering kita lihat dalam struktur organisasi dunia usaha. Biasanya unit ”PR”
mempunyai tugas menjadi ”corong” agar citra organisasi tetap baik dan menjadi ”mediator” antara kepentingan klien dengan perusahaan
atau badan usaha. Pengertian public relation adalah usaha untuk mengembangkan citra atau image terbaik bagi suatu lembaga,
organisasi, perusahaan dan produk atau pun layanan terhadap masyarakat. Membangun citra organisasi sangat penting karena
berdampak pada kelangsungan organisasi atau perusahaan tersebut.

Lalu bagaimana bila kedua kata digabungkan, secara prinsip arti kedua kata tersebut tidak hilang, yaitu satu sisi berarti memasarkan dan
satu sisi lain berarti menjadi alat ”corong” atau publikasi kepada masyarakat. Dalam pemasaran salah satu bagian terpenting adalah
mewujudkan produk atau layanan kita berkualitas yang berarti produk atau layanan sesuai kebutuhan klien, cepat, dan memuaskan.
Secara sederhana marketing public relation berarti kegiatan public relation yang didesain untuk mendukung tercapainya tujuan
pemasaran (marketing).
Definisi dari wikipedia
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk
(product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja
dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga
dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan
membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang
humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-
upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan
program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of
Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni

1. Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
2. Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
3. Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan
Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan
pengaruh, informative, persuasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun
yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra
dan identitas suatu perusahaan.

B. Tugas-tugas Marketing Public Relations


1. Tugas Pokok

 Merencanakan alat / media sosialisasi yang up to date mengikuti tuntutan dan kebutuhan dinamika yang ada di masyarakat
 Merencanakan Tehnik, Taktik dan strategi pemasaran yang efektif dan produktif yang nantinya digunakan untuk mensosialisasikan
program yang dibuka lembaga kepada publik / khalayak ramai.
 Meramalkan / Forcasting produk pemasaran dan / media sosialisasi lembaga
 Memproduksi alat pemasaran (brosur,famlet,spanduk,dan alat-alat pemasaran yang lain yang akan digunakan sebagai alat sosialisasi).
 Mencari data dan memetakan pangsa pasar ( Sekolah, PT, lembaga ; swasta maupun negeri dan DUDI ) yang akan digunakan sebagai
target obyek pemasaran atau sosialisasi.
 Mengajukan dengan proaktif atas surat / ijin / proposal tawaran kerjasama dengan lembaga swasta maupun negeri termasuk DUDI untuk
bekerjasama dalam rangka sosialisasi lembaga
 Merencanakan saluran distribusi dan implementasi distribusi alat pemasaran / media sosialisasi yang lainnya kepada obyek pemasaran /
kalayak ramai / publik
 Merencanakan jadwal waktu prog. pemasaran secara kontinyu dan sekaligus realisasi di lapang sesuai target segmentasi pasar sebagai
dasar pembuatan brosur / media publikasi / sosialisasi program intensif dan program 1 tahun
 Menginventarisir dokumen dan semua bentuk dan jenis media publikasi / alat pemasaran sebagai dasar koreksi / bahkan pertimbangan /
referensi / acuan selanjutnya.
 Membuat dokumentasi dan grafik atas trend – trend hasil program pemasaran / sosialisasi lembaga ( rekruting peserta didik, media / alat
sosialisasi dll )
 Membuat laporan atas hasil program pemasaran / sosialisasi yang mencakup segmentasi pasar, jenis dan kuantitas media publikasi, dan
alokasi waktu termasuk didalamnya target anggaran dengan perolehan peserta didik secara periodik dan kontinyu.
 Menindaklanjuti setiap proposal penawaran kerjasama dari berbagai institusi lain yang telah mendapat ACC dari Kabag. Humas dan
Pemasaran berdasarkan kesepakatan ke-2 belah pihak dan tetap menjaga keharmonisan hubungan ke –2 institusi.
 Memantau dan secara simultan menindaklanjuti secara administratif “ rekapitulasi hasil “ atas berbagai angket / quisioner / form
pendaftaran mengenai “ asal sumber informasi kursus – program “ yang di isi oleh calon peserta didik di lingkungan lembaga.
2. Tugas Tambahan

 Mengevaluasi dan selalu memantau hasil pemasaran yang sedang berjalan, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
keputusan atau kebijakan yang akan diambil.
 Membuat rencana anggaran belanja yang akan digunakan pada bagian pemasaran/marketing untuk disampaikan kepada Kabag. Humas
dan Pemasaran
 Mengerjakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pekerjaan marketing yang diperintahkan oleh Kabag. Humas da Pemasaran

C. Peranan Marketing Public Relations


Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu :

20. Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
21. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.
22. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif
23. Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)
24. Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk ( pre-project selling) yang akn diluncurkan serta mampu bersaing di
marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya
25. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of
satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering and finally
concumming it”.
Sementara itu dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations berperan untuk :

 Menumbuhkembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya
saling pengertian bagi kedua belah pihak.
 Membina hubungan positif antar karyawan (employee relations) dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan
tumbuh corporate culture yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja serta profesionalisme tinggi serta memiliki sense of belonging
terhadap perusahaan dengan baik.

Untuk merealisasi tujuan dan peranannya dengan baik, Marketing Public Relations diwujudkan dengan berbagai program komunikasi
seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Mulai dari komunikasi lisan tulisan, komunikasi cetak (majalah, press release, brosus), sampai
komunikasi elektronik melalui radio, internet maupun televisi.

D. Strategi Marketing Public Relation


Personal Selling adalah bagian dari Strategi marketing perusahaan yang merupakan langkah konkret dalam membangun penjualan
langsung dan bertujuan bertemu dengan masyarakat. Dalam kaitan ini sang sales atau pelaku marketing mempunyai kesempatan untuk
secara langsung mengetahui sejauh mana produk atau layanan direspon secara cepat oleh masyarakat entah itu dalam bentuk penolakan
atau persetujuan membeli.
Strategi marketing yang perfect tentu sudah membekali tim yang secara langsung dalam proses personal selling dengan antisipasi
lapangan dan taktik membujuk yang relevan, sopan dan efektif. Namun masyarakat tetap saja boleh menolak, karena secara umum
budaya, kemampuan dalam masyarakat mampu mempengaruhi keputusan
Di bawah ini ada 5 alasan utama kenapa masyarakat menolak produk atau layanan anda:

28. 1. Harga
Harga merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan penolakan sebuah produk. Memang harga bisa dikompromi, secara
umum kompromi ada 2, pertama kompromi teradap harga, wujudnya diskon, namun diskon bukanlah faktor utama pelangkap harga.
Kedua pola pembayaran, kredit 1. Sd 3 kali atau 1.sd 3 bulan,merupakan bentuk toleransi terhadap harga, dan secara umum kredit 3
bulan dari sisi perusahaan mungkin tidak secara langsung mengurangi harga, namun secara perputaran uang sebenernya menambah
beban efektitas perputaran modal, return of investment. Selain harga juga dipengaruhi oleh 4 faktor lainnya

29. 2. Loyalitas pada pemasok lama


KEtika dalam proses penawaran yang bersifat personal selling, maka uji coba produk langsung merupakan langkah yang baik dalam
strategi memarketing kanproduk. Karena masyarakat terkadang lebih nyaman dengan pemasok lama yang proses transaksi terbukti
dalam sekian waktu. Loyalitas terhadap pemasok lama merupakan tantangan yang nyata saat ini, kecuali barang adalah benar-benara
baru dan belum lama diketahui oleh masyarakat. Strategi lain dilapangan berikut kejutan, bahwa anda sebagai pemasok kedua tetap
dapat memberikan layanan sebaik pemasok sebelumnya plus bonus yang ditambahkan, bonus tidak harus uang.

30. 3. Tak mampu membuat keputusan


Sales yang paham betul akan kaedah-kaedah personal selling sangat memahami bahwa ketika menawarkan kepada masyarakat sering
terjadi penolakan sesaat karena tidak mampunya calon pelanggan untuk memutuskan, untuk itu jangan terlalu memaksa, dan ada kesan
mengejar, cobalah dengan mencari tahu kemungkinan pelaung pertemuan kedua, ketiga baik dengan mengkoleksi no hp,email, alamat
rumah dan sahabatnya.

31. 4. Faktor Produk yang kurang kompetitif


Banyak produk yang ditawarkan ke masyarakat adalah produk inovasi yang hebat, namun bukan produk yang sesuai dengan keinginan
masyarakat. Produk yang hebat adlah produk yang mampu bersaing saat ini dank an dating, kenapa karena tolak ukur kompetensi barang
di era sekarang adalah pembuktian, visualisasi dan penjelasan teknis. Untuk itu jika produk anda masih baru atau belum popular, maka
pahamilah kualifikaasi teknis dan speknya, agar dengan memahami 2 hal tersebut mampu jadi alas an untuk membujuk, selain dari fisik
barang tersebut. Misal produk obat herbal, bahwa anda paham ganggang di Afrika adalah yang terbaik karena steril dan jauh dari
pemukiman,sedang ganggang Indonesia kurang steril. Dari ruang kontroversi itu ketika anda menjual obat dari bahan ganggang,maka
sales sudah mempunyai 2 senjata, dan kondisi akan berbeda jika hanya mengetahui bsatu hal yaitu bahwa ganggang Afrika adalah yang
terbaik. Produk yang kurang kompetitif, bisa dikamuflase dengan faktor lain yang kompetitif walau itu sekedar informasi tambahan.

32. 5. Tidak menyukai perusahaan, sistem dan penjualnya


Ketika sebuah perusahaan menerapkan strategi marketing dengan memproduksi susu yang berbeda-beda sampai 5 produk susu, maka
ketika salah satu produk bermasalah dan terbukti membuat masyarakat resah maka kemungkinan 4 produk lainnya akan memancing
respon dari masyarakat, dan bisa saja respon itu negative, takut memkonsumsi 4 lainnya.

Contoh lain, istri saya suka sekali dengan produk herbal tapi paling tidak suka jika membeli lewat rantai MLM karena selain strategi bisnis,
strategi marketingnya lewat sistem tertentu, juga penjualnya belum tentu paham betul akan penyakit. Paham tentang produk obat mungkin
bisa, namun terhadap penyakit tidak semua bisa mengkorelasikan antara penyakit yang komplek dengan produk yang statis terbukti
distributor satu dengan yang lain bisa berbeda rekomendasinya walau hanya untuk satu penyakit yang sama.

Oleh karena itu, strategi yang baik dalam marketing public relation adalah:

 Menetapkan tujuan pemasaran


 Memilih pesan dan sarana humas yang tepat
 Menerapkan rencana MPR
 Mengevaluasi hasil MPR

Kiat-kiat utama MPR:

 Publikasi: advertorial, newsletter, dll


 Special event: exhibition, sponsorship, competition, dll
 Social relations, community relations
 Corporate identity, dll

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting
organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara
yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif.
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk
(product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja
dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga
dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-
program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan
melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan,
keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan
membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang
humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-
upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Diposting 29th October 2009 oleh Admin
Label: Makalah

0
Tambahkan komentar
8.
OCT

27

TEORI PEMBANGUNAN:
1. Teori Modernisasi: sebuah negara mengakui bahwa negara berjalan secara linear dari tradisional menuju kearah modernisasi
2. Teori Ketergantungan: meyakini bahwa sebuah negara tidak akan lepas dari Negara lain.
3. Teori Pasca Ketergantungan: negara yang kecil dimungkinkan lepas dari negara adidaya melejit sendiri.
4. Teori Alternatif: berharap negara-negara yang selama ini saling berkompetisi dalam hal persenjataan bergerak maju seakan-akan tidak
ada perang.
Diposting 27th October 2009 oleh Admin
Label: Kuliah
0
Tambahkan komentar
9.
OCT

22

Makalah Kontrol dan Perencanaan Strategis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang
diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas
pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu
fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau
program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau
bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang
perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya
aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan
tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu
berlangsung.
Banyak perencanaan pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan masyarakat,
akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu
memberikan ikan, bukan kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan ini, timbul tanda tanya besar bagi
perencana, kenapa hal ini terjadi..

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengawasan
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the modern
concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take
corrective steps …”. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan
mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang
direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men
and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two
aren’t the same”.

Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada
prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil
dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas
penyimpangan?penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:

Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya.” Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat
diterapkan bagi pekerjaan?pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan?pekerjaan yang sudah selesai
dilaksanakan
Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti
mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan¬-tindakan
korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana?rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan
dan mengoreksi penyimpangan?penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas?aktivitas yang direncanakan.

Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik
manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas?tugas
organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan¬-ketentuan yang telah
ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat
mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,
hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas?tugas organisasi.
B. Maksud dan Tujuan Pengawasan
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan
pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan.
Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk :
0. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
1. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan¬-
kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
2. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
3. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau
tidak.
4. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
5. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan
berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol
sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
6. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
7. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa
bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal?hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

C. Tipe Pengawasan
Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent
control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

Pengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi?deviasi pada kualitas
serta kuantitas sumber?sumber daya yang digunakan pada organisasi?organisasi. Sumber?sumber daya ini harus memenuhi
syarat?syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki
kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas?tugas yang dibebankan kepada mereka.
Bahan?bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di
samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin?mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber¬-
sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa
sasaran?sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan
pengarahan atau yang melaksanakan supervisi.

Pengawasan feedback (feedback control). Memusatkan perhatian pada hasil?hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses
pembelian sumber daya atau operasi?operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil?hasil historikal
mempengaruhi tindakan?tindakan masa mendatang.

D. Macam Teknik Pengawasan


Disarikan dari pendapat Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:298-331) tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan
pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct
control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dirancang
bangun untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengan demikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan
organisasi mengadakan pengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, meneliti,
memeriksa dan mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agar penyimpangan-penyimpangan
terhadap rencana yang terjadi dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et. al, pengawasan langsung sangat mungkin dilakukan
apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya rendah.
Sementara pengawasan tidak langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dilakukan dengan menguji dan meneliti laporan-
laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi serta dapat mengambil
tindakan yang tepat untuk menghindarkan atau memperbaiki penyimpangan. Menurut Koontz, et. al, pengawasan tidak langsung sangat
mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya tinggi.

E. perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil
keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai
teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST
(Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory).
Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/strengths, "kelemahan"/weaknesses, "kesempatan"/opportunities, dan
"ancaman"/threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau
proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an
dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.
Arti:
Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai
sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis
tersebut terlaksana

Apakah penting?
Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi
organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah
dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap
lingkungan yang selalu berubah ubah.

Langkah-langkah:
8. perumusan sasaran
9. pengidentifikasian strategi dan tujuan berjalan
10. analisis lingkungan
11. analisis sumber daya
12. pengidentifikasi peluang dan ancaman
13. penentuan sejauh mana perubahan strategis dilakukan
14. pengambilan keputusan strategis
15. implementasi strategis
16. pengukuran dan pengendalian program

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang
diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas
pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada
prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil
dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.
Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai
sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis
tersebut terlaksana

Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi
organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah
dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap
lingkungan yang selalu berubah ubah.
Diposting 22nd October 2009 oleh Admin
Label: Makalah

0
Tambahkan komentar
10.
OCT

18

Kejahatan, Polisi dan Penegak Hukum


Kejahatan-kejahatan berupa perampokan, pencurian, penggarongan, perkosaan, dan pembunuhan itu sifatnya menyolok. Sedang
korupsi, penggelapan, penipuan (con games), pemalsuan, perjudian, manipulasi dagang, semuanya sifatnya invisible atau tidak kelihatan.
Pengejaran tindak kriminal dilakukan oleh polisi. Namun tragisny, kekuatan angkatan kepolisian biasanya berkembang jauh di belakang
pertumbuhan kekuatan kriminal. Bila teknik dan metode-metode kriminal pesat tumbuh sejajar dengan kemajuan teknologi modern, maka
biasanya keterampilan anggota-anggota angkatan kepolisian dan sarana-sarana pendeteksi (untuk menemukan) kejahatan lamban sekali
perkembangannya, sama lambannya dengan membengkaknya indolensi daripada birokrasi. Dengan demikian, banyak kasus kejahatan
lolos dari kejaran polisi dan tuntutan hukum. Budget untuk memodernisasi angkatan kepolisian kita pun sangat tidak memadai dengan
meluasnya tugas-tugas menjamin keamanan yang semakin banyak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan.

Jika pemerintahan lemah dan banyak terdapat korupsi politik, maka biasanya lembaga-lembaga hukumnya berfungsi sangat buruk. Ada
hakim-hakim atau pengadilan yang membebaskan penjahat-penjahat berbahaya, padahal para petugas polisi telah mengadu jiwa sewaktu
mengejar dan menangkap mereka. Sebaliknya, maling-maling kecil yang tidak mampu membayar pihak-pihak penuntut, mendapatkan
hukuman berat. Praktik demikian, dilakukan oleh hakim-hakim serta jaksa-jaksa yang tidak jujur dan melanggar kode etik korpsnya.
Namun di balik itu, banyak juga jaksa dan hakim terpaksa membebaskan tertuduh/penjahat, karena mendapat katabelletje dari pihak
atasan, atau dari penguasa eksekutif yang lebih tinggi. Dengan begitu banyak muncul ketidakadilan karena diterapkannya pertimbangan-
pertimbangan hukum yang tidak rasional. Sebagai akibatnya, petugas-petugas polisi lalu mengambil kebijakan dan tindakan tegas, yaitu
menembak penjahat-penjahat di tempat (seperti tidak terdapat hukum) saja.

Penjahat-penjahat ekonomi kecil-kecilan yang miskin, sering pula dijadikan kambing hitam oleh lembaga pengadilan. Yaitu dijadikan sapi
perahan; atau menerima hukuman berat, karena mereka tidak mampu menyuap. Sedang kejahatan-kejahatan kelas kakap bisa lolos dari
jaringan karena bisa menyogok dan menyuap. Ditambah lagi dengan banyaknya kasus kejahatan yang diselesaikan di luar pengadilan,
maka rakyat pada umumnya tidak mempunyai kepercayaan lagi pada polisi. Peristiwa demikian mengakibatkan timbulnya rasa
ketidakpastian internal (sense of internal insecurity) di kalangan korps polisi bahkan mengakibatkan proses demoralisasi dalam
departemen kepolisian.

Terhadap kejahatan-kejahatan seks, pihak polisi pada umumnya tidak bersikap kejam. Hal ini disebabkan oleh besarnya toleransi
terhadap kesalahan sesama manusia. Akan tetapi, terhadap penjahat yang telah membunuh seorang anggota polisi, mereka pada
umumnya bersikap kejam sekali.

Penjahat-penjahat ini cenderung menyingkirkan penangkapan dan gangguan-gangguan dari anggota polisi. Oleh karena itu, apabila
mereka tertangkap, dengan sekuat tenaga mereka secara perorangan atau secara kelompok mencoba menyuap oknum-oknum polisi
yang korup. Juga menyuap pengacara dan hakim agar mereka dibebaskan dari tuntutan hukum atau mendapatkan hukuman seringan
mungkin.
Diposting 18th October 2009 oleh Admin
Label: Umum
0
Tambahkan komentar
11.
OCT

17

Sebenarnya, Apakah Pembangunan Itu?


Kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak paham persis tentang apa yang dimaksud dengan
pembangunan, tapi justru karena begitu banyaknya aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam apa yang disebut
pembangunan, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu
definisi yang komplit: "Inilah dia pembangunan itu".

Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, dapatlah disebutkan bahwa pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu
masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Namun untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus di
usahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang dimaksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat
diterima oleh mereka yang ikut membahasnya.

Dalam tulisan-tulisan mengenai pembangunan, pengertian-pengertian berikut ini biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi
pembangunan; yaitu: modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural. Sebagian besar
dari istilah tersebut walaupun memang ada gunanya dalam menyusun pengertian mengenai pembangunan untuk keperluan yang
berbeda-beda, tapi terasa kurang sesuai dengan apa yang sesungguhnya dimaksudkan sebagai pembangunan (Frey, 1973). Menurut
frey, pengertian pertumbuhan (growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi, terlalu sempit. Begitupun dengan istilah westernisasi,
yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya) dan meragukan. Yang paling populer diantara semuanya adalah istilah modernisasi
dan pembangunan, yang menyebabkan kedua istilah itu seringkali dianggap merupakan sinonim satu dengan lainnya.

Rogers (1969, 1971) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan
modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun pengertian kedua istilah tersebut
dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi, atau lebih mencakup seluruh proses yang analog dan
seiring dengan itu, dalam masyarakat secara keseluruhan.
Tehranian (1979) mengartikan istilah kemajuan (progress), pembangunan (development), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena
historis yang sama, yaitu suatu transisi dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industrial.

Dalam diskusi teoritis, memang ada yang menspesifikkan arti dari masing-masing istilah tersebut di atas. Arjomand (1977) misalnya,
berpendapat bahwa sebagai suatu konsep, pembangunan menunjukkan bias evolusioner. Sedangkan Berger, dkk. (1973) memandang
modernisasi sebagai suatu rangkaian fenomena historis yang jauh lebih spesifik, yang diasosiasikan dengan tumbuhnya masyarakat-
masyarakat industrial.

Para teorisi yang tidak mau dikaitkan dengan salah satu bias tersebut, biasanya lebih suka berbicara dengan menggunakan istilah
perubahan sosial. Rogers sendiri (1978) mengubah rumusan yang pernah dibuatnya tentang pembangunan dari apa yang pernah
dikemukakan sebelumnya (1971, 1973, 1976) dengan m menyatakan bahwa "Pembangunan sebagai suatu proses perubhan sosial yang
bersifat partisipatori secara luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan (termasuk keadikan yang lebih besar, kebebasan, dan
kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya) bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih besar terhadap
lingkungannya".

Sementara itu, menurut Seers (1996) sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara
sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial.
Diposting 17th October 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar
12.
OCT

14

Tugas Pembangunan Kelembagaan


Nama; Abdul Qadir Jailani
Nim: 060210025
Pembagunan kelembagaan
Pengertian Pembangunan
Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara
sah kepada setiap warga negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri,
2004)..
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren¬canaan. Istilah
pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu
dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan merupakan proses untuk melakukan
perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per¬ubahan
yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas¬mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu
proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Teori Pembangunan Dunia Ketiga


Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-
negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan
kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat
bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:
1.Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic
bruto.
2.Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi
ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam
pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.
3.Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun,
rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.
4.Kerusakan lingkungan.
5.Kejadian sosial dan kesinambungan.
Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang
bersangkutan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:
1.Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya
dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun
menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
2.Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan
symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia
wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di
lingkungan keluarga.
3.Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya,
khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai
faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika
protestan yang dikembangkan oleh Calvin.
4.Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas
dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke
masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:
a.Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
b.Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai
posisi pra-kondisi untuk lepas landas.
c.Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d.Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan
secara terus-menerus.
5.Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas
faktor-faktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-
lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga
teknologi.
6.Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk
manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian
adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi
yang lemah.
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini
adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang
imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul
Baran.
1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari
industri substitusi impor.
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa
Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
a.Teori God:adanya misi menyebarkan agama.
b.Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
c.Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan
kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang
tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi
yang melahirkan sistem sosialis.
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c.Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:
1.Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah
akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis
dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2.Pakar eksternal melawan internal.
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor
eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan
ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3.Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank
seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori
ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya
merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan
peran pemerintah di negara pinggiran.
4.Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini
merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis
klas, seperti Cardoso.
5.Keterbelakangan melawan pembangunan.
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir
teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan
seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6.Voluntarisme melawan determinisme
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan
dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori
ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara
pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah
penganut teori voluntaristik. [C 2002)

PEMAHAMAN PEMBANGUNAN

Pembangunan! Kata ini memang selalu menjadi tema sentral dalam perdebatan yang dilakukan oleh para pakar intelektual dinegeri ini
maupun dunia. Seringkali kata ini muncul dari siapapun, entah masyarkat pada level groos roots maupun para pengambil kebjakan.
Walaupun kata pembangunan seringkali menghiasi kolom artikel di berbagai media cetak dan buku-buku teks. Namun kenyataan tak bisa
dihindari bahwa kata ini belum memiliki makna secara harfiah yang disepakati oleh semua komunitas. Kondisi inilah yang pada gilirannya
memunculkan pemahaman atas pengertian pembangunan yang berbeda-beda, bahkan tak jarang menjadi bias. Fakta ini ditemukan oleh
seorang Selo Sumardjan yang sempat terdampar di sebuah kota kecil, dimana seorang penduduk menyatakan bahwa “ Saya dulu tinggal
di Jakarta, tapi karena adanya pembangunan sehingga saya pindah kesini”. Hal lainnya adalah apa yang pernah ditemukan oleh Romo
Mangun diatas puncak gunung kidul, dalam mana seorang penduduk setempat mengatakan bahwa “ Saya bisa menghidupi keluarga,
apabila tidak ada perintah pembangunan dari Kepala Desa”. Mungkin saja masih ada paradoks-paradoks lain yang belum terdeteksi.
Yang tentu sama halnya dengan kedua paradoks yang ditemukan oleh kedua orang diatas.
Pada konteks itu, mungkinkah diperlukan sebuah konsep pembangunan yang dikonstruksi untuk menyamaratakan pemahaman atas
makna pembangunan? Dapatkah kata pengembangan hadir untuk memecahkan paradoks tentang makna pembangunan? Ataukah kata
yang tepat digunakan adalah pemberdayaan? Sungguh sebuah dilema.

ARTI KELEMBAGAAN

• Dalam literatur, istilah “kelembagaan” disandingkan atau disilangkan dengan “organisasi”.

• Terdapat kebelumsepahaman tentang arti “kelembagaan” di kalangan ahli.

• Contoh: “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and
organixation are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphoff, 1986).

• “…belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris
‘social institution’……. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ ….. ada pula yang ‘bangunan sosial’” (Koentjaraningrat,
1997).

Kelembagaan adalah social form. Ibarat organ-organ dalam tubuh manusia. Kata “kelembagaan” menunjuk kepada:

 Sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat.
 Suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang.
 Merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola.
 Berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat.
 Ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern
 Berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
 Merupakan kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat.
 Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu (kelembagaan pendidikan, ekonomi, agama, dan lain-lain).
TEORI KELEMBAGAAN

Dalam teori kelembagan memandang politik sebai hal yang berkaitan dengan penyelengaran negara. Dalam hal ini, Max Weber
merumuskan negara sebagai komunitas menusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam wilayah
tertentu.
Negara dipandang sebagai suatu sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik yang saha. Oleh karena itu, politik bagi Weber
merupakan pesainagn untuk membagi kekuasan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antarnegara maupun
antarkelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan dia
membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan.
Sebelum Perang Dunia Kedua, sarjana-sarjana ilmu polik mengidentifikasikan politik sebagaistudy mengenai negara. Dalam hal ini. Ada
pelbgai kepustakaan yang berjudul “Pengantar Ilmu Politik” yang diawali dengan pernyaataan, ilmu politik bermula dan berakhir dengan
negara. Atas dasar itu, ada buku yang di tulis oleh empat sarjana politik di Amerika Serikat. Mereka merumuskan ilmu politik sebagai
sebagai ilmu yang mempelajari modern national state, its institutions, laws, and processes.
Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagi fokus kajian. Mereka
memandang negara tidak lagi sekedar arena persaingan kepentingandi antara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga
sebagai lembaga yang memiliki otonomi dan memiliki kemampuan. Negara dilihat sebagi lembaga yang memiliki kepentingan yang
berbedadari berbagai kepentinagn yang bertentangan dalam masyarakat. pandangan ini di sebut juga sebagai statist perspective.

PEMAHAN KELEMBAGAAN

Pengertian lembaga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan ilmuan sosial. Bahkan lebih jauh Uphoff
(1986), memberikan gambaran yang jelas tentang keambiguan antara lembaga dan organisasi. Istilah lembaga dan organisasi secara
umum penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan keambiguan dan kebingungan diantara keduanya. Israel
(1990) memberikan penjelasan mengenai konsep umum tentang lembaga yang meliputi pada semua tingkatan lokal atau masyarakat, unit
manajemen proyek, badan atau departemen pusat dan sebagainya. Pembedaan antara lembaga dan organisasi masih sangat kabur.
Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan
harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut telah “melembaga”.
Sumber-sumber PAD
1. Pendapatan Asli Derah (PAD)
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil BUMD
2. Dana Perimbangan
1. Bagi Hasil Pajak ( BBNKB, BBM, BPHTB )
2. DAU (Block Grant)
3. DAK (Spesifik Grant)
3. Pinjaman Daerah
1. Dalam Negeri
2. Luar Negeri
3. Obligasi Daerah
4. Lain- lain penerimaan yang sah
1. Annual Fee
2. Hibah
3. Bantuan Darurat
Diposting 14th October 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

2
Lihat komentar

0.

AnonymousMinggu, 27 Februari, 2011

thank'z info ny....


Balas

1.

riky prayudaMinggu, 27 Februari, 2011

tahank'z info ny....


Balas

2.

riky prayudaMinggu, 27 Februari, 2011

tahank'z info ny....


Balas

3.

AnonymousMinggu, 27 Februari, 2011

thank'z info ny....


Balas

13.
OCT

6
Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi
Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki absolut
tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik
mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti
dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Di samping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat di haruskan
membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa.
Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa
rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham,
1995).

Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada
dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga
yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue gathering). Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar
atau pejabat ini dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi
atas uang yang telah dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.

Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron - client, bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang
pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari rakyat sebagai
client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya
harus selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok atau perorangan, yakni para anak buah
yang seringkali adalah saudaranya sendiri. Selain itu, sistem patron - client juga menjadi faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar
para penguasa, dimana timbul kecendrungan persaingan antara para penguasa/pejabat untuk menganak-emaskan orangnya. Disinilah
faksionalisme di kalangan elite menjadi berkepanjangan.

Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan pada birokrasi patrimonial (Weber) yang
berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995).

Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan
pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah di jelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat di kelompokkan sebagai berikut:

1. Kerugian keuangan negara:


=> Pasal 2 (melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara);
=> Pasal 3 (menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara).

2. Suap-menyuap:
=> Pasal 5 ayat (1) huruf a (menyuap pegawai negeri);
=> Pasal 5 ayat (1) huruf b (menyuap pegawai negeri);
=> Pasal 13 (memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya);
=> Pasal 5 ayat (2) (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 12 huruf a (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 12 huruf b (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 11 (pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya);
=> Pasal 6 ayat (1) huruf a (menyuap hakim);
=> Pasal 6 ayat (1) huruf b (menyuap advokat);
=> Pasal 6 ayat (2) (hakim dan advokat menerima suap);
=> Pasal 12 huruf c (hakim menerima suap);
=> Pasal 12 huruf d (advokat menerima suap).

3. Penggelapan dalam jabatan:


=> pasal 8 (pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan);
=> Pasal 9 (pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi);
=> Pasal 10 huruf a (pegawai negeri merusakkan bukti);
=> Pasal 10 huruf b (pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti);
=> Pasal 10 huruf c (pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti).

4. Perbuatan pemerasan:
=> Pasal 12 huruf e (pegawai negeri memeras);
=> Pasal 12 huruf g (pegawai negeri memeras);
=> Pasal 12 huruf f (pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain).

5. Perbuatan curang:
=> Pasal 7 ayat (1) huruf a (pemborong berbuat curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf b (pengawas proyek membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf c (rekanan TNI/Polri berbuat curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf d (pengawas TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 7 ayat (2) (penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 12 huruf h (pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain).

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan:


=> Pasal 12 huruf i (pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang di urusnya).

7. Gratifikasi:
=> Pasal 12 B jo. Pasal 12 C (pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK).

Penjelasan:
- Yang di maksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni
meskipun perbuatan tersebut tidak di atur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela
karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di
pidana.
- Dalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana
korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah di
rumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
- Yang di maksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Yang di maksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang di terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi
:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;


2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Diposting 6th October 2009 oleh Admin
Label: Umum

0
Tambahkan komentar
14.
OCT

Perbedaan Federasi dan Desentralisasi yang ada di Indonesia


Federasi = Bondstaat (Negara Serikat)

Negara serikat adalah suatu bentuk negara yang terdiri atas gabungan beberapa negara bagian. Negara bagian tersebut hanya
menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah federal (pusat) yang menyangkut kepentingan bersama seperti urusan keuangan,
pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri. Negara-negara bagian tidak berdaulat. Meskipun demikian,
kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian karena negara bagian berhubungan langsung dengan rakyatnya. Contoh negara-negara
federasi antara lain: Amerika Serikat, Australia, India, Jerman, Malaysia dan Swiss. Bentuk negara serikat mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
- Tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian;
- Kepala negara di pilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat;
- Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara bagian untuk urusan keluar dan sebagian kedalam;
- Setiap negara bagian berwenang membuat UUD sendiri selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat;
- Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres).

Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI. Dengan
demikian, prakarsa, wewenang dan tanggung jawab atas wewenang yang di serahkan tadi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah,
baik mengenai sarana dan prasarana sumber daya manusia serta pelaksanaannya, maupun mengenai segi-segi pembiayaannya.
Perangkat pelaksananya juga perangkat daerah itu sendiri.
Keuntungan yang dapat di peroleh dengan asas desentralisasi adalah:
- Daerah di beri wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan;
- Pengurusan jauh lebih efisien dan efektif;
- Birokrasi yang bertele-tele berkurang;
- Asas demokrasi dapat lebih berkembang karena masing-masing daerah dapat menentukan kebijakannya sendiri sepanjang tidak
melanggar UU atau aturan pemerintah pusat atau yang di atasnya.
Namun demikian, desentralisasi tersebut merupakan pelaksanaan sistem pemerintahan pusat ke daerah dalam kerangka negara
kesatuan. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah hanya ada satu pemerintah (pusat) yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus pemerintahan negara. Karena pada dasarnya negara kesatuan adalah negara merdeka dan berdaulat yang pemerintahannya
di atur oleh pemerintah pusat. Negara kesatuan tersebut pada umumnya mempunyai sifat-sifat berikut:
- Kedaulatan negara mencakup ke dalam dan ke luar yang di tangani pemerintah pusat;
- Negara hanya mempunyai satu UUD, satu kepala negara, satu dewan mentri dan satu dewan perwakilan rakyat;
- Hanya ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan
keamanan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dapat di jadikan perbedaan antara federasi dan desentralisasi adalah:
1. Bentuk Negara
=> Federasi: federal, serikat.
=> Desentralisasi: kesatuan.
2. Kedaulatan pemerintah pusat
=> Federasi: penuh keluar dan sebagian ke dalam.
=> Desentralisasi: penuh luar dalam.
3. Kewenangan
=> Federasi: lebih luas, karena:
a). Berwenang membuat UUD sendiri;
b). Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres);
c). Hanya masalah keuangan, pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri yang menjadi urusan pemerintah pusat
(federal), selebihnya menjadi kewenangan negara bagian.
=> Desentralisasi: agak sempit, karena:
a). Berwenang membuat peraturan sendiri yang bukan UUD;
b). Kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan keamanan
merupakan urusan pemerintah pusat.
4. Bentuk dan Tingkatan Daerah/Negara Bagian
=> Federasi: satu bentuk dan setingkat dengan negara bagian yang lain.
=> Desentralisasi: tiga bentuk dan dua tingkatan. Ketiga bentuk daerah tersebut adalah daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota. Daerah kabupaten dan daerah daerah kota tersebut memiliki tingkatan yang sama yaitu sama-sama berada di bawah daerah
provinsi. Sedangkatan dua tingkatan yang di maksud adalah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota (tinkat I dan II).

Note:
- Dalam hal kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, maka peraturan perundangan yang di buat tersebut tidak boleh
bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam perspektif ketatanegaraan, asas hukum yang lex superior derogat legi inferiori tetap
berlaku dalam kedua bentuk tersebut.
Diposting 6th October 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar
15.
SEP

29
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan
prinsip -demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan,
penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang memenuhi
persyaratan;
c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan, terutama setelah putusan Mahkamah Konsiitusi tentang calon perseorangan;
d. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan
jabatan wakil kepala daerah yang raenggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya;
e. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan
jabatan wakil kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara
terus-menerus;
f. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, perlu adanya
pcngaturan untuk mengintegrasikan jadv/al penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Femerintahan Daerah perlu diubah;
g. bahwa berdasarkan pertinibangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 26 ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai
berikut;

Pasal 26
(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:
a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah;
b, membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil
pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan
pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala
daerah kabupaten/kota;
e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. daerah;
f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan
g, melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan,
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.
(3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enamj bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya
(4) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau
gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang
calon wakii kepala daerah berdasarkan usui partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD
(5) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari calon perseorangan
dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala
daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD
(6) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena
meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam
masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon
wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa
jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang calon wakil kepala daerah untuk
dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.
2. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) huruf i dihapus dan penjelasan huruf e diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, sehingga Pasal
42 berburiyi sebagai berikut:

Pasal 42
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan keija sama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pei-iberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negen
bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota;
e. memilih wakil kepala daerah Jam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan;
i. dihapus;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
(2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan Pasal 56 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,
(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang
didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini.
4. Ketentuan Pasal 58 huruf d dan huruf f diubah, huruf 1 dihapus serta ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf q, sehingga Pasal 58
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh
lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;
e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang
merugikan keuangan negara;
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. dihapus;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami
atau istri;
o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selarna 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan
q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya.
5. Ketentuan Pasal 59 ayat (1) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat
(2d), dan ayat (2e), ayat (3) dihapus, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), dan di antara ayat (5) dan
ayat (6) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 59
(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah;
a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
b. pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang,
(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarkan pasangan calon apabila
memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen)
dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2a) Pasangan calon perseorangan sebag tirnana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendalwrkan diri sebagai pasangan calon
gubernur/ wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000,000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma
lima persen);
b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-
kurangnya 5% (lima persen);
c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan
d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).
(2b) Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon
bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya
6,5% (enam koma lima persen);
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa
harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500,000 (lima ratus ribu) sampai. dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung
sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).
(2c) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2a) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah
kabupaten/kota di provinsi dimaksud.
(2d) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecpmatan
di kabupaten/kota dimaksud.
(2e) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat (2b) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dihapus.
(4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan
masyarakat,
(4a) Dalam proses penetapan pasangan calon perseorangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memperhatikan pendapat dan
tanggapan masyarakat.
(5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan:
a. Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung;
b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon;
c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau
para pimpinan partai politik yang bergabung;
d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;
e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;
f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi
wilayah kerjanya;
i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan
k. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.
(5a) Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan;
b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan
tanda penduduk;
c. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;
d. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
e. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. surat pernyataan nonaktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah di daerah wilayah kerjanya;
g. surat pembericahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
h. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan
i. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.
(5b) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) huruf b hanya diberikan kepada satu pasangan calon perseorangan.
(6) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan
pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.
(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman
pendaftaran pasangan calon.
6. Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 59A
(1) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dilakukan oleh KPU provinsi yang
dibantu oleh KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS.
(2) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilakukan
oleh KPU kabupaten/kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.
(3) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota menyerahkan daftar dukungan
kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.
(4) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk
dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.
(5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen dukungan
bakal pasangan calon perseorangan diserahkan.
(6) Hasil verifikasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam berita acara, yang selanjutnya
diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada bakal pasangan calon.
(7) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang
memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan
paling lama 7 (tujuh) hari.
(8) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara
yang selanjutnya diteruskan kepada KPU kabupaten/kota dan salinan hasil verifikasi clan rekapitulasi disampaikan kepada bakal
pasangan calon.
(9) Dalam pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) dipergunakan oleh bakal pasangan calon dari perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.
(10) KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adariya
seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang
dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.
(11) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dituangkan dalam berita acara
yang selanjutnya diteruskan kepada KPU provinsi dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon
untuk dipergunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan jumlah dukungan untuk pencalonan pernilihan gubernur/wakil gubernur.
7. Ketentuan Pasal 60 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3a),
ayat (3b) dan ayat (3c), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6), sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60
(1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi
kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.
(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada calon partai politik dengan tembusan
pimpinan partai politik, gabungan partai politik yang mengusulkan, atau calon perseorangan paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung
sejak tanggal penutupan pendaftaran,
(3) Apabila pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59 ayat (5), partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon
diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan
calon baru paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/
kota.
(3a) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59 ayat (5a) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan
beserta persyaratan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi
dan/atau KPU kabupaten/kota.
(3b) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5a) huruf a, calon perseorangan diberi kesempatan
untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 14 (empat belas) hari sejak
saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota.
(3c) Apabila calon perseorangan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota karena tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 atau Pasal 59 ayat (5a), pasangan calon tidak dapat mencalonkan kembali.
(4) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian ulang tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), dan ayat (3b) sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat
belas) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkannya atau calon perseorangan.
(5) Apabila hasil penelitian berkas calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPU provinsi
dan/atau KPU kabupaten/kota, partai politik, gabungan partai politik, atau calon perseorangan tidak dapat lagi mengajukan calon,
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan administrasi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan KPU.
8. Ketentuan Pasal 62 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (la), ayat (Ib), dan ayat (Ic),
serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 62
(1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya serta pasangan calon atau salah
seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau
KPU kabupaten/kota,
(1a) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai
pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota,
(1b) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
dikenai sanksi tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik/gabungan partai politik sebagai calon kepala daerah/wakil
kepala daerah untuk selamanya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(1c) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
setelah ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon sehingga tinggal 1 (satu) pasang calon, pasangan calon tersebut dikenai sanksi
sebagaimana diatur pada ayat (1b) dan denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
(2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan
partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.
(3) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a),
pasangan calon perseorangan dimaksud dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti pasangan calon perseorangan lain.
9. Ketentuan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat
(Ib), serta ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 63
(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari
kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia clapat mengusulkan pasangan calon
pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pasangan calon meninggal dunia,
(1a) KPU provinsi dan/atau KPU kabupateri/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi pasangan calon pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan menetapkannya paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran,
(1b) Dalam hal salah seorang dari atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari
kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali
pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 10 (sepuluh) hari,
(2) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara
dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur,
(3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik meninggal dunia pada saat dimulainya
kampanye sampai hari pemungutan suara, calon kurang dari 2 (dua) pasangan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari.
(4) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 7 (tujuh) hari sejak pasangan calon meninggal dunia.
(5) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi usulan pasangan calon pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menetapkannya paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan
calon pengganti.
(6) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai dengan hari
pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari.
(7) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) paling lama 30 (tiga puluh) hari.
10. Ketentuan Pasal 64 ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut;

Pasal 64
(1) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari
pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 30 (tiga
puluh) hari.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling
lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPU provinsi dan/atau KPU
kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lama 4 (empat) hari
terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti.
(3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya pemungutan suara putaran
kedua sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota menetapkan
pasangan yang memperoleh suara terbanyak ketiga pada putaran pertama sebagai pasangan calon untuk putaran kedua.
11. Ketentuan Pasal 75 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 75
(1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelura hari
pemungutan suara.
(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-
sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan atau oleh pasangan calon perseorangan,
(4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota bersamaan dengan
pendaftaran pasangan calon.
(5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau
oleh tim kampanye,
(6) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.
(7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan
kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.
(8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.
(9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dengan memperhatikan usul dari
pasangan calon.
12. Ketentuan Pasal 107 ayat (2) dan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 107
(1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah
ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan
calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas,
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari
jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
(5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut
berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.
(6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat
pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya
dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dirtyatakan sebagai
pasangan calon terpilih.
13. Di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 108 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a), sehingga Pasal 108 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 108
(1) Dalam hai calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih,
(3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
(5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik, gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah
selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
(5a) Dalam hal pasangan calon terpilih dari calon perseorangan berhalangan tetap, pasangan calon yang meraih suara terbanyak kedua
dan ketiga diusulkan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala
daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari,
(6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya
dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
14. Ketentuan Pasal 115 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), sehingga Pasal 115 berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu
hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut
mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalarn Undang-Undang ini diperlukan untuk
menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-oHh surat sah atau tidak
dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau
dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-
halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang ini, diancam dengan pidana
penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai
surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah,
diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling
sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(7) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung
bekal pasangan calon perseorangen kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 diancam dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
(8) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja memalsukan daftar
dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat
36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(9) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi
dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
15. Ketentuan Pasal 233 ayat (1) dihapus, ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 233 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 233
(1) Dihapus.
(2) Pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada bulan November
2008 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama pada bulan Oktober 2008.
(3) Dalam hal terjadi pemilihan kepala daerah putaran kedua, pemungutan suara diselenggarakan paling lama pada bulan Desember
2008.
16. Ketentuan Pasal 235 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal 235 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 235
(1) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam
satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2008 sampai dengan Juli 2009 dapat diselenggarakan pada hari dan
tanggal yang sama.
(2) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam
satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari, setelah bulan Juli 2009
diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama.
17. Di antara Pasal 236 dan Pasal 237 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 236A, Pasal 236B, dan Pasal 236C, yang berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 236A
Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berlangsung sebelum terbentuknya panitia pengawas
pemilihan oleh Badan Pengawas Pemilu, DPRD berwenang membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah,
Pasal 236B
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, kepala daerah/wakil kepala daerah yang sudah terdaftar sebagai calon kepala daerah/wakil
kepala daerah tidak mengundurkan diri dan jabatannya.

Pasal 236C
Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan
kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
18. Di antara Pasal 239 dan Pasal 240 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 239A, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 239A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 59

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

ttd.

Wisnu Setiawan

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

I. UMUM
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan aaerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing sebagai
daerah otoncm, Sebagai daerah otonom, daerah provinsi dan kabupaten/kota merailiki pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi-
fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan Dewan Perv/akilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Daerah adalah Kepala
Pemerintah Daerah baik di daerah provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif di daerah, sedangkan DPRD baik di
daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota merupakan lembaga legislatif daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala
daerah dipilih secara demokratis, Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan
partai politik.
Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan
akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan secara lebih terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat, Oleh karena itu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan perubahan dengan
memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud deagan instansi vertikal di daerah dalam huruf b ini adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non
departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam rangka
dekonsentrasi,
Huruf c
Cukup jelas,
Huruf d
Cukup jelas,
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas,

Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas,
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "membentuk" dalam ketentuan ini adalah termasuk pengajuan Rancangan Perda sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas,
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas,
Huruf f
Yang dimaksud dengan "perjanjian internasional” dalam ketentuan ini adalah perjanjian antar Pemerintah dengan pihak luar negeii yang
terkait dengan kepentingan daerah.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "kerja sama internasionar dalam ketentuan mi adalah kerja sama daerah dengan pihak luar negeri yang nieliputi
kerja sama Kabupaten/Kota "kembar", kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan pinjaman/hibah, kerja
sama penyertaan modal dan kerja sama lainnya sesuai dengan peraturan perundangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "laporan keterangan pertanggungjawaban" dalam ketentuan ini adalah laporan yang disampaikan oleh kepala
daerah setiap tahun dalam sidang Paripurna DPRD yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan,
Huruf i
Dihapus,
Huruf j
Cukup jelas,
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tugas dan wewenang" sebagaimana yang diatur pada ayat (2) antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara,

Angka 3
Pasal 56
Cukup jelas,
Angka 4
Pasal 58
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bertakwa" dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan kcwajiban agamanya,
Huruf b
- Yang dimaksud dengan "setia" dalam ketentuan ini adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan
secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
- Yang dimaksud dengan "setia kepada pemerintah" dalam ketentuan ini adalah yang mengakui pemerintah yang sah menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat" dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat tanda tamat
belajar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Huruf d
Cukup jelas,
Huruf e
Cukup jelas,
Huruf f
Cukup jelas,
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Ketentuan ini tidak dimaksudkan harus dengan memiliki Kartu Tanda Penduduk daerah yang bersangkutan,
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas,
Huruf l
Dihapus.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Pengunduran diri dari jabatannya berlaku bagi:
a. kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
b. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
c. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
d. bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur; dan
e. wakil bupati atau wakil walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur.
Pengunduran diri gubernur dan wakil gubernur dibuktikan dengan menyerahkan surat ptrnyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik
kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, sedangkan keputusan Presiden tentang
pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya
pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur,
Pengunduran diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang
tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang
pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambat-
lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.

Angka 5
Pasal 59
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pasangan calon" adalah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan sebagai satu
kesatuan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pasangan calon" adalah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan sebagai satu
kesatuan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (2b)
Cukup jelas.
Ayat (2c)
Cukup jelas.
Ayat (2d)
Cukup jelas.
Ayat (2e)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dihapus.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua dan sekretaris partai politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan
kewenangan berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan, sesuai dengan tingkat daerah
pencalonannya,
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas,
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas,
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (5a)
Cukup jelas,
Ayat (5b)
Cukup jelas,
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Angka 6
Pasal 59A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "verifikasi" adalah penelitian keabsahan surat pernyataan dukungan, fotokopi kartu tanda penduduk atau surat
keterangan tanda penduduk, pembuktian tidak adanya dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah meninggal dunia, tidak
adanya pendukung yang sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah yang bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang tidak
mempunyai hak pilih.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Hasil verifikasi mencantumkan jumlah dukungan yang memenuhi persyaratan.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.

Angka 7
Pasal 60
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 62
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 63
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 64
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 75
Cukup jelas.

Angka 12
Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
- Yang dimaksud dengan peroleh suara yang lebih luas adalah pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kabupaten/kota untuk
calon Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kecamatan untuk calon Bupati dan wakil Bupati,
Walikota dan wakil Walikota,
- Apabila diperoleh persebaran yang sama pada tingkat kabupaten/kota untuk Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon terpilih
ditentukan berdasarkan persebaran tingkat kecamatan, kelurahan/ desa, dan seterusnya. Hal yang sama berlaku untuk penetapan
pasangan calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Angka 13
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukupjelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Calon yang diajukan untuk dipilih oleh DPRD dalam ketentuan ini harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini,
Ayat (5a)
Yang dimaksud dengan "berhalangan tetap" adalah meninggal dunia, sakit permanen yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak
berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang, dan/atau tidak diketahui keberadaannya.

Angka 14
Pasal 115
Cukup jelas.

Angka 15
Pasal 233
Ayat (1)
Dihapus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 16
Pasal 235
Cukup jelas.

Angka 17
Pasal 236A
Cukup jelas.
Pasal 236B
Cukup jelas.
Pasal 236C
Cukup jelas.

Angka 18
Pasal 239A
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4844


Diposting 29th September 2009 oleh Admin
Label: Peraturan Perundang-undangan

0
Tambahkan komentar
16.
SEP
17

Langkah Mengukir Prestasi


Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi untuk unggul. Namun, pada kenyataannya betapa banyak pula orang yang cukup potensial,
tetapi tidak pernah menjadi manusia unggul. Betapa banyak orang yang memiliki bakat terpendam dan tetap terpendam tidak tergali
karena dia tidak tahu ilmu untuk mengoptimalkannya. Oleh karena itu, mungkin yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya
untuk menjadi orang yang berprestasi. Setidaknya ada lima hal yang dapat memacu seseorang menjadi pribadi prestasi, yakni sebagai
berikut.

1). Percepatan diri

Salah satu kunci untuk memacu prestasi diri adalah kemampuan mengelola waktu. Orang yang unggul adalah orang yang berbuat lebih
banyak dari orang lain dalam rentang waktu yang sama.
Yahya bin Hubairah, guru Ibnu Qayyim Al-Jauziah berkata: "Waktu adalah barang paling berharga untuk kau jaga. Menurutku, ia adalah
barang yang paling mudah hilang darimu. Waktu adalah hidup kita. Orang bodoh adalah mereka yang di beri modal waktu, namun disia-
siakan". Jadi, marilah kita mulai dari sekarang dalam waktu yang sama, tetapi isi berbeda!

2). Sistem yang Kondusif

Andaikata susah memiliki percepatan diri, maka kita harus masuk ke dalam sistem atau lingkungam yang membuat kita bisa bergerak
lebih cepat.
Lembaga atau organisasi yang memiliki sistem yang unggul, banyak yang telah dapat membuktikan dirinya tampil dalam kehidupan
bermasyarakat. Kalau ingin memiliki pribadi prestatif dan tangguh, pastikan untuk tidak salah dalam memilih pergaulan. Salah dalam
memilih lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti telah salah dalam memilih kesuksesan. Oleh karena itu, carilah lingkungan yang
baik, yang dapat mengatrol tata nilai kehidupan kita menjadi lebih baik.

3). Berdaya saing positif

Kiat menjadi unggul yang ketiga adalah memiliki naluri berdaya saing positif. Sebenarnya setiap orang memiliki naluri untuk berlomba-
lomba dalam kebajikan.
Hal yang membuat kita terpuruk sebenarnya bukan musuh, melainkan kualitas dan kemampuan kita sendiri yang terbatas. Tidak perlu
emosional, saingan adalah aset, bukan ancaman. Orang yang memili mental bersaing secara positif, justru akan menanggapi adanya
saingan dengan senang hati, seolah dia mendapat sparring partner yang akan memacu kerja lebih berkualitas.
Sebuah ungkapan, "Lebih baik jadi juara kedua di antara para juara umum, daripada jadi juara pertama di antara yang lemah." Orang-
orang yang suka iri hati, sebel, dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif
adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.

4). Mampu Bersinergi (Berjamaah)

Jika kita ingin unggul, nikmati hidup berjamaah. Kita harus senang hidup berjamaah dengan yang lain. Namun, tentu saja berjamaah
dengan arti positif, karena adakalanya dalam berjamaah itu juga saling melemahkan, saling melumpuhkan.

5). Manajemen Qalbu

Tidak bisa tidak, bagi pribadi yang ingin unggul dan berprestasi, dia harus mampu mengendalikan suasana hatinya. Dalam organisasi
misalnya, kita harus mampu mengelola konflik. Ingat, konflik bukan untuk di hindari atau di hilangkan. Konflik adalah untuk di kelola agar
menjadi sebuah kekuatan yang positif. Banyak fakta membuktikan bahwa rubuhnya organisasi itu karena pengelolaan hati para
pengurusnya kurang baik. Ingatlah pepatah, "Kekayaanku adalah hatiku, apapun yang engkau lakukan, yang penting adalah jangan kau
curi hatiku."
Untuk dapat mengelola hati dengan baik, maka bekal yang utama adalah ilmu, ingatlah konsep perubahan. Seseorang itu berubah bukan
karena tahu, tapi karena paham. Oleh karena itu, dari sekarang sisihkanlah waktu, tenaga, biaya untuk menggali ilmu. Ingat, upaya itu
selain untuk tahu, adalah juga untuk paham. Setelah tahu ilmu, segera amalkan!

Sumber: Sebuah Nasihat Kecil, 2004 (dengan penyesuaian)


Diposting 17th September 2009 oleh Admin
Label: Tips

0
Tambahkan komentar
17.
SEP
16

Sejarah Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kertanegara


Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia yang bercorak Hindu. Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam, yaitu di
Muara Kaman. Di Muara Kaman inilah di temukan batu bertulis atau prasasti yang di sebut "YUPA" berbentuk menhir atau tiang batu dari
abad ke-4 Masehi. Batu bertulis ini memakai bahasa sanskerta dan huruf pallawa. Daerah Muara Kaman itu sekarang merupakan sebuah
kecamatan di Kabupaten Kutai Kertanegara.

Kerajaan Kutai meninggalkan tujuh yupa. Prasasti-prasasti itu berisi sebagai berikut:

"Sang Maharaja Kudungga mempunyai anak Sang Asmawarman. Asmawarman mempunyai tiga orang putra. Salah seorang putra yang
terkemuka adalah Mulawarman. Ia seorang raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Mulawarman memerintahkan untuk
mengadakan selamatan besar-besaran. Kaum Brahmana mengadakan tugu peringatan untuk memperingati selamatan yang di adakan
oleh Mulawarman".

"Raja Mulawarman memberikan hadiah tanah dan 20.000 ekor sapi untuk Kaum Brahmana. Oleh Karena itu, Kaum Brahmana
mengadakan tugu peringatan".

Dengan hasil yang melimpah, Kerajaan Kutai dapat memasarkan barang dagangannya ke Cina, Kamboja, Siam dan Champa.
Kerajaan Kutai ini di sebut juga Kutai Lama. Kadang-kadang disebut juga Kerajaan Mulawarman. Sebab raja pertamanya bernama
Mulawarman Naladewa. Kerajaan Mulawarman (Kutai Lama) kira-kira berusia 1.300 tahun. Kerajaan ini sempat di perintah oleh 20 raja
dari dinasti Syailendra.
Ibukota Kerajaan Kutai adalah Martadira (sekarang Muara Kaman), yang berarti istana yang bisa mengawasi daerah setiap waktu.
Kerajaan Kutai ini hancur dan musnah karena kalah dalam peperangan pada abad ke-16 melawan Kerajaan Kutai Kertanegara, sebuah
kerajaan baru yang berdiri pada abad ke-13. Sekarang, nama Mulawarman di abadikan menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Kota
Samarinda (Universitas Mulawarman [Unmul]) dan menjadi nama sebuah museum di Kota Tenggarong (Museum Mulawarman).

Kerajaan Kutai Kertanegara


Kerajaan Kutai Kertanegara berdiri pada abad ke-13. Rajanya berasal dari dinasti Sanjaya di Mataram. Raja tersebut bernama Aji Batara
Agung Dewasakti.
Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Mulawarman, Kerajaan Kutai Kertanegara menguasai daerah yang luas. Mulai daerah pesisir
Kalimantan sebelah timur, yaitu Balikpapan, sampai ke daerah yang paling udik di sepanjang Sungai Mahakam. Pada abad ke-16, agama
Islam mulai masuk ke pedalaman daerah Kutai yang di bawa oleh saudagar-saudagar Arab. Ada pula di antaranya ulama dari
Minangkabau yang bernama Datuk Bandang. Raja Kutai Kertanegara yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Muhammad
Idris (1732 - 1739). Maka Kerajaan Kutai Kertanegara menjadi kerajaan Islam. Raja-raja Kutai Kertanegara berikutnya adalah sebagai
berikut:
1). Aji Sultan Muhammad Muslihuddin (1739 - 1780)
2). Aji Sultan Muhammad Salihuddin (1780 - 1845)
3). Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1850 - 1899)
4). Aji Sultan Muhammad Alimuddin (1899 - 1910)
5). Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920 - 1960)

Pada tahun 1884, Belanda menyerang ibukota Kerajaan Kutai Kertanegara yaitu Kota Tenggarong. Muncullah pahlawan Kutai, yaitu
Awang Long Pangeran Ario Senopati. Pada peperangan tersebut Panglima Awang Long Ario Seopati gugur. Sebagai penghormatan
kepada Panglima Awang Long Ario Senopati maka di bangunlah tugu peringatan. Sekaligus tugu tersebut di jadikan azimut kilometer nol
(0) untuk permulaan menghitung jarak dalam kilometer ke penjuru Kota Tenggarong.
Pada saat pecah perang melawan belanda, Kutai kertanegara di pimpin oleh Sultan Mohammad Salihuddin. Beliau terpaksa membuat
perjanjian dengan pihak Belanda. Sejak itu Kerajaan Kutai di jajah Belanda.

Di Kutip Dari Buku Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur oleh Sugeng Adnan, Tahun 1995, halaman 37, 38, 41, 42, 77, 78.
Penerbit PT. Tiga Serangkai.
Diposting 16th September 2009 oleh Admin
Label: Sejarah

0
Tambahkan komentar
18.
SEP
15

Asal Usul Nama Borneo dan Kalimantan


Asal Mula Nama Borneo

Sebelum bernama Kalimantan, pulau ini bernama Borneo. Asal mula nama Borneo adalah sebagai berikut:

Pada suatu peristiwa beberapa abad yang lalu, terdapat sebuah kapal layar berbendera asing yang berlabuh di Bandar Alalak, Kerajaan
Banjar, Kalimantan Selatan. Rupanya kapal layar tersebut sebelumnya mengalami kerusakan berat sewaktu dalam perjalanan. Telah
lama kapal itu di perbaiki, tetapi tidak juga membawakan hasil yang memuaskan. Kapal layar itu bernama "Borneo" dan di nakhodai oleh
seorang kapten bernama "De Barito".

Karena masih merasa sangat khawatir tidak berhasil dalam perjalanan membawa dan mengangkut bahan rempah-rempah serta lainnya,
maka kapal itu mereka tinggalkan begitu saja. Karena kapal layar yang mereka tinggalkan dalam keadaan rusak, lama kelamaan
bertambah rusak, akhirnya tenggelam.

Kerangka kapal yang tenggelam masih di tahan oleh jangkarnya sehingga tidak terbawa larut oleh arus sungai yang deras. Dalam masa
beberapa waktu lamanya kerangka kapal yang tenggelam masih berada pada tempatnya semula sehingga menjadi pampangan
rerumputan serta kayu-kayuan yang datang dari hulu terbawa oleh arus. Jadilah kerangka kapal itu merupakan sebuah tumpukan yang di
tumbuhi oleh rumput dan kayu-kayuan. Akhirnya tumpukan itu menjadi sebuah pulau kecil yang di namakan masyarakat Pulau Kambang,
yang berarti pulau timbul dan terapung, yang dalam Bahasa Jawa di sebut ngambang atau terapung.

Ketika datang orang-orang Inggris sekitar tahun 1811, mereka langsung menyebut sungai di hadapan Pulau Kambang itu Barito dan pulau
asal sungai Borneo. Nama ini di ambil dari nama kapal yang tenggelam dan nama kapten kapalnya.

Pulau Kambang, bekas Kapal Barito yang tenggelam tadi di huni oleh beberapa kawanan kera dan di tumbuhi oleh beberapa jenis pohon
membentuk sebuah hutan.

Beberapa waktu yang lalu, sekelompok masyarakat ada yang datang ke Pulau Kambang dengan membawa pisang untuk makanan kera
serta membawa kembang (bunga) untuk harum-haruman. Akhirnya Pulau Kambang lama kelamaan namanya berubah menjadi Pulau
Kembang, yang artinya "Pulau Bunga". Sekarang pulau itu sebagai hutan lindung yang banyak di kunjungi wisatawan, baik wisatawan
dalam negeri maupun luar negeri. Itulah asal-usul nama Sungai Barito, Pulau Borneo dan Pulau Kembang.

Asal Mula Nama Kalimantan

Nama Kalimantan terdiri atas dua suku kata, yaitu "kali" dan "mantan". Kali berasal dari Bahasa Jawa yang maksudnya sungai,
sedangkan mantan berasal dari Bahasa Banjar, yaitu kata jumantan atau intan jumantan yang artinya kumpulan beberapa macam warna
intan, di sebut intan berlian atau ratna mutu manikam. Jadi, pulau itu di namakan Kalimantan karena di situ terdapat sungai yang banyak
mengandung intan berlian berlian atau ratna mutu manikam. Itulah cerita asal mula nama Kalimantan.

Di kutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur (Sugeng Adnan, 1995:34, 35).
Diposting 15th September 2009 oleh Admin
Label: Sejarah

0
Tambahkan komentar
19.
SEP

Tugas (1) Kapita Selekta Ilmu Adm. Negara


Nama: Abdul Qadir Jailani
Nim: 060210025
Mata Kuliah: Kapita Selekta IAN
Dosen Pengasuh: Risna Dewi, S.Sos
Tugas 1

Soal: Carilah!
0. Asal mula Pancasila dan makna lima sila
1. Fungsi-fungsi manajemen
2. Ciri-cirinya (manajemen)
3. Kegunaan filsafat manajemen

Jawab:
(1). Asal mula pancasila
Pancasila merupakan istilah yang pertama kali di perkenalkan oleh Ir. Soekarno (penggali) dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945
(sidang pertama BPUPKI) dengan rumusan sebagai berikut:
 Kebangsaan Indonesia;
 Internasionalisme atau perikemanusiaan;
 Mufakat atau demokrasi;
 Kesejahteraan Sosial;
 Ketuhanan yang berkebudayaan.

Dalam sidang pertama BPUPKI tersebut, para anggota mengemukakan dasar negara merdeka. Dan pendapat yang berkembang di
antara Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno akhirnya di sepakati bahwa Dasar Negara Indonesia terdiri dari lima unsur
dengan nama pancasila. Oleh karena ada rumusan yang berbeda di antara para anggota, di pandang perlulah membentuk sebuah panitia
kecil (panitia sembilan) yang bertugas membahas usul-usul yang di ajukan oleh para anggota.

Panitia kecil yang di pimpin oleh Ir. Soekarno, pada tanggal 22 Juni 1945 telah menghasilkan "Piagam Jakarta" atau Jakarta charter yang
di dalamnya tercantum rumusan dasar negara, yakni:
9. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
10. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
11. Persatuan Indonesia;
12. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan
13. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selanjutnya, Piagam Jakarta oleh panitia kecil di ajukan kepada sidang kedua BPUPKI pada tanggal 14 - 16 Juli 1945, dan diterima
dengan baik. (Budiyanto, 2000:78)
Piagam Jakarta kemudian menjadi mukaddimah UUD 1945. Di dalam merumuskan Piagam Jakarta sebagai dasar filsafat Negara
Indonesia merdeka perlu di adakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam
bagi pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Perubahan seperti ini sudah tentu di sesuaikan dengan keadaan masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam agama. (I Wayan Badrika, 2000:217)

Makna ke lima sila dari pancasila tersebut adalah:


14. Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa;
15. Adanya asas kekeluargaan;
16. Adanya asas musyawarah mufakat;
17. Adanya asas gotong royong;
18. Adanya asas tenggang rasa dan tepo seliro.

Selain itu, pancasila juga merupakan pandangan hidup dan dasar Negara Republik Indonesia.

(2).Fungsi-fungsi manajemen:
19. Fungsi perencanaan (planning) yaitu, suatu kegiatan membuat tujuan dan di ikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai
tujuan yang telah di tentukan tersebut.
20. Fungsi pengorganisasian (organizing) yaitu, suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumber daya fisik lain yang di
miliki untuk menjalankan rencana yang telah di tetapkan serta menggapai tujuan.
21. Fungsi pengarahan (actuating) yaitu, suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara
maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan sebagainya.
22. Fungsi pengendalian/pengawasan (controlling) yaitu, suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah di buat untuk
kemudian di lakukan perubahan dan perbaikan jika di perlukan. (http://organisasi.org/)

(3).Ciri-ciri manajemen:
 Manajemen di arahkan untuk mencapai tujuan;
 Manajemen sebagai proses: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan, dan pengawasan;
 Tersedia sumber daya: manusia, material, dan sumber daya lainnya;
 Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efektif dan efisien;
 Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer);
 Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian harus di miliki manajer. (http://organisasi.org/)
(4)Kegunaan filsafat manajemen:
 Memberikan suatu dasar dan pedoman bagi pekerjaan manajer;
 Memberikan kepercayaan dan pegangan bagi manajer dalam proses manajemen untuk mencapai tujuan;
 Memberikan dasar dan pedoman berfikir efektif bagi manajer;
 Dapat di pergunakan untuk mendapatkan sokongan dari partisipasi para bawahan, jika mereka mengetahui peranan manajer dan
mengerti tindakan-tindakannya, asalkan mereka telah menghayati filsafat manajemen. (http://organisasi.org/)
Diposting 4th September 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar
20.
AUG

24

Perencanaan

Perencanaan adalah keseluruhan tindakan yang berkesinambungan yang mengupayakan terwujaudnya suatu keadaan tertentu yang
teratur. Namun demikian, dalan UU 25/2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwa perencanaan adalah
suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan informatif (informative planning) yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang di tuangkan dalam
alternatif-alternatif kebijakan tertentu.
2. Perencanaan indikatif (indicative planning) yaitu rencana yang memuat kebijakan yang akan di tempuh dan mengindifikasikan bahwa
kebijakan itu akan di laksanakan.
3. Perencanaan operasional atau normatif (operational of normative planning) yaitu perjanjian-perjanjian, persiapan-persiapan, dan
ketetapan-ketetapan, rencana tata ruang, pengembangan perkotaan, rencana pemberian subsidi, rencana pembebasan tanah.

Berdasarkan pembagian tersebut, perencanaan juga di bagi berdasarkan:


1. Waktu (rencana waktu panjang, menengah, pendek);
2. Tempat (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota);
3. Bidang Hukum (tata ruang, ekonomi, sosial, kesehatan);
4. Sifatnya (perencanaan sektoral, bidang, integral);
5. Metode (perencanaan akhir dan proses);
6. Sarananya (instrumen yuridis, finansial, organisasi).

Pembangunan

Definisi:
1. Pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat
yang maju (Rostow dalam Budiman, 1996);
2. Serangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang di tempuh oleh suatu negara, bangsa
menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa/nation building (Siagian, 2003);
3. Suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang di maksudkan untuk kemajuan sosial dan
material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan, dan kualitas lainnya yang di hargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol
yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers 1983).
Diposting 24th August 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar
21.
AUG

22

Globalisasi
Globalisasi mempunyai beragam pengertian, diantaranya adalah: 1). Globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya
keterkaitan di antara negara-negara dan elemen-elemennya yang terjadi akibat dari perkembangan teknologi di bidang transportasi dan
komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. 2). Globalisasi adalah proses, dimana berbagai peristiwa,
keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di
belahan dunia yang lain.

Dampak Globalisasi Sosial Budaya

Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja,
terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya.
Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidup ala barat yang tidak cocok jika di terapkan di Indonesia, seperti berganti-ganti pasangan,
konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain, globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan manusia. Misalnya
melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan
pasar modal. Perkembangan pakaian, seni, dan ilmu pengetahuan turut meramaikan kehidupan masyarakat.

Dampak Globalisasi Politik

Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem kepartaian yang di anut, sehingga memunculkan
adanya partai-partai baru, kesadaran akan perlunya jaminan dan perlindungan HAM, terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan,
pelaksanaan PEMILU untuk anggota-anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres, pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan
Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang di laksanakan secara langsung (A. T Sugeng Priyanto, et.al, 2008:72,95)
Diposting 22nd August 2009 oleh Admin
Label: Kuliah

0
Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai