Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI KEPUTUSAN STRATEGIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap keputusan stratejik, setiap strategi, menuntut implementasinya. Tanpa


implementasi, ia tidak mempunyai arti apa-apa. Suatu strategi di pilih dari semakain
banyak alternative yang telah di analisis dan di pertimbangkan dengan teliti dan matang
serta di laksanakan dalam satu kurun waktu tertentu. Maksudnya adalah agar satu
organisasi berada pada kondisi dan posisi yang efektif dalam upaya menciptakan tujuan
dan berbagai sasaran dalam lingkungan eksternal yang sring berubah pada tingkat dan
intensitasnya yang pada kalanya tidak mungkin di perhitungkan sepenuhnya sebelumnya.
Suatu strategi per definisi berorientasi pada masa depan. Karena orientasi demikian
pemilihan strategi tertentu pada umumnya di dasarkan pada berbagai asumsi yang
berdasarkan asumsi yang di gunakan oleh para perusmus dan penentu strategi itu
dengan sepenuhnya menyadari bahwa semua peristiwa dan faktor yang berpengaruh
pada implementasi strategi dapat di pertimbangkan dan di pehitungkan dengan tepat.
Implementasi bertujuan agar strategi yang telah dibuat tidak hanya dirumuskan
dan tertulis saja tetapi ada kerja nyata sebagai bentuk dari pengimplementasiannya.baik
dalam perencanaan strategis, agar benar-benar dapat mencapai arah yang telah
ditentukan, serta orang-orang yang terlibat akan mampu bekerja dengan sukses.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana perbedaan antara perumusan strategi dan implementasi strategi.
2. Apa implementasi strategi sebagai peralihan tanggung jawab.
3. Apakah kebijaksanaan strategi itu?
4. Masalah apa saja dalam implementasi dan bagaimana menanggulanginya.
5. Kapan suatu implementasi dianggap sukses?
6. Bagaimana korelasi antara Perumusan Strategi dan Implementasi Strategi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Perumusan Strategi dan Implementasi Strategi

Kalau perumusan strategi memusatkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan


entrepreneur maka implementasi itritei berfokus pada aktivitas-aktivitas administratif.
Dengan demikian keduanya berbeda. Implementasi strategi merupakan satu proses
tersendiri dan sering tidak dipandang sebagai bagian integral dari pengambilan
keputusar. Memang, tugas membuat keputusan stratejik dianggap selesai pada saat
keputusan itu memperoleh pengesahan dari pihak yang berwenang, Lain halnya kalau
kita berbicara tentans manajemen stratejik, implementasi dan pengendalian adalah
lkomponen-komponen yang tidak terpisahkan dari proses pengambilan keputusan.
Dalam kasus-kasus tertentu, implementasi suatu keputusan stratejik dapat terjadi
seketika, teiapi kebanyakar harus menunggu karena memerlukan persiapan yang cukurp
matang. Jadi, kita tidak boleh gegabah melaksanakan suatu strategi, mengingat proses
perumusannya telah memakai energi dan waktu yang banyak. Apabila dipaksakan maka
hasil yang akan dicapaibisa jauh dari produkyang diinginkan. para pembuat kepufusan itu
sendiri, sementara mereka sudah berpayah-payah merumuskannya. Adanya masa
peralihan dari perumusan strategi ke saat implementasinya menunjukkan bahwa
perumusan suatu strategi berbeda dengan pelaksanaaan strategi itu.
David (1989) mencoba menunjukkan perbedaan antara perumusan strategi dan
implementasi strategi antara lain sebagai berikut.
1) Kalau perumusan strategi adalahberupa persiapan dan pengerahan tenaga dan sumber
daya sebelum bertindak, implementasi strategi justru mengelola sumber daya dan
berbagai kekuatan yang berkaitan dengan itu, sementara berlangsungnya kegiatan
operasional.
2) Perumusan strategi memusatkan perhatian pada efektivitas, sedangkan implementasi
strategi berfokus pada efisiensi.
3) Perumusan strategi lebih merupakan proses intelektual, sedangkan implementasi
strategi terutama berupa proses operasional.
4) Perumusan strategi membutuhkan intuisi dan keterampilan analitik, sedangkan
implementasi strategi memerlukan motivasi dan keterampilan kepemimpinan.
5) Perumusan strategi mensyaratkan koordinasi diantara beberapa individu, sedangkan
implementasi strategi mensyaratkan koordinasi di antara banyak orang.
Perbedaan antara perumusan dan implementasi strategi di atas memperlihatkan
adanya keterampilan tersendiri yang diperlukan untuk menyukseskan suatu strategi, baik

2
keterampilan memimpin, mengelola, mengkoordinasikan, dan dengan sendirinya
membutuhkan waktu persiapan yang tidak sedikit.

B. Makna Implementasi Strategi Sebagai Peralihan Tanggung Jawab

Implementasi adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul satu


keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran tertentu. Guna
merealisasikan pencapaian sasaran itu, diperlukan serangkaian aktivitas. Jadi, dapat
dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna
mencapai suatu sasaran tertentu. Dalam rumusan Higgins (1985), implementasi adalah
rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan
sumber daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi. Kegiatan itu menyentuh semua
jajaran manajemen mulai darimanajemen puncak sampai pada karyawanlini
palingbawah.
Fase implementasi strategi adalah fase peralihan tanggung jawab dari CEO kepada
para manajer tingkat menengah, dari kepala eksekutif kepada kepala biro, atau kepala
bagian, tergantung pada struktur dari setiap organisasi, sampai ke setiap karyawan,
setiap orang dalam organisasi. Sungguhpun CEO maiih tetap terlibat dalam fase
implementasi, porsi keterlibatannya tidak sebanyak pada fase perumusan strategi.
Seperti telah diuraikan, eselon atas bertugas membuat kepufusan stratejik, eselon
menengah membuat keputusan taktis, sedangkan eselon bawah membuat keputusan
operasional. Jadi, strategi itu diiabarkan lebih jauh ke dalam kepingan-kepingan yang
memudahkan pelaksanaannya/ dibagi kepada setiap unit kerja sesuai tanggung jawab
masing-masing, lalu kepada setiap individu sebagai pelaksana garis depan.

C. Kebijaksanaan Strategi

Untuk menjamin bahwa strategi baru itu akan berhasil. diperlukan kebijaksanaan
organisasi yang akan menyiapkan semua fasilitas yang diperlukan dalam menyelbsaikan
masalah-masalah yang timbul selama impiementasi. Kebijaksanaan itu berkaitan dengan
pedoman pelaksanaan, metode kerja, prosedur, peraturan-peraturan, formulir-formulir,
dan segala sesuatu yang dlperlukan untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi
karyawan dalam menyukseskan pencapaian sasaran organisasi. Kebiiaksaan itu
mengaturbatas-batas apa yang dapat dan yang tidak dapat dikerjakan, tindakan-tindakan
administratif mana yang boleh dan tidak boleh dijalankan. Dengan kata iain,
kebijaksanaan diperlukan untuk mencegah timbulnya tindakan independen yang berarti

3
memelihara ketergantungan satu pada yang lain, memperkecil keputusan-keputusan zig-
zag dan praktek-praktek yang kontradiktif.
Masalah perekrutan tenaga ahli yang dibutuhkan, dimasukkan pula dalam
kebijaksanaan-tersebut. Di dalam organisasi yang tidak menggunakan pendekatan
manajemen stratejik, masalah perekrutan dan alokasi sumber daya sering menjadi bagian
dari kebijaksanaan tersendiri, yang biasanya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik.
Bagaimanapun cara yang ditempuh dalam sistem perekrutan dan alokasi sumber daya
belum akan mampu memberi jaminan implementasi yang sukses dari suatu strategi.
Tidak semua kebijaksanaan baru organisasi perlu diketahui oleh semua karyawan
sehingga perlu dilakukan seleksi. Kemudian ditetapkan mana yang perlu disebarluaskan
kepada para karyawan, baik dalam bentuk pengumuman, edaran buletin, maupun semua
media yang mencapai setiap orang.

D. Masalah dalam Implementasi Strategi dan Penanggulangannya

Masalah yang paling sering timbul ialah jangka waktu pelaksanaan. Jangka waktu
pelaksanaan ternyata jauh lebih lama daripada yang direncanakan karena timbulnya
banyak masalah baru yang tidak diantisipasi, tidak diprediksi sebelumnya. Sementara itu,
selama kegiatan implementasi berlangsung, koordinasi tidak berjalan secara efektif,
apalagi banyak karyawan yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk
melaksanakan kewajibannya.
Pada saat analisis SWOT dilakukan, masalah yang berkaitan dengan faktor
eksternal telah banyak dibicarakan. Namun pada saat pelaksanaannya, faktor-faktor itu
banyak sekali dilupakan dan kurang terkontrol. Akibatnya adalah aktivitas organisasi
kadang-kadang terpengaruh oleh fakta eksternal yang tak terkendali itu sehingga hasil
yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Masalah lain yang juga sering dihadapi
adalah kualitas kepemimpinan yang kurang memadai, pengarahan dari para pimpinan
unit kerja yang sering kali kurang tepat juga, semuanya merupakan sumber rintangan
dalam menyukseskan implementasi strategi.
Selain itu, monitoring atas pelaksanaan tugas sangat lemah. Wemham (I99I)
menambahkan bahwa sumber daya, apakah manusia, uang, atau material tidak
selamanya tersedia pada saat dibutuhkan. Bisa terjadi bahwa sumber daya yang diedrima
tidak memadai, artinya jauh lebih sedikit daripada yang direncanakan, atau ada unit kerja
lain yang lebih diprioritaskan. Di samping itu, penyesuaian perilalu karyawan terhadap
strategi baru dan struktur baru tidak jarang menimbulkan masalah yang cukup memakan
waktu. Belum lagi, kurangnya informasl mengenai berbagai faktor yang berkaitan dengan
strategi baru itu, lebih menambah jumlai masalah. Sebagai akibat dari kurangnya

4
informasi itu, produk atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen tidak sesuai
dengan spesifikasi yang dikehendaki. Ini yang drsebut validitas teknikal. Penyebab
masalah yang lain adalah bahwa di antara unit-unit kerja dalam organisasi, tidak jarang
dljumpai tujuan-tujuan yang bertentangan satu dengan yang lain sehingga membutuhkan
waktu lama bagi manajemen ,untuk menyelesaikannya.
Masalah-masalah yang digambarkan di atas tidak jarang terjadi dalam
kebanyakan organisasi publik dan nonprofit. Tetapi, masalah-masalah itu dapat diatasi
andaikata kepemimpinan seorang CEO bisa dipertaruhkan, dalam arti penuh dengan
komitmen untuk melaksanakan keputusan stratejik yang telah dibuat dengan susah
payah. Komitmen itu antara lain berkaitan dengan penyusunan struktur organisasi yang
sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, pendelegasian wewenang pengambilan
keputusan bagi para pemimpin unit kerja, dan perhatian kepada kultur organisasi.
Alexander (1991) mencoba mengungkapkan beberapa jalan keluar guna
menanggulangi masalah-masalah yang timbul selama implementasi suatu strategi. Jalan
yang paling utama ialah komunikasi, terutama komunikasi dua arah. Hal yang menonjol
dalam komunikasi adalah kejelasan dari setiap informasi yang disampaikan kepada pihak
penbrima, bawahan, atau atasan, yaitu tugas dan kewajiban apa yang harus dilakukan,
dan bagaimana melakukannya. Berikuhrya adalah perlunya eselon atas memulai
pekerjaan dengan ide dan konsep yang baik. Suatu keputusan stratejik biasanya belum
dapat dipahami denganmudah oleh semua jajaran organisasi.
Oleh sebab itu, diharapkan manajemen puncak dapat menjelaskan ide yang
terkandung dalam keputusan stratejik tersebut sedemikian rupa, untuk mencegah salah
penafsiran yang diberikan oleh eselon bawah. Jalan keluar yang lain adalah
memintakamitmen danperan serta aktif dari seluruh karyawan. Bagi Wernham,
komitmen ini menyangkut keyakinan dan antusiasme yang harus ditampakkan oleh para
karyawan. Sebagai imbalan atas komitmen tersebut, CEO perlu menyediaknn dan
mengaloknsikan sumber dayayang memadai sehingga karyawan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Dengan kata lain, drperlukan dukungan penuh dari manajemen
puncak. Terakhu adalah rencana pelaksanaan yang menggambarkan siapa melaksanakan
apa, bagaimana, dan kapan pekerjaan itu
diselesaikan.
Pada pihak lain, Mc. Manis (1991) cenderung untuk pertama-tama menganalisis
struktur organisasi, sistem manajemen, sumber daya manusia, dan kultur organisasi.
Sesudah itu, baru menyingkirkan semua penghalang, lalu melakukan restrukturisasi untuk
melicinkan jalan ke arah strategi organisasi. Oleh karena proses ini memakan waktu yang
cukup lama maka perubahan yang cepat tidak akan dapat diharapkan.

5
Carnall (1991) menekankan bahwa orang-orang dalam organisasi perlu belajar
menerima perubahan. Belajar menerima dan menghargai inovasi dalam organisasi.
Memang, perubahan bisa dicapai tanpa belajar, tetapi biasanya melalui perjuangan
berat, terutama apabila dalam organisasi terdapat kelompok oposisi yang kuat.
Mengendalikan masa traniisi secara efektif akan mengajak orang belajar dan dengan
demikian perubahan yang baik bisa tercipta. Dengan begitu, apabila perubahan bisa
dikelola secara efektif, kita dapat menghindari rasa kekhawatiran dan keragu-raguan.
Dln, hanya dengan mengendalikan masa transisi secara baik, menangani kultur organisasi
secara profesional, dan memanfaatkan kekuasaan secara konstruktif, kita mampu
menciptakan lingkungan dan suasana yang memungkinkin kreativitas, kepercayaan pada
diri masing-masing, ke6eranian mengambil risiko, dan penampilan yang baik dapat
dicapai.

E. Kapan Implementasi Dianggap Sukses

Kunci suksesnya implementasi strategi, seperti diungkapkan oleh Thompson dan


Shickland (1992), adalah menyatukan organisasi secara total untuk mendukung strategi
dan melihat apakah setiap tugas administratif dan aktivitas dilakukan menurut cara yang
memadukan secara tepat semua persyaratan sehingga pelaksanaan dari strategi itu
dapat dinikmati. Pernyataan ini mengandung tuntutan akan perlunya komitmen. Maka,
sekali lagi, hanya dengan komitmen stratejik dari semua jaiaran pimpinan dan para
pelaksana, keinginan itu dapat direalisasikan. Adalah layak bagi para eksekutif untuk
secara terus-menerus mengamati apakah strategi itu dilaksanakan dengan baik. Tanpa
komitmen dari manaiemen puncak dan terutama semua eselon atas, kecil kemungkinan
pelaksanaan strategi akan memberi hasil yang gemilang. Jadi suatu implementasi yang
sukses, membutuhkan dukungan, disiplin, motivasi, dan kerja keras dari semua manajer,
kepala-kepala unit kerja, dan semua karyawan.
Suksesnya implementasi dapat dilihat dari perspektif lain, yaitu dengan mengukur
tingkat kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, dengan petunjuk-
petunjur khusus dari para birokrat. Pandangan ini memberi tempat yang luas kepada
birokrasi dalam melaksanakan suatu strategi. Memang, siapa pun yang membuat
strategi, baik organisasi bisnis maupun nonprofit, dan terutama organisas: publik sendiri,
tidak dapat melakukan penyimpangan dan peraturan perundang-undangan. Sementara,
kewenangan memberi interpretasi terhadap suatu peraturan perundangundangan,
sebagian besar berada dalam tangan birokraji. Dengan demikian, tidaklah keliru kalau
dikatakan bahwa kesesuaian implementasi strategi dengan peraturan perundang-
undangan juga mengandung makna kesesuaiannya dengan keinginan birokrasi.

6
F. Korelasi Antara Perumusan Strategi dan Implementasi Strategi

Suksesnya perumusan strategi tidak memberi jaminan bahwa implementasi


strategi juga akan sukses. Oleh sebab itu, para eksekutif perlu memberi perhatian pada
korelasi antara perumusan strategi dan implementasi strategi tersebut. Korelasi itu
tampak pada baik buruknya rumusan strategi dengan sempurna tidaknya
implementasinya.
Thomas Bonoma (Wheelen dan Hungea, 1990) menyebutkan bagaimana korelasi
keduanya. Pertama, yaitu pertemuan antara formulasi strategi yang tepat dan
implementasi yang ekselen, yang prima, ternyata membawa sukses. Sasaran organisasi
tercapai yang sekaligus memberi keuntungan atau kepuasan organisasi. Kualitas
pelayanan akan memuaskan konsumen sehingga organisasi diantar ke posisi yang sangat
kompetitif .
Kedua, yaifu pertemuan antara rumusnn strategi yang kurang tepat dengan
pelaksanann yang prima, memberi kemungkinan dua hasil, yaitu selamat atau hancur.
Selamat, bahwa dengan pelaksanaan yang prima, masih dapat menyelamatkan strategi
yang kurang baik perumusannya/ tetapi sebaliknya dapat mempercepat kegagalan.
Percepatan kegagalan itu terutama disebabkan oleh salah penafsiran atas rumusan yang
memang sudah kurang tepat. Betul pelaksanaannya bagus, tetapi arahnya yang tidak
benar karena kekeliruan tadi.
Ketiga, yaitu pertemuan antara strategi yang rumusannya sangat tepat dengan
implementasi yang buruk, ternyata menghasilkan kesulitan karena dengan pelaksanaan
yang buruk itu akan menghambat pencapaian sasaran. Ada kemungkinan para pimpinan
unit kerja menganggap bahwa bukan pelaksanaan yang buruk, melainkan rumusan
strategi yang kurang tepat. Akibatnya adalah waktu yang begitu lama dengan segala
energi yang habis dipakai dalam proses perumusan strategi itu, sia-sia semuanya.
Keempat, yaitu pertemuan antara dua penampilan yang buruk, rumusan strategi
yang tidak tepat diikuti dengan pelaksanaan yang buruk, memberi hasil yang sudah dapat
diramalkan, yaitu kegagalan total. Apa yang diinginkan oleh para eksekutif, apa yang
dicita-citakan oleh semua jajaran unit kerja, tidak dapat direalisasikan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Setiap keputusan stratejik maupun keputusan yang lain membutuhkan


implementasi. Tanpa imlementasi keputusan apapun hanyalah sebatas keputusan yang
tidak berarti apa-apa. Implementasi strategi merupakan kegiatan administratif setelah
dilakukan perumusan keputusan yang dimaksudkan untuk suatu tujuan tertentu.
Implementasi strategi juga adalah pelimpahan tanggung jawab dari pimpinan organisasi
ke pimpinan tingkat bawah sampai kepada karyawan tingkat bawah organisasi dengan
seperangkat kebijaksanaan yang menyertainya. Dalam pelaksanaan suatu strategi banyak
masalah yang akan menyertainya namun untuk menaggulangi masalah tersebut
dibutuhkan komitmen implementasi dengan melakukan komunikasi yang intensif.
Kemudian kesuksesan sebuah implementasi strategi juga memiliki hubungan kuat dengan
perumusannya.
B. Saran
Konsep implementasi keputusan stratejik yang dituangkan dalam makalah ini
adalah konsep harus diketahui oleh siapa saja yang berkiprah dalam organisasi terlebih
kepada seorang eksekutif atau pimpinan organisasi. Dengan demikian melalui konsep
tersebut setiap keputusan yang diambil mesti melalui sebuah fase implementasi untuk
mencapai sasaran keputusan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai