B. Agenda Setting
1. Proses (agenda setting)
Dari bagan dan tabel di atas dapat dipahami bahwa agenda setting merupakantahap
awal dari sebuah proses pembuatan kebijakan publik. Agenda setting berasal(input) dari
masalah-masalah publik/masyarakat umum yang kemudian berkembangmenjadi masalah
kebijakan dan pada akhirnya diharapkan diberikan solusi olehpemerintah dengan pengadaan
sebuah kebijakan. Secara sederhana agenda settingdapat dimaknai sebagai sebuah proses
menentukan mana masalah dalam masyarakatyang perlu/pantas untuk dikembangkan menjadi
sebuah kebijakan.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa tidak semua masalahumum akan
diputuskan sebagai masalah kebijakan dalam proses agenda settingada beberapa kriteria
masalah yang harus dipenuhi yakni (Kimber, 1974 ;Salesbury 1976; Sandbach, 1980;
Hogwood & Gunn, 1986) :
1. Telah mencapai titik kritis tertentu yang jika diabaikan akan menjadiancaman yang serius;
2.Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang berdampakdramatis;
3.menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan
mendapat dukungan media massa;
4.menjangkau dampak yang amat luas ;
5.mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6.menyangkut suatu persoalan yang fashionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan
kehadirannya).
Agenda setting itu sendiri terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu :
a.Persepsi terhadap masalah
b. Pendefenisian masalah
c.Proses mobilisasi/pencarian dukungan terhadap masalah
Dari poin-poin tersebut dapat dilihat bahwa penentuan masalah kebijakanpada dasarnya
bersifat subjektif karena berasal dari persepsi para pelakukebijakan sendiri, itulah mengapa
masyarakat harus berusaha “sendiri” untukmeyakinkan para aktor bahwa masalah yang mereka
ajukan betul harusdikembangkan menjadi sebuah kebijakan. Untuk melakukan hal ini
masyarakatbiasa mengumpulkan massa untuk berunjuk rasa, meminta bantuan mediamassa
atau meminta bantuan lobi kepada para pakar/tokoh masyarakat yangmampu mempengaruhi
pemerintah.Selain itu dari poin ke 3 juga dapat dilihat bahwa sebuah masalah jugaharus
mendapatkan dukungan politis dari kelompok-kelompok kepentingandalam pemerintahan
(dimensi politik). Ini berarti masyarakat kadang haruskecewa tuntutan/keinginannya tak
dipenuhi hanya karena tak mendapatdukungan dari para kelompok kepentingan (elit) seperti
perwakilan partaitertentu, pemegang modal atau para pengusaha. Terakhir penulis ingin
mengingatkan sebuah hal, bahwa tak semuamasalah bisa menjadi masalah publik, tidak semua
masalah publik bisa menjadimasalah kebijakan, tak semua masalah kebijakan bisa masuk ke
agenda setting,dan tak semua masalah yang ada dalam agenda setting bisa menjadi
agendapemerintah yang akan melahirkan kebijakan public, semuanya butuh proses.
Pembelanjaan Daerah
Adanya otonomi daerah (sistem desentralisasi) maka jenis jenis pembelanjaan tiap-tiap daerah akan
berbeda-beda yang diwarnai dan disesuaikan dengan kondisi dan keunikan yang dimiliki oleh setiap
daerah. Secara umum jenis-jenis pembelanjaan daerah dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Belanja rutin,
yaitu pengeluaran yang secara rutin dibelanjakan oleh pemerintah daerah, antara lain, untuk
1. belanja gaji,
2. belanja barang,
3. belanja pemeliharaan, dan
4. belanja perjalanan dinas.
b. Belanja pembangunan,
yaitu semua jenis pengeluaran untuk kegiatan pembangunan di daerah, yang meliputi pelaksanaan
proyek fisik dan nonfisik.