Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FORMALISASI SYARIAT ISLAM DALAM PERGUMULAN

KONSTITUSI

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Politik Hukum Islam

Dosen pengampu :

Prof. Dr. Fauzan Ali Rasyid, M. Si. dan Hamdani Kurniawan, S.H, M.Ipol.

Disusun oleh:

Kelompok 4

Rifaldi Fadilah (1203060099)

Ripan Saepul Rohman (1203060100)

Rizal Dayanta Putra (1203060102)

Shofia Alfanni (1203060113)

Syaharani Nurul Fitri (1203060120)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Formalisasi Syariat Islam Dalam Pergumulan Konstitusi.” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas, menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai Formalisasi Syariat Islam Dalam Pergumulan
Konstitusi bagi kami yang membuat dan bagi orang yang membacanya.
Kami menyadari bahwa makalah ini terdapat banyal sekali kekurangan dan jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, isi maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami menerima segala jenis kritik dan saran dari para pembaca demi
penyempurnaan makalah dan guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik
lagi dalam membuat makalah.

Bandung, 1 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................4
1.3 TUJUAN......................................................................................................................4
1.4 MANFAAT..................................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................................5
2.1 Syariat Islam Prasejarah...........................................................................................5
2.1.1 Islam Masuk Nusantara dan Masa kesultanan Islam.............................................5
2.1.2 Syariat Islam samudera pasai...............................................................................8
2.1.3 Kerajaan Aceh.......................................................................................................9
2.1.4 Kerajaan Tuban, Kerajaan Ternate, dan Tidore...................................................10
2.1.5 Kerajaan Sulawesi...............................................................................................11
2.1.6 Perkembangan Syariat Islam Pada Masa Kerajaan Demak dan peran walisongo.
12
2.1.7 Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, dan Kerajaan Banten..............................13
2.1.8 Perkembangan Syariat Islam Pada Masa Kolonial...............................................14
2.2 Syariat Islam Pasca Kemerdekaan..........................................................................15
2.2.1 Perkembangan Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan.........................................15
2.2.2 Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan.......16
2.3 Syariat Islam Era Reformasi...................................................................................17
BAB III......................................................................................................................................22
PENUTUP..................................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk yang berakal, tentunya manusia tidak bisa hidup menyendiri.
Manusia senantiasa hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosialisasi yang mana
tentunya tidak luput dari sebuah persoalan didalamnya. Dalam hal tersebut perlulah kita
untuk memilah dan memilih agar mendapatkan solusi. Salah satunya dengan
mempelajari Formalisasi Syariat Islam. Selain mengatur mengenai masalah pribadi
syariat islam sendiri terdapat dalam pergumulan konstitusi mengenai permasalahan
dalam bidang hukum. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam persoalan hukum
memiliki kajian tentang tentang politik hukum islam. Syariat islam sendiri khususnya di
Indonesia lahir dan berlaku mulai dari zaman kerajaan islam dan berkembang dari satu
pemerintahan ke pemerintahan yang lain sesudah Indonesia merdeka. Tentunya banyak
hal-hal yang dilalui dalam upaya untuk menerapkan syariat islam di Indonesia. Maka
dari itu sangat bermanfaat mempelajarinya sehingga dapat dicari solusi dalam
permasalahan terkait politik hukum islam agar tidak hanya solusi saja yang didapat
melainkan juga hukum dalam suatu permasalahan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud syariat islam pra sejarah?
2. Apa yang dimaksud syariat islam pasca kemerdekaan?
3. Apa yang dimaksud syariat islam era reformasi?

1.3 TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini ialah untuk mengetahui suatu hukum yang bisa
dipelajari dan digunakan dalam kehidupan sehari hari dan bisa diamalkan sesuai dengan
maksud dan tujuan hal tersebut.

1.4 MANFAAT
1. Agar mengetahui dan memahami syariat islam pra sejarah.
2. Agar mengetahui dan memahami syariat islam pasca kemerdekaan.
3. Agar mengetahui dan memahami syariat islam era reformasi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Syariat Islam Prasejarah

2.1.1 Islam Masuk Nusantara dan Masa kesultanan Islam

Pertama, berita Arab menjelaskan bahwa islam masuk nusantara melalui


pedagang Arab yang melakukan perdagangan dengan bangsa Indonesia, pedagang Arab
sudah datang sejak masa kerajaan Sriwijaya yaitu pada abad ke-7 M, yang pada saat itu
menguasai jalur perdagangan di Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada saat
itu. Hubungan antara pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya dibuktikan dengan
adanya sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa.

Kedua, berita eropa datang dari Marcopolo tahun 1292 M, dimana ia merupakan
orang yang pertama datang ke Indonesia saat ia kembali dari cina menuju eropa melalui
jalur laut. Marcopolo mendapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantar putrinya yang
dipersembahkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya tersebut ia singgah di
Sumatera bagian utara. Pada saat itu Marcopolo menemukan adanya kerajaan Islam
yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai.

Ketiga, berita India yang lahir selepas tahun 1883 M, dimana berita India
menyebutkan bahwa para pedagang India yang berasal dari Gujarat aktif dalam
mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada setiap penduduk yang ia jumpai,
terutama masyarakat yang terletak di pesisisr pantai.

Keempat, berita Cina yang diketahui dari catatan dari Ma Huan, ia merupakan
penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Dalam tulisannya bahwa
sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar Islam yang tinggal di pantai utara Pulai
Jawa. T.W. Dalam beberapa sumber Cina pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin dari pemukiman Arab Muslim yang ada di pesisir pantai Sumatera
(disebut Ta’shih).

Kelima, sumber yang ada di dalam Negeri yang dibuktikan dengan penemuan
batu di Leran (Gresik), batu bersurat tersebut menggunakan bahasa Arab yanga memuat
mengenai seorang perempuan yang meninggal bernama Fatimah Binti Maimun (1028).
Lalu dibuktikan juga dengan Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang
meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297 M. dan juga
ditemukannya makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang meninggal pada
tahun 1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan Arab.

Kedatangan Islam dan penyebarannya di indonesia terhadap golongan


bangsawan dan rakyat umumnya, yang dilakukan secara damai. Beberapa saluran
Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:

Kesatu, penyampaian Islamisasi di Indonesia pada tahap permulaan dilakukan


melalui perdagangan. Hal tersebut sesuai dengan kesibukan perdagangan abad-7 sampai
abad ke-16, perdagangan di negeri-negeri bagian barat, (Tenggara, Timur benua Asia)
dimana para pedagang Islam diantaranya (Arab, Persia, India) ikut berperan di
Indonesia. Proses islamisasi melalui perdagangan tersebut sangatlah menguntungkan.
Hal tersebut menghasilkan hubungan di antara penduduk Indonesia dengan pedagang.
Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan dapat digambarkan
sebagai berikut: pada awalnya mereka datang ke pusat-pusat perdagangan, kemudian
ada yang bermukim untuk sementara atau menetap. Seiring berjalannya waktu tempat
tinggal mereka berkembang menjadi beberapa perkampungan. Golongan pedangang
Muslim dari negara asing itu disebut sebagai Pekojan.

Kedua, Ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan tempat untuk
mencari kedamaian antara dua orang. Saluran Islamisasi melalui perkawinan antara
pedagang dengan wanita pribumi merupakan bagian yang erat dalam berjalinannya
dengan Islamisasi. Melalui perkawinan tersebut terlahir seorang muslim. Setelah
mereka mempunyai kerturunan lingkungan mereka menjadi semakin luas, yang pada
akhirnya muncul perkampungan, daerah, dan kerajaan-kerajaan islam.
Keempat, Para ahli tasawuf memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit
dan lain-lain. proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodirkan
nilai kebudayaan bahkan ajaran agama Hindu ke dalam ajaran Islam, ajaran tersebut
terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai keislaman sehingga dapat mudah diterima.

Kelima, para guru-guru agama, ulama, raja mereka menyebarkan agama Islam
melalui sistem pendidikan dengan cara membangun pesantren yang menjadi tempat
pengajaran agama Islam. Setelah belajar ilmu-ilmu dari berbagai kitab, setelah itu
mereka akan kembali ke kampung halamannya untuk menjadi tokoh agama atau kyai
yang kemudian membuat pesantren kembali. Semakin terkenal kyai tersebut
pengaruhnya akan lebih luas lagi.

Keenam, Masuknya islam melalui kesenian misalkan dalam kesenian bentuk


pahat ataupun ukiran, kesenian dalam bentuk bangunan, kesenian tarian, musik dan
kesenian kesastraan. Seperti kesenian dalam bentuk bangunan ini dapat dilihat pada
masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh dan lain sebagainya. Adapun juga
kesenian wayang banyak disukai oleh masyarakat, Dalam cerita wayang tersebut
dimasukkan ajaran mengenai keislam yang berupa dakwah.

Ketujuh, Peran kekuasan berpengaruh besar terhadap Islamisasi, Apabila


seorang penguasa atau pemimpin kerajaan tersebut masuk kedalam agama Islam,
otomatis para pengikut penguasa kerajaan tersebut akan mengikuti jejak pemimpinnya.
pengikut terhadap pemimpinannya memiliki ketaatan yang amat besar sebagaimana
peguasa atau pemimpin tersebut sebagai tauladan terhadap pengikutnya. Seperti di
Maluku ataupun Sulawesi selatan, banyak pengikunya yang masuk agama Islam
sesudah pemimpinnya menganut Islam terlebih dahulu. Peran politik kekuasaan sangat
berpengaruh dalam menyebarnya agama Islam.

Terdapat beberapa perbedaan penilaian tentang kapan Islam masuk ke


Nusantara. Menurut N.H. Krom serta Van Den Berg, menyatakan bahwa Islam pertama
kali muncul di abad ke-13 M. Pendapat selanjutnya menyatakan abad ketujuh Masehi
atau abad pertama Hijriyah seperti yang diungkapkan Hamka.1

1
Jefik Zulfikar Hafizd, “Sejarah Hukum Islam Di Indonesia: Dari Masa Kerajaan Islam Sampai Indonesia
Modern,” Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam 9, no. 1 (2021).
Kekuasaan kesultanan Islam secara luas tercermin dalam hukum Islam, yang
telah berkembang menjadi sistem hukum positif. Seperti Kesultanan Samudera Pasai di
akhir masa pemerintahannya, merupakan bukti tak terbantahkan bahwa syari’at Islam
ditegakkan di setiap kesultanan dengan tingkat kepatuhan yang berbeda-beda. Literatur
menjadi banyak digunakan dalam keputusan pengadilan.2

2.1.2 Syariat Islam samudera pasai

Di tahun 1292, Marco Polo mengunjungi Aceh. Beliau mencatat seorang raja
muslim yang berkuasa di Ferlec (Perlak, Peureulak), serta eksistensi dua negeri lainnya
Basma atau Basman dan Samara yang masih menganut agama primitive. Dua negeri
terakhir ini sering diidentifikasi dengan Pase dan Samudra tetapi indentifikasi ini kurang
logis. Raja Muslim pertama di kerjaraan Samudra pasai ialah Al-Malik Salih, yang
wafat pada 1297, beberapa tahun setelah kedatangan Marco Polo. Al-Malik Salih pada
awalnya beragama pelbegu. Sebelum berganti nama menjadi Al-Malik Salih setelah ia
masuk islam beliau bernama Merah Silu.

Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada 1511, justru menguntungkan


Samudra-Pase dari sudut perniagaan. Akan tetapi, kemakmuran yang dicapainya lewat
perniagaan itu tidak bertahan lama. Sekalipun musuh tradisional Pase yaitu negeri Pedir
(Pidiee) yang saat itu berada di ambang keruntuhan dengan meninggalnya Raja
Madaforxa (Mudhaffar Syvah?), Pase tidak dapat mempertahankan kekuasaannya.

2.1.3 Kerajaan Aceh

Aceh mengalami sejumlah perubahan antara tahun 1496 dan 2003, menurut
sejarah, antara lain: Pertama, mampu mengembangkan suatu pola dan memahami
sistem pendidikan dalam militer. Kedua, bersikap menentang imperialism bangsa
Eropa. Ketiga, mempunyai sistem pemerintahan yang tertata dengan baik dan
sistematis. Keempat, dapat berkomunikasi secara diplomatis. Kelima, mampu
mendirikan pusat-pusat penelitian ilmiah.3
2
John Kenedi, “Penerapan Syariat Islam Dalam Lintasan Sejarah Dan Hukum Positif Di Indonesia,” Al-
Mawarid 16, no. 1 (2017): 74–84, http://jurnal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/view/239.
3
Wiwi Arwinda Mayani, “Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Kerajaan Islam Sampai
Dengan Masa Reformasi,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–1699,
https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/latihan/article/view/1567.
Menurut catatan sejarah, Sultan Ali Mughayat Syah (1511-1530) adalah sultan
pertama Aceh. Qanun Syara' Kerajaan Aceh adalah undang-undang yang ditetapkan
Mughayat Syah ketika dia berkuasa mengenai struktur Kesultanan Aceh. Pemerintah
Aceh. Didalamnya juga dijelaskan bahwa Kesultanan Aceh didirikan atas dasar hukum,
adat, reusam, dan qanun, yang kesemuanya sesuai syari’at islam. Hoesein
Djajadiningrat menegaskan bahwa hukum Islam mengatur sistem hukum Aceh. Adat
mengacu pada pemerintah dan semua pajak, reusam untuk prosedur lokal, dan qanun
untuk hukum yang mengatur.

Bagi penduduk Aceh, Adat adalah suatu aturan yang sah yang berhubungan
dengan kegiatan kemasyarakatan dan organisasi negara yang dipegang oleh penguasa
sebagai Khadam. Adat. Hukum ialah hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
sesama yang tidak lain bersumber sesuai ajaran Islam. .Ulama memegang otoritas
hukum. Sebaliknya, Qanun, atau qanun el asyi, adalah adat dan budaya sosial
perempuan. Selain itu, Reusam berfokus pada pedoman etika sosial laki-laki untuk
mematuhi adat dan budaya.

Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (Meukuta Alam, 1607–1636), di


abad ke-17 masa pemerintahannya, wilayah politik Aceh meluas ke selatan. Syekh
Syams al-Din al-Sumatrani diangkat oleh Sultan Iskandar sebagai penasehat dan mufti
kesultanan yang membidangi urusan agama. Menurut catatan sejarah, al-Sumatrani
bahkan bekerja sama dengan Aceh dan Inggris untuk mencapai kesepakatan damai dan
persahabatan.

Selama berkuasa, Iskandar Muda memberlakukan suatu peraturan berupa


undang-undang dasar Kerajaan Aceh, yaitu “Peraturan-peraturan yang ada di dalam
Negeri Aceh Bandar Dar as-Salam disalin dari Dattar Paduka Sri Sultan Makota Alam
Iskandar Muda,”. Undang-undang ini yang mengatur tata cara pengangkatan sejumlah
jabatan di dalam Kesultanan Aceh, ketentuan tentang hamba raja yang meninggal atau
terluka ketika menjalankan tugas, WNA (Warga Negara Asing) Muslim dan non-
Muslim yang masuk ke Aceh, peraturan hari besar Islam, dan lainnya. Menurut
Djajadiningrat, peraturan Iskandar Muda berisi ketentuan mengenai susunan
pemerintahan, hukum dan adat untuk memberlakukan hukum Islam.
2.1.4 Kerajaan Tuban, Kerajaan Ternate, dan Tidore

Kota Tuban dianggap tidak memiliki signifikansi politik atau ekonomi diantara
abad 17 dan 18. Namun kota Tuban dikenal sebagai rumah ulama besar, seperti Haji
Ahmad Mustaqim, yang selanjutnya disebut dalam tulisan Jawa sebagai Serat Cabolek .
Hal ini karena dianggap bahwa penguasa yang kuat telah tinggal di Tuban sejak zaman
kuno. Akibatnya, Tuban juga berkembang menjadi kota yang tersohor dan signifikan di
pantai timur Jawa Timur. Raden Rahmat, yang kemudian menggunakan nama Sunan
Khatib Ngampel Surabaya, adalah salah satu ulama yang tampil di Tuban.4

Sultan Zainal Abidin, raja Ternate ke-18, berhasil mengubah hukum kerajaan dan
hukum adat menjadi hukum Islam. Selain itu, Islam dijadikan agama resmi Ternate pada
masa pemerintahannya dengan melibatkan para ulama, Sultan Zainal Abidin mampu
mendirikan lembaga kerajaan yang sesuai dengan syariat Islam. Dan kemudian
Beberapa kerajaan di Maluku kemudian mengikuti jejaknya.

Terdapat beberapa perubahan pada masa ini yaitu ,yang pertama mengadopsi Islam
sebagai agama resminya. Kedua, mendirikan lembaga baru kesultanan, Jolebe atau
Bobato Akhirat. Ketiga, menunjuk seorang sultan, atau "Amir ad-Din," sebagai pendiri
dan pengawas agama Islam di Jobele. "Moloku Kie Raha," perubahan yang dilakukan
Sultan Zainal Abidin juga diadopsi oleh kesultanan lain.

Setelah itu, Islam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemerintahan


Sultan Zainal Abidin. Islam telah memberikan keuntungan komersial bagi kerajaan
karena pedagang Muslim dari Nusantara, Arab, dan Gujarat di Maluku berperan,
terutama di Ternate dan daerah luar negerinya. Islam juga berperan penting dalam
mewujudkan kesetiaan bobato dengan mengucapkan sumpah setia kepada sultan sesuai
dengan tata cara Islam. Ternate dan Tidore menaklukkan VOC pada tahun 1660. Hal ini
juga terjadi ketika Belanda dan Inggris berusaha untuk menjajah Indonesia tetapi tidak
berhasil karena Indonesia sudah menguasainya. Dari tahun 1657 hingga 1689, Kerajaan
Tidore milik Sultan Saifuddin berhasil mematahkan keinginan VOC untuk menguasai
wilayahnya. Di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin, hukum Islam di Tidore berhasil

4
Taufik adnan Amal, Politik Syariat Islam (jakarta: pustaka avabet, 2004).
diterapkan baik hukum perdata maupun pidana, termasuk hudud dan ta’zir, yang
diterapkan kepada warga Tidore yang melanggar hukum Islam.5

2.1.5 Kerajaan Sulawesi

Raja Tallo dan I Malingkang Daeng Manyonri, mangkubumi Kerajaan Gowa,


memeluk Islam pada 22 September. Sultan Abdullah Awwalul Islam menjadi namanya
dalam Islam. I Mangarangi Daeng Manrabia, keempat belas Raja Gowa juga masuk
Islam pada saat yang sama. Ia diberi gelar Islam Sultan Alauddin.

Setelah Islam resmi diterima sebagai agama kerajaan, ditambahkan lagi sendi lain
yaitu Sara (hukum Islam). Karena dalam praktiknya keduanya bekerja sama dengan
baik atau berjalan beriringan, tetapi adat istiadatnya tetap berpegang pada syariat Islam
(hukum). Oleh karena itu, hukum Islam tetap menjaga toleransi adatnya selama tidak
bertentangan dengan penerapan hukum Islam.6

2.1.6 Perkembangan Syariat Islam Pada Masa Kerajaan Demak dan peran
walisongo.

Kerajaan Demak merupakan yang pertama bagi kerajaan islam, yang mana
didirikan di jawa sebagai upaya dari pala ulama wali songo untuk menyebar dan
mengembangkan islam pada saat itu. Hal ini bisa dilihat dari didirikannya Masjid
Agung Demak sebagai sarana peribadatan dan kegiatan-kegiatan islam lainnya, seperti
dakwah, kajian tauhid, fiqih mengenai perkawinan juga tasawuf. Para wali songo dalam
penyebarannya memakai dasar wejangan dari Sunan Mbonang yakni Tahmid karya Abu
syakur, Quth Al Qulub karangan Avu Thalib Al Makki, Lihya Ulumuddin karya Imam
Ghozali serta berbagai kitab dari karya Abdul Qodir Jailani yang mana termuat dalam
catatan Het Boek Van Bonang.

Hukum Islam dipergunakan menjadi dasar hukum negara Kerajaan Demak yang
mana kitab salokantra yang di buat berdasarkan perintah sultan fatah di abad 16M
sebagai sultan pertama Kerajaan Demak dan Kitab ager surya alam yang dijadikan
Undang-Undang nya yang berisikan perihal peraturan pemerintah, pegawai atau disebut
5
Rusdiyanto Rusdiyanto, “Kesultanan Ternate Dan Tidore,” Aqlam: Journal of Islam and Plurality 3, no. 1
(2018).
6
Hafizd, “Sejarah Hukum Islam Di Indonesia: Dari Masa Kerajaan Islam Sampai Indonesia Modern.”
juga sebagai wedu aji dan syariat Islam, seperti jarimah jinayah dan hudud. jual-beli,
penitipan, pegadaian, potong tangan, hukuman mati bagi siapapun yang mencela dan
menistakan agama, hukum bunuh bagi pezina berat dan lain lainnya,. Selain itu juga
Sultan Fatah berperan langsung sebagai penegak hukum bersama beberapa para ulama
dengan menggunakan dasar syariat islam dikutip berdasarkan pendapat Rachmad
Abdullah, yakni “jika terdapat orang yang dalam persoalan hukum tidak berkenan
menyelesaikannya dengan cara Syariat Islam, maka dia menjadi kafir”. Hal ini
dilakukan Sultan Fatah demi tegaknya syariat islam di Kerajaan Demak, karena sultan
fatah diberi wejangan oleh Syeh Maulana Malik Ibrahim yakni “Harus menjalankan
hukum dan amaliah secara terang-terangan” Kerajaan Demak sebagai kerajaan islam
tentunya tidak lepas dari peran para ulama wali songo dalam menegakan syariat islam
seperti Sunan Kudus sangatl besar dalam hal menjaga syariat Islam hal ini dapat dilihat
salah satunya ialah Sunan Kudus yang menguasai bidang fiqh dan juga wali yang berani
menjatuhkan hukuman mati Syekh Siti Jenar dan Ki Ageng Pengging serta orang-orang
islam yang menyimpang.7

2.1.7 Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, dan Kerajaan Banten

Kerajaan ini adalah kerajaan islam yang terdapat di pulau Jawa dimana
pendirinya ialah Sutawijaya yang selanjutnya diganti oleh Sultan Agung
Hanyokrokusumo. Hukum islam mulai berkembang dimasa kesultanan Agung yakni
adanya perubahan struktur hukum mengenai permasalahan yanag mengancam Kerajaan
Mataram.

Ialah kerajaan islam yang pertama di Jawa Barat yang dibangun oleh Syeh
Syarif Hidayatullah atau juga Sunan Gunung Djati. Islam sendiri berada di Cirebon
kisaran tahun 1470 sampai 1975 sebelum masehi menurut Tomo Pres. Di Kerajaan
Cirebon hukum islam berkembang dalam hal kekeluargaan yang kemudian dibawah
pimpinan Fatahilllah hukum islam semakin berkembang dan bisa mengganti hukum
kuno yang digunakan masyarakat semasa Kerajaan Cirebon.

Hukum islam mulai berkembang dimasa Kesultanan Abdul Fatah atau disebut
juga (Sultan Ageng Tirtaysa). Kerajaan Banten merupakan kerajaan islam yang ketat

7
Usamah, “Tranformasi Islam Dari Demak Hingga Mataram,” Tesis (2019): 1–93.
dalam penerapan syariat islam yang mana Qadhi memiliki tanggung jawab dalam
penerapan Hudud dan mengurusi masalah pengadilan, seperti perihal hukuman potong
tangan bagi pencuri yang bila mana pelaku tidak jera maka akan dihukum kembali
dipotong tangan kirinya.8

2.1.8 Perkembangan Syariat Islam Pada Masa Kolonial

Sarekat Islam atau disebut juga dengan SI merupakan wujud dari politik islam pada
masa ini bermula dari Sarekat Dagang Islam atau SDI yang pendirinya H. Samanhoedi
pada tahun 1911 di Solo. Sebagai organisasi politik SI menyerukan mengenai
kemerdekaan dan mampu menghimpun dukungan masa sebagai bagian dari kebangkitan
nasional. SI kemudian hilang pengaruhnya setelah Marxisme masuk kedalam nya
sehingga terjadi perbedaan dan perpecahan didalam internal SI sendiri yakni
terdapatnya dua faksi antara faksi islam dan faksi marxisme. Keduanya mempunyai
pengaruh dalam menentukan sosialistik dan revolusioner SI. Kegagalan dalam
menyelesaikan permasalahan dalam internal SI menyebabkan faksi Marxisme
dikeluarkan pada Kongres SI yang ke enam di Surabaya ditahun 1921 yang dianggap
faksi Marxisme melanggar ketentuan partai karena masih mempertahankan keanggotaan
terhadap PKI. Selain faham sosialis radikal yang berhasil di singkirkan di SI, kongres ke
enam ini sekaligus menjadi penutup dan kemunduran bagi SI sebagai gerakan masa,
seperti termuat dalam catatan Von der Mehden.

Berlanjut pada tahun-tahun berikutnya terdapat perbedaan paha antara golongan


islam dan nasionalis dalam perihal nasionalisme. Menurut Soekarno nasionalisme
merupakan “cinta kepada tanah air, yakni ketulusan untuk mengabdi kepada tanah air
sekaligus mengelakan kepentingan kelompok sempit. Selain itu juga Nasionalisme
diartikan sebagai kesadaran dan keyakinan masyarakat untuk bersatu sebagai bangsa.
Agus salim sendiri berpandangan berkenaan dengan hal ini nasinalisme sama
tingkatannya dengan agama yang bisa memperbudak manusia dan melunturkan
kepercayaan terhadap Tuhan. Dengan demikian Agus Salim berpandangan bahwa islam

8
Mayani, “Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Kerajaan Islam Sampai Dengan Masa
Reformasi.”
harus dinomor satukan dan nasionalis diartikan sebagai pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yakni Allah SWT.

Pemimpin Persis yakni Ahmad Hasan juga berpandangan bahwa nasinalisme


yang di definisikan oleh Soekarno akan menyebabkan watak Chauvinistik yang bisa
memisahkan antara islam di Indonesia dengan islam di berbagai dunia. Kemudian juga
hukum islam tidak akan diterapkan karena memang nasionalisme yang dikatakan
Soekarno harus lah netral terhadap agama. Pertentangan antara kelompok islam dan
nasionalis berlanjut mengenai hubungan islam dan negara di awal tahun 1940. Dalam
hal ini terjadi perbedaan paham antara Soekarno dan Natsir, yang sebelumnya Natsir
juga mendukung nasionalisme haruslah bercorakan islam karena islam dianggap sebagai
yang pertama merumuskan nasionalisme di Indonesia.

Meskipun Soekarno mendukung penuh pemisahan antara agama dan negara, ia


tidak serta merta menyebutkan tidak ada hubungan sama sekali diantara keduanya,
tetapi memperbolehkan adanya hubungan dalam kedua asas regio politik ini hal ini
termuat dalam tulisan-tulisan islam yang ditebitkan panji islam pada tahun 1940 di
medan. Islam tetap bisa ikut dalam perpolitikan da bisa melahirkan kebijakan-kebijakan
islam di negara, meskipun memang tidak sepenuhnya.9

2.2 Syariat Islam Pasca Kemerdekaan

2.2.1 Perkembangan Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan

Pasca kemerdekaan islam di Indonesia sebagai culture, moral dan budaya diakui
keberadaanya namun tidak dalam ranah politik yang juga dicegah untuk merumuskan
Indonesia sebagai negara islam. Timbul beberapa perlawanan dari islam sebagai bentuk
kekecewaan tidak disetujuinya islam sebagai dasar negara, Seperti hal nya gerakan
DI/TII. Pada saat kekosongan kekuasaan di Indonesia lahirlah Negara Islam Indonesia
atau yang disebut juga (NII) sebagai bentuk kekecewaan dari umat islam. Rekontruksi
mengenai khilafah islam yang mengalami kemunduran pada tahun 1924 di bahas
kembali dan dipertimbangkan oleh berbagai ulama termasuk dari Arab juga
Tjokroaminoto pada tahun 1926 yang sayang nya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Darul Islam yang merupakan gerakan sesudah tahun 1945 sebagai realisasi dari cita-cita
9
bachtiar effendy, Islam Dan Negara (Jakarta: Paramadina, n.d.).
negara Islam. Hukum Islam pertama kali diterapkan di Indonesia pada kepemimpinan
Soeharto dengan terbentuknya UU Perkawinan yakni UU No. 1 tahun 1974 sebagai
Undang-undang pertama dan representasi bahwa negara melindungi dan mengakui
agama. Pergumulan Islam, Sosialisme, Nasionalisme dan Komunisme

Setelah kemerdekaan, terjadi beberapa konflik diantaranya. Pertama, adanya


pertentangan antar partai (1950-1955) karena adanya perbedaan pemahaman dan
ketidak puasan didalam tubuh partai, yakni pecahnya masyumi yang melahirkan partai-
partai baru seperti Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). Kemudian Nahdlatul Ulama
(NU) juga keluar dari Masyumi pada Aril 1952. Kedua, dalam hal pertentangan ideologi
terdapat dua kubu mengenai perumusan dasar negara, yakni kubu Pancasila dan negara
islam. Namun dari kubu yang ingin mendirikan islam sebagai dasar negara terkendala
karena islam pada waktu itu terpecah sehingga tidak bisa mendominasi gejolak.
Meskipun memang partai islam masih bisa bersatu dalam menghadapi partai-partai anti
islam.

2.2.2 Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Pasca Kemerdekaan

Pasca kemerdekaan, pendidikan islam terbagi kedalam dua kategori diantaranya.


Pertama, dalam hal pendidikan islam sebagai lembaga sekolah sekolah islam
mendapatkan tempat untuk berkembang, sperti sekolah Madrasah yang sejak SK 3
Menteri tahun 1975 yang berlangsung sampai 1990. SK 3 Menteri Agama,
MENDIKBUD dan menteri Dalam Negeri, yang berisi sekolah madrasah mempunyai
kedudukan yang dinilai dapat setara dengan sekolah, Madrasah sebagai sekolah dengan
ciri khas Islam. Kedua, dalam hal pendidikan islam sebagai mata pelajaran yang sejak
tahun 1946 pendidikan islam telah masuk ke sekolah-sekolah secara formal. Dalam
UUD No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Islam sebagai
subsistem pendidikan memiliki posisi yang setara dengan sekolah umum.10

Berbicara relasi kekuatan politik islam dengan sejarah politik di Indonesia dilihat
perjalanannya bisa dikatakan mengalami pasang surut, seperti gambaran berikut ini.

10
Beti Yanuari, “Perkembangan Islam Di Indonesia Pasca Kemerdekaan,” Historia 3, no. 2 (2015): 75–82.
Pertama, pada awal kemerdekaan yakni tahun 1945 – 1959 atau sampai
berakhirnnya demokrasi parlementer yakni antara politik Islam dengan negara Indonesia
berlangsung secara konstruktif (membina)-positif,

Kedua, pada pemerintahan orde lama tahun 1959-1965, relasi politik Islam
dengan negara terjadi secara timpang tindih tidak adanya sebuah keseimbangan.
Terdapatnya Nasakom yang mendapatkan kritik dan pertentangan dari Masyumi sebagai
politik islam modernis.

Ketiga, pada periode pemerintahan orde baru tahun 1966-1998, relasi antara
politik Islam dengan Negara terjadi secara kooperatif dan hegemonik. Terdapatnya
sebuah kerjasama dan sedikitnya konflik antara islam dan negara, karena islam sendiri
sudah menjadi bagian dari negara dengan terbentuknya aturan islam yang mengikat
seperti UU. Pada masa ini partai politik dan berbagai organisasi harus tetap berpegang
teguh pada Pancasila sebagai asas satu-satunya atau asas tunggal.11

Kemudian mengenai peran presiden dalam kemajuan syariat islam diindonesia


pasca kemerdekaan sebagai berikut :

Pertama, Soekarno yang memiliki sebuah pemikiran sekular, beliau meyakini


bahwa agama dan negara tidak bisa disatukan, karena ulama tersendiri tidak
memberikan ijma yang khusus dan jelas mengenai keharusan bersatunya antara islam
dan negara.

Kedua, pemikiran Soeharto yang acuh tak acuh mengenai urgensi agama dan
negara. Soeharto tidak setuju jika Indonesia dijadikan sebagai negara islam namun juga
tidak sependapat bila Indonesia dijadikan Negara Sekular. Pada kepemimpinan Soeharto
terbentuk UU Perkawinan yakni UU No. 1 tahun 1974 sebagai Undang-undang pertama
dan representasi bahwa negara melindungi dan mengakui agama. Meskipun demikian
Soeharto tetap anti politik islam karena beliau adalah militer tulen.

2.3 Syariat Islam Era Reformasi

11
Nasiwan M. Si. Cholisin M. Si, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Yogyakarta: Ombak, 2012).
Dari Pemilu pada 7 Juli tahun 1999 islam dalam gejolak perpolitikan masih
berantakan, yang mana tidak mampu bersaing dengan PDI sebagai partai sekuler dan
melemahnya partai-partai islam terhadap pemerintahan sekuler, seperti PPP yang
anggotanya ikut di PKB, PBR sebagai perwakilan NU yang juga terpecah. Meskipun
muncul organisasi – organisasi islam. Tidak merubah pemikiran dari beberapa kalangan
megenai islam yang memang tidak membuat teori baku tentang negara yang berdasar
syariat islam jelas bahwa Islam kian mengalami berbagai macam perkembangan dengan
segala rupa problematikanya.12

Banyaknya problematika yang terjadi pada masa ini, tidak membuat islam surut,
bahkan era ini dikatakan sebagai awal kebangkitan karena dakwah islam pada masa ini
mengalami perkembangan, mulai dari daerah terpencil sampai ke kota-kota besar
dengan penduduk muslim yang mencapai +88%. Dibalik ramainya dakwah yang
dilakukan, terdapat kendala yang mana muncul da’i – da’i yang kurang kompeten,
seperti banyaknya artis -artis yang menjadi da’i dadakan dibulan Ramadhan. Dalam
pemetaan sejarahnya, perkembangan Islam di era reformasi ini bisa dikatakan yang
paling baik dibanding era-era sebelumnya, dengan banyak nya organisasi-organisasi
islam yang bermunculan dan partai-partai islam yang diberi peluang dalam hal
kenegaraan.13 Selanjutnya berkenaan dengan peran presiden pengaruhnya dalam
kemajuan syariat islam di Indonesia era reformasi diantaranya :

Pertama, masa pemerintahan BJ. Habibie hubungan Islam dan negara lebih
dinamis, dikarenakan kebijakan-kebijakan BJ. Habibi sangatlah luar biasa. Terdapatnya
kebebasan multi partai yang menjadi warna baru dalam perpolitikan, pendidikan islam
bisa berkembang dengan adanya UU No 22 tahun 1999. Disahkannya 41 Rancangan
Undang-undang sebagai Undang-undang yang mana 4 diantaranya berhubungan dengan
islam yakni UU No 10 Tahun 1998 Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 mengenai
Perbankan Syariah, UU No 38 Tahun 1999 mengenai Pengelolaan Zakat dan UU No 17
Tahun 1999 mengenai Penyelenggaran Haji serta UU No 35 Tahun 1999 Perubahan atas
UU Nomor 14 Tahun 1970 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Peradilan Agama yang sebelumnya kuasanya dibawah kewenangan

12
Ibid.
13
M Sauki, “Perkembangan Islam Di Indonesia Era Reformasi,” TASAMUH: Jurnal Studi Islam 10, no. 2
(2018): 443–458.
Departemen Agama dengan adanya UU yang mengaur maka dialihkanlah menjadi
setara antara kewenangan yang dipegang oleh Mahkamah Agung.

Kedua, pemikiran Gus Dur mengenai hubungan agama dan negara berada dalam
ranah filosofis. Gus Dur sendiri bukanlah orang yang berideologi islam yang mencita-
citakan islam berdiri secara penih sebagai dasar negara. Beliau bukan juga orang yang
sekuler. Terlepas dari itu semua Gus Dur adalah orang yang melihat manfaat dari suatu
politik mengenai kesejahteraan manusia. Terdapat setidaknya tiga pilar dalam pemikiran
presiden Gus Dur yakni. Pertama, Islam haruslah berperan secara aktif maupun
substantif sebagai tuntutan kehidupan yang semakin modern. Kedua, islam tidak harus
bersatu dengan negara dan mengatur sepenuhnya mengenai kenegaraan. Ketiga, Islam
haruslah bersifat inklusif, pluralis dan demokratis yang artinya islam tidak dijadikan
sebagai ideologi negara yang eksklusif. Berkaitan dengan hal tersebut Gus Dur
mengeluarkan Kepres No 6 tahun 2000 menghapuskan Instruksi Presiden No 14 tahun
1967 mengenai Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China yang sempat dikeluarkan
oleh Presiden Soeharto pada masa pemerintahannya. Reformasi yang senantiasa
diperjuangkan oleh Gus Dur ini yakni mengenai reformasi TNI, desakralisasi Istana
Negara yang meneruskan dari kebijakan Presiden Habibie sebagai upaya menambah
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri. Kemudian pada masa
pemerintahannya, Gus Dur juga memulai proses amandemen terhadap UUD 1945.

Ketiga, pemikiran Megawati Soekarno Putri mengenai hubungan agama dan


negara yang mana beliau menuturkan bahwa islam tidak hanya berfungsi sebagai agama
saja, tetapi juga termasuk kedalam nilai, sistem, etika dalam suatu kehidupan berbangsa
dan bernegara yakni demokrasi dan persatuan. Pada masa pemerintahan Megawati
terdapat dua undang-undang yang dinilai berhubungan dengan islam di Indonesia yakni,
UU No 18 Tahun 2001 dan UU No 20 Tahun 2003. Kedua UU ini berisikan mengenai
otonomi khusus dan keistimewaan Provinsi Daerah Isimewa Aceh.

Keempat, Susilo Bambang Yudhoyono mengenai islam dan negara yang mana
beliau menyebutkan bahwa Islam, demokrasi dan modernisasi bisa berjalan dengan baik
yang bisa membentuk negara modern yang tidak meninggalkan nilai keagamaan dalam
urusan kenegaraannya. seiring dengan waktu dan pada akhirnya dapat membentuk suatu
negara yang berasaskan demokrasi modern yang tidak akan meninggalkan nilai-nilai
keagamaan dalam urusan kenegaraannya. Pada pemerintahannya SBY terdapat enam
Undang-Undang yang disahkan yang berhubungan dengan umat Islam, yakni, pertama
UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Kedua UU No 3 Tahun 2006 Perubahan atas UU
No 7 Tahun 1989 mengenai Peradilan Agama yang diperbaharui kembali dengan UU
No 50 Tahun 2009 mengenai Perubahan kedua atas UU No 7 Tahun 1989 mengenai
Peradilan Agama. Ketiga, UU No 19 Tahun 2008 mengenai Surat Berharga Syariah
Negara. Keempat, UU No 21 Tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah. Kelima, UU No
23 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat. Keenam, UU No 33 Tahun 2014
mengenai Jaminan Produk Halal.

Kelima, Pemerintahan Jokowi Dodo melarang munculnya aturan-aturan daerah


yang baru berlandaskan syariat Islamisasi. Akan tetapi, dikhusus bagi Aceh akan
diberikan keluasan mengenai tegaknya syariat islam.

Meski begitu, Dikhususannya tersebut Aceh mengeluarkan (Qanun Aceh) Nomor


8 Tahun mengenai kandungan Syariat Islam. Hal ini dilakukan dalam bentuk
pelaksanaan kesepahaman dengan Pemerintah RI, dan Gerakan Aceh Merdeka
(Memorandum of Understanding between the Goverment of Republic of Indonesia and
the Free Aceh Movement, Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintahan Republik Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka mengadakan persetujuan untuk membereskan pertikaian
Aceh secara tentram, perdamaian, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi
seluruhnya, para pihak yang bersangkutan bermaksud agar Pemerintahan Rakyat Aceh
dapat diwujudkan melalui tingkatan yang demokratis begitupun juga adil dalam NKRI
ini.

Dan adapun kebijakan lain mengenai hubungan Agama dan Negara, beliau
menyatakan bahwa semua pihak bisa memisahkan persoalan antara agama dengan
politik, sebagai upaya untuk menghindari bergesekan antar umat akibat dari disintregasi.
Pada masa pemerintahannya Jokowi mampu menetapkan Hari Santri Nasional pada
tanggal 22 Oktober, sebagai apresiasi terhadap para santri. Selain itu juga Jokowi
memberhatikan mengenai perbankan Syariah dan memberikan izin kepada polwan
untuk bisa memakai jilbab.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum kemerdekaan syraiat islam berlaku dibeberapa kerajaaan islam seperti
Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Banjar Kalimantan
Selatan, Kesultanan Cirebon, Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Makassar-
Sulawesi Selatan, dan Kerajaan Mataram. Pada masa kesultanan hukum islam terdiri
dari aturan yang mengatur tentang cara pengangkatan sejumlah jabatan, perkawinan,
perdata, hukum pidana, hudud dan ta’zir. Pada era demokrasi peluang dalam
memasukkan unsur-unsur syari’at Islam kedalam undang-undang tetap dapat besar saja
sekalipun tantangannya juga sama besarnya. Karenanya umat Islam tidak lagi perlu
memaksakan diri untuk memasukkan syari’at Islam kedalam konstitusi ataupun
kedalam undang-undang.

Perkembangan syariat islam pasca kemerdekaan mengalami pasang surut, dimana


pada awal kemerdekaan sampai dengan masuk orde baru hubungan antara politik islam
dengan negara belangsung secara konstruktif. Dan pda saat masuk pemerintahan orde
lama sampai dengan orde baru hubungan antara politik islam dengan negara mengalami
ketidak seimbangan. Dan saat masuk pemerintahan orde baru hubungan antara politik
islam dengan negara berlangsung secara kooperatif dan hegemonik.

Begitu masuk era reformasi islam dalam gejolak politik masih belum seimbang,
dikarenakan masih belum mampu bersaing dengan PDI sebagai partai sekuler dan
melemahnya partai-partai islam terhadap pemerintahan sekuler. Namun walau begitu
dalam pemetaan sejarahnya, perkembangan Islam di era reformasi ini bisa dikatakan
yang paling baik dibanding era-era sebelumnya, dengan banyak nya organisasi-
organisasi islam yang bermunculan dan partai-partai islam yang diberi peluang dalam
hal kenegaraan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai