Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang sudah


memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat serta salam kita
haturkan kepada teladan kita semua Nabi Muhammad Shallallahu
`Alaihi Wasallam yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar
berupa ajaran agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh
alam.

Penulis sangat bersyukur karena dapat merampugkan makalah


dengan judul “Membumikan Islam Di Indonesia”. Selain itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah
membantu sampai makalah ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis sangat memahami apabila makalah ini tentu


jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami butuh kritik dan sarannya
yang bertujuan untuk memperbaiki karya-karya kami selanjutnya di
waktu yang akan datang.

Palembang, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .................................................................. I


KATA PENGANTAR ................................................................ II
DAFTAR ISI .............................................................................. III

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................... 3


2.1 Pengertian membumikan islam dan
pribumisasi islam ………………………………..... 3
2.2 Proses awal masuknya islam ke Indonesia ……….. 3
2.3 Cara pembumian islam saat awal
masuknya islam ke Indonesia …………………….. 4
2.4 Mendeskripsikan dan mengkomunikasikan
pribumisasi islam sebagai upaya membumikan
islam di Indonesia ………………………………… 5
2.5 Cara membumikan islam di Indonesia saat ini …… 6

BAB III PENUTUP ................................................................. 14


3.1 Kesimpulan ................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 15


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada


Allah agama semua nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia,
agama yang menjadi petunjuk manusia, mengatur hubungan antara
manusia dengan Rabbnya dan manusia dengan lingkungannya. Agama
rahmah bagi semesta alam, dan merupakan satu-satunya agama yang
diridhoi Allah, agama yang sempurna.1 Dengan beragama islam, setiap
muslim memiliki landasan tauhidullah, dan menjalankan peran dalam
hidup berupa ibadah (pengabdian vertical) dan khilafah (pengabdian
horizontal) dan bertujuan meraih ridha dan karunia Allah. Islam yang
mulia dan utama akan menjadi kenyataan dalam kehidupan duniawi,
apabila benar-benar diimani, dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh
seluruh muslimin secara totalitas (Kaffah).2 (QS. Al-Fath : 29, al-
Baqarah : 208).

Dengan pengamalan islam sepenuh hati dan sungguh-sungguh,


akan melahirkan manusia yang memiliki kepribadian muslim,
kepribadian mu’min, kepribadian muhsin dan muttaqin. Setiap muslim
yang memiliki kepribadian tersebut dituntut untuk memiliki aqidah
berdasarkan Al-Tauhid Al-Khalis (tauhid yang bersih) dan istiqomah
terhindar dari kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Memiliki cara berfikir
Bayani (paham yang komitmen terhadap nash al-Qur’an dan al-
hadits), Burhani (rasional,logis dan ilmiah), dan Irfani (Ketajaman hati
nurani stabilitas emosi, dan kekuatan spiritual intuisi), yang selanjutnya
berimplikasi pada ucapan pikiran dan tindakan yang mencerminkan
akhlak karimah dan Rahmatan Lil Alamin.

Agama islam yakni agama yang dibawa nabi Muhammad sebagai


nabi akhir zaman, ialah agama yang diturunkan Allah yang tercantum
dalam Al-qur’an dan sunnah nabi, berupa perintah-perintah. larangan-
larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan akhirat. Ajaran islam bersifat kaffah yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan, meliputi bidang-bidang aqidah,
akhlak, ibadah dan muamalah duniawiyah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian membumikan islam dan pribumisasi
islam ?
2. Bagaimana proses awal masuknya islam ke Indonesia ?
3. Bagaimana cara pembumian islam saat awal masuknya
islam ke Indonesia ?
4. Bagaimana mendeskripsikan dan mengkomunikasikan
pribumisasi islam sebagai upaya membumikan islam di
Indonesia ?
5. Bagaimana cara membumikan islam di Indonesia saat ini
?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui arti dari membumikan islam dan
pribumisasi.
2. Mengetahui bagaimana proses awal masuk islam di
Indonesia
3. Mengetahui cara pembumian islam saat awal masuk
Indonesia
4. Mampu mendeskripsikan dan mengkomunikasikan
pribumisasi islam sebagai upaya membumikan islam di
Indonesia.
5. Mampu mengetahui cara membumikan islam di
Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian membumikan islam dan pribumisasi Islam

A. Membumikan Islam
Membumikan memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja
sehingga membumikan dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan,
pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jadi membumikan Islam
adalah tindakan, keberadaan, dan menyebarkan ajaran Agama Islam.

B. Pribumisasi Islam
Pribumisasi islam adalah bagaimana cara atau usaha dalam upaya
untuk menjadikan islam sebagai peran dalam kehidupan.

2.2 Proses awal masuknya Islam ke Indonesia

Ketika islam datang di Indonesia, berbagai agama dan


kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah
banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah
kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur,
kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra
dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut
dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa
prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada
kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah
masuk kedalam islam sangat mudah hanya dengan membaca dua
kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan islam datang masuk ke Indonesia, islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi.
Menurut sumber lain menyebutkan bahwa islam sudah mulai
ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa
pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan
dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

2.3 Cara pembumian Islam saat awal masuknya Islam


ke Indonesia

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 atau ke-8 M yang


bertepatan dengan abad ke-1 atau ke-2 H. Rute yang dilewati adalah
jalur Utara dan Selatan.
Jalur Utara, dengan rute :Arab (Mekah dan Madinah) meliputi ;
Damaskus – Bagdad – Gujarat – Srilangka – Indonesia
Jalur Selatan, dengan rute : Arab (Mekah dan Madinah) meliputi ;
Yaman – Gujarat – Srilangka – Indonesia

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun


penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan
cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang
para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
ِ ‫ك آلَإِ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن قَد تَّبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْال َغ ِّي فَ َمن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬
‫ت َوي ُْؤ‬ َ ‫ِمن بِاهللِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬
َ ِ‫بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَى الَ ا ْنف‬
‫صا َم لَهَا َوهللاُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);


sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang (teguh) kepada
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256).
Proses penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan,
politik, kesenian, tasawuf, yang kesemuanya mendukung meluasnya
ajaran agama Islam.

(1) Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang
islam dari Arab, Persia, dan India. Mereka telah ambil bagian dalam
kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekuensi logisnya
menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia
dan para pedagang islam. Di samping berdagang, sebagai seorang
muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang
islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan
islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang
Indonesia memeluk agama islam dan merekapun menyebarkan agama
islam dan budaya islam yang baru dianutnya kepada orang lain.
Dengan demikian, secara bertahap agama dan budaya islam tersebar
dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa Indonesia. Proses
penyebaran islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan
lebih efektif dibanding cara lainnya.

(2) Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah
menetap makin membaik. Para pedagang itu menjadi kaya dan
terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu
kemudian menikahi gadis – gadis setempat dengan syarat mereka harus
masuk islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Misalnya,
perkawinan Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dengan Nyai Gede
Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan antara Raja
Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama islam kemudian
berputra Raden Patah yang pada akhirnya menjadi Raja Demak.

(3) Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan
memegang peranan penting dalam proses islamisasi. Jika raja sebuah
kerajaan memeluk agama islam, otomatis rakyatnya akan berbondong -
bondong memeluk agama islam. Karena, masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan
rakyatnya. Jika raja dan rakyat memeluk agama islam, pastinya demi
kepentingan politik maka akan diadakannya perluasan wilayah
kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama islam.

(4)Pendidikan
Perkembangan islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh
ulama atau mubalig yang menyebarkan islam melalui pendidikan
dengan mendirikan pondok – pondok pesantren. Dan di dalam
pesantren itulah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang
berhubungan dengan agama islam. Yang jika para pelajar tersebut
selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama islam, mereka
mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu yang
diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya masyarakat
sekitar menjadi pemeluk agama islam. Pesantren yang telah berdiri
pada masa pertumbuhan islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan
Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel )
dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku
( daerah Hitu ), dls.

(5) Seni Budaya


Perkembangan islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan
(masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti
ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dls. Seni budaya
islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat
dengan ajaran islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat
sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal,
misalnya:
A. Membumikan ajaran islam melalui syair – syair. Contohnya :
Gending Dharma, Suluk Sunan Bonang, Hikayat Sunan
Kudus, dan lain – lain.
B. Mengkultulrasikan wayang yang sarat doktrin. Tokoh – tokoh
simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnya
yang bisa mendekatkan dengan ajaran islam. Mencipta tokoh
baru dan narasi baru yang sarat pengajaran.
C. Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu
sekaligus alarm pengingat. Sebab insting masyarakat telah
akrab dengan gema bedug sebagai pemanggil untuk acara
keramaian.
D. Menggeser tradisi klenik dengan doa – doa pengusir jin
sekalugus doa ngirim leluhur. Diantaranya yang disebut
Tahlil.

(6) Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan,
mereka selalu menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup
bersama di tengah – tengah masyarakatnya. Para Sufi biasanya
memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan menyebarkan
agama islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di
Aceh dan Sunan Panggung Jawa.
Dengan melalui saluran diatas, agama islam dapat berkembang pesat
dan diterima masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun
faktor – faktor yang menyebabkan islam cepat bekembang di Indonesia
antara lain :
a. Syarat masuk islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua
kelimat syahadat.
b. Tata cara beribadahnya islam sangat sederhana.
c. Agama yang menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan
Indonesia.
d. Penyebaran islam dilakukan secara damai.

2.4 Mendeskripsikan dan mengkomunikasikan pribumisasi Islam


sebagai upaya membumikan Islam di Indonesia.

Upaya membumikan islam di Indonesia pernah di gagaskan oleh


Gus Dur. Ini tak lepas dari asumsi konseptual Gus Dur yang bertolak
dari Ushul Fiqh dan Qaidah Fiqh, bahwa tujuan hukum Islam adalah
untuk menciptakan kemaslahatan dan menghindarkan kemafsadatan,
baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Menurut Imam al-
Ghazali, yang dimaksud dengan “maslahat” adalah upaya menjaga dan
memelihara lima prinsip pokok yang bersifat universal (al-Kulliyyat al-
Khams): (1) Hifzh al-Din (perlindungan terhadap
agama/keyakinan, (2) Hifzh al-Nafs (perlindungan terhadap hak
hidup, (3) Hifzh al-‘Aql (perlindungan terhadap hak berpikir),
(4) Hifzh al-Nasl (perlindungan terhadap hak-hak reproduksi,
dan (5) Hifzh al-Mal (perlindungan terhadap hak-hak milik).

“Pribumisasi Islam” yang digagas Gus Dur pada akhir tahun 80-
an itu menggambarkan bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif
-berasal dari Tuhan- diakomodasikan ke dalam budaya yang berasal
dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. “Pribumi
Islam” menjadikan agama dan budaya tidak saling mengalahkan,
melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi
mengambil bentuknya yang otentik dari agama, serta
berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan
antara agama dan budaya. Dengan demikian tidak ada lagi
pertentangan antara agama dan budaya. “Pribumisasi Islam”
memberikan peluang bagi keanekaragaman interpretasi dalam
kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda.
Dengan demikian, islam tidak lagi dipandang secara tunggal,
melainkan majemuk. Tidak lagi ada anggapan bahwa islam yang di
Timur-Tengah sebagai islam yang murni dan paling benar, karena
islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut.

Sampai di sini, “Pribumisasi Islam” dipahami menjadi sebuah


kebutuhan praksis (berupa keterampilan pada proses komunikasi/
dakwah/ tabligh antar budaya), sekaligus sebagai kebutuhan
paradigmatik pemikiran (berupa kontekstualisasi paham keislaman
untuk historisitas ruang dan waktu yang berbeda, di mana syariah
didialogkan dengan berbagai konteks yang melingkupinya). Penulis
merasa akan pentingnya konsep “Pribumisasi Islam” ini. Sebab,
konsepsi “Pribumisasi Islam” sepertinya akan sangat membantu bagi
berkembangnya pemahaman Islam yang pantas untuk diterapkan
dalam konteks Indonesia maupun keindonesiaan itu sendiri. Dari situ,
membangun masyarakat yang religius juga kultural akan lebih mudah
terwujud, tanpa kehilangan kebinekaannya, tetap harmonis, toleran dan
menganut pluralisme yang dewasa

2.5 Membumikan Islam di Indonesia saat ini

Ada satu pertanyaan yang sering dilontarkan sementara kalangan,


yaitu “Mengapa bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim
tidak mampu menjadi bangsa unggul sebagai wujud keislamannya
sehingga diperhitungkan dunia?”. Pertanyaan ini memang terasa
berlebihan dan terkesan mengada-ada jika dikaitkan dengan kondisi
komunitas muslim Indonesia saat ini. Betapa tidak, yang terlihat dalam
keseharian kita, kaum muslim Indonesia saat ini identik dengan
kekumuhan, kemiskinan, kejumudan dan ketertinggalan-ketertinggalan
lainnya. Inilah fakta yang tak terbantahkan walaupun harus diakui pula
bahwa kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan awal-awal
kemerdekaan Indonesia, apalagi pada zaman penjajahan. Tingkat
pendidikan sebagian kaum muslim saat ini jauh sudah lebih baik,
dalam arti mereka yang mengenyam pendidikan tinggi tidak bisa
dihitung lagi dengan sepuluh jari. Begitu pula, jumlah jamaah haji
setiap tahun tetap besar walaupun dalam kondisi krisis ekonomi. Ini
menunjukkan bahwa sisi perekonomian ummat Islam lebih baik jika
dibandingkan dengan dekade 50, 60 dan 70-an.

Dari sinilah barangkali terbersit satu harapan, suatu saat nanti


Indonesia yang dimotori kaum muslimnya dapat tampil sebagai bangsa
unggul dengan peradaban yang kosmopolit. Adalah wajar hal ini
manjadi harapan kalau ditilik dari peta penyebaran kaum muslim dunia
yang pernah menyumbangkan aktualisasi islam dalam kenyataan.
Kaum muslim yang tinggal di sekitar Asia Barat dan Afrika yang
meliputi semenanjung Arabia, Mesir, Turki, Irak, Iran dan lain-lain
pernah menampilkan sosok Islam yang cemerlang pada awal-awal
keemasannya. Tokoh-tokoh yang mewakili generasi ini tak terhitung
jumlahnya, namun yang sangat menonjol terdapat pada imam madzhab
yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
Hambali), Imam Bukhary dan Muslim sebagai ahli hadits, Ibnu Sina
sebagai ahli kedokteran, Imam Ghazaly Al-Khawarizmi, Ibnu Khaldun
dan lain-lain. Demikian pula, kaum muslim yang pernah tinggal di
wilayah barat yaitu di Andalusia Spanyol telah pernah menampilkan
peradaban Islam yang aktual dan berbekas kuat di daratan Eropa. Hal
ini terbukti dari, misalnya, teknik arsitektur abad pertengahan yang
tetap dikagumi dan juga tokoh Ibnu Rusyd (Averros) sebagai ahli fikih
dan filsafat yang menjadi guru para ilmuwan Eropa pada kemudian
hari. Dari Asia Tengah dan Selatan, telah pula mencuatkan peradaban
Islam yang mumpuni melalui tokoh-tokoh yang cukup berpengaruh
dan mewarnai percaturan dunia saat itu. Dari Afganistan dikenal tokoh
Jamaluddin Al-Afgani yang pernah ‘menggentarkan’ banyak kalangan
karena gagasan pan islamismenya. Demikian pula dari Pakistan ada
Muhammad Iqbal yang mewakili sosok intelektual muslim yang patut
diperhitungkan. Di India ada karya arsitektur Moghul seperti Taj
Mahal yang mempesona, dan banyak lagi lainnya yang semuanya
berperan besar dalam membangun citra Islam yang berperadaban tinggi
sekaligus, dapat dikatakan, mewakili wilayah komunitas muslimnya
masing-masing.

Uraian di atas membuktikan bahwa sejak dahulu, islam telah


menjadi spirit perjuangan bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai islam telah
mengobarkan semangat para pahlawan dalam mewujudkan
kemerdekaan. Sampai akhirnya, islam sebagai agama Rahmatan Lil
‘Alamin, juga mengilhami para pendiri bangsa dalam merancang tata
negara yang mengayomi semua anak bangsa yang plural.

Menurunnya populasi muslim Indonesia menunjukkan bahwa


pasca kemerdekaan, spirit islam malah meredup. Modal besar berupa
solidaritas keagamaan islam, ternyata kesulitan menemukan konteks
penerapannya dewasa ini. Karena itu, nilai islam pun menjadi gamang
dan tak difungsikan dengan baik untuk mamajukan bangsa dan negara.
Jika dahulu, melawan penjajahan menjadi alasan bahu-membahu, kini,
umat islam Indonesia seakan lupa menjaga dan memanfaatkan modal
sosialnya itu.

Jika mencermati kaum muslim Indonesia saat ini memang masih


amat jauh untuk diharapkan muncul sebagai pengusung islam menjadi
‘mercu suar’ sumber berbudaya dan berkarya. Adalah tantangan
terbesar saat ini bagaimana mengislamkan orang Islam sendiri. Islam
harus dijadikan ideologi yang merasuk ke dalam sumsum tulang kaum
muslim sehingga menjadi darah daging mereka. Sehingga pada
gilirannya, hal ini akan membentuk pribadi-pribadi muslim yang
sesungguhnya, dalam arti keislaman yang disandang mereka
terefleksikan dalam kedisiplinan melakukan ibadah ritual sekaligus
terpancar dalam perilaku keseharian mereka. Jadi, contohnya,
kejujuran yang diajarkan islam tidak saja dipraktekkan dalam menepati
jumlah rakaat shalat subuh, menepati jumlah jam shaum Ramadhan
dan aturan ibadah ritual lainnya, tapi pula menjadi perilaku disiplin
yang inherent dalam mengemudikan kendaraan, melayani kepentingan
umum, memimpin masyarakat, menjadi anggota masyarakat dan lain-
lain. Dengan demikian, kondisi paradoks saat ini dapat diminimalkan
atau dihindarkan dari sikap ‘umum’ kaum muslim yang memandang
ketaatan dan kemaksiatan 'sama' saja. Bahkan seharusnya, sikap
paradoks perlu ditabukan dari perilaku kaum muslim, karena tidak etis
hak bercampur batil. Jika kondisi ini dapat ditiadakan maka cita-cita
pembentukan masyarakat madani tak membutuhkan ongkos yang
besar, islam cukup sebagai sumber inspirasi.

Membumikan islam pada kaum muslim harus ditempuh dengan


upaya penyadaran keislaman kaum muslim melalui pendekatan
budaya, kebiasaan dan tradisi. Pendekatan ini harus dengan
memperhatikan kebiasaan masyarakat, karena setiap wilayah
mempunyai kekhasan sendiri. Dengan begitu membumikan islam ini
adalah bagaimana kaum muslim dapat didorong mempraktekkan
syariat agama islam yang akan dijalani sehingga membawa bekas pada
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, pembumian ini dapat
dilaksanakan sendiri oleh kaum muslim tanpa perlu meminta kepada
pemerintah.

Membumikan Islam pada kaum muslim harus ditempuh dengan cara :

Muslim Nasionalis

Dua identitas personal berupa penganut agama islam dan bangsa


Indonesia, perlu dipadupadankan secara baik. Umat islam Indonesia
harus menjadi muslim nasionalis yang proaktif dalam membangun
negara dengan berlandaskan pada nilai-nilai keislaman. Keyakinan
agama yang berada di ranah kejiwaan yang metafisik, harus menjadi
spirit dalam membangun negara di ranah fisik-materi.

Persoalan pertama yang harus dituntaskan dalam upaya


memadukan keimanan islam dan nasionalisme adalah pola pikir
dikotomi yang masih mempertentangkan ranah keagamaan dan
kenegaraan. Dalam hal ini, paham sekularisme yang mendewakan
aspek duniawi, harus diberantas. Namun pada sisi lain, paradigma
ekstrim keagamaan yang memandang kehidupan dunia sebagai
“kutukan” yang hina, juga mesti dihilangkan.

Pola pikir yang memandang kehidupan duniawi


(hablumminannas) tak lebih penting daripada menunaikan ritus
keagamaan (hablumminallah), jelas berpengaruh terhadap kontribusi
umat islam dalam membangun negara. Anggapan bahwa kehidupan
negara yang duniawi adalah ilusi-fana-hina, bisa membuat kaum
muslim mengabaikan tanggung jawabnya kepada negara. Ringkasnya,
pola pikir semacam ini, sama halnya dengan pola pikir sekularisme
yang bersifat dikotomi, namun lebih mementingkan urusan ukhrawi.

Paradigma yang memisahkan iman agama dari cinta negara, jelas


bertentangan dengan kenyataan bahwa islam senantiasa menuntut
penganutnya untuk memberi sumbangsih positif bagi kehidupan
manusia. Dalam islam, pengertian ibadah tidak hanya dalam bentuk
lahiriah, tetapi mencakup semua aktivitas kehidupan manusia yang
memuat motovasi untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini
berarti bahwa perilaku manusia, selama tidak bertentangan dengan
syariat islam serta bertujuan untuk mendapat ridha Allah SWT,
terhitung sebagai ibadah.

Akhirnya, peningkatan peran umat islam Indonesia dalam


pembangunan negara, mempersyarakat pola pikir yang monolitik, yang
menganggap bakti kepada negara juga merupakan perintah keislaman.
Umat islam harus mendudukkan negara sebagai ladang untuk mengais
ridha Allah SWT untuk bekal di hari kemudian, bukan malah
menghindar dari kenyataan duniawi tersebut.

Menyandingkan nilai-nilai keislaman dengan rasa cinta terhadap


tanah air, sudah merupakan keharusan bagi seorang muslim. Negara
yang madani, akan berdampak positif dalam penunaian ibadah kepada
Allah SWT dalam arti yang seluas-luasnya, begitupun sebaliknya.
Selain itu, negara yang aman dan makmur, juga akan menghindarkan
anak bangsa dari kesyirikan akibat himpitan kehidupan dunia. Dalam
Alquran Surah Ibrahim ayat 35, Allah SWT berfirman: “Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini
(Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku
agar tidak menyembah berhala’.”

Modernitas Islam

Keterpurukan bangsa Indonesia di berbagai sektor kehidupan,


tentu menjadi sebuah ironi. Islam sebagai agama yang membuka diri
terhadap modernitas, harusnya mampu mendorong bangsa Indonesia
untuk lebih maju. Nilai islam yang abadi sepenjang zaman, mestinya
jadi modal besar dalam membangun negara. Terlebih, islam adalah
ajaran agama yang komprehensif, yang mengandung nilai-nilai sebagai
pedoman untuk seluruh aspek kehidupan manusia.

Tak bisa disangkal bahwa kitab suci Al-Quran sebagai pedoman


umat islam, merupakan lumbung ilmu yang tak ada habis-habisnya.
Jawaban atas segala macam persoalan hidup, baik untuk soal duniawi
maupun ukhrawi, dapat ditemukan penduannya dalam Alquran.
Sebagaimana dibuktikan oleh hasil penelitian mutakhir, ajaran islam
yang berdasar pada Al-Quran dan sunnah Rasulullah, tak pernah
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini menegaskan bahwa
islam adalah agama yang modern.

Demi menjaga keberiringan islam dengan modernitas, maka


sudah saatnya Al-Quran dan sunnah Rasulullah didudukkan pada
posisinya yang azali, yaitu sebagai pedoman hidup sepanjang waktu.
Modernisasi yang seiring waktu, bukanlah kenyataan yang harus
dihindari dalam islam, tetapi harus dihadapi dengan cara yang islami.
Perubahan perihal fisik-materi keduniaan, kesemuanya, harus
berpedoman pada ajaran Islam dan diabdikan hanya pada Allah SWT.

Modernitas nilai-nilai islam dalam Al-Quran dan Hadis adalah


mukjizat yang harus dijaga. Karena itu, dibutuhkan sebuah kelapangan
untuk senantiasa mendialogkan antara realitas kehidupan dengan
petunjuk-petunjuk keislaman. Kitabullah dan sunnah Rasululah, tak
boleh diperlakukan secara dogmatis. Tetapi sebaliknya, pedoman hidup
tersebut harus diperlakukan secara fleksibel, sebab dengan begitulah,
islam akan hidup sepanjang masa.

Paham islam yang modernis adalah jalan keluar untuk mengatasi


ketertinggalan umat islam akibat tafsir Al-Quran dan Hadis yang
terlalu skriptualis dan dogmatis. Kebutuhan ini sejalan dengan
paradigma neo-modernisme dalam islam. Paham ini tampil dengan
menonjolkan pentingnya ijtihad yang kontemporer, yang mampu
berakselerasi dengan perkembangan zaman. Sebuah ijtihad yang
membuka ruang bagi rasionalitas, kebebasan, dan kontekstualisasi.

Akhirnya, perlu dicatat bahwa menyinergikan islam dengan


modernitas, bukanlah sebuah upaya untuk mendudukan agama di posisi
subordinat dari kepentingan duniawi, melainkan sebuah upaya untuk
mengkaji dan menerapkan nilai-nilai islam secara kontekstual.
Mewujudkan modernitas islam, juga bukan berarti memelintir syariat
islam untuk kepentingan duniawi semata, tetapi sebuah upaya untuk
menghidupkan islam, seiring dengan perkembangan zaman.

Menyongsong Kejayaan

Tantangan terbesar dalam mengoptimalkan peran umat islam


Indonesia dalam pembangunan negara adalah adanya anggapan yang
mempertentangkan antara agama, negara, dan modernisasi. Agama
islam hanya digaungkan untuk kepentingan ukhrawi semata, tetapi
acap kali mengabaikan kepentingan duniawi. Imbasnya, bangsa
Indonesia pun terpuruk dalam persaingan global.

Agenda utama yang harus dilakukan dalam mewujudkan


kejayaan umat islam Indonesia adalah mengubah paradigma anak
bangsa dalam memandang hubungan islam, nasionalisme, dan
modernitas. Agenda pencerahan tersebut meliputi: Pertama,
memahamkan bahwa perdebatan soal dasar bernegara berupa Pancasila
dan UUD Tahun 1945, telah usai. Melalui jalan musyawarah, para
pendahulu bangsa telah mendudukkan Indonesia sebagai negara
berketuhanan, tanpa ada sebuah agama negara; Kedua, memahamkan
bahwa cinta tanah air sejalan dengan nilai-nilai islam; Ketiga,
memahamkan bahwa islam merupakan agama yang modern, dalam
artian nilai-nilainya dapat menjadi pedoman hidup sepanjang waktu,
seiring dengan perkembangan zaman; Ketiga, memahamkan bahwa
dengan spirit islam dan nasionalisme, muslim di Indonesia, harus
proaktif dalam membangun bangsa dan negara.

Akhirnya, spirit agama, nasionalisme, dan modernitas, adalah tiga


eleman yang tak terpisahkan. Keyakinan agama adalah ikatan spiritual,
nasionalisme adalah ikatan kenegaraan-kebangsaan, sedangkan
modernitas adalah ikatan zaman. Ketiganya niscaya menjadi bagian
dari pribadi umat Islam Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
yang mayoritas muslim, sudah sepatutnya memadupadankan ketiganya
dalam upaya membangun bangsa dan negara.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan uraitan di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa


islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi
pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Dan kita
mengetahui proses awal masuknya islam di Indonesia dengan beberapa
jalur serta cara menyebarkannya dengan dasar syariat islam sebagai
pedoman kehidupan. Dan juga kita dapat memahami bahwa
membumikan islam di masa sekarang haruslah mengikuti
perkembangan zaman namun tentu harus sesuai syariat agama islam
dalam membumikannya. Serta umat islam harus berperan aktif dalam
membumikan islam di Indonesia.
Daftar Pustaka

- Aimi. 2017. Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam. Palembang:


Politeknik Negeri Sriwijaya
- Bassan Tibbi,The Crisis of Modern Islam: A preindustrial
Culture in the Scientific-Teknologikal Age (Slat Lake City: The
University of Utah Press, 1988)
- http://kimbdejusticy.blogspot.co.id/2011/12/membumikan-
syariat-islam-di-indonesia.html
- https://www.eramuslim.com/berita/analisa/membumikan-islam-
di-negeri-pancasila.htm
- https://www.dakwatuna.com/2015/05/11/68502/membumikan-
islam-nusantara-respons-islam-terhadap-isu-isu-aktual/

Anda mungkin juga menyukai