Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ULUMUL QURAN

TENTANG PENGERTIAN AL-QURAN DAN SUNNAH SERTA


KEDUDUKAN AS-SUNAH TERHADAP AL-QURAN

Disusun Oleh :

SAPHIRA HUSNA NASUTION 0201192047

SILVIA MAWADDAH 0201193147

JUNI ANNISA NAPITUPULU 0201193154

Dosen Pembimbing :
MILHAN,Drs.,MA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, sang Pengatur Alam Semesta, yang telah melimpahkan
kasih-Nya sehingga Kami berhasil menyusun makalah ‘Ulumul Qur’an’ dengan baik.
Tidak lupa Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
Makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga Makalah
ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun Kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan
Makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam Makalah yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan
dari para pembaca demi tersusunnya Makalah lain yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap
agar Makalah ini bisa memberikan banyak manfaat.

Medan, September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 1
C. Tujuan ……………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………… 4
A. Pengertian Al Qur’an………………………………………….. 2
B. Pengertian Hadist…………………………………………… 8
C. Kedudukan Dan Fungsi As-Sunah Dalam islam..……………. 12
BAB III PENUTUP……………………………………………… 11
3.1 Kesimpulan…………………………………………………… 15
3.2 Saran………………………………………………………….. 15
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat
banyak sekali pelajaran yang dapat diambil. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-
angsur melalui perantara malaikat Jibril. Keistimewaan Al-Qur’an dibandingkan
dengan kitab-kitab suci yang lain ialah kemurnian atau keaslian Al-Qur’an dijaga
langsung oleh Allah, agar tidak ada satupun ayat-Nya yang berubah. Sebagaimana
ditgaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami pula-lah yang


menjaganya”

Dari Al-Qur’an pula ilmu-ilmu pengetahuan berkembang, baik ilmu pengetahuan


umum maupun ilmu pengetahuan agama. Sedangkan Hadis adalah sumber hukum
kedua setelah Al-Qur’an. Fungsi hadis itu sendiri ialah sebagai penjelas apa yang ada
dalam al-Qur’an. Jadi, kedudukan Hadis dalam bidang studi keislaman ialah
menjelaskan secara terperinci apa yang ada di dalam al-Qur’an. Merupakan fungsi
hadis lainnya ialah sebaga bukti atas ke-Rasulan Nabi Muhammad SAW .Pada
makalah ini kami tidak menjelaskan kedudukan hadis dalam studi keIslaman, karena
sudah sama-sama diketahui bahwa fungsi hadis itu sendiri ialah menjelaskan secara
lebih terperinci dari ayat-ayat al-Qur’an.

B.RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Al-Quran dan As-Sunnah
2. Kedudukan As-Sunnah terhadap Alquran

C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian Al-Quran dan As-Sunnah
2. Untuk mengetahui kedudukan As-Sunnah Terhadap Al-Quran
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran
Secara etimologi (bahasa),kata Al-Quran berasal dari kata qara’a yang berarti
membaca. Qara’a juga berarti mengumpulkan menjadi satu.[1] Qara’a memiliki arti
mengumpulkan dan menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata
satu dengan yang lainnya dalam satu ungkapan kata yang teratur. Al-Qur’an asalnya
sama dengan Qira’ah, yaitu akar kata (masdar-infinitif) dari Qara’a, Qira’atan,
waqur’anan. Allah menjelaskan dalam QS. Al-Qiyamah ayat 17-18

)18(ُ‫) فَ ِإذَا قَ َرأْ نَهُ فَت َّ ِب ْع قُ ْر َءا نَه‬17( ُ‫علَ ْينَا ج َْمعَهُ َوقُ ْر َءانَه‬
َ َّ‫إِن‬

“Sesungguhnya Kami-lah yang bertanggung jawab mengumpulkan (dalam dadamu)


dan membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila Kami telah menyempurnakan
bacaannya (kepadamu, dengan perantaraan jibril), maka bacalah menurut bacaannya
itu.” (Al-Qiyamah: 17-18)

Qur’anah disini berarti qira’ah( bacaan atau cara membacanya). Jadi kata itu adalah
akar kata (masdar) menurut wazan (tasrif) dari kata fu’lan seperti “ghufran” dan
“syukron”. Al-Qur’an adalah kitab yang berisi firman Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dan sampai kepada kita melalui periwayatan yang
tidak terputus atau mutawatir.

Al-Quran secara etimologi memiliki makna yang bermacam-macam , salah satunya


menurut pendapat yang lebih kuat yaitu, Al- Quran berarti bacaan atau yang dibaca.
Pendapat itu beralasan karena Al-Quran adalah masdar dari kata dasar Qara’a Yaqra’u
yang artinya membaca . Al-Quran dalam arti memaca ini dipergunakan oleh Al-Quran itu
sendiri.[2]

[1] Dr.H.Akmal Hawi, M.Ag.Daar-Dasar Studi Islam,Jakarta:Rajawali Pers,2014.Hal 64

[2 ] Faridl Miftah, – Syihabuddin Agus, 1989, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang Pertama, Bandung : Pustaka.
Hal. 4
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Qiyamah:16-18

Artinya:

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Quran karena hendak cepat-
cepat (menguasai) Nya”

“sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya.”

“Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu.”

Ayat-ayat yang senada dengan firman Allah terserbut diatas dapat kita temukan
pada surat Al-A’raf ayat 204, surat An-Nahl ayat 98,surat Al-Isra ayat 17 dan 106,surat
Al-Muzammil ayat 20, dan surat Insyiqaq ayat 21.

Menurut makna yang terkandung dari ayat diatas Al-Quran itu diartikan sebagai
bacaan, yakni kalam Allah yang dibaca dengan berulang-ulang. Ayat-ayat tadi juga
menjadi dalil bahwa kata Al-Quran itu sendiri adalah kalam Allah.

Adapun secara terminologi, pengertian al-Qur’an sebagai berikut:


1. Menurut Manna’ Qattan, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang bacaannya dianggap sebagai ibadah.
2. Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni (wft 1390 H) mandefinisikan Al-Qur’an
sebagai kalam Allah yang tiada tandingannya yang bernilai mu’jizat, diturunkan kepada
nabi terakhir (khatam al-anbiya’ = ‫ )خاتماالنبىاء‬dengan perantara malaikat jibril yang
tertulis pada pada mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk
ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
3. Menurut Al-Suyuthi menerangkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad yang tidak ditandingi oleh penentangannya walau
hanya sekedaar satu surat.
4. Para ahli agama (Ahli Ushul) berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah nama bagi
kalamAllah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam
mushaf.[3]

[3 ] M. Syakur, Op.Cit, hlm. 5-6


Dengan definisi tersebut diatas sebagaimana dipercaya Muslim, firman Allah yang
diturunkan kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan al-Qur’an seperti
kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, atau kitab Injil yang diturunkan kepada
umat Nabi Isa. Demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti hadits qudsi, tidak
termasuk al-Qur’an.

Mana’ alqaththan, secara ringkas mengutip pendapat para ulama pada umumnya yang
menyatakan bahwa al quran adalah firman allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad S.A.W dan dinilai ibadah bagi pembacanya.[4]Kemudian Al-
Zarqoniberpendapat bahwa al qur’an adalah lafat yang diturunkan kepada nabi
Muhammad S.A.W mulai dari surat al-fatikhah sampai an-nas.[5] KemudianAl-Wahhab
Al-Khallafberpendapat menurutnya, al qur’an adalah firman allah S.W.T yang diturunkan
kepada hati rosulullah S.A.W.[6]

Dari beberapa kutipan tersebut dapat diketahui bahwa al qur’an adalah kitab suci yang
isinya mengandung firman allah, turunnya bertahap, melalui malaikat jibril, susunannya
dimulai dari surat al-fatikhah dan diakhiri dengan surat an-nas serta bagi yang
membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah yang kuat atas
kerosulan nabi Muhammad SAW.

Berkenaan dengan definisi tersebut maka berkembanglah studi tentang Al Qur’an baik
dari segi kandungan ajarannya, maupun metode penafsirannya. Oleh sebab itu di
kalangan ulama berpendapat bahwa Al Qur’an lah sumber utama ajaran Agama Islam.

Nama-nama Al-Qur’an
As-Suyuti menyebut bahwa musannif kitab al-Burhan fi Musykilati al-qur’an yaitu
Abul Ma’ali Syaidalah telah meneliti ada 55 nama al-Qur’an sesuai dengan firman allah
sendiri, yaitu:
1. Al-Qur’an (bacaan)

[4]Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an (Mesir: Mensyurat Al-‘Ashr Al Hadis T.T) Hal.21
[5]Al-Zarqoni, Manahil Al-Arfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an (Mesir: Isa Al-Baby, T.T.,) Hal.21
[6]Al-Wahhab Al-Khallaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh(Jakarta: Al-Majelis Al-A’la Al-Indonesia Li Al Da’wah Al-
Islamiyah, 1972) Hal.23
Wahyu Allah yang diturunkan sebagai kitab terakhir diberi nama Al-Qur’an yang berarti
bacaan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Nama inilah yang paling terkenal
dan dikenal baginya, serta paling sering disebut dalam al-Qur’an itu sendiri. Paling tidak
sebanyak lima puluh kali kata ini disebut dalam al-Qur’an. Di antara pemakaian kata al-
Qur’an sebagai salah satu nama bagi wahyu terakhir adalah tercantum dalam beberapa
surat sebagai berikut:
)9( ‫إِنَّ َهذَاالْقُر َءانَ يَهدِى ِللَّتِى ِه َى أ َ ْق َوا ُم‬
“Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.”(Al-Isra’ : 9)
(185)...... ُ‫شه ُْر َر َمضَانَ الذِى ا ُ ْن ِزلَ ِفي ِه الْقُر َءان‬
َ
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya
diturunkan permulaan al-Qur’an.... “ (Al-Baqarah : 185)
َ َ‫َولَقَ ْد َءات َ ْي َٰنَك‬
﴾87﴿ ‫س ْبعًا ِمنَ ٱ ْل َمثَانِى َوٱ ْلقُ ْر َءانَ ٱ ْلعَ ِظي َم‬
“dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
dan al-Qur’an yang agung.” (Al-Hijr : 87)
Selanjutanya mengenai penggunaan al-Qur’an sebagai nama bagi kitab al-Qur’an tersebut
dapat diperhatikan dalam ayat-ayat berikut ini, yakni surat al-Isra’ ayat 88, surat Thaha
ayat 2, surat an-Naml ayat 6, surat al-Ahqaf ayat 29, surat al-Waqi’ah ayat 77, surat al-
Hasyr ayat 21, dan al-Dahr ayat 23.
2. Al- Kitab (catatan / yang ditulis)
َٰ
(2)‫ب فِي ِه ُهدًى ِل ْل ُمت َّ ِقي‬ ُ َ ‫ذَ ِلكَ ٱ ْل ِك َٰت‬
َ ‫ب َال َر ْي‬
“Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa” (Al-Baqarah: 2)
3. Busyro (kabar gembira)
(102)‫س ِل ِمي‬ ْ ُ‫َق ِليُث َ ِبتَ ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا َو ُه ًدى َوب‬
ْ ‫ش َر َٰى ِل ْل ُم‬ ِ ‫ُس ِمن َّر ِبكَ بِٱ ْلح‬ ُ ‫قُ ْل نَ َّزلَ ۥهُ ُرو‬
ِ ‫ح ٱ ْلقُد‬
“Katakanlah, "Rohulkudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan
kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk
serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah)." (An-Nahl: 102)
4. ‘Ilmu (ilmu pengetahuan)
(61) .....‫فَ َمنْ َحا ٓ َّجكَ فِي ِه ِمن بَ ْع ِد َما َجا ٓ َءكَ ِمنَ ٱ ْل ِع ْل ِم‬
“Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu.....” (Ali
‘Imran: 61)
5. Al-Urwatil wusqo (tali yang kuat)
َ ‫سكَ بِٱ ْلعُ ْر َو ِة ٱ ْل ُوثْقَ َٰى َال ٱن ِف‬
‫ص‬ ْ ‫ٱّلل فَقَ ِد ٱ‬
َ ‫ست َ ْم‬ َّ َٰ ‫ش ُد ِمنَ ٱ ْلغَ ِى فَ َمن يَ ْكفُ ْر بِٱل‬
ِ ‫طغُو‬
ِ َّ ِ‫ت َويُؤْ ِمن ب‬ ُّ َ‫ِين قَد تَّبَيَّن‬
ْ ‫ٱلر‬ ِ ‫َ ٓال إِك َْراهَ فِى ٱلد‬
(256)‫ع ِليم‬
َ ‫س ِميع‬ َّ ‫ا َم لَهَا َو‬
َ ُ‫ٱّلل‬
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar
kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh)
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256)
6. Al-Haq (kebenaran), dalam surat Ali ‘Imran: 62
7. Jablullah (tali Allah SWT), dalam surat Ali ‘Imran: 104
8. Bayan (keterangan), dalam surat Ali ‘Imran: 138
9. Munadi (penyeru), dalam surat Ali ‘Imran: 193
10. Nurun Mubin (cahaya terang), dalam surat an-Nisa’: 174
11. Muhaimin (penyaksi), dalam surat al-Maidah: 48
12. Adl (keadilan), dalam surat al-An’am: 115
13. Siratunmustaqim (jalan yang lurus), dalam surat al-An’am: 157
14. Basha’ir (penjelasan), dalam surat al-A’raf: 203
15. Kalamullah (firman Allah), dalam surat at-Taubah: 6
16. Hakim (bijaksana), dalam surat Yunus:1
17. Mauidhah (nasehat), dalam surat Yunus: 51
18. Huda (petunjuk), dalam surat Yunus: 57
19. Rahmat (kasih sayang), dalam surat Yunus: 57
20. Arabi (berbahasa arab), dalam surat Yunus: 2
21. Qashas (kisah-kisah), dalam surat Yunus: 3
22. Balagh (penyampai), dalam surat Ibrahim: 5
23. Syifa’ (penawar), dalam surat al-Isra’: 87
24. Qayyim (lurus), dalam surat al-Kahfi: 2
25. Wahyu, dalam surat an-Nisa’: 45
26. Dzikr (peringatan), dalam surat al-Anbiya: 50
27. Mubarok (diberkati), dalam surat al-Anbiya: 50
28. Zabur, dalam surat al-Anbiya: 50
29. Al-Furqon (Pembeda), dalam surat al-Furqan: 1
30. Tanzil (yang diturunkan), dalam surat asy-Syu’ara’:192
31. Ahsanal Hadits (perkataan terbaik), dalam surat az-Zumar: 23
32. Matsani (yang diulang-ulang), dalam surat az-Zumar: 23
33. Mutasyabih (yang serupa), dalam surat az-Zumar: 23
34. As-Shidq (kebenaran), dalam surat az-Zumar: 33
35. Basyir (kabar gembira), dalam surat Fushshilat: 4
36. Nadhir (ancaman), dalam surat Fushshilat: 4
37. Aziz (mulia), dalam surat Fushshilat: 41
38. Ar-Ruh, dalam surat asy-Syura:52
39. Ali (yang tinggi), dalam surat az-Zukhruf:40
40. Mubin (yang nyata), dalam surat az-Zukhruf: 2
41. Hikmah (kebijakasanaan), dalam surat al-Qamar: 5
42. Karim (mulia sekali), dalam surat al-Waqiah: 77
43. Tadzkirah (peringatan), dalam surat al-Haqqah:49
44. ‘Ajab (mengherankan), dalam surat al-Jin: 1
45. Amrullah (keputusan Allah), dalam surat ath-Thalaq: 5
46. Nabaun Adhim (berita agung), dalam surat An-Naba’: 201
47. Suhuf (lembaran-lembaran), dalam surat ‘Abasa: 13
48. Mukarramah (yang dimuliakan), dalam surat ‘Abasa: 13
49. Marfu’ah (ditinggikan), dalam surat ‘Abasa: 14
50. Muthohharoh ( yang disucikan), dalam surat ‘Abasa: 14
51. Majid (yang mulia), dalam surat al-Buruj:21
52. Qaul (pekataan), dalam surat ath-Thariq:13
53. Al-Fasl (yang tegas), dalam surat ath-Thariq:130
54. Al-Hadi (yang memberi petunjuk), dalam surat al-Isra’:9
55. Balighoh (yang sempurna) , dalam surat al-Qamar: 5 [7]

B. Pengertian Hadits
Secara etimologi hadits mempunyai beberapa arti yaitu:
· Baru (jadid) lawan dari terdahulu (qodim)
· Dekat (qorib) lawan dari jauh (baid)
· Warta berita (khabar)
Sedangkan secara terminologi hadits diberi pengertian yang berbeda-beda:

 Menurut ahli hadits

Hadits adalah “Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau prilaku nabi
SAW.”[8]

 Dari kalangan ulama’ ushul

Hadits adalah “Segala perkatan nabi SAW perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan
dengan hukum syara’ dan ketetapannya.”
Jadi hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi SAW, baik ucapan,
perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan
Allah yang disyari’atkan kepada manusia.

[7] Ibid. hlm. 2


[8] Drs.H.Muhammad Ahmad,Drs.M.Mudzakkir,Ulumul Hadits (Bandung: Puska Setia, 2004)cet III,hal 11.
2. Awal Terjadinya Hadits
Awal terjadinya hadits menimbulkan kontroversi dikalangan ulama’, diantaranya
ada yang berpendapat bahwa hadits nabi mulai terjadi pada masa kenabian (An-
Nubuwah), termasuk sifat-sifat luhur nabi yang terlihat sebelum masa kenabian juga
menjadi panutan, tapi kegiatan nabi sebelum masa kenabian yang tidak dicontohkan lagi
pada masa kenabian tidak menjadi panutan. Missal kegiatan nabi menyepi di gua hiro’.
Sebagian ulama’ lagi mengatakan bahwa hadits nabi teleh terjadi sebelum dan dalam
masa kenabian.
Kemudian dari kedua pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pendapat yang satulah
yang lebih kuat yaitu terjadinya hadits nabi mulai dari masa kenabian dengan alasan :

a. Perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk meneladani dan menaati
Muhammad sebagai rosul Allah, yakni ketika Muhammad dalam masa kenabian.

Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 20 yang artinya “Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-
Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)”

b. Sifat-sifat luhur Muhammad yang tampak sebelum masa kenabian tidak harus
disimpulkan bahwa perintah-perintah mengikuti jejak-jejaknya berlaku sejak
sebelum kanabian.
c. Kegiatan nabi sebelum masa kenabian ada yang tidak diamalkan lagi pada masa
kenabian. Misal, kegiatan menyepi di gua hiro’, kegiatan tersebut tidak untuk
diteladani oleh umat Islam, sekiranya untuk diteladani niscaya nabi telah
memberikan petunjuk kepada para sohabat untuk melakukannya. Walaupun
demikian berita kegiatan menyepi itu merupakan bagian hadits nabi juga.
d. Khobar yang berkaitan dengan diri nabi Muhammad banyak termaktub dalam
kitab-kitab sejarah tafsir dan hadits.6[9]

3. Macam-Macam Hadits dan Pembagiannya


Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya dibagi menjadi dua yaitu hadits Mutawatir
dan hadits Ahad.

a. Hadits Mutawattir

Hadits Mutawatir menurut bahasa adalah beriring-iringan atau berturut-turut


antara yang satu dengan yang lainnya, sedang menurut istilah artinya hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah rowi, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat
dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya tidak terdapat
kejanggalan jumlah pada tiap tingkatan.[10]
Hadits Mutawatir ini bersandar pada panca indra, biarpun tidak melihat orang
yang menyampaikannya. Misal, hanya lewat berita lisan itu tidak masalah, asal yang
menyampaikan meyakinkan kebenaran hadits tersebut.
Syarat-syarat hadits Mutawatir adalah :
· Diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi.
· Adanya keseimbangan antar perowi pada tingkat 1 dengan berikutnya.
· Berdasarkan tanggapan panca indra.[11]

[9]Prof. Dr HM Syuhudi Ismail Kesahehan Sanad Hadis (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995) Cet II Hal. 26

[10] Drs. H. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia 2004) Cet III, Hal. 65-
66.
[11] Drs Munzier Suparta, MA Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet III, Hal. 3-4
b. Hadits Ahad7
Hadits Ahad adalah hadits yang tidak meningkat pada drajat mutawatir, hadits
yang hanya diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih seorang perowi yang jumlahnya tidak
memenuhi persyaratan hadits Masyhur dan Mutawatir.
Adapun hadits ini dibagi menjadi tiga :
1) Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok perowi tetapi
bilangan atau jumlahnya tidak sampai ukuran bilangan Mutawatir.
2) Hadits Aziz adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh dua orang perowi.
3) Hadits Ghoib adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu orang perowi.[12]
Hadits ditinjau dari segi kualitas dibagi menjadi tiga yaitu hadits Shoheh, hadits
Hasan dan hadits Dhoif.

a. Hadits Shoheh

Yang dinamakan hadits Shoheh adalah hadits yang bersambung sanadnya,


diriwayatkan oleh perowi yang adil lagi dhobid, tidak cacat dan tidak tercela.
Syarat-syarat Hadits Shoheh yaitu :

 Sanadnya bersambung.
 Perowinya adil.
 Perowinya dhobid.
 Tidak syat.
 Tidak berillat.[13]
b. Hadits Hasan

[12]http//ilmu hadis.blogspot.com

[13]Drs. Munzier Suparta, MA, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet. III, Hal. 130.
Hadits Hasan adalah hadits yang tinkatannya dibawah hadits Shoheh, yang
perowinya sederajad hadits Shoheh.

c. Hadits Dhoif

Hadits Dhoif adalah hadits yang tidak Shoheh dan tidak hasan, sebab
diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perowi
hadits atau perowinya tidak mencapai tingkatan sebagai perowi hadits Hasan.[14]8

C. Kedudukan dan Fungsi As-Sunnah Dalam Islam


Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi
pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah
SWT). Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga
berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat
jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah
petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya
kepada ummat dengan cara beliau sendiri.
)44 ‫(النحل‬...........‫وانزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم‬.. .....
“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya
kamu menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada
mereka (QS. An-Nahl 44).
)7 ‫(الحشر‬........‫ما اتكم الرسول فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا‬..
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa
yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-
Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam.
Dengan demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat
dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan
oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.
Iman Asy-Syathibi menerangkan dalam karyanya Al-Muwafaqat bahwa sunnah
dibawah derajat Al-Quran dengan alasan :
1. As-sunnah menjadi bayan (keterangan) Al-Qur’an.

[14]Muhyiddin Abdusshomad, Fiqih Tradisionalis (Malang: Pustaka Bayan, 2004)Cet. II, Hal. 49.
2. As-sunnah menerangkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, bukan Al-
Qur’an menerangkan hukum sunnah.
3. As-sunnah menguatkan kemutlakan Al-Qur’an, mengkhususkan keumuman Al-Qur’an
dan mengihtimalkan lahirnya Al-Qur’an.
Dalam hal mengishtinbatkan hukum, maka sunnah mempunyai batas-batas :
1. Sunnah mensyari’atkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Allah SWT agar diikuti dan
dilaksanakan.
2. Sunnah Nabi menerangkan apa-apa yang disyari’atkan oleh Al-Qur’an dalam hal
menjelaskan ayat-ayat yang umum, mentabyinkan ayat-ayat yang muhtamil dan
mentaqyidkan ayat-ayat yang mutlak.9
3. Sunnah berwenang membuat berbagai macam hukum baru yang tidak terdapat dalam
Al-Qur’an. Untuk hal ini, Nabi saw berpedoman kepada ilham dan petunjuk dari Allah
dan ada pula yang berdasarkan ijtihad Rasulullah sendiri.
Imam Syafi’i menguraikan kedudukan sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Sunnah itu bayanut tafshil, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat yang mujmal.
2. Sunnah itu bayanut takhsis yaitu keterangan yang mentakhsiskan segala keumuman
Al-Qur’an.
3. Sunnah itu bayanut ta’yin yaitu keterangan yang menentukan mana yang dimaksud
dari dua kata atau tiga macam persoalan yang semuanya mungkin untuk dijelaskan secara
terang.
4. Sunnah itu bayanut ta’kid yaitu keterangan sunnah yang bersesuaian benar dengan
petunjuk Al-Qur’an dari segala jurusan dan ia menguatkan apa yang dipaparkan ayat-ayat
Al-Qur’an.
5. Sunnah itu bayanut tafsir yaitu keterangan sesuatu hukum dari Al-Qur’an, yang
menerangkan apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang tersebut dalam Al-Qur’an.
6. Sunnah itu bayanut tasyri yaitu keterangan sesuatu hukum yang tidak diterangkan
dalam Al-Qur’an.
Dalam menyampaikan Al Qur’an, Rasulullah SAW hanya meneruskan apa yang
diwahyukan kepada beliau, tanpa hak untuk menambah, mengurangi atau mengubah satu
patah katapun. Sedangkan dalam mendakwahkan petunjuk selain beliau
menyampaikannya dengan ucapan, dalam hal itu kata-kata dan susunannya berasal dari
Muhammad SAW sendiri. Hadits Qudsi, walaupun dimulai dengan pernyataan: “Allah
berfirman”, kalimatnya tetap dari Rasul. Beliau hanya menerangkan firman Allah yang
beliau terima sebagai ilham. Pada waktu lain beliau mengemukakan petunjuk Allah itu
dengan perbuatan, termasuk dengan berdiam diri ketika melihat perbuatan seseorang.
Berdiam diri itu merupakan taqrir atau ijin bagi yang hendak melakukan
perbuatan tersebut. Muhammad SAW meskipun menjadi Nabi yang menerima wahyu,
sekaligus seorang Rasul, utusan yang bertugas menyampaikan wahyu dan petunjuk lain
yang diilhamkan kepada beliau, tetap manusia biasa yang mempunyai keinginan, pikiran
dan pendapat.
Maka dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menunaikan tugasnya, beliau
juga ber-ijtihad dengan menggunakan akalnya. Ketika menyampaikan ijtihad-nya
Muhammad dapat dibantah, bahkan bersedia mengubah ketetapannya bila ternyata ada
ijtihad lain yang lebih baik. Tetapi tatkala melaksanakan petunjuk Allah, tidak ada
siapapun yang boleh turut campur apa lagi mengoreksinya.
Para ulama menerangkan beberapa fungsi Al Hadits terhadap Al Qur’an :
1. merinci atau mengoperasionalkan petunjuk yang Al Qur’an hanya membicarakan
pokoknya saja.
2. menegaskan suatu ketetapan yang telah dinyatakan di dalam Al Quran
3. menerangkan tujuan hukum dari suatu ketetapan Al Qur’an.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Al-Quran dan al-hadist adalah sebagai sumber ajaran agama islam yang telah
ditinggalkan oleh rasullullah saw, yang merupakan segala macam cara untuk
memecahkan semua permasalahan yang ada sepanjang hidup manusia.

Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai akhir zaman
nanti. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga sebagai peringatan bagi
ummat manusia, juga sebagai pembeda atas Nabi Muhammad terhadap Nabi-Nabi
sebelumnya.

Sedangkan Al-hadist adalah segala sesuatuyg mengenai perbuatan maupun perkataan


Rasullullah saw dan yang menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari beberapa unsur
diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist itu sendiri adalah:
untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang penjelasannya bersifat umum.

2. Saran
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu kami mohon maaf. Dan kami sangat berharap atas
kritikan dan saran yang bersifat membangun. mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
untuk kita semua dan khususnya bagi kami sebagai penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Hawi akmal.2014.dasar-dasar studi islam.jakarta. PT Raja Grafindo persoda


Sudirman.2012. pilar-pilar islam.Malang.UIN-Maliki Press
Syamsi moh, Farhat abu,sa’aadah.Rangkuman pengetahuan agama islam.surabaya.Amelia
Djambek Zain.1985.Kuliah islam. Jakarta. Tintamas Indonesia
Hasan Ali.2003.Studi Islam.Jakarta. Srigunting
Amalludin.2001.pendidikan agama islam .bandung. lubuk agung
Makbuloh deden.2013.Pendidikan agama islam. Jakarta. PT Rajagrafaindo
Wadud.1997.Quran Hadits. Semarang . PT. Karya toha putra.
Abdusshoma, Muhyddin. 2004. FiqihTtradisional. Malang: Pustaka Bayan.
Ahmad, Muhammad dan Mudzakir, M. 2004. Ulumul Hadis. Bandung.Pustaka Setia.
http//ilmu hadis.blogspot.com
Ismail, Syuhudi. 1995. Kesahehan Sanad Hadis. Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Anda mungkin juga menyukai