Anda di halaman 1dari 12

WAHDATUL WUJUD

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Oleh :

1. SILVI REFILLA PUTRI


NIM : 2125.4090
2. WINDI SRI MARYANTO
NIM : 2025.0059
3. SUGENG PRIYATNO
NIM : 2025.0054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUMI SILAMPARI

LUBUKLINGGAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam

semoga dilimpahkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai

rahmat bagi sekalian alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta para

pengikutnya yang setia sampai hari kemudian.

Makalah ini penulis buat dengan maksud untuk menunaikan tugas kami

mengenai “Wahdatul Wujud” Semoga makalah ini memberi banyak manfaat dan

memperluas ilmu pengetahuan.

Makalah ini dapat terselesaikan karena adanya berkat bantuan dari

beberapa pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ngimadudin, S.Ag., M.H. Selaku Ketua Sekoah Tinggi Agama Islam

Bumi Silampari LubukLinggau.

2. Bapak Drs. H. Moh. Isa Sigit, S.IP., M.M. Selaku Dosen Pengampuh Mata

Kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan ilmu dan membimbing

dengan baik.

3. Teman-teman yang telah memberi semangat dan motivasi dalam membantu

kelancaran dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada pembuatan

makalah ini, harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan berupa kritik

dan saran.

Lubuklinggau, 18 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................. 1

C. Tujuan Masalah......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahdatul Wujud....................................................... 2

B. Tokoh Wahdatul Wujud……………………............................. 5

C. Konsep Paham Wahdatul Wujud.............................................. 6

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.................................................................................. 8

B. Saran........................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wahdatul wujud adalah istilah kontroversial diantara kaum muslimin.

Bagi sebagian mereka wahdatul wujud pada khususnya, dan tasawuf pada

umumnya, adalah bentuk penyimpangan dari ajaran Islam yang murni. Yang

lain menolak wahdatul wujud dan menganggapnya sebagian sesuatu yang

berbahaya bagi umat islam, khususnya mereka yang awam, seraya menerima

tasawuf sebagian yang berbahaya, seraya menerima tasawuf sebagai bagian

yang integral dari Islam. Tapi bagi yang lain wahdatul wujud adalah kulminasi

dari pengalaman mistik dalam Islam yang dalam beberapa hadist Nabi SAW

disebut ihsan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Wahdatul Wujud?

2. Siapa tokoh yang mengembangkan Wahdatul Wujud?

3. Bagaimana konsep Wahdatul Wujud menurut pandangan Islam?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian Wahdatul Wujud

2. Untuk mengetahui siapa tokoh yang mengembangkan Wahdatul Wujud

3. Untuk mengetahui bagaimana konsep Wahdatul Wujud menurut

pandangan Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahdatul Wujud

 Wahdatul wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata,

yaitu Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-

wujud artinya ada. Dengan demikian, Wahdatul wujud memiliki arti kesatuan

wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-

macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai

sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil.

Selain itu, al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sulfistik

sebagai suatu kesatuan antara makhluk dan roh, lahir dan batin, antara alam

dan Allah, karena pada hakikatnya alam adalah Qadim dan berasal dari Allah.

Paham wahdatul wujud  merubah sifat nasuf yang ada dalam Hulul

menjadi Khalaq ( ‫ﻤﺨﻠﻮﻖ‬ : makhluk) dan sifat Lahut menjadi Haq (‫ﺤﻕ‬ : Tuhan).

Keduanya (Khalaq dan Haq) menjadi suatu aspek, dimana  Khalaq sebagai

aspek disebelah luar, dan Haq sebagia aspek sebelum dalam. Kata Khalaq dan

Haq merupakan sinonim dari “Al-‘ard” dan “Al-Jauhar” dan juga dari “Al-

Zahir”(lahir, dalam) dan ”Al-Batin” (batin, dalam).Aspek

‘Ard dan khalaq mempunyai sifat kemakhlukan, dan Al-

Jauhar dan haq mempunyai arti ketuhanan. Sehingga setiap yang berwujud

pasti memunyai sifat kemakhlukan dan sifat ketuhanan.

Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua

aspek tersebut yang terpenting adalah aspek batin atau Al-Haqq yang

merupakan hakikat essensi dan substansi. sedangkan aspek Al-Khalq, luar

2
danyang tampak merupakan bayangan yang ada karena aspek yang pertama

(Al-Haqq). Paham ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham bahwa

antara makhluk dan tuhan sebenarnya satu kesatuan dari wujud tuhanyang,

dan yang sebenarnya ada adalah wujud tuhan itu. Paham ini dibangun dari

suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai diterangkan dalam Al-hulul, ingin

melihat diriNya diluar diriNya, dan oleh karena itu dijadikannya alam

ini. Dengan demikian alam ini merupakan cermin Allah. Paham ini juga

mengatakan seperti bahwa yang ada di alam ini terlihat banyak, namun pada

dasarnya hanya satu. Hal ini sama halnya jika seseorang bercermin dalam

beberapa kaca. Ia melihat dirinya terlihat banyak, namun sebenarnya hanya

satu. Dalam Fushush Al-Hikam sebagai dijelaskan oleh Al-Qashimi dan

dikutip oleh Harun Nasution, pandangan wahdatul wujud ini terlihat dalam

ungkapan hadist:    

‫ﻮﻤﺎﺍﻠﻮﺠﻪﺍﻻﻮﺍﺤﺪﻏﻴﺮﺍﻨﻪﺍﺬﺍﺍﻨﺖﺍﻋﺪﺪﺖﺍﻠﻤﺮﺍﺒﺎﺘﻌﺪﺪﺍ‬

       “wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi

banyak”

Sebagai pokok persoalan wahdatul wujud adalah yang sebenarnya

berhak mempunyai wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan. dan wujud dari selain

tuhan hanyalah wujud bayangan-Nya. Pemikiran filasafat demikian

berkembang dan  membias pada konsep insane kamil atau manusia sempurna.

yang dimaksud manusia sempurna menurut Abdul Karim Al-Jili (w.1428 M)

adalah manusia cerminan Tuhan. Yang dimaksud manusia sempurna adalah

3
sempurna dalam hidupnya. Seseorang dianggap sempurna dalam hidupnya

apabila memenuhi aakriteria-kriteria tertentu.

Tuhan adalah maha suci, Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali

oleh yang suci. Dan pensucian roh ini dapat dilakukan dengan meninggalkan

hidup kematerian dan dengan mendekatkan diri dengan Tuhan sedekat

mungkin, dan jika bisa hendaknya bersatu dengan Tuhan semasih hidup.

Untuk mencapai macam insane kamil, seseorang lebih senang dengan

menempuh cara hidup sebagai seorang hidup sebagai seorang sufi. Kehidupan

seorang sufi lebih menonjolkan segi kerohaniannya dalam kehidupannya.

Tentu prinsip ajaran yang berkaitan dengan hidup kerohaniannya akan

senaniasa diukur dengan Al-Quran dan sunah Nabi SAW.

Dalam dunia yang masyarakatnya berkembang, seringkali menghadapi

problema  seperti kesenjangan antara nilai duniawiyah dengan nilai

ukhrawiyah. Dalam situasi demikian tasawuf merupakan solusi pilihan untuk

mengatasi masalah ini.

Dalam kalangan generasi muda yang tertarik menempuh jalan tasawuf

lebih memilih ajaran tasawuf yang dapat memadukan keseimbangan antara

duniawi dan ukhrawi. Maka saat-saat kontemplasi diinterpretasikan bukan

sebagai saat untuk mengisolisir diri dari masyarakat, tetapi lebih untuk

merenung, menyusun konsep, dan berinovasi untuk melakukan perubahan

sosial dengan acuan Al-Quran dan hadist

4
B. Tokoh Wahdatul Wujud

1. Muhy Al-Din Ibnu Arabi

Ibnu Arabi lahir di kota Murcia, Spanyol pada tahun 1165. Ibnu

Arabi belajar di Seville, kemudian setelah selesai pindah ke Ruris. Di sana

ia mengikuti dan memperdalam aliran sufi. Negeri negeri yang pernah ia

kunjungi anatara lain Mesir, Syiria, Iraq, Turki, dan akhirnya ia menetap

di Damaskus. Disana ia meninggal dunia pada tahun 1240 M. Diantara

karya beliau yang terkenal adalah buku dlam bidang tasawuf yang

berjudul “Futuhat Al-Makkah” (pengetahuan-pengetahuan yang

dibukukan di Mekkah) dengan tersusun sebanyak 12 jilid. Buku terkenal

lain          nya berjudul “Futuh Al-Hikmah” (Permata-permata hikmat).

Menurut Hamka, Ibnu Arabi dapat disebut sebagai orang yang

telah sampai pada puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan

pahamnya dengan berdasarkan renung pikir dan filsafat dan zauq tasawuf.

Ia menyajikan ajaran tasawufnya dengan bacaan yang agak berbelit-belit

dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah, dan ancaman kaum

awam sebagai mana dialami Al-Hallaj. Baginya, wujud itu hanya satu.

Wujudnya makhluk adalah ‘ain ujud Khaliq. Dalam Futuhat Al-Makkah,

Ibnu Arabi berkata, ”Wahai yang Menjadikan segala sesuatu pada dirinya

Engkau bagi apa yang Engkau jadikan, mengumpulkan apa yang Engkau

jadikan, barang yang tak berhenti adanya pada Engkau Maka engkaulah

yang sempit dan lapang.”

Ringkasannya  tasawuf Ibnu Arabi yang bersatu dengan Tuhan

bukan hanya manusia tetapi semua makhluk. Semuanya mempunyai

5
wujud satu dengan Tuhan. Oleh sebab itu ada orang yang menyebut

filsafat Ibnu Arabi ini panteisme, sungguhpun nama itu tidak sesuai

dengah Wahdah Al-wujud.

2. Syekh Siti Jenar

Juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit,

Lemahbang, dan Lemah Abang. Adalah seorang tokoh yang dianggap

sebagai sufi dan juga salah satu penyebar agama islam dipulai Jawa. Tidak

ada yang mengetahui secara pasti asal usulnya. Di masyarakat terdapat

banyak varian cerita mengenai asal usul Syekh Siti Jenar. Sebagian umat

Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal yaitu

Manunggaling Kawula Gusti, akan tetapi sebagian yang lain menganggap

bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi

Islam itu sendiri. Ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang

di buatnya meskipun demikian, ajaran yang mulia dari Syekh Siti Jenar

adalah budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengajarkan cara hidup sufi yang

dinilai bertentangan dengan Walisongo. Pertentangan praktek sufi beliau

dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan

syariah yang ditentukan oleh Walisongo.

C. Konsep Paham Wahdatul Wujud

1. Konsep manusia yang sehat

Manusia adalah hamba tuhan karena tuhan telah ber-ilusinasi

secara dzatiyah pada manusia sehingga manusia adalah dzat Tuhan-an,

karena kejadiannya yang demikian itu ia disebut insan kamil atau nuskhat

ilahi. Sedangkan manusia lain hanya menerima pancaran tajali saja,

6
sehingga hanya beberapa aspek yang sama dengan Tuhan. Hingga ia

sampai pada suatu keadaan yang memungkinkannya untuk dapat melihat,

mendengar dan berbicara melalui Tuhan serta bersama Tuhan, artinya ia

telah diberi Tuhan suatu kemampuan yang sama dengan Tuhan, sehingga

seluruh perilakunya ialah atas nama Tuhan. Dari konsep diatas, jika

dijalankan oleh manusia, maka dapat dikatakan bahwa manusia itu telah

sehat.

2. Konsep manusia yang sakit

Manusia yang sakit dalam pandangan ajaran tasawuf wahdatul

wujud ini adalah manusia yang tidak tahu tujuan Tuhan menciptakan alam

dan dirinya sendiri. Kata Ibnu Arabi adalah agar Ia bisa melihat diri-Nya

sendiri dalam bentuk yang dengan nampak jelas asma dan sifat-Nya.

Kesadaran manusia bahwa ada wujud Tuhan esensial di alam ini tidak

menyentuh hatinya bahkan mengingkari akal sehatnya.

7
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Allah mutlak dengat keterbatasan dan terbatas dengan kemutlakannya

dengan kata lain  Allah mutlak dari segi dzatnya yang maha suci dari segala

sifat dan terbatas dalam kemutlakan dengan nama-nama, sifat-sifat, dan

fenomena-fenomena alam. Jadi, penampakan-Nya itu sendiri tidak terbatas

karena kalimatnya tidak pernah habis, inilah yang disebut lautan tak bertepi.

Dialah yang Maha Esa dalam banyak rupa dan rupa yang banyak yang pada

hakikatnya wajah-wajah dari dzat yang Esa. Dialah penghimpun segalanya

yang membedakan segalanya dalam berbagai rupa. Aspek keindahan mewakili

Tasybih dan aspek keagungan mewakili Tanzih. Keduanya itu mewujudkan

kesempurnaan pada dzatnya, namun keseluruhannya itu menunjukan

kemutlakan yang tak terhingga.

B. Saran

Demikianlah makalah ini penulis buat, tentunya masih banyak

kesalahan yang terdapat di dalam makalah ini. Penulis berharap adanya kritik

dan saran agar bias membantu penulis mengerjakan makalah selanjutnya

dengan baik dan sempurna. Penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf

apabila mash banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996.

Mustofa, Akhmad. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997.

Anda mungkin juga menyukai