Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Elemen-Elemen Pendidikan Inklusi

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu :

M. Dani Wahyudi S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 3


Kelas 5A
Putra Sarah Marbun (2210125820043)
Eva Sekar Wangi (2010125120047)
Arini Mayang Fauni (2010125120048)
Kurniawan Tri Raharjo (2010125210115)
Muhammad Miunaya (2010125210139)
Muhammad Sirrul Irfan (2010125310091)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat,hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Elemen-Elemen Pendidikan Inklusi”
dengan baik. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini,
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Dani Wahyudi S.Pd.I.,
M.Pd dan kepada rekan-rekan dari anggota kelompok 3.

Terlepas dari semua itu, kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa


makalah yang kami buat ini, masih jauh dari kata sempurna baik dari segi pembahasan
ataupun dari segi penulisan makalah. Dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman kami dalam membuat makalah. Oleh karena itu, kami terbuka untuk
menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca agar
kami bisa melakukan perbaikan pada makalah kami ini sehingga menjadi makalah
yang baik dan benar.

Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat oleh siapapun yang
membacanya, terutama bagi kami yang membuatnya, serta dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya pada materi “Elemen-Elemen Pendidikan Inklusi”.

Banjarmasin, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN
A. Latar belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1-2
C. Tujuan Makalah ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Welcoming School, Welcoming Teacher,Koloboratif versus Kompetisi
3-5
B. Kurikulum yang Fleksibel, Layanan Individual, Mengakomodir Perbedaaan
5-9
C. Kerja Sama Dengan Berbagai Pihak, Team Work, Guru Pembimbing Khusus
(GPK) 10-12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang calon guru sudah sepantasnya mengetahui apa saja hal
yang dapat memahami secara utuh apa itu pendidikan, termasuk tentang
pendidikan inklusi. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan Inklusif
memiliki dasar hukum dan pelaksanaan yaitu Permendiknas 70 tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Tujuan Pendidikan
Inklusif dalam Permendiknas 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa
Untuk memahami secara utuh tentang pendidikan inklusif maka kami
mencari tau tentang apa saja elemen pada pendidikan inklusif agar dalam
pelaksanaan nya kelak benar-benar sudah memahami apa itu pendidikan
inklusif dan juga dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai tenaga
pendidik dengan baik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas
tentang elemen-elemen yang ada pada pendidikan inklusif agar dapat menjadi
bahan belajar baik untuk kami sendiri maupun untuk kelompok lain yang
memerlukan.

B. Rumusan Makalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa saja elemen-elemen pendidikan inklusif?

1
2. Apa itu Welcoming School?
3. Apa itu Welcoming Teacher?
4. Apa itu Kolaboratif versus Kompetisi?
5. Apa itu Kurikulum Yang Fleksibel?
6. Apa itu Layanan individual?
7. Apa itu Mengakomodir Perbedaan ?
8. Apa itu Kerjasama dengan berbagai pihak?
9. Apa itu Team Work?
10. Apa itu Guru Pembimbing Khusus (GPK)?

C. Tujuan Makalah
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan, yaitu :
1. Untuk mengetahui elemen-elemen pendidikan inklusif.
2. Untuk memahami Welcoming School.
3. Untuk memahami Welcoming Teacher.
4. Untuk memahami Kolaboratif versus Kompetisi.
5. Untuk memahami Kurikulum Yang Fleksibel.
6. Untuk memahami Layanan individual.
7. Untuk memahami Mengakomodir Perbedaan.
8. Untuk memahami dan mengetahui Kerjasama dengan berbagai pihak.
9. Untuk memahami Team Work.
10. Untuk memahami Guru Pembimbing Khusus (GPK).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Welcoming School, Welcoming Teacher,Koloboratif versus Kompetisi

1) Welcoming School
Welcoming school dimaknai sebagai sekolah yang ramah, terbuka dan
menjadi sekolah yang siaga. Ramah dimaksudkan sebuah sekolah menjadi tempat
yang menyenangkan, nyaman dan aman bagi setiap warga sekolah. Terbuka artinya
setiap masyarakat (terutama masyarakat sekitar) bisa dan mudah mengakses sekolah
sebagai tempat untuk belajar, tanpa ada diskriminasi. Siaga artinya sekolah menjadi
tempat untuk meningkatkan sumber daya, mengatasi berbagai permasalahan, bahkan
diharapkan bisa mengentaskan masyarakat dari keterpurukan masa depan. Beberapa
langkah yang bisa dilakukan agar sekolah mendapat predikat welcoming school antara
lain:
1. Peraturan sekolah yang ramah.
2. Jemput bola dengan melakukan pendataan dan memotivasi masyarakat untuk
bersekolah.
3. Mempertimbangkan aksesibilitas.
4. Mempunyai tempat untuk aktivitas orang tua anak.
5. Sekolah yang melindungi siswa dari bahaya kecelakaan, penculikan, peredaran
narkoba, dan kekerasan.
6. Sekolah yang mempertimbangkan kesehatan.

2) Welcoming Teacher
Sampai saat ini profesi pendidik masih mendapat tempat yang mulia di tengah-
tengah masyarakat, walaupun diyakini tidak sebaik pada zaman dulu. Perkembangan
zaman, termasuk perkembangan teknologi, membuat pergeseran cara pandang
masyarakat terhadap guru. Apapun pergeseran yang ada, profesi guru harus tetap ada,
sebab guru menjadi jembatan peralihan generasi ke generasi selanjutnya. Setidaknya

3
ada empat kompetensi yang banyak dituntut oleh masyarakat, yaitu kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, dan kompetensi social.
Bahkan sejak zamannya Ki Hajar Dewantara, guru dituntut untuk "ing ngarsa sing
tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani".
Munculnya paradigma pendidikan inklusif, selain kompetensi di atas, guru
dipersyaratkan mempunyai predikat welcoming teacher. Welcoming teacher dapat
dimaknai menjadi guru yang ramah. Guru yang ramah bukan hanya berarti guru yang
lemah lembut dan santun, akan tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu guru yang
dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Secara garis besar kebutuhan siswa dapat
dibagi menjadi tiga ranah yaitu kebutuhan pengembangan kognitif, afektif dan
psikomotor. Pendidikan seringkali mengabaikan kebutuhan afektif dan biasanya lebih
menonjolkan pemenuhan kebutuhan kognitif, bahkan seringkali guru tidak memahami
akan kekuatan kognitif seseorang. Hal yang sering terjadi justru guru "memperkosa"
kognitif anak. Kebutuhan afektif anak antara lain kebutuhan akan rasa kasih sayang,
harga diri, dan penghargaan dan sebagainya. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk
menjadi guru yang berstatus "welcoming teacher" adalah:
1. Guru harus mengetahui kondisi fisik maupun psikis peserta didik, termasuk
kesehatan, intelegensi anak, sifat/karakter anak, dan sebagainya.
2. Guru yang penolong, bukan guru yang mudah memberikan hukuman/punishment.
3. Guru yang tidak mempermalukan anak.
4. Guru yang dapat mengatasi jika ada anak yang dipermalukanoleh orang lain.
5. Guru yang empati terhadap hambatan belajar siswa.
6. Guru yang sesegera mungkin berusaha mengatasi hambatan belajar siswa.
7. Guru yang selalu memperhatikan perkembangan anak.
8. Guru yang dapat menjalin hubungan baik dengan orang tua anak dan pihak-pihak
lainnya.

3) Kolaboratif Versus Kompetisi


Sifat kompetensi (bersaing) memang ada pada diri manusia. Hal ini sudah
menjadi kodrati. Namun, jika sifat tersebut tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan dampak yang tidak baik bagi diri seseorang maupun bagi orang lain.
Sebagian orang mengatakan bahwa persaingan berpotensi menimbulkan sesuatu yang

4
menyakitkan. Berbagai fenomena persaingan terbukti membuat kondisi yang sering
tidak kondusif, misalnya dalam pertandingan sepak bola. Para pemain bisa saja
suportif, namun terkadang para suporter yang sering tidak bisa menerima kekalahan,
sehingga justru membuat kegaduhan bahkan tidak jarang berujung kerusakan dan
beberapa orang menjadi korban kematian.
Nuansa kompetensi juga selalu ada di lembaga pendidikan disebut sekolah.
Kompetensi sering dijadikan cara oleh sekolah maupun orang tua untuk memotivasi
belajar siswa. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kompetensi cukup efektif untuk
bisa meningkatkan motivasi belajar, bahkan prestasi belajar siswa.
Motivasi bisa dimunculkan dengan cara yang lebih ramah yaitu pendidikan inklusif
yaitu bagaimana menekankan kerja sama daripada persaingan. Elemen ini sebenarnya
tidaklah sulit untuk dilakukan. Sebab secara kodrati manusia juga dituntut untuk kerja
sama. Dalam ilmu social, manusia disebut sebagai makhluk social yang maknanya
manusia tidak bisa hidup sendiri, aktivitas kerja sama dalam belajar menjadi unsur
yang penting dalam mengimplementasikan paradigma pendidikan inklusif.
Kerja sama akan peserta didik siswa menjadi manusia yang santun, berlatih empati
dan tentu untuk mengasah kepedulian sosial. Kerja sama juga akan membuat siswa
untuk saling melengkapi dan menerima. Kerja sama membuat semua siswa tidak ada
yang berperan. Manusia berbudaya, berkarakter, saling menghargai, saling
menyayangi sesama. Jika seseorang mempunyai kelebihan, hidup akan bermakna jika
saling berbagi Jika manusia ada sesuatu yang kurang, tentu membutuhkan
uluran/bantuan orang lain.

B. Kurikulum yang Fleksibel, Layanan Individual, Mengakomodir


Perbedaaan

1) Kurikulum yang Fleksibel


Pengembangan kurikulum berupaya agar hasilnya fleksibel dalam
implementasinya, memungkinkan penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat
dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang siswa, peran
kurikulum disini sangat penting terhadap perkembangan siswa untuk itu prinsip

5
fleksibel ini harus benar benar diperhatikan sebagai penunjang untuk peningkatan
mutu pendidikan.
Dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan bahwa, kurikulum harus memiliki
fleksibilitas. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid,
tetapi dalam implementasinya dimungkinkan untuk menyesuaikan penyesuaian
berdasarkan kondisi regional. Waktu dan kemampuan serta latar belakang anak.
Kurikulum ini mempersiapkan anakanak untuk saat ini dan masa depan. Kurikulum
tetap fleksibel di mana saja, bahkan untuk anak-anak yang memiliki latar belakang
dan kemampuan yang berbeda, pengembangan kurikulum masih bisa dilakukan.
Kurikulum harus menyediakan ruang untuk memberikan kebebasan bagi pendidik
untuk mengembangkan program pembelajaran. Pendidik dalam hal ini memiliki
kewenangan dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan minat, kebutuhan
siswa dan kebutuhan bidang lingkungan mereka. (Mansur 2016, p. 3)

2) .Layanan Individual
Konseling individual yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik atau konseli mendapatkan layanan langsung tatap muka
(secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan
pengentasan masalah pribadi yang diderita konseling. konseling individual adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang
ahli atau konselor kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (konseling) yang
bermuara pada prestasinya masalah yang dihadapi konseli.
Menurut Tolbert yang di kutip oleh Syamsu Yusuf mengatakan bahwa konseling
individual adalah sebagai hubungan tatap muka antara konselor dengan konseli,
dimana konselor sebagai seorang yang memiliki kompetensi khusus memberikan
suatu situasi belajar kepada konseli sebagai seorang yang normal, konseli dibantu
untuk mengetahui dirinya, situasi yang dihadapi dan masa depan sehingga konseling
dapat menggunakan potensinya untuk mencapai kebahagiaan pribadi maupun sosial,
dan lebih lanjut konseli dapat belajar tentang bagaimana memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhan di masa depan.
Proses konseling yang merupakan sentral layanan konseling dilakukan sesuai dengan
kaidah profesi dan kode etik yang diterapkan.. Konselor merupakan sebuah profesi,

6
tuntutan secara profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi yang memadai untuk
menunjukkan profesionalisme perilaku dan aktivitasnya. Konselor yang memiliki
pribadi mantap, akan sangat menyadari profesinya, yang harus ditunjang dengan
kompetensi-kompetensi pribadi, akademik, sosial, dan profesional. Efektivitas
konseling sangat ditentukan oleh kualitas pribadi konselor.konseling Yang efektif
bergantung pada kualitas hubungan antara klien dengan konselor.pentingnya kualitas
hubungan konselor dengan klien ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam
kongruensi ( congruence ), empati ( empathy ), perhatian secara positif tanpa syarat
( unconditional positive regard ),dan menghargai ( respect ) kepada klien. Kepribadian
merupakan titik tumpu dari dua jenis kemampuan yang lain ( pengetahuan dan
keterampilan ), namun ketiga aspek memiliki keterkaitan bersifat reciprocal atau
dengan kata lain ketiganya harus ada dan saling memengaruh.
Dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling secara pribadi, konselor
perlu memperhatikan kesadaran budaya karena mampu membawa konseli memahami
karakteristik psikologis seperti kecerdasan (Intelegensi, emosional,dan
spiritual),bakat,sikap, motivasi dan lain-lain.Konselor di Indonesia masih belum
memperhatikan kesadaran budaya karena dalam pemberian layanan bimbingan dan
konseling ikut membentuk tingkah laku baru serta menentukan keberhasilan proses
konseling.

3) Mengakomodir Perbedaan (Diantara Anak-Anak)


Jika anak-anak memang secara alamiah berbeda satu sama lain, apakah mereka
bisa dididik dengan pola yang sama? Ataukah di didik dengan pola yang berbeda yang
disesuaikan dengan ciri dan kebutuhan masing-masing anak?
a. Fitrah manusia pada umumnya
Tidak ada sidik jari manusia yang sama. Oleh karena itu, Interpol
menggunakan sidik jari sebagai identitas individu. Bayangkan dengan jumlah
penduduk dunia yang berjumlah Iebih dari 6 miliar ini, ternyata belum pernah
ditemukan sidik jari yang sama di antara mereka. Itulah yang membuktikan bahwa
setiap manusia berbeda. Dan, perbedaan itu sesungguhnya adalah hal yang sangat
alami. Ya…, masing-masing kita berbeda dengan individu lainnya, tentunya dalam
banyak hal. Itulah fitrah manusia, meskipun satu bapak dan satu ibu, kita secara

7
pribadi berbeda dengan saudara-saudara kandung lainnya, bahkan yang terlahir
kembar sekalipun. Dan, itu juga berlaku untuk setiap anak-anak yang kita cintai. Jadi,
sebenarnya tidak bijaksana jika orangtua membanding-bandingkan perilaku anak yang
satu dengan anak lainnya karena peruntukan mereka kelak berbeda. Anak yang
penurut mungkin kelak akan menjadi pegawai. Sementara, anak yang sulit diatur
mungkin kelak akan menjadi pemimpin perusahaan. Perhatikan saja, hampir 90%
pemimpin yang sukses di perusahaan-perusahaan besar adalah orang-orang yang
berwatak keras kepala, sebaliknya sekitar 90% stafnya adalah pelaksana-pelaksana
yang patuh menuruti perintah atasannya.

b. Keinginan kita melalui anak vs keinginan Tuhan melalui anak kita


Fenomena sebagian besar orangtua dalam mendidik anak adalah berusaha
untuk menjadikan anak sebagai objek dari keinginan orangtuanya. Bahkan tak jarang
orangtua yang merasa cita-citanya dulu tidak tercapai, lalu dipaksakan cita-cita itu
melalui anaknya. Sebenarnya boleh-boleh saja apabila memang si anak juga memiliki
cita-cita atau keinginan yang sama dengan orangtuanya. Namun jika tidak,
sesungguhnya orangtua tidak berhak memaksakannya. Perbedaan besar yang terjadi
antara sistem pendidikan zaman dulu dan sekarang terletak pada aspek pencapaian.
Pada zaman dahulu, orangtua dan guru mendidik anak-anak agar memenuhi keinginan
mereka. Sementara, pada zaman modern seperti sekarang ini, mendidik merupakan
suatu upaya untuk membimbing anak menemukan keinginan Tuhan dalam dirinya.
Cukup sudah,Jangan kita ulangi lagi kesalahan yang sama pada anak kita. Anak-anak
terlahir karena keinginan dari Tuhan. Jadi, mari kita berusaha menggali apa keinginan
Tuhan melalui anak-anak kita. Salahkah mereka jika berbeda dengan kita? Tentu saja
tidak. Perbedaan ini adalah keniscayaan yang menghasilkan harmoni hidup sehingga
saling melengkapi satu sama lain.
Setiap anak terlahir unik. Saat berada di dalam kelas di sekolah, anda mungkin
akan menyadari bahwa setiap anak yang meskipun berasal dari kelompok usia yang
sama, memiliki banyak perbedaan. Baik dari segi penampilan, minat, tingkat
kecerdasan, sikap hingga temperamen mereka. Perbedaan ini adalah sesuatu yang
alami dan wajar. Lantas, bagaimana sebaiknya sikap guru menghadapi karakter siswa
yang berbeda-beda ini?

8
1. Memilih Metode Pembelajaran yang Tepat
Metode pembelajaran yang hanya membaca saja mungkin tidak cocok untuk anak
yang mengandalkan kemampuan audio. Sebaliknya, tidak semua anak bisa
menangkap materi hanya dengan penjelasan. Dengan mengetahui karakter seperti apa
saja yang ada di kelas, Anda bisa memadukan beragam metode pembelajaran untuk
satu materi agar bisa dipahami oleh semua anak.
2. Memperlakukan Peserta Didik Secara Adil
Tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama dalam satu mata pelajaran. Salah
satu sikap guru menghadapi perbedaan karakter ini adalah tetap memperlakukan
semua siswa dengan sama rata. terlepas dari seberapa besar kemampuan mereka
dalam menerima materi yang diajarkan.
3. Memberikan Motivasi yang Tepat
Anda mungkin akan menemukan siswa yang tidak punya kemampuan berbahasa
sehebat teman-temannya yang lain. Di sinilah Anda sebagai guru berperan
memberikan motivasi yang tepat. Alih-alih menganggap kemampuannya yang minim
sebagai kekurangan, coba temukan kelebihannya yang lain. Setelah itu dorong dia
untuk mengembangkan potensi yang dia miliki. Dengan begitu, anak didik tidak akan
merasa kurang berharga dibanding teman-temannya yang lain.
4. Berinteraksi Secara Tepat
Pemahaman yang baik terhadap perbedaan individual anak adalah kunci untuk
menjalin komunikasi yang baik dengan peserta didik. Murid A mungkin akan lebih
semangat jika dikritik tapi B menjadikan kritikan sebagai cambuk untuk membuatnya
lebih baik. Salah satu sikap guru menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda
adalah dengan menyampaikan apa yang Anda pikirkan dengan cara interaksi yang
baik dan tidak melukai hati anak-anak.
Selain keempat poin di atas, salah satu sikap guru menghadapi karakter siswa
yang berbeda-beda ini adalah dengan menciptakan iklim belajar yang kondusif. Untuk
itu, Anda memerlukan media pembelajaran yang menarik.

9
C. Kerja Sama Dengan Berbagai Pihak, Team Work, Guru Pembimbing
Khusus (GPK)

1) Kerja Sama dengan Berbagai Pihak


Tidak ada sebuah lembaga, termasuk lembaga pendidikan bisa berdiri sendiri
tanpa ada peran dari pihak lain. Kesempurnaan sebuah lembaga justru ada peran
lembaga/pihak lain untuk melengkapi keprofesionalan. Kerja sama dilakukan,
terutama pada saat sebuah pekerjaan tidak bisa ditangani sendiri karena memerlukan
ahli lain yang diperlukan. Kerja sama juga dilakukan untuk memperkuat sebuah
pekerjaan/penanganan.Idealnya, implementasi pendidikan inklusif di setiap sekolah
perlu didukung oleh sebuah lembaga supporting. Salah satunya lembaga yang
diharapkan muncul adalah resource centre (pusat sumber penanganan ABK).
Penanganan anak-anak pada umumnya dalam setting pendidikan inklusif, bisa jadi
cukup ditangani oleh sekolah regular penyelenggara pendidikan inklusif, bisa jadi
cukup ditangani oleh sekolah regular penyelenggara inklusif.
Pusat sumber terbaik sebaiknya dibentuk oleh pemerintah, agar bisa menjangkau lebih
banyak sekolah-sekolah regular. Setidaknya setiap kabupaten/kota terdapat satu
lembaga pemerintah di bawah dinas pendidikan (setingkat UPT). Sebenarnya gagasan
berdirinya pusat sumber akan memanfaatkan sekolah-sekolah luar biasa. Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi tidak hanya bergantung pada lembaga pusat sumber.
Maka sekolah penyelenggara pendidikan inklusi (ada atau belum ada pusat sumber)
tetap harus kerja sama dengan pihak-pihak lain yang memang mendukung
terselenggaranya layanan yang prima terhadap perkembangan terhadap perkembangan
peserta didik.

2) Bekerja Tim
Paradigma pendidikan inklusif sangat menyadari bahwa manusia merupakan
makhluk yang mempunyai keterbatasan. Seorang manusia tidak mungkin mempunyai
semua keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Kebutuhan keahlian yang diperlukan dalam paradigma pendidikan inklusi
tidak mungkin oleh satu orang guru. Oleh karena itu setiap orang yang terlibat dalam
pendidikan itu harus bekerja sama atau bekerja tim dan sangat mustahil bisa bekerja

10
sendiri. Semua keberhasilan merupakan hasil karya bersama sesuai dengan kapasitas
dan kemampuan masing-masing.
Pendidikan inklusif akan berjalan dengan baik jika ketiga dimensi prinsip piramida
inklusif terpenuhi dengan baik.
1. Kebijakan Inklusif
Paradigma pendidikan inklusif akan berjalan dengan baik jika didukung oleh
pengambil kebijakan seperti pejabat yang berwenang menentukan arah kebijakan
pendidikan, pengawas, kepala sekolah dan pihak-pihak lain penentu kebijakan
pendidikan.
2. Budaya inklusi
Paradigma pendidikan inklusi harus mengakar di setiap orang yang terlibat dalam
pelaksanaan pendidikan. Sekolah dapat memprogramkan sosialisasi tentang seluk-
beluk pendidikan inklusi secara berkelanjutan bagi setiap guru, komite, staf, dan orang
lain.
Budaya inklusif terwujud dengan dukungan dan sebuah komitmen yang selalu
mengatasi hambatan.
3. Praktik yang nyata
Paradigma pendidikan inklusif hanya akan menjadi sebuah wacana saja jika
tidak diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan di sekolah. Setiap program
sekolah harus bernuansa inklusif. Praktik nyata merupakan wujud keberhasilan
tertinggi dalam hierarki pelaksanaan pendidikan inklusif. Jangan hanya teori saja,
namun paradigma pendidikan inklusif nyata ada di sekolah.

3) Guru Pembimbing Khusus (GPK)


Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu didukung oleh tenaga
pendidik keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak
berkebutuhan khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah
Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK sesuai dengan buku pedoman penyelanggara
pendidikan inklusif tahun 2007 adalah guru yang mempunyai latar belakang
pendidikan khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang
pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif. Buku Pedoman
Pembinaan Tendik Direktur PSLB (2007) mengungkapkan Kompetensi GPK selain

11
dilandasi oleh empat kompetensi utama (pedagogik, kepribadian, profesional, dan
sosial), secara khusus juga berorientasi pada tiga kemampuan utama, yaitu: (1)
kemampuan umum (general ability)adalah kemampuan yang di perlukan untuk
mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), (2) kemampuan dasar (basic
ability) adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik
berkebutuhan khusus, dan (3) kemampuan khusus (specific ability) adalah
kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik kebutuhan khusus jenis
tertentu (spesialis). Oleh karena itu, seorang GPK tidak hanya memerlukan 4
kompetensi utama seorang guru tetapi juga harus memiliki kompetensi khusus yang
digunakan untuk menangani anak berkebutuhan khusus.
Pedoman Khusus Penyelenggara Inklusi tahun 2007 tugas GPK antara lain
adalah (1) Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas
dan guru mata pelajaran, (2) Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah
dan orang tua peserta didik, (3) Melaksanakan pendampingan ABK pada kegiatan
pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi,
(4) Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang
mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa
remidi ataupun pengayaan, (5) Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan
membuat catatan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus selama mengikuti
kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6)
Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata
pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak
berkebutuhan khusus. Dalam sistem inklusif, kurikulum pendidikan harus bersifat
fleksibel, menyesuaikan dengan kebutuhan setiap peserta didik. Sistem pendidikan
inklusif memungkinkan dilakukannya “diferensiasi pembelajaran”, baik dari aspek
metode maupun materi. Untuk merealisasikan itu semua, sehingga keberadaan GPK
sangat diperlukan. GPK lah yang bertugas membantu sekolah, dalam hal ini guru-guru
mata pelajaran dan guru kelas untuk melakukan differensiasi tersebut. Ketika di
sekolah inklusi tidak tersedia GPK, tentu akan timbul permasalahan terutama untuk
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah tersebut. Dan diperlukan beberapa upaya
untuk mengatasi permasalahan tersebut yang kaitannya dengan ketersediaan GPK.
Imam, Yuwono. "Pendidikan Inklusi." (2021).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesmipulan
Welcoming school dimaknai sebagai sekolah yang ramah, terbuka dan
menjadi sekolah yang siaga. Ramah dimaksudkan sebuah sekolah menjadi
tempat yang menyenangkan, nyaman dan aman bagi setiap warga sekolah.
Sampai saat ini profesi pendidik masih mendapat tempat yang mulia di tengah-
tengah masyarakat, walaupun diyakini tidak sebaik pada zaman dulu.
Pengembangan kurikulum berupaya agar hasilnya fleksibel dalam
implementasinya, memungkinkan penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar
belakang siswa, peran kurikulum disini sangat penting terhadap perkembangan
siswa untuk itu prinsip fleksibel ini harus benar benar diperhatikan sebagai
penunjang untuk peningkatan mutu pendidikan.
B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan baik dari segi materi maupun penulisan, disebabkan karena
kami mempunyai keterbatasan dalam hal ilmu dan pengetahuan. Untuk itu
kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah kami di masa mendatang, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami sendiri maupun yang membacanya.

13
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Arif Rahman, and Tasman Hamami. "Prinsip-prinsip dalam Pengembangan
Kurikulum." PALAPA 8.1 (2020): 42-55.

Shofiyah, Shofiyah. "Prinsip–prinsip pengembangan kurikulum dalam upaya meningkatkan


kualitas pembelajaran." EDURELIGIA: Jurnal Pendidikan Agama Islam 2.2 (2018): 122-130.

https://www.google.co.id/books/edition/
KONSELING_INDIVIDUAL_SEBUAH_PENGANTAR_KE/_jZMEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=layanan+individual+pendidikan&pg=PA77&printsec=frontcover .

Merketing.2020. Tips Jitu Menghadapi Keberagaman Karakteristik Siswa.


https://primaindisoft.com/blog/tips-jitu-menghadapi-keberagaman-karakteristik-siswa/
#.YyUpG_k3vIU. (diakses pada tanggal 17 September 2022).

NEWSROOM.2010. Mengakomodir Perbedaan Karakter Anak.


https://tanggapustaka.com/mengakomodir-perbedaan-karakter-anak/. (diakses pada tanggal
17 September 2022).

14

Anda mungkin juga menyukai