Disusun oleh:
Nur Annisa : 20.1.1.0642.0002
Nirmawati : 20.1.1.0642.0009
SULAWESI BARAT
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah Ilmu Pendidikan Islam dengan judul “Peserta Dididk Dalam
Pandangan Islam”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, program
studi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAI
DDI Polewali Mandar – Sulawesi Barat. Kami menyusun makalah ini untuk membantu
mahasiswa lainnya supaya lebih memahami mata kuliah khususnya mengenai “Peserta
Dididk Dalam Pandangan Islam”.
Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan
pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi teman-teman lainnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati kami
menerima kritik dan saran dari semua pihak.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Al Quran Allah menciptakan manusia agar menjadikan akhir atau hasil
segala aktifitasnya sebagai pengabdian kepada Allah. Sekaligus untuk menjadi seorang
khalifah. Manusia sebagai khalifah Allah yang memikul beban yang sangat berat.
Tugas ini dapat diaktualisasikan jika manusia dibekali dengana pengetahuan. Semua ini
dapat dipenuhi hanya dengan proses pendidikan. Pendidikan harus berbentuk usaha
yang sistematis dan ditujukan kepada pengembangan seluruh potensi anak didik dengan
berbagai aspeknya, dan tujuan akhirnya adalah kesempurnaan hidup.
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan
oleh pendidik kepada peserta didik dalam perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke
arah kedewasaan dan seterusnya ke arah terbentuk nya kepribadian muslim. Dengan
demikian pendidikan Islam berlangsung sejak anak dilahirkan sampai mencapai
kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya. Dalam sabda Nabi SAW:
ْ َِما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد اِاَّل يُوْ لَ ُد َعلَى ْالف
ِّ َط َر ِة فََأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه اَوْ يُن
)ص َرانِ ِه اَوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه ( َر َواهُ ُم ْسلِ ْم
Artinya “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah
(kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi (H.R. Muslim)”.
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen yang
menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumbuhan
perhatian dalam semua proses pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1 Apa pengertian peserta didik ?
2 Bagaimana karakterististik peserta didik ?
3 Bagaimana adab dan tugas peserta didik ?
4 Bagaimana kedudukan peserta didik ?
5 Apa saja kebutuhan-kebutuhan peserta didik ?
6 Apa saja dan bagaimana dimensi-dimensi peserta didik ?
7 Bagaimana etika peserta didik ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
dalam memahami hakikat peserta didik menjadikan kegagalan dalam proses
pendidikan. Dengan demikian disini dijelaskan karakteristik peserta didik yaitu sebagai
berikut:
1. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri,
sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan oleh orang dewasa.
2. Peserta didik mempunyai kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan
itu semaksimal mungkin.
3. Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik
perbedaan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang
meliputi segi jasmani, entegensi, sosia, bakat, minat, dan lingkungan
mempengaruhinya.
4. Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia
5. Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang
dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
6. Peserta didik mengikuti periode-periodde perkembangan tertentu dan mempunyai
pola perkembangan serta tempo dan iramanya.
4
Dalam istilah murid mempunyai konsep yang lebihi menjamin tercapainya tujuan
pendidikan yaitu terwujudnya manusia yang, memilki kemanusiaan yang tinggi.
Seorang pelajar atau peserta didik juga harus memperhatikan adab atau tugasnya dalam
menuntut ilmu diantaranya yaitu:
1. Niat yang ikhlas karena Allah swt ketika menuntuk ilmu hanya mengharapakan
Ridha dan pahala dari Allah.
2. Mengawali langkah dengan penyucian hati dari perilaku yang buruk dan sifat-
sifat yang tercela.
3. Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan duniawi dan
menjauh dari keluarga dan kota tempat tinggal.
4. Tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan
terhadap guru yang mengajarinya
5. Tidak memalingkan perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat-pendapat
manusia yang bersimpang siur baik ilmu-ilmu yang dipelajarinya itu termasuk
ilmu-ilmu dunia maupun ilmu-ilmu akhirat.
6. Menunjukan perhatiannya yang sungguh-sungguh kepada tiap-tiap disiplin ilmu
yang terpuji, agar dapat mengetahuai tujuannya masing-masing.
7. Tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu sebelum menguasai bagian yang
sebelumnya.
8. Berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadikaan sesuatu menjadi semulia-
mulia ilmu.
9. Menjadikan tujuannya yang segera demi menghiasi batinnya dengan segala aspek
kebajikan.
10. Mengetahui antara suatu ilmu dengan tujuannya
Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam,
yang merupakan kkompetensi mutlak dan dibutuhkan tercapainya tujuan pendidikan.
Syarat yang dimaksud yaitu dengan syairnya sebagai berikut:
االَالَتنَا َ ُل ْال ِع ْل َم اِالَّبِ ِستَّ ٍة
ْك ع َْن َمجْ ُموْ ِعهَا بِبَيَا ٍن vَ َسُأ ْنبِي
ار َوب ُْل َغ ٍة
ٍ َْطب ِ ص َواس ٍ ُْذ َكا ٍء َو ِحر
َواِرْ َشا ِداُ ْستَا ٍذ َوطُوْ ِل ال َّز َما ِن
“ Ingatlah! Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat; aku
akan menjelaskan keenam syarat itu padamu, yaitu: kecerdasan,hasrat atau motivasi
yang keras, sabar, modal {sarana}, petunjuk guru, dan masa yang panjang {kontinu}”.
5
Dari syair di atas kita mengetahui bahwa syarat-syarat yang harus dimilki oleh
peserta didik yaitu enam hal yaitu;
1. Memiliki kecerdasan (dzaka); yaitu penelaran imajinasi, wawasan (insight),
pertimbangan, dan daya penyesuaian sebagai proses mental yang dilakukan
secara cepat dan tepat.
2. Memiliki hasrat (hirsh), yaitu kemauan, gairah, moril dan motivasi yang tinggi
dalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu yang diperolehnya.
Hasrat ini menjadi pentin gsebagai persyaratan dalam pendidikan, sebab
persoalan manusia tidak sekedar mampu (qudrah) tetapi juga mau (iradah).
Dengan demikian akan menghasilkan kompetensi dan kualifikasi pendidikan
yang maksimal.
3. Bersabar dan tabah (ishtibar) serta tidak pernah putus asa dalam belajar,
walaupun banyak rintangan dan hambatan, baik hambatan ekonomi, psikologis,
sosiologis, politik, bahkan administratif.
4. Mempunyai seperangkat modal dan sarana (bulghah) yanng memadai dalam
belajar.
5. Adanya petunjuk pendidik (irsyad ustadz), sehingga tidak menjadi salah
pengertian (misunderstanding) terhadap apa yang dipelajari.
Masa yang panjang (thuwl al-zaman), yaitu belajar tanpa henti dalam mencari ilmu (no
limits to study) sampai pada akhir hayat, min mahdi ila lahdi (dari buaian sampai liang
lahat).
6
kewajibannya, menurut Mohammad Athiyah al-Abrasy tugas dan kewajiban peserta
didik sebagai berikut :
1. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela.
2. Memiliki niat yang mulia.
3. Meninggalkan kesibukan duniawi.
4. Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru.
5. Menyenangkan hati guru.
6. Memuliakan guru.
7. Menjaga rahasia guru.
8. Menunjukkan sikap sopan santu kepada guru.
9. Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
10. Memilih waktu belajar yang tepat.
11. Belajar sepanjang hayat.
12. Memelihara rasa persaudaraan dan persahabatan.
9
menurut Zakiah Daradjat, membagi manusia menjadi tujuh dimensi pokok, yaitu
dimensi, fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial
kemasyarakatan. Melalui pendidikan Islam, semua dimensi tersebut harus ditumbuh
kembangkan. Adapun dimensi-dimensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu,
diantaranya:
1. Dimensi fisik (Jasmani)
Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik.
Manusia sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan
makhluk lain seperti hewan. Namun yang membedakan adalah manusia lebih
sempurna dari hewan, hal ini dikarenakan manuasia memiliki nafsu yang
dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu dan insthink
bukanya akal. Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya (QS. Attin :4).”
Antara manusia dan hewan jika dilihat susunan penciptaan secara abiotik dan
biotik manusia dan hewan memiliki proses penciptaan dan struktur yang sama,
yaitu tercipta dari inti sari tanah, air,api, dan udara. Dari keempat elemen abiotik
itu oleh Allah SWT diciptakanlah makhluk yang didalamnya diberikan sebuah
energi kehidupan yang berupa ruh.
2. Dimensi akal
Ramayulis dalam bukunya ia mengambil pendapat al – Ishfahami yang
membagi akal menjadi dua macam yaitu :
a. Aql Al-Mathhu’ : yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT
sebagai fitrah Illahi.
b. Aql al-masmu : yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang
dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri
manusia, karena digunakan untuk menggerakkan akal mathhu untuk tetap
berada di jalan Allah.
Akal memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Akal adalah penahan nafsu.
b. Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam
menghadapi. sesuatu baik yang nampak jelas maupun yang tidak jelas.
c. Akal adalah petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan.
d. Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
10
e. Adalah pandangan batin yang berpandangan tembus melebihi penglihatan
mata
f. Akal adalah daya ingat mengambil dari masa lampau untuk masa yang akan
dihadapi.
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan
qolb (hati) agar dapat memahai sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya
ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti
ini adalah potensi dasar manusia yang ada pada diri manusia sejak lahir. Potensi
ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar tetap mampu berkembang
kearah yang positif.
3. Dimensi keagamaan
Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat sebagai homodivinous
atau homo religius yaitu makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk
yang beragama. Dalam agama islam diyakini bahwa pada saat janin manusia
berada dalam kandungan seorang ibu, dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin
tersebut oleh sang kholiq, maka janin mengatakan bahwa aku akan beriman
kepada-Mu (Allah). Dari sinilah manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk
yang memiliki kepercayaan akan adanya tuhan sejak lahir. Dalam Ayat Al-qur’an
ditegaskan :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al – A’raf : 172)
4. Dimensi akhlak
Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang sangat diutamakan.
Dalam islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga
dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama.
Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan
ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ
muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan
taqwa dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan dari Allah SWT.
Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan
tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan keras,
11
bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun perlu
disadari bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya
pengalaman pada diri peserta didik.
5. Dimensi rohani (kejiwaan)
Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani dalah adalah
dimensi yang sangat penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini
dikarenakan rohani (kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan manusia
untuk hidu bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak
akan sempurna debelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya. Allah SWT
berfirman :
“Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud
“(Al – hijr : 29).
6. Dimensi seni (keindahan)
Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia.
Sehingga senia dalam diri manusia harus lah dikembangkan. seni dalam diri
manusia merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama
seni pada diri manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan menajalankan
fungsi kekhalifahannya serta mendapatkan kebahagiaan spiritual yang menjadi
rahmat bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.
Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al-
Qur’an. Kitab suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia
nan indah. Hal ini karena A-lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk
memberikan kebijakan dan pengetahuan kepada seluruh semesta Alam. Sehingga
kesastraan yang terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar menunjukkan kehadiran
Illahi didalam mu’jizat yang bersifat universal ini. Allah SWT berfirman :
“Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu
membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat
penggembalaan” (QS. An-nahl : 6)
Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia.
Semakin tinggi iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat
merasakan keindahan akan segala sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.
7. Dimensi sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah
golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam
12
dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta
didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial dimaksudkan
agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada
perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum.
Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang
dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial
yang kuat akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain,
menolong sesama serta menunjukkan cermin keimanan kepada Allah SWT.
13
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut
ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya, yaitu :
1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut
ilmu.
2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat
keutamaan.
3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai
tempat.
4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak
peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa
sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan
dengan hati yang bersih.
2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi
jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar
dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau
pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan
beberapa cara yang baik.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Didalam
pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau
sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek
pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka
anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau
ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dalam Bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik,
dan peserta didik. Dalam pendidikan Islam peserta didik adalah individu yang sedang
berkembang, baik secara fisik, psikologis, dan religius dalam mengarungi kehidupan di
dunia dan di akherat kelak.
Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali dengan “murid” atau thalib.
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut
artiterminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang
pembimbing spiritual {mursyid}”. Sedangkan thalib dalam bahasa berarti “orang yang
mencari”, sedang menurut istilah tasawuf adalah “penempuh jalan spiritual, yang
berusaha keeras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi”. Penyebutan murid ini
juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah,
sementara sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa
(thalib)
B. Saran
Bagi seorang muslim, disarankan untuk betul-betul mengetahui dan memahami
dasar-dasar, norma atau etika serta harus mampu untuk mengaplikasikannya dalam
proses belajar mengajar agar dapat menghasilkan intelektual muslim yang cerdas,
berwawasan dan taat dalam beribadah, sehingga tujuan penciptaan manusia yaitu untuk
beribadah kepada Allah serta menjadi khalifah dimuka bumi benar-benar dapat
dijalankan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1984.
Desmita. Psiskologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya. 2012
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islam. Pt Rosda Karya.
Bandung. 2016
Supian. Metodologi Studi Islam. Depag: Jakarta. 2009.
Muhammad Baqir, Ilmu dalam Pemahaman Kaum Sufi al-Ghazali, Mizan
Media Utama. Bandung 2000.
Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin. Pandung Lengkap Menuntu Ilmu. Jakarta. Tim
Pustaka Ibnu Katsir. 2006.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. PT Bumi Aksara. 1994.
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/540-Article%20Text-1401-1-10-20220129.pdf
http://coretanskripsi.blogspot.com/2016/11/makalah-peserta-didik-dalam-perspektif-
islam.html
16